Dokter spesialis kandungan yang usianya sekitar empat puluh tahunan, tampak melakukan beberapa pemeriksaan umum pada Tiara. Baru setelah itu ia letakkan sebuah transduser di atas perut bagian bawah untuk mengecek status kehamilan istri dari Yudhi tersebut."Sabar ya Mbak.""Keguguran, Dok?"Dokter itu mengangguk."Tapi masih belum keluar sepenuhnya. Nanti akan saya berikan obat agar sisanya bisa keluar tanpa harus dikuret."Kenyataan yang disampaikan dokter tersebut bagai petir yang menyambar tubuh Tiara. Ia merasa begitu kecewa pada dirinya sendiri. Menganggap bahwa keguguran ini terjadi karena kesalahannya yang tak bisa menjaga dengan baik titipan Allah tersebut.Sedang di sisi Tiara, Yudhi terlihat lebih terpukul. Ini adalah kehamilan yang sangat diharapkannya bisa mewujudkan keinginan untuk memiliki seorang anak di pernikahan yang kedua itu. Tapi kenyataan, janin yang dikandung Tiara tidak dapat diselamatkan."Apakah tidak bisa dipertahankan lagi, Dokter?" tanyanya pasrah."Seanda
Yudhi mendekatkan langkah hingga mencapai pintu, lalu sesaat matanya langsung terlempar pada dua bola mata sayu milik Maya. Sejenak bertatapan, Maya yang terlihat sedang memegang sebuah kota perhiasan, buru-buru mengembalikan kotak itu pada lelaki yang ada di hadapannya."Mas Yudhi."Yudhi melempar senyum kemudian langsung membalikkan badan. Merasa tak ingin mengganggu acara istimewa yang tengah dilalui Maya.Tapi siapa tahu jika ternyata, wanita itu meninggalkan segalanya demi mengejar Yudhi."Mas Yudhi."Seketika langkah lelaki itu terhenti, benar-benar tak menyangka jika Maya meninggalkan lelaki yang sedang melamar demi mengejar pelanggan sepertinya yang hanya punya tujuan untuk membeli kue."Maya? Eh, kok kemari? Bukannya di dalam--""Ah, di dalam nggak ada apa-apa, Mas.""Lho, tapi tadi Yanti bilang lagi ada acara lamaran?""Oh itu, em iya. Tapi Maya nggak suka Mas, sama yang melamar itu."Yudhi tampak mengernyitkan dahi. Matanya dialihkan pada sosok yang tadi melamar Maya, tapi
"Tidak di sini, Mas.""Sebentar aja, May. Mas cuma mau menclear-""Sudah cukup Mas, harusnya saya nggak perlu jujur. Sebab saya tahu perasaan saya ini salah. Mencintai lelaki yang sudah beristri, sungguh rasa yang tidak bermartabat."Suara Maya terdengar lantang, sekuat tenaga ia mengusir bulir-bulir bening yang sedari tadi mendesak keluar. Ia tak ingin terlihat lemah di depan siapapun. Sedang di hadapannya, Yudhi begitu bingung harus bagaimana mengambil sikap."Em, kamu tahu May, cinta itu akan membawa kebahagian jika jatuh pada orang yang tepat."Maya menyotot tatapan Yudhi dengan pandangan tajam."Cintamu untuk Mas, apa membuatmu bahagia, May?"Maya bergeming sambil melempar pandang ke arah lain."Coba kamu resapi, May. Mas tidak meminta pun melarangmu untuk mencintai Mas, karena itu hak kamu sepenuhnya. Tapi jujur May, Mas tidak bisa membalasnya, sebab cinta yang Mas punya, sudah ada yang memiliki."Serasa ada yang menghunus jantung wanita itu, sakit yang dirasa membuatnya sulit m
Tiara merasa degup jantungnya tiba-tiba menjadi kencang. Sejenak wanita itu menarik napas, dia baca satu persatu huruf yang tertulis di layar handphone suaminya."Sudah Maya terima semua titipan Mas sama Nanda. Maya minta maaf atas kelancangan Maya tadi, walau tidak mungkin ada kesempatan lebih, setidaknya ijinkan Maya tetap menjadi teman atau adik yang selalu akan mendukung apapun yang Mas Yudhi serta Tiara lakukan."Tiara tercenung sejenak, jantung yang tadinya berdegup kencang perlahan menjadi kembali tenang.'Sebenarnya apa yang sudah terjadi antara dirimu dengan Mbak Maya tadi Mas, apakah Mbak Maya sudah mengungkapkan perasaannya? Jika dibaca dari pesan ini, sepertinya kamu menolak apapun yang ia sampaikan. Benarkah, Mas?"Pesan itu memang belum jelas menggambarkan apa yang sudah diungkapkan Maya serta apa jawaban yang diberikan suaminya. Tapi Tiara seperti membaca, ada rasa ikhlas yang mulai ditanamkan Maya dalam pesan tersebut. Pandangannya menerawang jauh, hanya pada Allah ia
