"Jangan tidur dengannya lebih dari sekali. Setelah itu mintalah cerai padanya, jika dia tidak mau, bermalas-malaslah kamu sebagai istrinya. Jangan pernah mau melayaninya untuk kedua kali. Ingat aku, Dik. Aku menunggumu di rumah ini, bersama anak kita."
***
"Assalamualaikum, Dek Naya."
Wanita berkebaya pengantin itu tersentak saat mendapati sebuah tangan menyentuh bahunya seraya mengucapkan salam.
Lintasan peristiwa yang terjadi seminggu lalu bersama mantan suaminya, terhapus seketika. Nyatanya, kini dia di sini, di kamar pengantinnya bersama seorang lelaki.
Lelaki yang baru seminggu lalu ia kenal melalui aplikasi jodoh di handphonenya. Ia tak ingin percaya, bahwa hari ini, lelaki itu sudah mengijab qabul namanya. Sudah sah menjadi suaminya, dan sesaat lagi, seperti permintaan mantan suami, dia harus melayani lelaki itu.
"Mas Yudhi?"
"Maaf lama menunggu."
Wanita itu menarik napas. Harusnya cinta yang mempersatukan mereka, tetapi tidak.
Namanya Tiara Kanaya, janda satu anak yang baru selesai menjalani masa Iddah dari suami pertamanya.
Pernikahan kedua Tiara takkan pernah terjadi jika tanpa campur tangan ibu mertua. Wanita itulah yang meminta Tiara untuk ikut dalam acara kontak jodoh. Tujuannya adalah mendapatkan suami muhallil yang akan menghalalkan Tiara kembali pada anak tunggalnya.
Dengan gerak cepat ibu mertua Tiara mengatur pernikahan mereka, padahal keduanya baru bertemu sekali. Mengenai sifat, keluarga, serta bagaimana kondisi keuangan dan pekerjaan lelaki itu, tidak jadi masalah buat wanita yang bernama Laras tersebut.
Toh setelah bersenggama sekali, Tiara sudah membuat perjanjian dengannya untuk minta cerai.
Ibu mertua Tiara mengabarkan Tiara sebuah rahasia yang pernah terjadi dalam keluarga mereka dahulu. Kejadian seperti yang dialami menantu dan anaknya itu, pernah menimpa salah satu saudaranya.
Mereka mempraktekkan apa yang ia praktekkan kini pada Tiara. Bersyukur karena saat itu tidak ada satu pihak pun yang diberatkan. Sehingga perceraian terjadi tidak lama setelah nikah muhallil itu dilangsungkan.
Apa hal tersebut akan kembali terulang pada kisah Tiara?
Ibu mertua meyakinkan Tiara, bahwa iapun akan sukses seperti saudaranya dahulu. Ia juga meminta Tiara untuk diam. Tak perlu membuat perjanjian apapun, karena pernikahan dengan perjanjian tidak sah dimata hukum dan agama. Dan sudah tentu mempelai pria akan menolak, jika menikah karena ingin kembali halal dengan mantan suami.
Ibu mertua juga memberi wejangan keras pada Tiara, sama seperti yang diajarkan oleh suaminya seminggu yang lalu.
'Secepatnya berhubungan badan, setelah itu bersikap acuhlah padanya.'
Bagi Tiara, semua ini terasa seperti mimpi yang segera ingin diakhiri. Andai suaminya bisa menjaga perkataan, dan tidak mengucap talak ketiga kali, sudah barang tentu kini mereka masih bersama di rumah.
*
Pertanyaan Yudhi membuat dada Tiara terasa sesak. Inilah kenyataan, ia sekarang sekamar dengan lelaki lain.
"Hai, maaf lama menunggu."
Yudhi mengulang ucapannya.
Tiara tersenyum kecil menanggapi. Tak lama, lelaki di hadapan yang masih tampak rapi dengan pakaian pengantinnya, ikut duduk di atas ranjang. Tiara menatap suaminya dengan seribu perasaan tak menentu.
Lalu ia merasakan kepala yang sudah tak lagi bertahta kelopak melati, tersentuh dengan perlahan. Tak lama mulut lelaki yang sudah sah menjadi suami itu, komat-kamit merapal doa.
