Rasa canggung meliputi keduanya, saat untuk pertama kali setelah sekian hari terlewati hanya dengan menatap di kejauhan."Ayo mari masuk."Yudhi membuka pintu mobil bagian tengah agar sang ibu bisa menaiki kendaraan itu. Lalu dengan cepat membuka pintu bagian depan agar sang istri juga bisa mendapatkan tempat untuk mendudukkan diri.Sebelum menutup pintu mobil, keduanya saling menatap sejenak sambil sama-sama menyunggingkan senyuman. Tiara bisa menangkap aura bahagia yang terpancar dari raut wajah sang suami. Ternyata hal itu, membuat dadanya terasa amat lega. Kini ia sudah menepati janji pada lelaki itu. Dirinya sudah membuktikan keseriusan dalam menjalani pernikahan bersama Yudhi. Dan sebagaimana perkataan pria itu tempo hari, iapun telah menunaikan kewajiban. Sikap hangatnya kembali mulai terasa.Yudhi kini menyusul menaiki mobil dengan duduk di kursi kemudi. Tak lama mobil itupun kembali melaju di atas jalanan. Di sisi lain halaman, seorang lelaki dengan mata memerah menatap pas
Yudhi sampai di rumah selepas magrib. Padahal kecepatan mobil yang ia kendarai stabil diatas 100 km/jam, berharap bisa sampai sebelum magrib supaya bisa memimpin shalat jamaah bersama Tiara. Tapi, kenyataan di perjalanan tadi ada seorang ibu-ibu pengemis diserempet motor, jadilah ia mengulur waktu demi jiwa sosialnya. Membantu hingga membawa wanita tua itu ke rumah sakit.Masih terngiang di telinga Yudhi bagaimana wanita itu melepas kepergiannya, "di sisi Allah, satu kebaikan akan dibalas dengan 10 kebaikan lain. Terima kasih kamu sudah menolong Nenek. Semoga Allah senantiasa memberimu kemudahan, Anakku."Yudhi memejamkan mata, menghapus kenangan sesaat pada wanita tua yang tadi ia selamatkan. Kini netranya menatap buket bunga juga cokelat yang ada di tangan. Seulas senyum terkembang pada wajahnya. Ia sudah memimpikan malam ini jauh-jauh hari. Harapan sempurna sudah, Allah telah mengabulkan doa yang ia panjatkan tiap saat."Terima kasih, Allah ...."*Beberapa kali pintu rumah suda
Sentuhan pada jemari Tiara menyadarkan wanita itu dari pikiran akan pertanyaan sang suami."Kok melamun, Dik?"Tiara bergeming sejenak, lalu mulai mencerna pertanyaan tadi melalui kacamatanya."Kalau Tiara nggak mengijinkan?""Kalau Adik yang melarang, Mas mau bilang apalagi. Dengan senang hati Mas akan menolak," jawabnya tenang meski Tiara tahu lelaki itu terlihat sedikit kecewa dengan keinginannya."Bagaimana jika Tiara ikut bekerja Mas, Tiara 'kan punya ijazah sarjana yang bisa dipakai buat ngelamar pekerjaan?"Yudhi terhenyak, ia kembali menggenggam jemari wanita itu."Jangan ya, Dik. Adik 'kan sedang hamil, untuk sementara fokus dulu pada kehamilan Adik, ya Sayang."Tiara melempar senyum, jika Yudhi dengan ikhlas hati mau menuruti keinginannya, maka iapun akan dengan senang hati mengikuti apapun keinginan lelaki itu. Bukankah cinta itu timbal balik, sebatas itu tidak menyakiti dan saling mengangkat derajat, Tiara akan ikhlas menerima. Sekalipun seumur hidup barangkali ijazahnya h
Jantung Tiara mulai tak karuan saat melihat Maya memasuki kantor utama penyiaran. Selama ini, selama usaha donat digelutinya, ia memang kerap berkomunikasi dengan wanita itu. Beruntung karena Maya tak seperti yang diawal Tiara pikirkan, wanita itu berbuat baik tulus tanpa sedikitpun terlihat mencari perhatian pada Yudhi. Maya bahkan tak pernah sekalipun menemui langsung Tiara jika sedang berada di rumah, untuk alasan apapun. Setiap kali ia punya keperluan untuk urusan pemesanan donat, Maya selalu meminta Tiara agar mengunjungi tokonya. Tapi kenyataan yang dilihat Tiara saat ini, membuat jiwa seolah ingin memungkiri segala kebaikan Maya selama ini.Tiara terdiam sejenak, pikiran buruk itu semakin menjadi. Dia bahkan mulai berpikir bahwa parfum bernominalkan dollar tadi adalah pemberian Maya pada suaminya.Digeleng kepala beberapa kali."Mbak Maya nggak mungkin begitu."Ia sudah membuang pikiran busuk itu sejak lama. Kembali meyakinkan diri bahwa apa yang dilihatnya hari ini, mungkin
