"Kau mencari ini, Nona?" tanya seseorang dengan suara yang tidak terdengar asing lagi di telingaku.
"Iya, itu dompetku," jawabku singkat. Syukurlah dompet itu tidak jadi hilang.
"Kau terlalu ceroboh," sindir pria itu sembari menyerahkan dompet itu padaku.
"Ya, aku tahu. Terima kasih sekali lagi, ehm?"
"Albern."
"Oke, Tuan Albern. Aku Anna, Annandya. Salam kenal dan terima kasih atas bantuannya," ucapku tulus.
"Ya, tapi aku tak membutuhkan ucapan terima kasihmu."
"Excuse me?" tanyaku tidak yakin. Mana mungkin pria sepertinya bisa bersikap sekasar itu kepada seorang wanita sepertiku.
"Biarkan aku menginap di rumahmu," jawabnya. Pria ini benar-benar sedang menguji kesabaranku.
"Kamu serius?!" tanyaku memastikan. Pasti kali ini aku salah dengar lagi kan.
"Pelankan suaramu," sindir pria itu.
"Maaf."
Entah aku harus bersyukur atau sebaliknya sekarang. Meski aku sudah tinggal cukup lama di Melbourne, tapi aku juga sama sekali belum pernah sekali pun membawa masuk seseorang ke dalam apartemenku.
Apalagi ini, seorang pria. Bukannya aku tidak senang bisa berduaan semalaman bersama pria dingin yang sialnya sangat tampan itu. Tapi kan tetap saja.
"Albern, maaf, bukannya aku mau menolak. Tapi aku sama sekali belum pernah membawa seorang pria masuk ke dalam tempat tinggalku," jelasku.
"Aku mengerti," jawab pria itu dengan sangat singkat.
"Maaf, kalau begitu aku pulang dulu ya?" pamitku pada Albern
"...."
Tak ada jawaban dari pria itu. Namun, meski dengan berat hati, aku harus tetap pulang ke apartemenku sekarang. Karena hari sudah semakin larut.
Baru tiga langkah aku melangkahkan kaki, sebuah tangan besar dan hangat menahan lenganku dengan lembut. Seakan memintaku untuk jangan pergi dari sana. Ya, tangan itu adalah milik Albern.
Tanpa perlu menoleh aku pun langsung bertanya, "Ada apa?"
"Tolong bawa aku, hanya untuk malam ini saja."
"Kan aku sudah bilang, aku belum pernah membawa seorang pria pun ke dalam rumahku. Apalagi kamu, pria yang baru saja kukenal," jelasku dengan hati-hati.
"Aku tahu, tapi tolong pikirkanlah lagi. Aku janji tidak akan berbuat macam-macam kepadamu, dan kau bisa memegang perkataanku ini," ucapnya meyakinkan.
"Kamu yakin? Bukannya aku mau menuduhmu, tapi siapa yang tidak akan curiga bila tiba-tiba ada seseorang yang tidak dikenal memintamu untuk memberinya izin untuk tinggal di rumahnya. Kamu bukan seorang dari sindikat penjahat bukan?" tanyaku memastikan.
"Tidak."
"Apa kamu tidak mempunyai tempat tinggal?" tanyaku.
"Kalau aku punya, buat apa aku minta tolong padamu," sindirnya.
"Kalau uang?" tanyaku lagi dengan ragu.
"Tidak ada."
"Pekerjaan?" tanyaku lagi.
"Tidak punya."
"Terus apa yang kamu lakukan selama ini, Tuan Albern?" tanyaku tidak habis pikir.
"Tidak ada, hanya sebatas hidup di jalanan. Karena sebentar lagi musim dingin, aku sedikit berharap bisa tinggal di dalam rumah atau apa pun itu," jawabnya sedikit lebih panjang dari yang sebelumnya.
"Apa kamu seorang gelandangan? Tapi itu tidak mungkin, bukan?" tanyaku tidak yakin dengan pertanyaanku sendiri.
"Ya, bisa dibilang seperti itu."
What, apa-apaan ini. Tidak mungkin, ini pasti cuma bercanda bukan. Bagaimana bisa seorang gelandangan mempunyai wajah yang bersih dan sangat tampan. Dipikir berulang kali pun, tetap saja itu tidak mungkin.
"Kamu pasti hanya bergurau," tuturku yakin.
"Siapa, kau tidak melihat baju dan celanaku ini?" tanyanya menantang.
