Aku curiga, pasti ada seseorang yang dengan sengaja menjebakku. Entah apa yang menjadi alasan si pelaku untuk menjebakku. Tapi aku harus berterima kasih padanya nanti. Berkat dia, aku sekarang sudah memutuskan untuk memberi password pada komputerku. Agar kejadian yang sama tidak kembali terulang.
"Anna, aku minta maaf soal yang tadi. Aku bukannya bermaksud untuk meninggalkanmu bersama Liam. Tapi karena aku sudah berjanji untuk membantunya mendekatimu makanya—"
"Sudahlah jangan dipikirkan, Julian. Aku sudah melupakannya," potongku.
Setelah itu, aku pun mulai menceritakan semua kejadian yang kualami tadi kepada Julian. Aku memang sedang tidak ingin membahas soal Pak Liam di sini. Aku hanya sedang pusing memikirkan masalah yang kuhadapi kali ini.
"Tapi, bagaimana dengan kejadian yang barusan. Siapa sebenarnya yang tega melakukan itu kepada Anna kesayanganku ini. Awas saja kalau dia sudah ketahuan olehku," geramnya tidak terima.
"Sabar, aku yakin inilah yang paling dinantikannya. Dia hanya ingin menguji kesabaran kita, kalau kita menunjukkan amarah berarti kitalah yang kalah," ucapku sebisa mungkin memberikan penjelasan kepadanya dengan mudah.
"Pengaturan macam apa itu, Anna?" tanyanya sarkas.
"Aku masih tidak terima, ya. Dia asal main mengganggumu, memakai komputer orang tanpa izin lagi. Benar-benar keterlaluan. Apa dia tidak memikirkan dulu konsekuensi yang akan kau terima. Ish," kesalnya.
"Sudah, ya. Aku mau pergi ke toilet dulu. Kamu mau ikut?" tanyaku menawarkan.
"Aku temenin, sekalian mau ambil air putih," jawabnya.
Selanjutnya kami pun berjalan beriringan, aku pergi menuju toilet dan dia menuju ke pantry.
"Aku tunggu di pantry, ya. Kalau sudah selesai kau langsung ke sini saja," ucapnya mengingatkan.
"Siap."
***
Setelah berada di kamar mandi, aku pun masuk ke dalam bilik nomor tiga paling pojok. Setelah kukunci, aku langsung melanjutkan niat untuk buang air.
Tak disangka-sangka, saat aku masih di dalam bilik. Aku mendengar sebuah suara yang lumayan kukenal, yaitu suara milik Olla. Maka dari itu aku memutuskan untuk berdiam lebih lama di dalam bilik ini.
"Eh, tau gak guys. Tadi aku berhasil loh, menyabotase komputer milik tuh stranger, si Anna," jelas Olla mengejutkanku.
"Serius kamu?" tanya suara yang lain, aku tidak tahu itu suara siapa.
"Iya serius, ya kali kan aku berbohong," jawab Olla yakin.
"Memangnya itu tidak terlalu berlebihan?" tanya suara yang tadi, agak khawatir.
"Enggaklah, salah sendiri tadi dia ninggalin aku marah-marah di kedai orang. Bikin malu aku, tau gak, sih," jawab Olla dengan nada menggebu-gebu.
"Tapi bener, loh, kata Jesicca. Dengar-dengar, tadi si Anna dipanggil ke ruangannya Mrs.Joanna. Udah gawat kan itu berarti, Olla nggak kasihan sama dia?" tanya suara yang lain lagi.
"Gak, ngapain juga kasihan haha," jawab Olla dengan tawa penuh rasa kepuasan.
Untung saja mereka tidak tahu kalau aku juga sedang berada di kamar mandi yang sama dengan mereka. Aku tidak akan menangis, kalian tenang saja.
Syukurlah aku dikaruniai pikiran yang sehat oleh Tuhan. Jadi, diam-diam aku sudah merekam pembicaraan mereka untuk kujadikan bukti kepada Bu Joanna. Agar beliau tidak lagi salah paham terhadapku.
Ada-ada saja Olla ini, gara-gara dia aku jadi dihukum lembur tanpa bayaran sampai file milik Bu Joanna kembali lagi seperti keadaan yang semula. Padahal aku ingin sekali pulang cepat hari ini.
***
Singkat cerita, sekarang sudah pukul sebelas malam waktu setempat. Karyawan yang lainnya sudah pulang semua, hanya tersisa aku dan keamanan yang masih tinggal di kantor ini.