" ... Aamiin."
Tiara masih bergeming, doa yang dibaca lelaki itu sama sekali tidak didengarnya. Tanpa aba-aba, Yudhi meraih dua jemari Tiara, lalu menelungkupkan ke wajahnya.
Wanita itu terhenyak mendapati apa yang dilakukan sang suami.
"Kok menghayal terus?"
Tiara kini tersenyum sedikit lebih lebar.
"Ingat siapa? Dayu?"
Tiara mengangguk.
Seketika lelaki itu menenggelamkan kepala Tiara dalam dekapannya. Hingga luruhlah buliran bening dari kedua sudut matanya.
***
Nama lelaki itu Yudhistira Saputra, duda tanpa anak yang ditinggal mati sang istri. Jika dilihat dari biodata, usianya kini 35 tahun, pekerjaannya wiraswasta, keturunan campuran Jawa-Aceh.
Sebenarnya jika dilihat dari wajah, dia tidak terlalu jelek, meski harus diakui Tiara, suami pertamanya jauh lebih tampan dari lelaki itu. Tubuhnya tinggi, proporsional. Rambutnya ikal dengan kulit sedikit sawo matang.
Sejujurnya dia tak ingin pernikahan keduanya itu berlangsung secepat ini, ia ingin lebih mengenal mempelai wanita. Tapi karena Tiara terus mendesak, tidak ada yang bisa ia perbuat melainkan setuju.
Pernikahan yang dia inginkan pun bukan sekadar ijab Qabul dan dihadiri oleh penghulu, saksi serta keluarga inti. Ia ingin mengundang semua kerabat dan teman-temannya. Tapi apalah daya, sang istri tak mengijinkan.
Semua yang dialaminya bersama Tiara, sejujur amat menimbulkan tanda tanya di benak. Tapi karena ia terlanjur jatuh cinta, maka Yudhi memutuskan untuk mencari tahu seiring pernikahan.
Ada apa, mengapa wanita selepas Iddah, begitu berkeingin untuk menikah lagi?
Benarkah Tiara tak tahan jika harus menunggu lebih lama?
*
Setelah Yudhi mengurai pelukan, Tiara tampak canggung. Masih tak terima serta bingung bagaimana caranya mengakhiri malam ini bersama lelaki yang baru dia kenali tapi sudah menjadi suami.
"Kenapa nggak mau menatap Mas, Dik?" tanyanya membuat Tiara kembali terhenyak.
Segera Tiara memberanikan diri menatap dua bola mata itu. Sesaat suasana kaku meliputi mereka. Bagaimana tidak, berdua duduk di atas ranjang yang sudah ditaburi kelopak mawar. Walau tak cinta, gelenyar aneh itu tetap saja datang menerpa.
Yudhi menggerakkan tangannya menyentuh pipi Tiara. Wajah lelaki itu semakin mendekat, Tiara hanya pasrah sambil memejamkan mata. Barangkali inilah malam pertama dan terakhir untuknya bersama Yudhi, karena sesuai tekadnya diawal, setelah making love, perceraian harus terjadi.
Saat kedua bibir itu hampir bertemu,
Kriinggg!
Ponsel Tiara tiba-tiba berdering. Yudhi tampak kaget dan menjauhkan badannya.
"Saya angkat dulu ya, Mas."
Yudhi membiarkan Tiara bangkit dan meraih ponsel untuk kemudian mulai membuka sebuah pesan gambar yang masuk.
'Mas Wira.'
Mantan suami Tiara mengirimkannya sebuah foto. Foto pertama kali mereka berada di kamar pengantin.
Tak lama pesan lainnya masuk beruntun.
[Dik, masih ingat foto inikan? Ini pertama kalinya kita merasakan syurga dunia yang begitu nikmat. Hanya ada kamu dan Mas. Mas ikhlas kamu memberikan apa yang seharusnya hanya milik Mas seorang kepada orang lain, tapi jangan pernah berikan hatimu, Sayang. Mas masih menunggumu, bersama Danu.]
Seketika dada Tiara berdesir hebat, ada rasa rindu juga rasa bersalah. Dipalingkan wajahnya, tampak di mata, Yudhi tengah membuka baju hingga menyisakan kaos dalam berwarna putih. Lalu dia menoleh ke arah Tiara sambil memberi isyarat hendak ke kkamar mandi.
