Ketika langit mulai menggelap, Arion baru sampai di kediamannya. Airyn menunggu sejak tadi, karena tidak betah sendirian di ruangan sebesar ini. Dia merasa ada seseorang yang mengawasi, padahal tidak ada siapa pun di sana selain dirinya.Airyn terpaksa menginap lagi, karena Guntur dan Veroni keluar kota bersama. Guntur mengantarkan kekasihnya pulang kampung, sekaligus berkenalan dengan keluarga Veroni. Entah mau menikah atau bagaimana, Airyn belum mendengar kabar pasti.Mengejutkan, Guntur menitipkan Airyn pada Arion. Alhasil dia akan menginap dua malam di kediaman Arion, sebab papanya percaya jika hanya pria itu yang bisa melindungi Airyn.Arion tidak berada di kantor seharian, alhasil Airyn benar merasa terkurung. Dia tidak bisa jalan-jalan, takut ada yang menculik lagi. Bagas juga terlihat sibuk, padahal Airyn tidak masalah jika pria itu mengajaknya bertengkar—daripada kesepian.Bohong, kata Arion di kantor banyak kerjaan. Terbukti seharian Airyn hanya mengutak-atik komputernya kar
"Ai, itu kamu?"Airyn terkejut ketika mendapati Arion datang dari kegelapan ruangan. Dia memang berada di dapur, sedang membuat teh karena tidak bisa tidur setelah bermimpi buruk. "Mimpi buruk lagi?""Pak Arion, pakai baju dulu!" keluhnya enggan menatap terlalu lama. Kebiasaan Arion yang mulai Airyn pahami, pria itu tidak suka mengenakan baju saat tidur. Tidak kenal cuaca sedang dingin, tetap saja ditanggalkan.Arion menarik kursi bar, membuka kaleng bir dan menegaknya. Sedikit mencuri pandang, Airyn memerhatikan jakun Arion bergerak naik turun saat menegak bir itu. Ah, kenapa kelihatan gagah dan seksi sekali?"Aish!" decak Airyn mengisap tangannya yang kena air panas."Pelan-pelan, Ai. Apa baik-baik saja?" Airyn mengangguk, segera menaruh gula dan tehnya ke tempat semula. "Bapak kenapa belum tidur?" Dia ikut duduk di samping Arion, sebenarnya masih canggung karena ciuman tadi. Tapi karena Arion biasa saja, malu Airyn tidak terlalu mendominasi."Saya haus. Kamu kenapa selalu mimpi bur
"Untuk kamu, sesuai janji saya." Airyn sedang tidak ada kerjaan—Arion pun baru datang, sejak tadi Airyn sibuk menyelesaikan susunan puzzle milik Arion sambil menikmati kentang goreng yang dia beri bumbu pedas. "Buka, isinya bukan jebakan tikus. Kamu menyebalkan sekali, seolah sedang mencurigai saya yang tidak-tidak."Airyn terkikik berhasil mengerjai Arion, kemudian mimik wajahnya kembali ceria. "Apa, nih? Aku takut dalamnya ular mainan. Meski mainan, aku tetap takut dan geli."Arion bersandar di sofa, selesai melepaskan jas, dasi, dan membuka tiga kancing teratas kemejanya. Dia kepanasan setelah dari luar. "Kamu kira saya terpikir untuk membeli barang tidak berguna seperti itu?""Jangan marah-marah dong, aku cuman menerka dalamnya. Emosian banget dari tadi pagi, ngalah-ngalahin cewek lagi PMS." Airyn geleng-geleng, keheranan."Kamu menyulut sekali, ingin saya kunyah."Airyn cekikikan geli, segera membuka kotak yang lagi-lagi terlihat cantik dengan pita lucu di atasnya. Dia senang sek
"Tidak usah dipikirin ucapan bunda. Maaf jika mengganggu kamu." Arion menunggu Airyn mandi di kamarnya, dia membawakan pakaian baru dari Megan. "Pakai ini, punya bunda. Masih baru, cocok warnanya buat kamu."Airyn mengambil dress itu, mengangguk kecil. "Pak Arion, bilangin ya ke bunda, kalau kita nggak ada hubungan apa-apa. Aku nggak mau mereka salah paham. Kita udah omongin ini sebelumnya dan Bapak setuju.""Kalau saya beneran suka kamu gimana, Ai?"Ucapan Arion sontak menghentikan langkahan Airyn menuju ruang pakaian. Dia terdiam beberapa saat dengan debaran dada kembali kencang, tidak tahu harus menanggapinya seperti apa. Bahkan untuk sekadar menatap Arion, Airyn tidak bisa."Saya suka kamu sejak pertama kali kita ketemu. Kamu pikir saya bersikap baik selama ini hanya semata-mata ingin menolong kamu? Kamu benar tidak sadar dengan sikap dan perhatian saya, Ai?"Mau tidak mau, Airyn menghadap Arion. Dia berusaha tersenyum, sementara matanya mulai berlinang. "Pak, jangan kayak gini. A