Aku lantas memandangnya dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Baju yang penuh lubang alias bolong-bolong, celana compang-camping, dan ditambah dengan alas kaki yang tidak terpasang di kakinya alias nyeker.
Waduh, bagaimana bisa ada takdir sekejam ini. Dia ini nggak cocok loh jadi gelandangan. Harusnya dia itu bisa menjadi model ih, orang wajah, tinggi, dan kulitnya mendukung. Benar-benar diluar dugaan.
Kalau dipikir-pikir kasihan juga dia. Seperti katanya tadi, sebentar lagi musim dingin tiba. Aku tidak bisa membayangkan, Albern tidur di emperan jalan dengan ditemani salju dan es. Ah, membayangkannya saja aku sudah tidak tega.
"Baiklah, aku mengijinkan kamu untuk sementara waktu tinggal di rumahku. Asalkan kamu mau berjanji untuk tidak macam-macam denganku, dan kalau bisa kamu sedikit membantu pekerjaan rumahku. Bagaimana?" tawarku.
"Baiklah, aku setuju."
"Kalau begitu, ayo kita kembali. Ikut aku," ucapku yang entah kenapa malah terdengar bersemangat.
***
Sesampainya kami di apartemenku. Aku pun sedikit mengajaknya berkeliling, untuk mengenalkan setiap sudut dan ruangan yang berada di apartemenku.
"Aku akan mandi dulu, kamu juga bisa mandi di kamar sebelah. Di sana juga telah tersedia handuk dan perlengkapan yang lainnya. Untuk pakaiannya, kamu tinggal cari di lemari bawah kamar itu. Kalau tidak salah, aku masih punya baju-baju pria, di situ," jelasku panjang lebar.
"Terima kasih," balasnya singkat.
Sepertinya aku sudah sedikit bisa memahami karakternya yang sedikit bicara itu. Ah, menggemaskan sekali.
"Iya, sama-sama Albern," ujarku sembari tersenyum.
"Al."
"Huh?" tanyaku tidak mengerti.
"Panggil aku Al," ucapnya dengan wajah yang sedikit memerah.
Oh, astaga. Apa dia sedang malu sekarang. Lucunya. Ingin sekali aku mencubit pipinya yang dipenuhi jambang itu. Tapi itu tidak mungkin terjadi bukan.
"Okay, Al. Aku mandi dulu, ya," pamitku.
Setelah mendengar jawaban darinya, aku pun langsung memasuki kamar mandi dan mulai merealisasikan keinginanku yang sempat tertunda tadi. Ah, leganya saat diri ini memasuki bath tub.
Oh, ya, lilinnya. Hampir saja aku gagal menikmati acara santai ala saunaku ini. Huft, rasanya seperti seluruh beban yang ada di pundakku menghilang. Ah, rasanya sangat nikmat. Otot-otot yang tadinya kaku pun langsung melemas setelah terkena oleh pancuran air hangat.
***
Tak terasa sudah hampir satu jam aku berada di dalam kamar mandi, astaga. Aku belum memasakkan sesuatu untuk Al. Dia sudah makan belum, ya.
"Al?" panggilku.
"Di sini."
Suaranya terdengar dari arah kamar sebelah. Apa sih yang dilakukannya di sana. Aku harus memastikannya sendiri.
"Al?" panggilku lagi.
Tanpa menunggu jawaban darinya, aku pun memberanikan diri untuk membuka pintu kamar itu. Tak disangka, pemandangan yang berada di dalam begitu ... luar biasa.
"Kamu, Al? Sungguhan, kamu Al?" tanyaku dengan tidak yakin.
"Ya, Anna."
Woah, jambangnya menghilang. Dia kelihatan lebih fresh dibandingkan yang sebelumnya. Bahunya sangat lebar, perutnya six pack, dan ada beberapa tato yang bertengger di sana. How can anyone be so damn hot like this?
Apa dia benar-benar seorang gelandangan. Kenapa aku merasa seperti ada sesuatu yang telah Al sembunyikan dariku. Sebenarnya aku tidak ingin ikut campur selama itu tidak menggangguku.
"Maaf, aku tidak tahu kalau masih berganti pakaian. Aku hanya ingin menanyakan, kamu sudah makan atau belum?"
"Jangan dipikirkan, aku belum," jawabnya singkat ala Albern.