Wanita itu menghela napas sambil mendudukkan kembali tubuh di atas ranjang.
Merasa pesannya tak dibalas, ternyata Wira nekad menelpon.
Dengan cepat Tiara mengangkat telpon itu. Takut ketahuan sang suami yang sudah di kamar mandi.
[Sayang, ngapain?]
[Tiara lagi ... beberes di dapur, Mas.]
[Oh, emm ... Sudah?]
[Belum, Mas.]
[Jangan terlalu agresif.]
[Iya, Mas.]
[Emm ... Tiara.]
[Ndalem, Mas.]
[Maafkan Mas.]
[Nggih. Danu gimana, Mas?]
[Dia nanyain kamu terus.]
[Tolong jaga dia dengan baik.]
[Iya. Cepatlah, mulai dan akhiri secepat mungkin.]
[Iya, Mas.]
[Love you, permaisuriku.]
[Love you too.]
Telpon tertutup. Tiara kembali menghela napas. Air mata hampir kembali luruh dari pelupuk matanya. Cobaan yang ia rasa benar-benar berat.
Tiara tersentak, bersamaan dengan tertutupnya telpon dari Wira, Yudhi keluar dari kamar mandi.
"Adik nggak mau bersihkan diri?"
"Oh iya, Mas. Saya nunggu Mas selesai."
"Yaudah, kita gantian. Mas tunggu di ranjang, ya."
Uh, berdenyut dada wanita itu mendengar Yudhi menyebut kata ranjang. Mau tidak mau, suka tidak suka, ia harus melayani lelaki itu.
Dengan asal, Tiara meletakkan ponselnya di atas ranjang. Lalu bergegas ke kamar mandi. Di dalam ruangan kecil itu, ia hidupkan air pancuran. Membiarkan kucuran air membasahi tubuh. Berat beban yang harus dipikul membuat kepalanya berdenyut. Entah kenapa, ia amat merindukan mantan suaminya dan Danu anaknya.
Sangat merindukan.
*
Tiara melangkah keluar dengan mengenakan kimono selutut. Ini adalah kimono pemberian ibu mertua khusus untuk kado pernikahannya dengan Yudhi. Selain baju ini, ibu mertua juga memberinya sebuah lingerie. Beliau berpesan agar Tiara memakainya khusus di malam pertama.
Malam keharusanku melayani Yudhi.
Dengan menggulung rambut menggunakan handuk kecil, langkah wanita itu mantap menapaki kesek yang terletak di depan pintu.
Mendadak, matanya membulat sempurna, tatkala melihat Yudhi tengah memegang ponselnya.
"Mas," sebut Tiara dengan tingkat kecemasan di atas rata-rata.
Yudhi tampak melotot, wajahnya memerah, apakah dia sudah melihat foto dan pesan yang dikirimkan Wira ke ponsel Tiara?
***
Cerai adalah seburuk-buruknya jalan keluar dalam sebuah rumah tangga. Jabir ra. menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,
Sesungguhnya iblis meletakkan singgasananya di atas air. Kemudian dia mengutus bawahan-bawahannya. Bawahan yang memiliki kedudukan paling dekat dengannya adalah yang sanggup menimbulkan bencana paling besar. Seorang diantara mereka menghadap iblis lalu berkata, 'Aku telah melakukan begini dan begitu.' Iblis membalas, 'engkau belum melakukan apa-apa."
Kemudian datanglah bawahan iblis lainnya seraya berkata, 'aku telah mengikutinya (manusia) hingga berhasil memisahkan antara dia dan istrinya.' Iblis menyuruhnya mendekat lalu berkata, 'engkau bawahanku yang hebat." (H.R Muslim).
***
Bersambung
Lanjut?
Terima kasih sudah membaca.
Utamakan baca Al-Quran.