'Allah, sebegini burukkah akibat yang timbul dari perceraian kami? Aku harus bagaimana?'***"Nyonya besar sangat marah, dan terus mengutuk--"Ucapan Mbok Asih terpenggal, mata setengah renta wanita itu menatap Tiara lamat. Ada rasa tak tega untuk berterus terang, takut wanita di hadapannya semakin merasa bersalah."Sebaiknya tidak saya lanjutkan, Nak.""Tidak apa-apa, Mbok. In Syaa Allah saya kuat."Terdengar helaan napas berat. Meski berat, Mbok Asih mencoba untuk menyampaikan semua dengan benar."Baiklah anakku. Nyonya besar terus mengutuk Nak Tiara karena beliau menganggap Anaklah yang sudah menjadi penyebab semua kekacauan dalam hidup Tuan.""Astaghfirullah," lirih Tiara dengan suara bergetar.Yudhi mengeratkan pegangan pada bahu sang istri yang tampak terguncang."Lanjut saja, Mbok," pinta Tiara dengan air mata yang kembali memenuhi pelupuk."Keesokan harinya, Nyonya membawa seorang gadis cantik ke rumah itu. Saya pikir bakal jadi pengasuh Wira, ternyata hari itu juga Tuan dinik
Surat gugatan ceraiKepada Yang Terhormat Kepala Pengadilan Agama ...Perihal cerai gugatAssalamualaikum warahmatullahi WabarakatuhYang bertanda tangan di bawah ini :Nama : Tiara KanayaUmur : 32 tahunPekerjaan : Ibu Rumah TanggaTempat/tanggal lahir : Jakarta/15 Juli 1988Kewarganegaraan : IndonesiaTersebut sebagai penggugat melawan :Nama : Wira PrangestuUmur : 35 tahunPekerjaan : PengusahaTempat/tanggal lahir : Bandung/ 15 April 1985Kewarganegaraan : Indonesia.Disebut sebagai tergugat.Dengan ini mengajukan gugatan perceraian dengan alasan sebagai berikut. Bahwa benar penggugat berstatus istri dari Wira Prangestu yang melangsungkan pernikahan pada tanggal 10 Januari 2015 dan tercatat pada kantor urusan agama dengan nomor registrasi ...Bahwa setelah pernikahan tersebut, saya sering menerima perlakuan kasar dari sang tergugat. Meski begitu, demi keutuhan rumah tangga juga menyikapi kehamilan yang terjadi ditahun pertama pernikahan, saya mencoba untuk berdamai dengan diri
Dokter spesialis kandungan yang usianya sekitar empat puluh tahunan, tampak melakukan beberapa pemeriksaan umum pada Tiara. Baru setelah itu ia letakkan sebuah transduser di atas perut bagian bawah untuk mengecek status kehamilan istri dari Yudhi tersebut."Sabar ya Mbak.""Keguguran, Dok?"Dokter itu mengangguk."Tapi masih belum keluar sepenuhnya. Nanti akan saya berikan obat agar sisanya bisa keluar tanpa harus dikuret."Kenyataan yang disampaikan dokter tersebut bagai petir yang menyambar tubuh Tiara. Ia merasa begitu kecewa pada dirinya sendiri. Menganggap bahwa keguguran ini terjadi karena kesalahannya yang tak bisa menjaga dengan baik titipan Allah tersebut.Sedang di sisi Tiara, Yudhi terlihat lebih terpukul. Ini adalah kehamilan yang sangat diharapkannya bisa mewujudkan keinginan untuk memiliki seorang anak di pernikahan yang kedua itu. Tapi kenyataan, janin yang dikandung Tiara tidak dapat diselamatkan."Apakah tidak bisa dipertahankan lagi, Dokter?" tanyanya pasrah."Seanda
Yudhi mendekatkan langkah hingga mencapai pintu, lalu sesaat matanya langsung terlempar pada dua bola mata sayu milik Maya. Sejenak bertatapan, Maya yang terlihat sedang memegang sebuah kota perhiasan, buru-buru mengembalikan kotak itu pada lelaki yang ada di hadapannya."Mas Yudhi."Yudhi melempar senyum kemudian langsung membalikkan badan. Merasa tak ingin mengganggu acara istimewa yang tengah dilalui Maya.Tapi siapa tahu jika ternyata, wanita itu meninggalkan segalanya demi mengejar Yudhi."Mas Yudhi."Seketika langkah lelaki itu terhenti, benar-benar tak menyangka jika Maya meninggalkan lelaki yang sedang melamar demi mengejar pelanggan sepertinya yang hanya punya tujuan untuk membeli kue."Maya? Eh, kok kemari? Bukannya di dalam--""Ah, di dalam nggak ada apa-apa, Mas.""Lho, tapi tadi Yanti bilang lagi ada acara lamaran?""Oh itu, em iya. Tapi Maya nggak suka Mas, sama yang melamar itu."Yudhi tampak mengernyitkan dahi. Matanya dialihkan pada sosok yang tadi melamar Maya, tapi