"Okay, aku akan pergi ke dapur sekarang. Kamu ingin aku memasak apa?" tanyaku basa-basi.
"Terserah kau saja."
Di dapur, aku memilih untuk memasak masakan rumahan yang sederhana. Alasannya sih, karena simpel dan cepat matangnya. Aku cuma membuat tiga menu masakan andalanku. Yaitu tumis sayur, omelette, dan sambal."Kira-kira Al doyan sama masakan gue nggak ya. Eh, tapi bule zaman sekarang sudah pada doyan makan sambal kan," gumamku."Anna?"Tiba-tiba saja Albern muncul dari belakang, mengagetkanku. Hampir saja aku memukulnya dengan sendok nasi, untung saja aku masih bisa menahannya. Kalau tidak, betapa sayangnya bila jidatnya yang mulus itu menjadi benjol karenaku."Iya, Al. Ada apa?" tanyaku pada akhirnya."Masakanmu harum," jawabnya."Oh, apakah kamu suka dengan aromanya?" tanyaku lagi."Ya. Anna, itu masakan apa?" tanyanya balik.
Di lain tempat, ada sepasang pria dan wanita yang sedang membicarakan sesuatu yang sepertinya cukup serius. Dapat dilihat dari sang wanita yang tampak tidak setuju dengan apa yang dibicarakan oleh sang pria."Mau sampai kapan kau ingin menyembunyikan itu?" tanya sang wanita."....""Mau sampai kapan kau mau menyembunyikannya dari Anna, Liam?" tanya Julian pada akhirnya. Ya, wanita itu adalah Julian."Sampai dia mengingatku lagi," jawab Liam singkat."Tapi itu hal yang mustahil, bodoh. Kalian bertemu sepuluh tahun yang lalu, terus apalagi yang kau harapkan dari itu?" tanya wanita itu lagi."Anna pasti akan mengingatku, aku sangat yakin dia pasti akan mengingatku suatu hari nanti," jawab Liam tegas."Coba kau pikirkan baik-baik dengan ak
Entah kenapa, Julian yang mendengar pertanyaanku raut wajahnya seperti sangat terkejut. Ada apa memangnya, apa aku mengatakan sesuatu yang salah padanya."Julian, kenapa?" tanyaku khawatir."Tidak, Anna. Aku tidak apa-apa," jawabnya gugup."Wajahmu mengatakan hal yang sebaliknya. Julian, apa aku menanyakan hal yang salah?" tanyaku cemas."Tidak, Anna. Kau tidak salah, aku hanya merasa sedikit tidak enak badan," jawab Julian."Baiklah kalau begitu. Ayo, sebaiknya kamu pergi beristirahat sebentar. Mumpung jam istirahat masih berlangsung agak lama," ujarku memberi saran."Terima kasih, Anna.""Sama-sama, Sayang," gurauku.Melihatnya seperti itu, membuatku sedikit terkejut dan merasa aneh. Ini salah, mun
Seakan waktu terhenti, aku lantas memandangi Albern yang baru saja mengatakan hal yang manis padaku. Jangan bilang kalau aku sedang baper sekarang."Menyukai apa, Al. Aku?" tanyaku dengan penuh rasa percaya diri."Bukan kau, tapi tingkahmu," sanggah Al.Ah, aku sakit hati teman-teman. Dia sih yang membuat aku salah paham terlebih dulu. Siapa coba yang tidak senang kalau disukai oleh Albern si tampan. Tapi tetap saja bukan."Kamu baru saja menyakiti hatiku, Al," ungkapku berlebihan."Apa?""Tidak jadi, lupakan saja," ucapku buru-buru.Bagaimana bisa aku bertingkah seperti ini padanya. Bagaimana pun, kami ini masih menjadi orang asing dan bukanlah sepasang kekasih. Apalagi kami ini baru saja bertemu kemarin malam. Tapi biarlah, aku juga bahagia bertingkah seperti itu di hadapannya."Kamu sudah makan siang?" tanyaku mencoba untuk mengalihkan.
