Remaja jangkung berparas tampan itu menatapnya dengan benar. Mengarahkan sorot netra elangnya untuk memblokir seluruh arah gerak bola mata lawan bicaranya itu. Zain tak berucap sepatah kata pun selepas Xena pergi menyisih dengan menciptakan jarak yang jauh dari jangkauan mereka sekarang ini. Gadis itu menepi, sesuai dengan perintah Zain sebelumnya. Menunggu si saudara tiri untuk menyelesaikan pembicaraan dengan remaja tampan yang berdiri di depannya sekarang ini. Zain tersenyum seringai selepas netranya bertabrakan dengan sepasang lensa pekat milik Abian Malik Guinandra. Tak berucap, hanya mengembuskan napasnya berat.
"Lo akan diam aja begini sampai besok?" Mau tak mau harus Malik lah yang menjadi pembuka percakapan kali ini. Remaja jangkung itu terus memberi tatapan pada Zain yang sesekali menghela napasnya dan memalingkan wajahnya. Zain tak ingin membahas ini sebenarnya, namun mau bagaimana lagi? Ia bisa menahan semua rasa sakit yang ada di di dalam dirinya, akan teta
Fajar menyingsing. Sinarnya agung turun menghantam permukaan bumi. Kicauan khas alam pedesaan kini mulai masuk ke dalam telinga gadis cantik yang baru saja menggeliat kasar seraya menguapkan napasnya. Berakhir pada sebuah decakan lirih selepas menyadari bahwa pagi datang bersama hangatnya mentari yang menyinari. Xena bangkit dari tempat tidurnya. Lamat-lamat pandangan gadis itu mulai kembali menatap langit-langit kamarnya. Hanya ada satu lampu tidur yang menyala terang. Meskipun tersaingi oleh sinar sang surya yang mulai merambah masuk ke dalam kamarnya, namun benda itu masih saja terlihat begitu cantik menyinari ruangan.Gadis itu kembali memejamkan rapat matanya. Ia menduga bahwa hari masih pagi. Kiranya jarum jam belum menunjuk ke angka delapan pagi, baginya itu masih terlalu dini untuk memulai aktivitas. Aroma kopi susu kini mulai tercium jelas masuk dan menari-nari di dalam lubang hidungnya. Sigap kembali matanya terbuka. Bersama dengan tubuh rampingnya yang bangkit
Alunan musik jazz memecah keheningan. Bersama dengan dentingan sendok dan garpu yang beradu di atas permukaan piring, tatapan Xena tak beralih. Selepas menjemput Bela dari rumahnya, gadis itu membawanya untuk datang kemari. Menyantap makan siang selepas berkeliling di mal pusat kota. Bela sedikit mirip dengan Zain. Semburat wajah itu ada di atas paras cantiknya. Ia tak menyangka, kalau gadis yang awalnya terlihat begitu diam dan menguasai keadaan ternyata adalah gadis cerewet yang tak bisa membungkam mulutnya sedikitpun. Bela banyak bercerita ini itu padanya. Tentang kedua orang tuanya yang meninggal atas insiden kecelakaan beberapa tahun yang lalu, tentang sang kakak yang merupakan pengacara pembela umum, dan tentang Zain di brandal gila yang tak tahu aturan. Bela banyak berkata tentang kehidupannya. Seakan mulai nyaman berada di sisi Xena, gadis itu terus saja menggandeng tangannya saat mereka berjalan bersama.Xena tak pernah mendapat perlakuan seperti ini. Ia adalah
Suasana hening terasa selepas dua tamu datang menyambangi rumahnya. Daffa Kailin Lim, hanya terfokus pada lukisan bunga besar yang ada di sisi pintu masuk. Remaja bertubuh kerempeng itu tak acuh dengan keberadaan tuan rumah yang terus menyuruhnya untuk duduk dan memulai tujuan mereka berkumpul hari ini. Katanya, Malik terlalu bersemangat. Baru juga mereka datang, Malik sudah terburu-buru untuk menyelesaikan tugas dan membuat kedua tamunya pergi dari sini.Remaja itu tak peduli dengan apapun yang ada di dalam pikiran Malik sekarang, tatapannya hanya tertuju pada lukisan besar di depannya sembari sesekali melirik naik tepat mengarah pada pintu kayu di mana kamar Xena berada. Jika gadis itu tak ada di rumah sekarang, itu pasti sebab kedatangannya dan Nara yang tak diharapkan oleh Xena. Akan tetapi jikalau gadis itu ada di dalam kamarnya, itu artinya Xena sedang mencoba untuk menyerahkan dirinya namun ragu mulai menyelimuti di dalam diri."Lo mau beli lukisan itu
