Dapatkah Erlangga membujuk Alea yang sedang merajuk itu? Yuk sumbangkan Gems kak. Agar bisa tetap eksis di aplikasi, jangan lupa baca juga cerita saya yang lainnya. 1. ISTRIKU MINTA CERAI SETELAH AKU TAGIH HUTANGNYA (Tamat) 2. KUNCI BRANGKAS RAHASIA SUAMIKU(tamat)
Maaf, Aku Pantang Cerai! (77)Alea mencoba melepaskan gengaman tangan Erlangga, tapi pria itu justru membawanya duduk di sofa. Erlangga lalu meminta Dani untuk memeriksa CCTV, mereka terkejut saat mendengar pembicaraan kedua wanita yang bertemu Alea di lantai bawah."Kau dalam mode cemburu rupanya."Alea merasa tercekik saat mendengar ucapan Erlangga. Dani yang melihat keadaan yang aneh itu segera pamitan, dia memilih mengurus kedua pegawai baru yang tadi menyinggung istri bosnya."Cemburu? Aku rasa hubungan kita tak akan pernah mengenal kata cemburu, Lang. Kau harus ingat pernikahan ini hanya untuk memenuhi wasiat mas Wisnu, jadi kau tak perlu takut aku cemburu."Alea meraih rantang berisi makan siang Erlangga. Menyusun semua yang dia bawa ke atas meja, tanpa dia sadari Erlangga berdiri lalu melangkah menuju meja kerjanya. Wanita itu mengerutkan kening melihat Erlangga yang mulai sibuk dengan kerjaannya."Dia ngambek rupanya. Aku kira dia sudah dewasa ternyata masih kekanak-kanakan,"
Maaf, Aku Pantang Cerai! (78)"Al, bangun dong. Jangan membuatku takut."Erlangga berusaha membangunkan Alea yang masih pingsan. Memberinya minyak kayu putih di perut sang istri, lalu mengoleskan minyak kayu putih itu ke hidung Alea. Usahanya terlihat berhasil karena tak lama Alea mulai mengerakkan tubuhnya.Erlangga terlihat senang melihat Alea sudah bisa membuka mata. Wanita itu memijit kepalanya yang masih terasa pusing, hingga tiba-tiba dia terlihat panik mencari sesuatu."Kau mencari apa, Al?"Bukannya menjawab pertanyaan Erlangga. Alea justru berusaha bangun, membuat Erlangga terkejut karena Alea terlihat limbung. Pria itu buru-buru menangkap tubuh istrinya sebelum jatuh ke lantai."Aska, dimana anakku?"Erlangga terkejut melihat reaksi Alea. Wanita itu terlihat takut saat menyebut nama bayinya, bayi yang baru saja dia lahirkan beberapa bulan yang lalu."Ada, dia baik-baik saja. Sekarang kau tenang dulu duduklah di sini, minum teh hangat ini agar perutmu terasa enak."Erlangga be
Maaf, Aku Pantang Cerai! (79)"Alea!"Brak ....Terdengar pintu terbuka dengan sangat kencang. Alea hanya melirik Erlangga yang tersengal menarik napas, sepertinya pria itu berlari saat naik tangga ke kamar mereka."Tetap di tempatmu, Lang. Jangan bergerak mendekat, jika tidak aku bisa kehilangan kendali."Tanpa dosa Alea membuka handuk di tubuhnya, lalu memakai daster yang dia siapkan tadi sebelum mandi. Dia bahkan tak perduli meski melihat Erlangga menatapnya nanar. Saat ini dia hanya ingin segera mengetahui, apa sebenarnya yang di sembunyikan Erlangga."Apa ada yang kau sembunyikan dariku, Lang? Apa yang tak aku ketahui tentang mas Wisnu?"Erlangga terkejut mendengar pertanyaan Alea. Dia tak mengerti, tapi otaknya benar-benar tak bisa di buat untuk berpikir, saat ini otaknya hanya mengingat tubuh istrinya yang tadi nyaris telanjang. Malangnya dia tidak berani menyentuhnya karena saat ini Alea sedang marah, entah karena apa."Nanti kita bicara lagi. Saat ini aku harus pergi ke kamar
Maaf, Aku Pantang Cerai! (80)Setelah perjuangan panjang, menjelaskan alasan dia belum bisa melayani Erlangga. Akhirnya Elea bisa bernapas lega, meski Erlangga sempat merajuk karena Alea membohongi dirinya, soal datang bulan agar tak melakukan malam pertama. Sebuah janji yang akhirnya membuat pria itu luluh " Malam Pertama yang tak akan terlupakan" Alea mendesah resah. Sebab malam ini mau tidak mau dia harus menunaikan janji yang dia buat sendiri."Ish ...bodoh. Buat apa juga aku janji seperti itu, sekarang aku tak bisa mundur lagi."Alea menatap cermin yang memantulkan sosok tubuhnya yang terbalut lingerie warna merah. Baju kurang bahan itu hanya sedikit menutupi dada dan juga daerah intimnya, perlahan dia kembali menutup lingerie itu dengan kimono. Grogi menunggu pria yang sudah sah menjadi suaminya masuk ke kamar."Sudah jam sembilan dan dia belum pulang juga. Katanya ada urusan di luar hingga tak makan malam di rumah, tapi urusan apa jam segini belum kelar juga?"Alea mendesah kesa