Matahari menerobos habis-habisan melalui jendela yang terbuka lebar, angin pun ikut andil menerpa dream catcher yang tergantung di tengah jendela. Para burung dengan gagah mengepakkan sayap sambil berkicau bak alunan lagu yang sangat merdu.Cuaca pagi ini sangat cerah, namun sama sekali tak mengganggu dua insan yang tengah tertidur pulas di bawah selimut yang sama. Saking besarnya tubuh sang pria, membuat si gadis tenggelam dalam dekapannya. Semalaman penuh, Arion memberi kehangatan untuk Airyn setelah berhasil mengintimidasi gadis itu. Arion senang, Airyn cukup penurut meski terpaksa karena takut."Heuh, berisik!" decak Airyn ketika ponsel di nakas berulang kali berdering. Dia menggeliat pelan sembari pengumpulkan nyawa, menggaruk kepala yang tiba-tiba gatal sambil menguap lebar.Ketika sadar posisinya tengah berada di dada seseorang, Airyn langsung terlonjak dan menjauh. Refleks, gerakan tangkas Airyn membangunkan Arion."Ai, sakit." Arion mengeluh memegangi dadanya yang kena pukula
Setibanya di kediaman Bagas, semua orang tengah berduka. Bagas berada di dekat sang ibu, sesekali menerima semangat dan doa dari tamu yang hadir. Mata Bagas tampak sembab yang dia tutupi dengan kacamata hitam. Perasaan Airyn langsung bergerimis, seolah mengerti dengan luka yang sedang Bagas pendam di hadapan sang ibu. Pria itu tegar dan berusaha tetap tersenyum, meski nyatanya dunia terasa runtuh.Setelah Arion bicara dengan Bagas dan saling menguatkan, kini gantian Airyn yang mendekat untuk mengucapkan bela sungkawa.“Ikut juga bocil?” ledek Bagas di tengah kesedihan hati.“Pak Bagas, jangan ngeselin. Kita tunda dulu berantemnya.” Airyn mencebikkan bibir, berhasil membuat Bagas tertawa. “Tapi kalau dengan ledekin aku bisa buat Pak Bagas ketawa, aku ikhlas deh hari ini. Sehari aja, besok beda cerita.”Bagas tersenyum, mengacak rambut Airyn. “Terima kasih sudah datang.”“Iya. Pak Bagas yang kuat ya, jangan patah semangat. Sedih boleh, tapi jangan berlarut. Tuhan sayang sama Pak Bagas,
Betapa terkejutnya ketika Airyn beberes rumah, dia menemukan botol alkohol yang disembunyikan di balik televisi. Air mata langsung mengambang ketika mengetahui isinya tinggal sedikit. "Papa udah pulang? Papa minum lagi?" Perasaan Airyn sesak, sampai dia terduduk lemas di kursi. Entah apa yang merasuki, tangis Airyn pecah dengan segala pemikiran buruk yang tiba-tiba muncul. Dia sangat takut jika Guntur akan terbaring lemah tak berdaya di rumah sakit lagi seperti waktu itu. Airyn telah berkorban banyak, tidakkah Guntur memikirkan rasa kasihnya sebelum bertindak demikian?Apa hanya Airyn yang mencemaskan nyawa Guntur?Airyn pikir papanya sudah berubah, ternyata masih saja melakukan hal seperti ini diam-diam di belakangnya. Apa Guntur tidak kasihan pada Airyn?Apa Guntur tidak memikirkan hidup Airyn jika pria itu pergi selama-lamanya?"Ai, ini Mama." Sera mengetuk pintu, terdengar buru-buru.Tersadar oleh panggilan itu, Airyn buru-buru membuang botol alkohol Guntur sebelum ketahuan yang
"Siapa?" Arion menarik tangan Airyn, tidak mengizinkan gadis itu beranjak sebelum menjawab pertanyaannya."Aldo."Arion memicing. "Cowok tengil itu lagi? Ngapain dia ke sini?""Aku nggak tahu, Pak, 'kan belum ngomong sama orangnya." Setelah itu Airyn terduduk di pangkuan Arion, pria itu melingkarkan lengan pada pinggangnya. "Pak Arion, jangan kayak gini. Nggak enak berduaan di kamar dengan posisi deket-deket. Lama-lama nggak salah aku bilang Pak Arion mesum."Senyum miring terlihat, Arion tidak marah dibilang mesum. Dia menganggap itu sesuatu yang normal sebagai seorang laki-laki. "Tidak usah keluar, nanti dia juga pergi sendiri.""Pak, nggak bisa. Aldo orangnya nekat. Aku tanya dulu dia mau apa, kalau ngajakin enggak-enggak, nanti aku tolak.""Sok-sokan. Memangnya kamu bisa nolak orang? Kamu paling lemah urusan seperti itu, Ai. Dibentak dikit saja nangis."Airyn melepaskan diri, menutup mulut Arion. "Diam deh, aku udah berkali-kali kok nolak Aldo, dia juga tau. Tunggu dulu di sini ya