Gadis itu mengulum berat salivanya. Sejenak ia menatap remaja jangkung yang ada di sisinya sekarang ini. Ia belum terlalu banyak mengenal seorang Abian Malik Guinandra, remaja jangkung itu hanya terlihat baik di luar saja. Fisiknya dan senyum itu menyempurnakan segala kesempurnaan yang digadang-gadang oleh para kaum hawa. Semua menyukai Malik dengan segala bentuk fisik dan sikap yang ia punyai, namun di sini sekarang Nara melihat hal yang sedikit mengejutkan.Tatapan Malik tak biasa. Tak bersahabat juga tak nyaman untuk dipandang terus menerus. Ia hanya terdiam selepas menyelesaikan kalimatnya, namun senyum seringai itu sedikit mengerikan untuk Nara. Malik hanya terlihat dan terkesan sedikit gila dengan humor rendahannya kala menolak perasaan para gadis yang mencintainya. Malik tak ingin ada gadis yang berharap banyak pada hatinya. Ia tak nyaman dengan semua itu. Jadi, Malik menolak semua gadis yang menyatakan perasaan untuknya."Apa yang bisa gue lakukan agar lo diam me
Ada rasa yang tak akan pernah sampai pada tuannya. Sebuah kisah yang tak akan pernah usai sebab cerita permulaan belum benar-benar diciptakan, namun semua itu sudah membuat rasa sesak, sakit hati, bahkan merasa diri adalah pendosa yang paling hebat di dunia. Rasa itu tak bisa dideskripsikan dengan benar. Hanya ada satu penjelasan singkat dari semua fakta yang ada, intinya aku mencintainya bukan karena tetapi juga sebab sesuatu. Aku mencintainya, hanya karena dia adalah dia.Gumpalan awan hitam mulai tak terlihat lagi. Bentang cakrawala indah menghias di atas sana. Tatapan gadis itu mengudara. Tepat menitik pada satu gemerlap bintang yang mengibarkan keindahan melalui cahaya kecilnya. Bulan hanya menampakkan wajahnya separuh, mendung hilang hujan tak jadi datang. Membiarkan indahnya semesta melukis di atas sana. Rasi bintang memang sudah tak populer lagi, namun jajaran benda langit satu itu masih saja memukau untuk siapapun yang ingin menikmatinya di penghujung malam sepe
Suasana sepi tak seramai biasanya. Jarum jam baru saja menunjuk tepat di angka enam lebihnya beberapa menit. Tak seperti biasanya, Xena datang lebih pagi kali ini. Pertengkaran dirinya dengan Malik kemarin malamlah yang membuat gadis itu cepat-cepat pergi dari dalam rumahnya. Menghindari sang saudara tiri adalah alasan satu-satunya Xena memutuskan hal demikian. Ia menghindari kedua orang tuanya juga saudara tirinya. Tak ingin ditanya ini itu pasal pertengkaran mereka kemarin malam. Toh juga, Xena yakin bahwa Malik pun merasa demikian. Ia tak ingin apa-apa yang berada di masa lalu kembali terkuak dan muncul di permukaan.Xena bukan membenci dan marah para remaja itu sebab membentaknya kemarin malam, ia marah sebab Malik terus saja menganggapnya sebagai orang asing. Xena selalu menceritakan hal konyol mulai dari rahasia terkecil yang bahkan tak diketahui oleh mama kandungnya sendiri hingga fakta-fakta mengenai Xena Ayudi Bridella. Gadis itu tak pernah ragu sedikitpun. Men