Maaf, Aku Pantang Cerai! (81)"Sayang, udah dong merajuknya. Sini aku akan jelaskan."Erlangga memeluk pinggang Alea. Wanita itu sibuk menyiapkan sarapan, matanya melotot karena perbuatan Erlangga, dia takut pembantu dan pengasuh Aska melihatnya di peluk seperti itu."Bisa lepaskan tanganmu itu, Lang. Tolong, malu kalau dilihat bibi dan mbak Dewi."Alea berusaha melepas pelukan Erlangga di pinggangnya. Dia saja yang tak tau, kalau Erlangga sudah meminta pembantu dan pengasuh itu untuk tidak ke dapur dulu, karena dia mau membujuk istrinya yang merajuk."Duduk dan siapkan sarapanmu. Setelah itu pergilah kerja, aku akan melihat Aska sudah di mandikan mbak Dewi atau belum."Alea bersiap untuk pergi, tapi pelukan Erlangga masih belum lepas dari pinggangnya. Ingin teriak tapi dia malu, jika orang tau mereka sedang bertengkar."Aku akan terus menempel seperti ini, sebelum kau mau mendengarkan penjelasanku."Alea benar-benar merasa putus asa. Apalagi saat ini dia merasa sesuatu menusuk bokongn
Maaf, Aku Pantang Cerai! (82)"Tinggalkan Erlangga. Aku rasa kompensasi yang kami tawarkan lebih dari cukup untuk menghidupi anakmu, sebuah apartemen dan uang satu milyar, bukankah itu jumlah yang besar bagi janda miskin sepertimu?"Alea menelan ludah saat mendengar tawaran bibi dan paman Erlangga. Tawaran yang luar biasa bagi orang miskin sepertinya, sayang Alea hanya tersenyum melihat cek dan juga sertifikat itu. Matanya lalu menatap kedua orang di depannya, yang kini justru menatapnya dengan jijik."Aku rasa tawaran kalian memang cukup mengiurkan. Sayang aku merasa ini belum cukup besar bagi harga diri suamiku, kalian pasti lebih tau apa maksudku? Jika tidak kalian tak akan semudah ini menyerahkan kompensasi ini?"Alea tersenyum sinis saat menatap dua orang manusia, yang selama ini memanfaatkan Erlangga. Manusia yang tak ada puasnya sama sekali, hingga tak ingin melepaskan keponakan yang tak sedarah dengan mereka."Aku lihat kalian bisa hidup mewah berkat Erlangga. Padahal kalian ha
Maaf, Aku Pantang Cerai! (83)Alea hendak melangkah pergi, namun dia berhenti di depan tuan Arif dan juga mama mertuanya. Meski melihat senyum puas kedua orang itu, tapi Alea tak terlalu perduli karena dia yakin dirinya tak bersalah."Jangan pergi Al. Aku ijinkan kau melihat, tapi aku mohon tenangkan dirimu terlebih dahulu."Erlangga meraih tangan Alea dan membawanya menuju ke mejanya. Kemudian dia menunjukan foto tak senonoh itu pada sang istri. Hanya selembar yang Alea ambil setelah itu dia berteriak lalu menyerang tuan Arif dengan brutal."Perempuan sialan, hentikan kalau tidak kau akan menyesal!"Alea tak mendengar teriakan mertuanya, dia bahkan tak berhenti menyerang tuan Arif. Dia berhenti saat mendengar teriakan mertuanya yang kesakitan. Dia melihat Erlangga menatap tajam mamanya."Jangan sentuh istriku, Ma. Meski selama ini tak ada yang melindungiku, tapi aku akan melindungi istriku."Alea terkejut melihat darah menetes dari tangan Erlangga. Dia tak tau apa yang terjadi saat di
Maaf, Aku Pantang Cerai! (84)"Kenapa pintu rumah terbuka, Lang? Apa ada tamu yang datang mencari kita?"Alea dan Erlangga saling pandang. Ada perasaan yang entah kenapa membuat mereka resah, Erlangga segera menekan klakson, hingga tak lama satpam membukakan pagar."Kenapa pintu terbuka? Apa ada tamu di dalam?"Erlangga segera bertanya pada satpam, yang membuat satpam itu terlihat gugup. Walau akhirnya bicara juga meski dengan nada takut-takut."Itu tuan, ada seorang wanita mengaku mertua Bu Alea. Kami sudah berusaha mengusirnya tapi dia membuat keributan, saya sudah menghubungi tuan tapi tak di angkat. Bibi bilang biarkan masuk dulu, kalau tidak nama baik tuan dan Bu Alea bisa tercemar. Sebab dia mengatakan hal-hal yang buruk."Mendengar kata ibu mertua membuat Alea berlari menuju ke rumah. Dia takut orang itu mencelakai anaknya yang masih balita."Tinggalkan anak itu, dia cucuku jadi jangan kurangajar begitu. Cepat berikan dia, aku ingin mengendong anak Wisnu."Alea semakin takut, sa