Kepulangan Yudhi disambut hangat oleh sang istri. Setelah menghidangkan segelas teh dingin, Tiara memilih duduk menemani sang suami. Tak sabar ingin tahu hasil pertemuan suaminya dengan pengacara, wanita itu langsung melempar pertanyaan."Gimana Mas hasilnya, pengacara itu mau membantu kita?""Iya Dik, beliau mau.""Terus Mas?"Yudhi menatap sang istri dengan tatapan sendu."Beliau mengajukan pertanyaan yang sulit untuk Mas jawab.""Pertanyaan apa, Mas?"Yudhi tampak menarik napas panjang. Tatapan mereka kembali bertemu."Beliau bertanya, apakah surat nikah dari penghulu yang menikahkan kita kemarin ada salinannya pada Wira? Karena jika Wira mau menggugat balik dengan menyertakan bukti tersebut, persidangan akan berat dan ditakutkan hak asuh bisa jatuh pada pihak lelaki dengan alasan perselingkuhan, Dik."Deg!Tiara tampak tercekat, jantungnya spontan berdegup kencang. Tentu ini menjadi momok baginya, sebab ia sudah memberikan copyan surat bukti nikah sirinya pada sang mantan."Tiara
Tiara keluar dari rumah dengan tergesa, ia hanya menitip pesan kepada beberapa karyawan untuk mengurus semua pemesanan donat dan mengkoordinasi jumlah dan tujuan pesanan pada Mang Solih, supir yang bertugas sebagai pengelola pengiriman.Tanpa teringat dimana meletakkan ponsel, Tiara langsung menyetop sebuah taksi yang kebetulan lewat di depan rumahnya. Lalu ia segera menyebutkan rumah sakit yang menjadi tujuannya. Di tengah perjalanan, dengan masih diselimuti kekhawatiran akan kesehatan sang anak, Tiara mulai merasa ada yang terlupakan.'Yudhi.'Ia segera merogoh tas, mencari ponsel untuk memberitahu kepergiaannya. Namun, karena tidak menemukan benda tersebut di dalam tas, akhirnya Tiara memutuskan untuk langsung menemui sang suami di stasiun penyiaran."Ini jalan mutar lho, Mbak. Bisa kena dua kali lipat ongkosnya ntar?" ucap supir taksi itu mengingatkan Tiara."Nggak apa-apa, Mang. Nanti saya bayar sesuai yang muncul di argo."Meski resah ingin cepat sampai di rumah sakit, tapi Tia
Setelah cukup melepas rindu melalui pelukan, Tiara mengurai perlahan. Danu yang terlihat amat lemah kembali ditidurkan Tiara di atas ranjang. "Ma, Danu lapar."Tiara terkesiap dan segera mengambil bubur untuk kemudian menyuapkan kepada sang anak. Wira memilih kembali duduk di sofa, pandangannya tak lekang dari menatap sang mantan. Betapa kecantikan Tiara masih menjadi yang utama di hatinya.Hanya tiga suap, Danu menyatakan sudah kenyang dan kembali menutup mata. "Danu mau bobok, tapi nanti kalau Danu bangun, Mama masih ada 'kan di sini?"Hati Tiara kembali dibuat remuk akan keinginan sang anak. Dengan sekuat tenaga ia memberi seulas senyum, mengangguk sambil kemudian mengecup pelan kening bocah itu.Tepukan demi tepukan mengantar sang anak kembali ke peraduannya. Tiara begitu bahagia, setelah sekian lama terpisah, walau bukan seperti ini pertemuan yang dia inginkan, tetap tak henti gaungan tahmid terlantun di lidahnya. Ia begitu bersyukur atas kesempatan yang Allah berikan ini.Sete
Kedua mata Tiara kembali basah. Tak mau menyerah, wanita itu terus mencoba menghubungi suaminya. Namun, untuk kesekian kali, telpon Tiara tak jua dijawab. Dibiarkan berdering begitu saja hingga berhenti dengan sendirinya. Yudhi melirik ponsel yang setelah dering ke sepuluh, diam sejenak. Lelaki itu menekan pelupuk mata yang terasa berat. Baru kali ini ia menangisi nasib. Benar kini dia sudah menanggung rasa sakit akibat keyakinannya tadi. Bahwa berpisah dari Tiara tidak akan semenderita begini, nyatanya apa yang ia dapat? Bernapas saja ia sulit.Yudhi mencoba menata pikiran, merebahkan diri pada ranjang kamar hotel yang ia sewa untuk semalam itu. Matanya nanar menatap langit-langit berwarna putih. Bayangan Tiara menari-nari di sana.Sekilas semua kenangan bersama sang istri terputar ulang. Bagai video yang ditonton di layar lebar, tiap kejadian baik itu menyenangkan, mendebarkan, sampai pada yang menyakitkan terputar semua."Mencari kebaikan dengan mengikhlaskan yang dicintai ternya