"Mas ingin kita menunda melakukan hubungan suami istri, Dik. Dua hari buat Mas tidak cukup untuk mengenali siapa kamu, siapa keluargamu, mantan suamimu. Biarlah kita berpacaran dulu sambil saling mengenal, masalah keluar masuk gawang, itu soal sepele. Kalau menurutmu, gimana, Dik?"***Jantung Tiara tak karuan saat mendapati Yudhi memegang ponselnya, didekatkan langkah. Aneh, wajah lelaki itu yang tadi memerah perlahan kembali normal. Yudhi tersenyum sambil mengarahkan ponsel ke arah Tiara."Berapa kode sandinya, Dik? Bolehkan Mas buka?"Tiara merasa lega. Ternyata Yudhi belum membuka ponselnya. Bersyukur ia sudah mengantisipasi dengan memakaikan kata sandi. Jika tak sesiapa bisa mengakses hapenya.Tiara memilih tak langsung menjawab, ia justru berjalan dan memilih duduk di sebelah Yudhi, lalu meraih ponsel yang ada di tangan lelaki itu."123456," sebut Tiara sambil menekan enam angka di layar ponsel. Hanya berselang detik segala fitur hp terpampang jelas di depan mata. Wanita itu t
[Bangun, Mas.]Suara Tiara terdengar lirih di telpon. Sudah menjadi hal yang biasa, setiap pagi Tiara bertugas membangunkan mantan suaminya, meski status sudah tak lagi mahrom.[Iya Sayang, Mas sudah bangun. Gimana semalam, sudah?][Belum, Mas.][Kenapa belum?Terdengar suara Wira sedikit meninggi. Lelaki itu memang cepat naik darah jika kemauannya tak segera dituruti. Itu yang membuat Tiara kadang mengeluh dalam diam. Tapi rasa cinta dan kagum, menutupi semua itu. Ya, Tiara sangat mencintai Wira, juga begitu kagum akan segala yang dimiliki mantan suaminya itu.[Mas Yudhi minta waktu, Mas.][Waktu, untuk apa?][Dia mau mengenal Tiara lebih dekat.][Astaga Tiara, itu cuma taktik dia doank. Dia ingin memiliki hatimu, hingga kau sulit untuk lepas darinya. Mana mungkin manusia normal seranjang sama perempuan nggak bereaksi. Mas nggak percaya!]Tiara terdiam. Wira yang menyadari telah terlanjur meninggikan suara, seketika merasa bersalah.[Yank ...]Tiara tetap bergeming, air mata sudah mu
Pandangan Yudhi tidak lekang dari menatap sang istri yang nampak sibuk mengemas diri. Mulai dari memilih baju, hingga polesan wajah. Seperti akan menghadiri kondangan saja, pikir lelaki itu.Yudhi bahkan harus ekstra menahan diri dari nafsu lelaki yang sudah lama vakum semenjak sang istri telah tiada.Bersyukur ia memilih berpuasa, tanggung jawabnya pada Allah membuat ia lebih sabar dan terkontrol hingga tak cepat tersulut bisikan-bisikan itu.Tiara mengibas-ngibas tangan setelah selesai berdandan."Yuk, Mas," ajaknya semangat.Yudhi meletakkan ponsel, sehabis menerima telpon dari uminya. Mata lelaki itu membelalak lebar."Ada apa, Mas? Bajunya kurang cocok, ya?"Yudhi berdehem menetralisir kecanggungan."Ini terlalu terbuka, Sayang."Yudhi menurunkan jilbab segi empat yang kedua ujungnya dinaikkan ke pundak oleh Tiara. Wanita itu hanya diam tak bereaksi."Bentar ya."Yudhi berjalan menuju lemari, beberapa pakaiannya sudah ditaruh rapi oleh Tiara ke dalam lemari.Dia membuka tas ranse