"Jangan harap, berengsek!" Seseorang menyela keduanya. Menarik pandangan Xena juga Aksa.--itu dia, pahlawan kita pagi ini! Abian Malik Guinandra.Xena menoleh. Bersama dengan Aksa yang kini mulai menyeringai tegas. Ia menyambut kehadiran Malik dengan lapang dada. Sejenak merentangkan tangannya berniat untuk merengkuh tubuh remaja jangkung yang datang dengan langkah ringan dan dua tangan yang masuk ke dalam saku celana panjangnya."Lo ngapain di sini? Mau malak?" tanya Malik sembari terus menelisik setiap bagian tubuh remaja jangkung yang ada di depannya. Malik tak akan pernah mau mempercayai fakta bahwa anak panti sialan ini datang sebagai murid baru yang bersekolah satu bangunan dengannya."Gue murid baru mulai sekarang." Aksa menyahut. Benar saja, Malik kini terkekeh-kekeh mendengarnya. Remaja itu sudah gila rupanya. Sejenak ia mengabaikan catatan kriminal dan status mantan narapidana dengan bersekolah di tempat yang elit seperti ini.Remaja itu b
Suasana riuh tak terkendali. Semua kaum hawa kini menujukan pandangan matanya untuk seorang remaja jangkung yang duduk seorang diri di ujung bangku kantin pojok ruangan. Kedatangannya sudah menyebar hingga ke penjuru bangunan sekolahan. Forum sekolah membawa desas desus kabar mengenai remaja bernama Aksa Mahendra Abinaya. Tak seperti yang dikatakan bahwa Aksa tampan dengan wajah kecil dan dagu yang lancip. Matanya bak elang yang membidik. Alisnya legam berbentuk garis tak menyiku di kedua sudutnya. Remaja satu itu lebih tampan dari dugaan. Bak seseorang yang dikirim Tuhan sebagai anak dewa di perwujudan nyata dunia modern.Bukan lagi Abian Malik Guinandra yang dielu-elukan di sini. Ketampanannya emang agung, akan tetapi semua menyukai suasana baru di sekolah. Penyejuk mata, penyegaran untuk hati dan refreshing untuk otak yang sedang kalut dan riuh 'semrawut' keadaannya. Aksa adalah harapan baru untuk pada gadis yang mengidam-idamkan seorang remaja tampan untuk menjadi kekasih
Ini bukan pertemuan mereka yang terakhir, itulah yang ingin Xena katakan lewat kehadiran dan tatapan matanya untuk Bara. Ia meminta polisi untuk menemui teman juga mantan kekasihnya itu. Perpisahan dan akhir sidang harus dirasakan dengan perasaan yang ikhlas dan lapang dada, Xena ingin memberikan kesan itu pada remaja yang baru saja meletakkan pantatnya di atas kursi. Bara tak berucap apapun. Ia terus memandang Xena. Wajahnya tak sesayu dan tatapannya tak senanar sebelumnya. Gadis itu lebih terlihat 'hidup' dengan polesan make up yang khas seorang Xena Ayudi Bridella. Suasana yang ia dapatkan dari Xena mulai kembali lagi."Kenapa lo menemui gue lagi?"Xena tersenyum manis. Ia meraih ujung jari Bara dengan perlahan-lahan. Remaja yang ada di depannya mulai menatap dengan aneh. Ia tak bergerak, terus mengikuti apa yang dilakukan Xena padanya sekarang. Gadis itu mulai menggenggam ujung jari-jari miliknya lalu menatap Bara dengan penuh kehangatan
"Pengadilan menyatakan terdakwa atas nama Haidar Bara Ivander terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan, penculikan dan penyekapan kelas ringan, serta penganiayaan kelas ringan. Untuk itu pengadilan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 10 tahun ditambah dengan pidana penjara 2 tahun dan ditambah dengan pidana penjara 6 bulan. Menetapkan lamanya terdakwa di tahan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan selama 2 tahun mengingat usia terdakwa yang masih remaja. Pengadilan memerintahkan agar terdakwa tetap ditahan dengan denda sekurang-kurangnya adalah 20 juta rupiah. Demikian putusan pengadilan ditetapkan."Ketokan palu terdengar begitu tegas menggema di ruangan. Remaja jangkung dengan pakaian khas seorang tahanan kota itu hanya bisa mengangguk. Tak ada yang disanggah. Pengacaranya pun nampak diam dan mulai pasrah. Tak perlu waktu yang lama, tak perlu drama ini itu untuk mengurung si iblis