"Anna, nanti datang, ya, ke pesta ulang tahunku!" seru Vella sambil menyerahkan selembar undangan pada Anna.Siapa wanita ini, pikir Anna mengingat-ingat. Anna memang memiliki sedikit masalah dengan memori otaknya, dia memiliki kecenderungan untuk melupakan sesuatu.Padahal gadis itu harus bisa mengendalikan kekurangannya, mau tidak mau."Ah, iya. Happy Birthday, Vella," ucap Anna dengan canggung. Hampir saja dia tidak mengingatnya."Haha, nanti besok malam saja ucapannya. Dan jangan lupa untuk membawa pasanganmu, Anna," imbuh Vella mengingatkan."Hah, pasangan?!" pekik Anna."Iya, pasangan. Soalnya pestaku akan mengadakan acara dansa bersama dipertengahan acara nanti, lebih lengkapnya bisa kamu cek sendiri di undangannya," ujar Vella menjelaskan."Okay, terima kasih buat undangannya," balas Anna dengan tersenyum masam."Siap, jangan sampai t
Anna sedang memikirkan keadaan Julian sekarang, sampai-sampai dia menjadi tidak fokus untuk mengerjakan sesuatu di kantor. Para rekan kerjanya juga turut menjadi khawatir melihat Anna yang seperti ini."Anna, kamu izin pulang saja sekarang," saran Ailee rekan sekantornya."Ah, tidak perlu. Sebentar lagi kita juga pulang bukan," tolak Anna secara halus."Tapi kami semua mengkhawatirkan kamu, Anna. Seharian ini kamu menjadi tidak fokus, tidak seperti kamu yang biasanya," ungkap Ailee khawatir.Anna melihat ke seluruh ruangan, dapat dilihat semua rekan kerja Anna sedang menatapnya khawatir. Anna menjadi merasa tidak enak sudah membuat mereka semua mengkhawatirkan dirinya."Maaf, karena membuat kalian semua khawatir. Tapi aku sekarang sudah agak baikan. Jadi, jangan khawatirkan aku lagi ya teman-teman," ujar Anna sembari mengerlingkan matanya menggoda.Banyak di antara rekan kerja
"Maaf, Anna. Aku tidak bisa menemanimu pergi ke pesta. Karena kemungkinan aku baru bisa diizinkan pulang besok pagi," ujar Julian tidak enak hati."Tidak apa, jangan dipikirkan. Aku lah yang seharusnya khawatir, kamu kan jadi tidak bisa ikut bersenang-senang denganku di pesta," canda Anna.Anna memang cukup mengkhawatirkan wanita itu. Julian dirawat sendiri di sini tanpa adanya seseorang yang menemani. Anna tidak berani bertanya soal itu kepada Julian, karena menurutnya hal ini merupakan bagian dari privasinya. Anna hanya bisa menunggu sampai wanita itu sendiri yang menceritakannya padanya."Aku akan buat pesta sendiri nanti," balasnya dengan wajah cemberut."Yang penting, kamu harus sehat dulu sekarang," ujar Anna menasehati."Yes, Mam," gurau Julian.Dan mereka berdua pun tertawa bersama. Anna sudah menemani Julian sejak dia pulang dari kerja, sekitar dua jam yang lalu. Anna tidak
~Anna POV~"Apa?!" teriakku."Kamu tidak salah, Al? Ini hanya candaan kamu saja, bukan?" lanjutku bertanya.Apa-apaan ini, yang benar saja. Albern memintaku untuk menjadi kekasihnya, ini sama sekali tidak pernah terlintas di kepalaku. Ku pikir Al akan meminta sesuatu kepadaku, tapi yang pasti bukan untuk menjadi kekasihnya. Ini benar-benar mengejutkanku.Ya Tuhan, apa aku hanya salah mendengar tadi. Iya, pasti begitu. Tidak mungkin Al menembakku. Yang benar saja, kami baru saja bertemu beberapa hari yang lalu loh. Belum lagi dengan identitas Al yang belum ku ketahui, nama belakangnya saja aku tidak tahu."Aku tidak bercanda, Anna. Aku serius," ujar Al menyadarkanku."Tapi ... bahkan aku belum tahu banyak tentangmu, Albern.""Kau bisa mencari tahunya sendiri setelah menjadi kekasih ku, Anna," balas Albern."S-sebentar, kamu benar-benar serius?" tanya
