Tiara keluar dari rumah dengan tergesa, ia hanya menitip pesan kepada beberapa karyawan untuk mengurus semua pemesanan donat dan mengkoordinasi jumlah dan tujuan pesanan pada Mang Solih, supir yang bertugas sebagai pengelola pengiriman.Tanpa teringat dimana meletakkan ponsel, Tiara langsung menyetop sebuah taksi yang kebetulan lewat di depan rumahnya. Lalu ia segera menyebutkan rumah sakit yang menjadi tujuannya. Di tengah perjalanan, dengan masih diselimuti kekhawatiran akan kesehatan sang anak, Tiara mulai merasa ada yang terlupakan.'Yudhi.'Ia segera merogoh tas, mencari ponsel untuk memberitahu kepergiaannya. Namun, karena tidak menemukan benda tersebut di dalam tas, akhirnya Tiara memutuskan untuk langsung menemui sang suami di stasiun penyiaran."Ini jalan mutar lho, Mbak. Bisa kena dua kali lipat ongkosnya ntar?" ucap supir taksi itu mengingatkan Tiara."Nggak apa-apa, Mang. Nanti saya bayar sesuai yang muncul di argo."Meski resah ingin cepat sampai di rumah sakit, tapi Tia
Setelah cukup melepas rindu melalui pelukan, Tiara mengurai perlahan. Danu yang terlihat amat lemah kembali ditidurkan Tiara di atas ranjang. "Ma, Danu lapar."Tiara terkesiap dan segera mengambil bubur untuk kemudian menyuapkan kepada sang anak. Wira memilih kembali duduk di sofa, pandangannya tak lekang dari menatap sang mantan. Betapa kecantikan Tiara masih menjadi yang utama di hatinya.Hanya tiga suap, Danu menyatakan sudah kenyang dan kembali menutup mata. "Danu mau bobok, tapi nanti kalau Danu bangun, Mama masih ada 'kan di sini?"Hati Tiara kembali dibuat remuk akan keinginan sang anak. Dengan sekuat tenaga ia memberi seulas senyum, mengangguk sambil kemudian mengecup pelan kening bocah itu.Tepukan demi tepukan mengantar sang anak kembali ke peraduannya. Tiara begitu bahagia, setelah sekian lama terpisah, walau bukan seperti ini pertemuan yang dia inginkan, tetap tak henti gaungan tahmid terlantun di lidahnya. Ia begitu bersyukur atas kesempatan yang Allah berikan ini.Sete
Kedua mata Tiara kembali basah. Tak mau menyerah, wanita itu terus mencoba menghubungi suaminya. Namun, untuk kesekian kali, telpon Tiara tak jua dijawab. Dibiarkan berdering begitu saja hingga berhenti dengan sendirinya. Yudhi melirik ponsel yang setelah dering ke sepuluh, diam sejenak. Lelaki itu menekan pelupuk mata yang terasa berat. Baru kali ini ia menangisi nasib. Benar kini dia sudah menanggung rasa sakit akibat keyakinannya tadi. Bahwa berpisah dari Tiara tidak akan semenderita begini, nyatanya apa yang ia dapat? Bernapas saja ia sulit.Yudhi mencoba menata pikiran, merebahkan diri pada ranjang kamar hotel yang ia sewa untuk semalam itu. Matanya nanar menatap langit-langit berwarna putih. Bayangan Tiara menari-nari di sana.Sekilas semua kenangan bersama sang istri terputar ulang. Bagai video yang ditonton di layar lebar, tiap kejadian baik itu menyenangkan, mendebarkan, sampai pada yang menyakitkan terputar semua."Mencari kebaikan dengan mengikhlaskan yang dicintai ternya
Setelah satu jam menunggu, akhirnya bus jurusan Bogor-Jakarta kembali merapat ke terminal. Tiara segera menaiki salah satu bus dan memilih tempat duduk sesuai yang tertera pada karcis yang sudah ia pesan tadi.Menanti kurang lebih setengah jam, bus itupun mulai meninggalkan terminal. Dalam perjalanan, Tiara terus terngiang akan kata-kata yang diucapkan ibu mertua. Bahwa Yudhi bukanlah tipe lelaki yang mudah merelakan apa yang sudah menjadi miliknya, terutama yang sedang mereka alami ini erat kaitannya dengan syariat.Artinya, tentu ada sesuatu yang membuat Yudhi sampai hendak melepaskannya kepada Wira. 'Apa jangan-jangan Mas Yudhi mengintip saat Mas Wira berlutut untuk memintaku kembali padanya?'Berbagai spekulasi muncul dibenaknya tanpa bisa ia cegah. Tiara menghela napas berat, saat hendak memejamkan mata. Tiba-tiba ponselnya berdering.Nomor Wira. 'Apa sesuatu terjadi pada Danu?'Segera Tiara mengangkat panggilan itu."Mama?""Danu?""Mama kapan kemari? Papa sakit, Ma?""Sakit?