Sebelumnya, Julian dan Pak Liam memaksaku untuk mengizinkan mereka menemaniku lembur. Tapi aku tidak ingin diganggu oleh mereka berdua, makanya aku memutuskan untuk menolak bantuan dari mereka secara halus.
"Akhirnya selesai juga," gumamku.
Tidak ingin membuang-buang waktu lagi, aku pun langsung melangkah pergi meninggalkan kantor. Aku tidak sabar untuk sampai ke apartemenku.
Jalanan di kota ini masih saja ramai, meski hari sudah mulai malam. Setelah mampir ke sebuah swalayan untuk membeli bahan makanan, aku pun lantas kembali berjalan kaki menuju ke apartemenku.
Aku tidak yakin dengan penampilanku sekarang, yang pasti sangat berantakan bukan. Tadi saja saat melewati kaca di swalayan, ah sudahlah. Sebentar lagi juga akan sampai, jadi aku bisa membersihkan diriku di sana.
"Ah, capek banget hari ini," gerutuku.
Sambil terus berjalan dengan menenteng tas di tangan kiri dan kantung plastik di tangan kanan, aku masih berusaha untuk berjalan dengan baik. Meski barang bawaanku ini lumayan berat.
Banyak hal buruk yang kualami hari ini. Aku sedikit kesal dengan apa yang terjadi. Bisa-bisanya Olla nekat melakukan itu pada dirinya, sebenci itukah dirinya padaku.
Pak Damian juga, beliaulah yang telah menyuruhku untuk bekerja lembur hari ini. Atas perintah dari Bu Joanna, sih, tapi tetap saja itu membuatku kesal.
***
"Pak Bos tega banget nyuruh gue buat kerja lembur sendirian. Nggak tahu apa kalau gue ini masih tetep perempuan, belum kawin lagi. Kalau gua diculik orang gimana, dijual gimana, terus diper—"
"Dih, amit-amit. Amit-amit Ya Tuhan, jangan sampai," lanjutku.
Astaga, seseorang menabrak ku atau aku yang menabraknya. Entahlah, yang pasti itu terjadi dengan sangat cepat. Eh, tapi kok aku tidak merasakan sakit atau apa pun ya.
"Permisi, Nona, tanganku sudah mulai pegal."
Benar, ada tangan yang melingkari pinggangku sekarang. Tunggu sebentar, ini kan suara seorang pria. Jangan-jangan yang memelukku juga ... ah sialan.
Aku pun langsung buru-buru bangkit dan melepaskan diri dari 'pelukan' pria itu sambil membenahi pakaianku yang kusut. Ya Tuhan, tolong tenangkan jantungku. Eh, tapi jangan dihentikan, ya, nanti aku mati Tuhan.
Diam-diam aku melirik ke arah pria yang telah menolongku itu, dan aku pun langsung terpesona. Kagum maksudnya.
Apa-apaan wajah tampan pria ini. Sangat tidak manusiawi, ah, bukan. Wajahnya terlalu sempurna. Baru kali aku bertemu pria setampan dia.
Oh iya, aku kan belum berterima kasih kepadanya. Betapa tidak sopannya diriku ini.
"Terima kasih atas bantuanmu, dan maaf soal yang barusan," ucapku sedikit tidak enak hati.
"Lain kali berhati-hatilah, Nona."
"Ah, tentu. Terima kasih sekali lagi. Kalau begitu, aku permisi dulu," pamitku.
***
Sepuluh menit sudah berlalu semenjak kejadian yang kualami tadi. Aku pun juga hampir sampai ke apartemenku, ah senangnya. Pokoknya aku akan langsung pergi ke kamar mandi untuk berendam, oh tidak lupa dengan ditemani lilin aroma terapi ku tentu saja.
Eh, tapi kok. Dompetku mana ya, jangan-jangan itu terjatuh waktu kejadian tadi. Sialan, baru saja aku senang akan berendam di kamar mandi. Kalau begitu, aku akan meletakkan tas dan kantung ini dulu.
Selanjutnya, setelah aku sudah sampai di tempat yang tadi. Lumayan jauh sih dari apartemenku. Tapi tak apa, ini demi dompet kesayanganku. Semangat.
"Ah, di sana tadi tempatnya," gumamku pelan.
Aduh, mana sih dompetnya. Bisa gawat kalau dompet itu benar-benar menghilang kan. Bisa-bisa aku akan terpaksa berpuasa, karena semua uang, kartu atm, dan yang lain berada di sana semua.