~Anna POV~"Apa?!" teriakku."Kamu tidak salah, Al? Ini hanya candaan kamu saja, bukan?" lanjutku bertanya.Apa-apaan ini, yang benar saja. Albern memintaku untuk menjadi kekasihnya, ini sama sekali tidak pernah terlintas di kepalaku. Ku pikir Al akan meminta sesuatu kepadaku, tapi yang pasti bukan untuk menjadi kekasihnya. Ini benar-benar mengejutkanku.Ya Tuhan, apa aku hanya salah mendengar tadi. Iya, pasti begitu. Tidak mungkin Al menembakku. Yang benar saja, kami baru saja bertemu beberapa hari yang lalu loh. Belum lagi dengan identitas Al yang belum ku ketahui, nama belakangnya saja aku tidak tahu."Aku tidak bercanda, Anna. Aku serius," ujar Al menyadarkanku."Tapi ... bahkan aku belum tahu banyak tentangmu, Albern.""Kau bisa mencari tahunya sendiri setelah menjadi kekasih ku, Anna," balas Albern."S-sebentar, kamu benar-benar serius?" tanya
"Maaf, Anna. Aku tidak bisa menemanimu pergi ke pesta. Karena kemungkinan aku baru bisa diizinkan pulang besok pagi," ujar Julian tidak enak hati."Tidak apa, jangan dipikirkan. Aku lah yang seharusnya khawatir, kamu kan jadi tidak bisa ikut bersenang-senang denganku di pesta," canda Anna.Anna memang cukup mengkhawatirkan wanita itu. Julian dirawat sendiri di sini tanpa adanya seseorang yang menemani. Anna tidak berani bertanya soal itu kepada Julian, karena menurutnya hal ini merupakan bagian dari privasinya. Anna hanya bisa menunggu sampai wanita itu sendiri yang menceritakannya padanya."Aku akan buat pesta sendiri nanti," balasnya dengan wajah cemberut."Yang penting, kamu harus sehat dulu sekarang," ujar Anna menasehati."Yes, Mam," gurau Julian.Dan mereka berdua pun tertawa bersama. Anna sudah menemani Julian sejak dia pulang dari kerja, sekitar dua jam yang lalu. Anna tidak
Anna sedang memikirkan keadaan Julian sekarang, sampai-sampai dia menjadi tidak fokus untuk mengerjakan sesuatu di kantor. Para rekan kerjanya juga turut menjadi khawatir melihat Anna yang seperti ini."Anna, kamu izin pulang saja sekarang," saran Ailee rekan sekantornya."Ah, tidak perlu. Sebentar lagi kita juga pulang bukan," tolak Anna secara halus."Tapi kami semua mengkhawatirkan kamu, Anna. Seharian ini kamu menjadi tidak fokus, tidak seperti kamu yang biasanya," ungkap Ailee khawatir.Anna melihat ke seluruh ruangan, dapat dilihat semua rekan kerja Anna sedang menatapnya khawatir. Anna menjadi merasa tidak enak sudah membuat mereka semua mengkhawatirkan dirinya."Maaf, karena membuat kalian semua khawatir. Tapi aku sekarang sudah agak baikan. Jadi, jangan khawatirkan aku lagi ya teman-teman," ujar Anna sembari mengerlingkan matanya menggoda.Banyak di antara rekan kerja
"Anna, nanti datang, ya, ke pesta ulang tahunku!" seru Vella sambil menyerahkan selembar undangan pada Anna.Siapa wanita ini, pikir Anna mengingat-ingat. Anna memang memiliki sedikit masalah dengan memori otaknya, dia memiliki kecenderungan untuk melupakan sesuatu.Padahal gadis itu harus bisa mengendalikan kekurangannya, mau tidak mau."Ah, iya. Happy Birthday, Vella," ucap Anna dengan canggung. Hampir saja dia tidak mengingatnya."Haha, nanti besok malam saja ucapannya. Dan jangan lupa untuk membawa pasanganmu, Anna," imbuh Vella mengingatkan."Hah, pasangan?!" pekik Anna."Iya, pasangan. Soalnya pestaku akan mengadakan acara dansa bersama dipertengahan acara nanti, lebih lengkapnya bisa kamu cek sendiri di undangannya," ujar Vella menjelaskan."Okay, terima kasih buat undangannya," balas Anna dengan tersenyum masam."Siap, jangan sampai t
Seakan waktu terhenti, aku lantas memandangi Albern yang baru saja mengatakan hal yang manis padaku. Jangan bilang kalau aku sedang baper sekarang."Menyukai apa, Al. Aku?" tanyaku dengan penuh rasa percaya diri."Bukan kau, tapi tingkahmu," sanggah Al.Ah, aku sakit hati teman-teman. Dia sih yang membuat aku salah paham terlebih dulu. Siapa coba yang tidak senang kalau disukai oleh Albern si tampan. Tapi tetap saja bukan."Kamu baru saja menyakiti hatiku, Al," ungkapku berlebihan."Apa?""Tidak jadi, lupakan saja," ucapku buru-buru.Bagaimana bisa aku bertingkah seperti ini padanya. Bagaimana pun, kami ini masih menjadi orang asing dan bukanlah sepasang kekasih. Apalagi kami ini baru saja bertemu kemarin malam. Tapi biarlah, aku juga bahagia bertingkah seperti itu di hadapannya."Kamu sudah makan siang?" tanyaku mencoba untuk mengalihkan.