Rumput hijau yang menyejukkan mata dan hati. Mendamaikan perasaan yang sedang riuh bergemuruh di dalam jiwa saat ini. Malik memutuskan untuk mengikuti setiap langkah yang diambil oleh Zain pagi ini. Ia ingin berbicara banyak dengan laki-laki yang sudah menjadi temannya itu. Ia tak benar-benar membenci Zain. Hanya saja, siapa dingin Zain padanya membuat Malik menjadi sedikit jauh dari temannya itu. Sebenarnya di dalam lubuk hati yang dalam, ia tak pernah menyimpan dendam untuk remaja berponi naik ini. Hanya saja, ia iba. Zain terlalu lama menyimpan rasa sakitnya sendirian. Selepas kematian Tara, remaja itu menjauhi Malik dan memutuskan untuk menghilang dari peredaran. Baru beberapa bulan yang lalu ia kembali datang dengan Aksa yang membawanya penuh luka dan darah segar yang mengalir dari beberapa bagian tubuhnya.Memang, permusuhan keduanya sedikit unik. Tak ada pertengkaran juga perkelahian. Malik selalu memaafkan bagaimana perilaku Zain padanya. Toh juga, ada a
Semilir hawa bayu mengiringi langkah keduanya membelah trotoar jalanan yang menjadi jalur utama untuk mereka saat ini. Jalanan Kota Jakarta yang ramai, padat, dan tak pernah sepi juga sela. Selepas keluar dari bangunan kantor polisi, keduanya kini memutuskan untuk berjalan-jalan sejenak dan mampir ke sebuah tempat untuk menikmati liburnya hari ini. Tanggal merah, hari penting untuk negara. Namun, surganya bagi para pelajar. Mereka diberi jeda satu untuk merilekskan otak dan hati mereka. Menikmati suasana kota di pagi hari sampai senja datang menutup kisah nanti sore. Malik dan Xena merasakan semua itu. Sedikit demi sedikit perasaan yang mengganggu di dalam hati mereka mulai hilang begitu saja. Semua masalah yang datang mulai surut bak gelombang air laut di malam hati. Rasanya sedikit tenang, mereka bisa menjalani hidup sesuai dengan apa yang mereka inginkan saat ini. Menjalin hubungan sederhana dan mulai merajut kasih juga cinta untuk melalui masa muda. Malik
Malik menatap wajah wanita tua yang ada di depannya saat ini. Pandangan matanya terus saja tertuju pada Sarah yang baru saja datang menghadang langkahnya. Sepasang mata dengan lensa pekat itu mulai menatap sayu dan nanar wajah mantan anak tirinya itu. Penuh luka, identik dengan apa yang terjadi pada sang putri kemarin malam. Kata Xena selepas ia sukses membuat mamanya menangis dengan keadaan wajah dan tubuhnya yang kacau, ia melegakan hati wanita tua itu dengan mengatakan bahwa untung saja Malik datang menyelematkan Xena dari Bara. Katanya, juga. Malik terluka sama dengan apa yang dialami oleh Xena. Gadis itu juga mengimbuhkan kalau yang menghantar dirinya sampai gerbang depan malam-malam begini adalah Abian Malik Guinandra, tetapi kala disuruh mampir untuk mengobati lukanya, Malik menolak. Alasannya hanya satu, ia tak mau membuat Sarah kembali kacau dengan dua luka di dalam hatinya selepas mendapatkan dua putra dan putrinya pulang dalam keadaan seperti itu. Toh juga ada papanya di
Bara mengetukkan ujung jari jemarinya di atas meja kayu yang ada di sisinya. Ia bersandar tepat di atas kursi sembari menyilangkan kaki dan menatap ke arah gadis yang masih tak sadarkan diri selepas ia menyiksanya habis-habisan. Bara memukul wajah Xena. Sisi bibir gadis itu tergores dengan darah yang mulai mengering. Ujung matanya lebam selepas Bara melayangkan tinju ringan kala sang gadis terus saja mengumpat padanya. Xena mengejutkan. Jujur saja, Bara tak tahu kalau gadis itu bisa setangguh ini dengan penampilan dan tatapan wajah dan polos. Kala dirinya mendorong Xena masuk ke dalam gudang sekolah dan menutup pintunya dengan rapat. Xena bahkan mulai bergeming di tempatnya dengan terus menatapnya menggunakan tatapan tajam penuh amarah. Bara menampar wajahnya lalu mendorong tubuh Xena hingga jatuh terantuk sisi meja rusak di belakang tubuh gadis itu. Darah mengalir dari sisi sikunya dan luka lecet datang selepas paku berkarat tak sengaja menyentuh permukaan lengannya.