"Kok diam terus, Dik? Masih rindu, ya?" Yudhi mengawali pembicaraan setelah Tiara mendudukkan tubuh pada kursi mobil. Wanita itu mengangguk. "Baru saya sadari sekarang, Mas, berpisah dari anak sakitnya seratus kali lipat dari ditinggal suami ...."Tangis Tiara tak lagi terbendung. Air mata luruh membasahi wajah. Yudhi segera menepikan mobilnya, lalu ia bawa wanita yang sudah ia cintai dengan segenap jiwa itu dalam dada."Jangan menangis lagi, Dik. Bersabar ya, kita akan berjuang agar Danu bisa bersamamu."Ucapan Yudhi bukan menenangkan wanita itu, tapi lebih membuatnya terluka. Bagaimana rasanya, jika diwaktu bersamaan kamu diwajibkan untuk menjaga dan memenuhi keinginan banyak orang? Sedang tak sepenuhnya yang mereka inginkan sejalan dengan inginmu. Begitupula dengan seorang Tiara. Semua yang terjadi dalam hidupnya, tak semua berjalan sesuai keinginannya.Malam itu, saat pertengkaran dengan Wira terjadi, Tiara tak bermaksud minta cerai. Hanya ingin menggertak agar Wira mengubah ke
Tok ... Tok ..."Assalamualaikum, Dik Tiara."Jantung wanita itu hampir berhenti berdetak, Yudhi muncul mendadak di muka pintu. Gugup, Tiara mematikan sambungan telpon dari Wira, lalu dia memencet tombol non aktifkan. Bagaimanapun gemuruh hatinya memikirkan mantan suami, tapi ia tak ingin menyakiti hati Yudhi."Mas Yudhi," sebut Tiara gelagapan."Apaan itu?"Tiara menggeleng sambil memasukkan ponsel kembali ke dalam tas."Sibuk terus sama hape, coba Mas lihat, siapa yang berkirim pesan terus sama istri Mas," ucap Yudhi setelah duduk di sebelah Tiara. Tangan kanannya ia arahkan ke dalam tas, hendak merogoh ponsel yang disembunyikan Tiara di tempat itu.Dengan cepat Tiara mencegah aksi sang suami. Wanita itu bangkit menuju meja. Meletakkan tasnya di atas tempat tersebut."Siapa yang nelpon, Dik? Kok kayak rahasia gitu?" tanya Yudhi lagi."Bukan siapa-siapa, Mas? Kamar mandinya dimana ya, Mas? Tiara gerah banget nih, pengen mandi?"Wanita itu mencoba mengalihkan perhatian sang suami. Y
"Nduk, kamu tahu kan maksud hukum talak tiga ini untuk apa? Supaya lelaki itu tidak mengobral hak talak yang Allah berikan kepada mereka. Perjuangkanlah hakmu sebagai perempuan Sayang, ada anak yang berhak memilih untuk hidup denganmu. Ada hak waris yang menjadi bagianmu dalam sebuah perceraian. Jika semua kamu biarkan menggantung tanpa putusan sidang, kamu adalah pihak yang dirugikan, Anakku. Wanita memang dilahirkan sebagai yang berada di bawah naungan kaum lelaki, tapi bukan berarti dia harus pasrah menerima ketidak adilan yang berlaku padanya. Sedang agama dan negara telah menjamin kedudukan dan haknya."***"Menikah siri? Tapi kenapa, Yud?"Yudhi terdiam sesaat, tak ada kata instant yang bisa langsung keluar sebagai alasan. Ia tampak berpikir keras untuk menjawab pertanyaan sang ibu."Tiara belum sah bercerai dari suaminya, Mi."Wanita itu menggeleng-gelengkan kepala."Kenapa nggak nunggu sebentar Yud, jika perceraian sudah dilaporkan, tentu tak akan lama prosesnya berjalan. Umi
Tiara tampak terhenyak, ucapan ibu mertua membuat jantungnya seakan berhenti memompa."Saya ... tidak menganggap Mas Yudhi sebagai muhallil, Um."Dengan berat Tiara berkata dusta pada ibu mertuanya. Sungguh untuk jujur, ia tak punya cukup keberanian."Alhamdulillah jika memang benar cinta yang menyatukan kalian. Umi doakan semoga rumah tanggamu bersama Yudhi langgeng sampai maut memisahkan. Aamiin. Eh, sudah azan itu Nduk. Tinggalkan semuanya, bangunkan suamimu. Biasa kalau sudah di rumah ini, dia rutin shalat berjamaah di mushalla."Tiara menghentikan pekerjaan yang belum setengah ia lakukan. Lalu ia bergegas ke kamar untuk membangunkan sang suami seperti permintaan ibu mertuanya.***Kamar masih tampak gelap, hanya remang cahaya dari luar yang menjadi sumber pencahayaan. Tiara membuka pintu perlahan, sedang azan sudah tak lagi terdengar. Tiara berjalan menghidupkan lampu tidur yang sengaja ia matikan sesuai permintaan suaminya tadi malam."Mas ...." Sebuah sentuhan mengenai pipi le