Entah kenapa, Julian yang mendengar pertanyaanku raut wajahnya seperti sangat terkejut. Ada apa memangnya, apa aku mengatakan sesuatu yang salah padanya."Julian, kenapa?" tanyaku khawatir."Tidak, Anna. Aku tidak apa-apa," jawabnya gugup."Wajahmu mengatakan hal yang sebaliknya. Julian, apa aku menanyakan hal yang salah?" tanyaku cemas."Tidak, Anna. Kau tidak salah, aku hanya merasa sedikit tidak enak badan," jawab Julian."Baiklah kalau begitu. Ayo, sebaiknya kamu pergi beristirahat sebentar. Mumpung jam istirahat masih berlangsung agak lama," ujarku memberi saran."Terima kasih, Anna.""Sama-sama, Sayang," gurauku.Melihatnya seperti itu, membuatku sedikit terkejut dan merasa aneh. Ini salah, mun
Di lain tempat, ada sepasang pria dan wanita yang sedang membicarakan sesuatu yang sepertinya cukup serius. Dapat dilihat dari sang wanita yang tampak tidak setuju dengan apa yang dibicarakan oleh sang pria."Mau sampai kapan kau ingin menyembunyikan itu?" tanya sang wanita."....""Mau sampai kapan kau mau menyembunyikannya dari Anna, Liam?" tanya Julian pada akhirnya. Ya, wanita itu adalah Julian."Sampai dia mengingatku lagi," jawab Liam singkat."Tapi itu hal yang mustahil, bodoh. Kalian bertemu sepuluh tahun yang lalu, terus apalagi yang kau harapkan dari itu?" tanya wanita itu lagi."Anna pasti akan mengingatku, aku sangat yakin dia pasti akan mengingatku suatu hari nanti," jawab Liam tegas."Coba kau pikirkan baik-baik dengan ak
Di dapur, aku memilih untuk memasak masakan rumahan yang sederhana. Alasannya sih, karena simpel dan cepat matangnya. Aku cuma membuat tiga menu masakan andalanku. Yaitu tumis sayur, omelette, dan sambal."Kira-kira Al doyan sama masakan gue nggak ya. Eh, tapi bule zaman sekarang sudah pada doyan makan sambal kan," gumamku."Anna?"Tiba-tiba saja Albern muncul dari belakang, mengagetkanku. Hampir saja aku memukulnya dengan sendok nasi, untung saja aku masih bisa menahannya. Kalau tidak, betapa sayangnya bila jidatnya yang mulus itu menjadi benjol karenaku."Iya, Al. Ada apa?" tanyaku pada akhirnya."Masakanmu harum," jawabnya."Oh, apakah kamu suka dengan aromanya?" tanyaku lagi."Ya. Anna, itu masakan apa?" tanyanya balik.
"Kau mencari ini, Nona?" tanya seseorang dengan suara yang tidak terdengar asing lagi di telingaku."Iya, itu dompetku," jawabku singkat. Syukurlah dompet itu tidak jadi hilang."Kau terlalu ceroboh," sindir pria itu sembari menyerahkan dompet itu padaku."Ya, aku tahu. Terima kasih sekali lagi, ehm?""Albern.""Oke, Tuan Albern. Aku Anna, Annandya. Salam kenal dan terima kasih atas bantuannya," ucapku tulus."Ya, tapi aku tak membutuhkan ucapan terima kasihmu.""Excuse me?" tanyaku tidak yakin. Mana mungkin pria sepertinya bisa bersikap sekasar itu kepada seorang wanita sepertiku."Biarkan aku menginap di rumahmu," jawabnya. Pria ini benar-benar sedang menguji kesabaranku.