Fajar menyingsing dari ufuk timur. Sinarnya tegas menghantam permukaan bumi dan mencoba menghangatkan komponen yang ada di bawahnya saat ini. Gadis yang sudah berdiri di depan papan pengumuman besar di sekolahnya itu tak pernah menyangka dan mengira-ngira sebelumnya. Ia mendapatkan sebuah undangan kematian yang datang dari teman dekatnya. Seisi sekolah mulai membicarakan kematian Nara yang terkesan mendadak. Bukan hanya Xena yang terkejut. Akan tetapi, hampir seluruh penghuni sekolah. Bahkan guru-guru juga mulai memberitakan kabar ini dengan bumbu yang membuat suasana sedikit tegang. Kisahnya hari ini mungkin tak akan berakhir baik. Setiap sudut sekolah yang punya Mading besar seperti ini, akan menampilkan wajah Nara dengan pita kuning di atasnya. Ucapan bela sungkawa datang kemudian. Mereka meninggal 'note' yang mereka tempelkan di sisi undangan untuk mengirim doa pada teman mereka yang sudah berpulang ke pangkuan yang maha kuasa. "Bagaimana ini ... gue bahkan berbicara den
Sirine mobil polisi meraung-raung di udara. Membawa sebuah duka di setiap lajunya beberapa saat yang lalu. Ambulan mengikuti, mayat gadis malang turun dari sana dengan keadaan sudah terbungkus oleh kain putih. Seorang remaja jangkung mengiringi masuk ke dalam bangunan kepolisian. Mayat itu akan disimpan di dalam ruangan mayat tempat beberapa korban pembunuhan lainnya berada hingga polisi menyelesaikan penyelidikannya besok pagi. Suasana sudah kacau dengan Aksa yang tak lagi kuasa untuk mengiringi kepergian gadis yang ia cintai. Nara adalah cinta pertama yang ada di dalam hatinya. Gadis itu adalah satu-satunya gadis yang bisa menyentuh lubuk hatinya paling dalam. Belum juga menyatakan perasaannya dengan resmi, ajal sudah menjemputnya dengan tragis. Aksa tak bisa berkata apapun lagi. Semua yang ada di depan matanya bak sebuah mimpi buruk yang harus ia lalui seorang diri.--ia membenci kisah malam ini!"Aksa ... kita cari tempat duduk
Langkah kakinya tegas membelah rerumputan hijau yang ada di bawah pijakan kaki remaja jangkung itu sekarang ini. Gelap terasa, sedikit sunyi sebab tak ada yang datang untuk bertamu dan menyambangi rumah tua itu sekarang. Semua benar-benar terasa sepi bak rumah hantu yang sengaja dijauhi oleh para masyarakat dan warga setempat. Bukan, bukannya di sisihkan dari kota. Bukan juga dijauhi orang-orang, beginilah suasana rumah Nara kalau malam tiba dengan kerikan jangkrik yang khas menghiasi suasana malam. Tak ada hujan, tak mendung dengan langit berbintang di atas sana. Kiranya, sambutan yang baik selepas Aksa memutuskan untuk memungkaskan perkejaan paruh waktu yang ia lakukan dan mulai menatap langit di atasnya.Ada satu alasan yang membuat dirinya datang ke tempat ini lagi. Tak penting jika ia menceritakan alasannya datang kemari pada orang-orang yang tak mengenal Nara dengan baik. Namun, baginya ini sangat penting. Kala keluar dari minimarket tempatnya bekerj