"Demi Allah, Ma, Tiara nggak seperti yang Mama tuduhkan.""Lalu apa? Mama lihat tatapan matamu kini berbeda Tiara, nggak seperti biasanya. Kamu seperti malas kembali ke rumah ini.""Astaghfirullah, Ma, gimana Tiara bisa malas, sedang anak Tiara satu-satunya ada di rumah ini ....""Jadi, cuma Danu yang kamu khawatirkan, apa kamu lupa, Wira masih setia menantimu. Dia lelaki normal Tiara, punya syahwat yang harus disalurkan. Jika kamu tidak bisa kembali dalam waktu sebulan, Mama akan mengurus perceraian kalian. Dan ingat satu hal yang pasti Tiara, kamu tidak akan pernah mendapat hak asuh Danu! Ingat itu!"Tiara tergugu tanpa sepatah katapun lagi yang keluar dari mulutnya. Memang, jika berhadapan dengan wanita itu, Tiara tak bisa banyak membantah.Selama ini mantan mertuanya itu terkenal arogan. Pernikahannya dengan Wira memang sempat ditentang diawal. Namun seiring berjalan waktu, perlahan kehadiran Tiara sudah mendapat pengakuan, bahkan sudah begitu menyatu dengan keluarga besar Prange
Februari 2019Tak terasa, semua berlalu begitu cepat. Kini, Danu yang dahulu masih balita telah menjelma menjadi seorang remaja muslim yang gagah. Dialah putra kebanggaan Tiara. Keshalihannya mampu menjaga pemuda itu dari buruk pengaruh globalisasi dunia. Dia berprestasi dalam bidang akademik maupun agama. Danu terlihat sangat rapi. Seragam bermotif kotak-kotak berwarna biru kini melekat di tubuhnya. Ia terdaftar sebagai salah satu siswa pada sekolah bertaraf Internasional di Jakarta Barat. Dan hari ini adalah hari pertama Danu menginjakkan kaki di Sekolah Menengah Pertama tersebut.Sudah beberapa kali semenjak semalam, ia menghubungi papanya untuk ikut mengantar. Tapi tak satu kali pun panggilan darinya dijawab."Ma, Papa kok dari semalam di telpon nggak angkat terus ponselnya?" keluh Danu sambil merapikan semua bukunya ke dalam tas. Mereka sudah sampai di depan gerbang sekolah."Mungkin Papa lagi ada kegiatan, Nak. Yasudah langsung masuk nggih. Nanti Mama jemput, kamu jangan keman
[Assalamualaikum Tiara.]Jantung Tiara terasa berdegup kencang mendapati ibu mertua kini tengah menelponnya. Tak seperti biasa suara wanita itu tegas dan menusuk, kini suaranya terdengar serak dan lemah.[Waalaikum salam, Ma, Mama sehat?][Iya. Tolong bawa Danu ke rumah, Mama mau ketemu Danu.]Tiara meraba sejebak perasaan hati, memang jelas ia rasa wanita itu enggan berbicara banyak. Tapi mau menelpon saja mengungkapkan rindu pada cucunya, itu sudah cukup buat Tiara.[Baik, Ma. In Syaa Allah besok kami kesana][Terima kasih Tiara. Assalamualaikum.][Waalaikum salam, Ma.]Setelah menutup telpon, Tiara melempar pandangan pada Yudhi. Dua perasaan kini melingkupi batinnya, bahagia sekaligus takut. Bahagia sebab setelah sekian lama, wanita yang membencinya karena perceraian dengan Wira, tanpa disangka kini menelpon dan tidak untuk berdebat. Namun ketakutan jua menjadi alasan tatkala mengingat andai saja ini hanya siasat untuk kembali memiliki Danu."Ada apa, Dik?"Pertanyaan Yudhi membuya