Assalamualaikum Mas WiraApa kabar Mas, Tiara harap Mas selalu dalam lindungan Allah SWT, dan segera diberi kesembuhan atas penyakit yang Mas alami sekarang.Mas, sebelumnya Tiara mau ngucapin terima kasih, karena keikhlasan Mas untuk tidak mempersulit jalannya persidangan. Semoga kebaikan Mas ini, Allah balas dengan seribu kebaikan lain.Sebagai seseorang yang pernah menjadi bagian dari kehidupan Mas Wira, saya sadari bahwa diri ini membawa banyak kekurangan dan kesalahan. Maka sebab itu, ijinkan Tiara menyampaikan permintaan maaf yang terdalam dari hati Tiara, jika selama kita berumah tangga, banyak kekurangan dan kesalahan yang sebabnya berasal dari Tiara sendiri.Mas, percayalah, bahwa dari cobaan yang kita hadapi kini. Kita harus sama-sama yakin, bahwa Allah sudah menyimpan rahasia besar untuk kita ambil hikmah bersama. Bahwa Allah tidak pernah memberi cobaan pada hamba-Nya, tanpa ada jalan keluar terbaik sebagai penawar. Kita sebagai manusia hanya harus pandai mencermati dengan
"Mas Wira?" Tiara begitu terkejut mendapati mantan suami ada di depan rumahnya. Wajah lelaki itu terlihat lebih pucat dari biasa. Tubuhnya yang dahulu gagah berisi, terlihat lebih kurusan."Mas apa kabar?"Tiara mencoba mencairkan suasana."Beginilah Tiara. Mas sakit," ucapnya lirih.Keduanya kembali diliputi keheningan. Jika ditanya tentang perasaan, Tiara tak pernah menaruh dendam pada mantan suaminya itu. Pun atas segala perlakuan tidak baik yang dialaminya selama pernikahan. Tiara tak pernah merasa sakit hati. Karena buatnya, tiap satu kesalahan tertutupi oleh satu kebaikan lain. Begitulah ia menyikapi hidup, selain memang sifatnya yang tidak mau memperbesar masalah.Pun pernikahan kedua ini, Tiara tak pernah membayangkan akan sedemikian jatuh cinta pada sosok Yudhi. Tiara berpikir, jika bukan karena ide Wira untuk kembali menikah. Saat ini, mungkin dirinya masih sendiri, memilih kembali bekerja, atau merawat Danu seorang diri."Mas mau bicara sama kamu, apa suamimu ada di rumah?
Tiara terlihat begitu gugup, kedua jemarinya saling meremas. Hari ini menjadi hari terakhir sidang perceraiannya dengan Wira. Meski sudah tahu apa yang akan diputuskan nanti di pengadilan, namun kegugupan itu tak mampu menyingkir dari jiwanya.Saat nomor register perkaranya di panggil, Tiara yang ditemani ibu mertua juga adik ipar segera memasuki ruangan persidangan. Yudhi yang meminta agar sang ibu menemani istrinya pada persidangan hari ini, sebab mereka telah sepakat untuk tidak membawa Danu dalam ruang persidangan.Suara hakim dibarengi ketukan palu terdengar nyaring di telinga semua yang hadir di persidangan."Mengingat segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hukum syar'i yang berkaitan dengan perkara ini :Mengadili:1. Mengabulkan gugatan penggugat.2. Menjatuhkan talak satu Bain sugra tergugat kepada penggugat.3. ...*"Alhamdulillah ...."Ibunda dan adik ipar Tiara menyerukan tahmid seraya mengusap wajah. Sedang di samping mereka, Tiara pun ikut mengus
[Mas, bisa ketemuan nggak?]'Maya, kenapa tiba-tiba dia minta ketemuan?'[Ada apa, May?][Ada yang mau saya bicarakan, Mas.]Yudhi tampak berpikir sejenak. Belum sempat mengetik balasan, pesan dari Maya kembali masuk.[Di kantor aja Mas, sekalian ada beberapa hal yang mau saya beresi bersama Evi.][Oke siap.]Yudhi menutup chat lalu kembali menerawang langit-langit seraya memikirkan masalah apa yang kiranya akan disampaikan Maya. Ah, tak jua mampu mendapat jawaban, akhirnya Yudhi menulis sesuatu pada sebuah undangan. Hanya berselang beberapa menit, Maya terlihat sampai di kantor."Silahkan masuk, May."Wanita itu memasuki ruangan Yudhi sambil melempar senyuman. Kelihatan begitu menawan, Yudhi sampai terlihat menarik napas."Maaf Mas Yudhi menganggu waktunya.""Ah, tidak mengganggu kok. Saya lagi bebas dari kerjaan. Em, sebenarnya ada masalah apa ne, kayaknya serius sekali."Maya terlihat gugup. Sekian lama tidak menatap sosok yang begitu ia cintai itu, walau nyata perasaannya sudah d