Kedua alis Tiara tampak berkerut. Ia ingin menolak keinginan Mas Eko untuk menggelar resepsi bersama. Mengingat bagaimana kedudukan suaminya di hati Maya. namun merasa tak enak pada lelaki itu. Akhirnya, Tiara memilih diam sejenak, membuat Yudhi mengerti jika sang istri tak setuju dengan kemauan bosnya."Sepertinya bukan ide bagus Mas. Takutnya malah Maya merasa Mas terlalu mendesaknya. Menurut saya, Mas Eko biarkan Maya berpikir tentang semua ini. saya yakin jika dia memang jodoh Mas Eko, pasti akan bersatu dalam ikatan pernikahan. Sebaliknya, jika terlalu dipaksa, malah ditakutkan nanti akan berakibat buruk di kemudian hari Mas."Ucapan Yudhi ditelaah dengan baik oleh Eko. Ia memang tak pandai perihal cinta apalagi urusan hati. Dahulu pernah menikah, tapi karena terlampau cuek, si istri malah dibawa kabur orang lain. Kini ia tidak ingin hal itu terulang kembali. Ia akan menjaga Maya sebaik-baiknya penjagaan.Eko mendesah panjang. Jatuh cinta pada Maya membuatnya tersakiti, tapi untu
Setelah menyiapkan semua perlengkapan berliburan, hari itu juga mereka meneruskan perjalanan menuju Bogor. Pancaran kebahagiaan tak dapat ditutupi dari raut wajah keduanya. Setelah sekian lama, meski hari-hari dipenuhi kebahagiaan, namun sebelum resmi secara hukum negara, tetap saja terasa ada sebuah beban berat yang menimpa diri. Tapi hari ini, beban itu seperti terangkat sudah.Tepat pukul lima sore mereka sampai di rumah ibu mertua. Sambutan hangat mengantarkan Danu ke pangkuan sang nenek. Wanita paruh baya yang selama ini belum pernah menggendong seorang cucu, begitu bahagia dengan kehadiran Danu meski bukan terlahir membawa genetik anaknya.Danu dimanja, disayang, ia terlihat begitu bahagia. Rasa percaya diri semakin besar terbangun terlebih setelah penerimaan yang baik dari keluarga ayah sambungnya.Tiara yang menyaksikan tak henti mengucap syukur. Tak ada yang lebih membahagiakan selain yang ia rasakan kini.*Malam hari tanpa mengukur waktu, mereka mengajak Danu untuk mengunju
Tiara melirik jam yang bertengger di dinding, sudah hampir magrib, tapi dua orang yang begitu ia cintai belum jua sampai ke rumah, Yudhi juga Danu. "Kemana mereka?"Saat hendak mengambil gawai untuk menghubungi sang suami, dari luar rumah terdengar ketukan pintu. Tiara urungkan keinginan itu untuk kemudian berjalan mengecek siapa yang lebih dahulu sampai ke rumah."Mas Yudhi?"Sang suami terlihat berdiri di ambang pintu dengan kedua tangan disembunyikan ke belakang."Assalamualaikum, Sayang," ucapnya sambil mengarahkan sebuah buket bunga pada Tiara. Seketika netra sang istri berbinar bahagia."Waalaikumsalam," jawab Tiara sambil meraih bunga pemberian Yudhi lalu dia memeluk sang suami penuh cinta."Mas kenapa kok tiba-tiba ngasih bunga?""Nggak kenapa-kenapa, lagi pengen bahagiain istri Mas aja.""Benar?"Tiara semakin mengeratkan pelukan. Namun mendadak kedua tangannya terlepas, saat netra wanita itu berhasil menangkap sosok lain di belakang Yudhi."Mas Wira."Mendengar nama Wira t
[Mas, bisa ketemuan nggak?]'Maya, kenapa tiba-tiba dia minta ketemuan?'[Ada apa, May?][Ada yang mau saya bicarakan, Mas.]Yudhi tampak berpikir sejenak. Belum sempat mengetik balasan, pesan dari Maya kembali masuk.[Di kantor aja Mas, sekalian ada beberapa hal yang mau saya beresi bersama Evi.][Oke siap.]Yudhi menutup chat lalu kembali menerawang langit-langit seraya memikirkan masalah apa yang kiranya akan disampaikan Maya. Ah, tak jua mampu mendapat jawaban, akhirnya Yudhi menulis sesuatu pada sebuah undangan. Hanya berselang beberapa menit, Maya terlihat sampai di kantor."Silahkan masuk, May."Wanita itu memasuki ruangan Yudhi sambil melempar senyuman. Kelihatan begitu menawan, Yudhi sampai terlihat menarik napas."Maaf Mas Yudhi menganggu waktunya.""Ah, tidak mengganggu kok. Saya lagi bebas dari kerjaan. Em, sebenarnya ada masalah apa ne, kayaknya serius sekali."Maya terlihat gugup. Sekian lama tidak menatap sosok yang begitu ia cintai itu, walau nyata perasaannya sudah d
Tiara terlihat begitu gugup, kedua jemarinya saling meremas. Hari ini menjadi hari terakhir sidang perceraiannya dengan Wira. Meski sudah tahu apa yang akan diputuskan nanti di pengadilan, namun kegugupan itu tak mampu menyingkir dari jiwanya.Saat nomor register perkaranya di panggil, Tiara yang ditemani ibu mertua juga adik ipar segera memasuki ruangan persidangan. Yudhi yang meminta agar sang ibu menemani istrinya pada persidangan hari ini, sebab mereka telah sepakat untuk tidak membawa Danu dalam ruang persidangan.Suara hakim dibarengi ketukan palu terdengar nyaring di telinga semua yang hadir di persidangan."Mengingat segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hukum syar'i yang berkaitan dengan perkara ini :Mengadili:1. Mengabulkan gugatan penggugat.2. Menjatuhkan talak satu Bain sugra tergugat kepada penggugat.3. ...*"Alhamdulillah ...."Ibunda dan adik ipar Tiara menyerukan tahmid seraya mengusap wajah. Sedang di samping mereka, Tiara pun ikut mengus
"Mas Wira?" Tiara begitu terkejut mendapati mantan suami ada di depan rumahnya. Wajah lelaki itu terlihat lebih pucat dari biasa. Tubuhnya yang dahulu gagah berisi, terlihat lebih kurusan."Mas apa kabar?"Tiara mencoba mencairkan suasana."Beginilah Tiara. Mas sakit," ucapnya lirih.Keduanya kembali diliputi keheningan. Jika ditanya tentang perasaan, Tiara tak pernah menaruh dendam pada mantan suaminya itu. Pun atas segala perlakuan tidak baik yang dialaminya selama pernikahan. Tiara tak pernah merasa sakit hati. Karena buatnya, tiap satu kesalahan tertutupi oleh satu kebaikan lain. Begitulah ia menyikapi hidup, selain memang sifatnya yang tidak mau memperbesar masalah.Pun pernikahan kedua ini, Tiara tak pernah membayangkan akan sedemikian jatuh cinta pada sosok Yudhi. Tiara berpikir, jika bukan karena ide Wira untuk kembali menikah. Saat ini, mungkin dirinya masih sendiri, memilih kembali bekerja, atau merawat Danu seorang diri."Mas mau bicara sama kamu, apa suamimu ada di rumah?
Assalamualaikum Mas WiraApa kabar Mas, Tiara harap Mas selalu dalam lindungan Allah SWT, dan segera diberi kesembuhan atas penyakit yang Mas alami sekarang.Mas, sebelumnya Tiara mau ngucapin terima kasih, karena keikhlasan Mas untuk tidak mempersulit jalannya persidangan. Semoga kebaikan Mas ini, Allah balas dengan seribu kebaikan lain.Sebagai seseorang yang pernah menjadi bagian dari kehidupan Mas Wira, saya sadari bahwa diri ini membawa banyak kekurangan dan kesalahan. Maka sebab itu, ijinkan Tiara menyampaikan permintaan maaf yang terdalam dari hati Tiara, jika selama kita berumah tangga, banyak kekurangan dan kesalahan yang sebabnya berasal dari Tiara sendiri.Mas, percayalah, bahwa dari cobaan yang kita hadapi kini. Kita harus sama-sama yakin, bahwa Allah sudah menyimpan rahasia besar untuk kita ambil hikmah bersama. Bahwa Allah tidak pernah memberi cobaan pada hamba-Nya, tanpa ada jalan keluar terbaik sebagai penawar. Kita sebagai manusia hanya harus pandai mencermati dengan