"Kau mencari ini, Nona?"
"Kau mencari ini, Nona?" tanya seseorang dengan suara yang tidak terdengar asing lagi di telingaku."Iya, itu dompetku," jawabku singkat. Syukurlah dompet itu tidak jadi hilang."Kau terlalu ceroboh," sindir pria itu sembari menyerahkan dompet itu padaku."Ya, aku tahu. Terima kasih sekali lagi, ehm?""Albern.""Oke, Tuan Albern. Aku Anna, Annandya. Salam kenal dan terima kasih atas bantuannya," ucapku tulus."Ya, tapi aku tak membutuhkan ucapan terima kasihmu.""Excuse me?" tanyaku tidak yakin. Mana mungkin pria sepertinya bisa bersikap sekasar itu kepada seorang wanita sepertiku."Biarkan aku menginap di rumahmu," jawabnya. Pria ini benar-benar sedang menguji kesabaranku.
Di dapur, aku memilih untuk memasak masakan rumahan yang sederhana. Alasannya sih, karena simpel dan cepat matangnya. Aku cuma membuat tiga menu masakan andalanku. Yaitu tumis sayur, omelette, dan sambal."Kira-kira Al doyan sama masakan gue nggak ya. Eh, tapi bule zaman sekarang sudah pada doyan makan sambal kan," gumamku."Anna?"Tiba-tiba saja Albern muncul dari belakang, mengagetkanku. Hampir saja aku memukulnya dengan sendok nasi, untung saja aku masih bisa menahannya. Kalau tidak, betapa sayangnya bila jidatnya yang mulus itu menjadi benjol karenaku."Iya, Al. Ada apa?" tanyaku pada akhirnya."Masakanmu harum," jawabnya."Oh, apakah kamu suka dengan aromanya?" tanyaku lagi."Ya. Anna, itu masakan apa?" tanyanya balik.
Di lain tempat, ada sepasang pria dan wanita yang sedang membicarakan sesuatu yang sepertinya cukup serius. Dapat dilihat dari sang wanita yang tampak tidak setuju dengan apa yang dibicarakan oleh sang pria."Mau sampai kapan kau ingin menyembunyikan itu?" tanya sang wanita."....""Mau sampai kapan kau mau menyembunyikannya dari Anna, Liam?" tanya Julian pada akhirnya. Ya, wanita itu adalah Julian."Sampai dia mengingatku lagi," jawab Liam singkat."Tapi itu hal yang mustahil, bodoh. Kalian bertemu sepuluh tahun yang lalu, terus apalagi yang kau harapkan dari itu?" tanya wanita itu lagi."Anna pasti akan mengingatku, aku sangat yakin dia pasti akan mengingatku suatu hari nanti," jawab Liam tegas."Coba kau pikirkan baik-baik dengan ak
Entah kenapa, Julian yang mendengar pertanyaanku raut wajahnya seperti sangat terkejut. Ada apa memangnya, apa aku mengatakan sesuatu yang salah padanya."Julian, kenapa?" tanyaku khawatir."Tidak, Anna. Aku tidak apa-apa," jawabnya gugup."Wajahmu mengatakan hal yang sebaliknya. Julian, apa aku menanyakan hal yang salah?" tanyaku cemas."Tidak, Anna. Kau tidak salah, aku hanya merasa sedikit tidak enak badan," jawab Julian."Baiklah kalau begitu. Ayo, sebaiknya kamu pergi beristirahat sebentar. Mumpung jam istirahat masih berlangsung agak lama," ujarku memberi saran."Terima kasih, Anna.""Sama-sama, Sayang," gurauku.Melihatnya seperti itu, membuatku sedikit terkejut dan merasa aneh. Ini salah, mun
Seakan waktu terhenti, aku lantas memandangi Albern yang baru saja mengatakan hal yang manis padaku. Jangan bilang kalau aku sedang baper sekarang."Menyukai apa, Al. Aku?" tanyaku dengan penuh rasa percaya diri."Bukan kau, tapi tingkahmu," sanggah Al.Ah, aku sakit hati teman-teman. Dia sih yang membuat aku salah paham terlebih dulu. Siapa coba yang tidak senang kalau disukai oleh Albern si tampan. Tapi tetap saja bukan."Kamu baru saja menyakiti hatiku, Al," ungkapku berlebihan."Apa?""Tidak jadi, lupakan saja," ucapku buru-buru.Bagaimana bisa aku bertingkah seperti ini padanya. Bagaimana pun, kami ini masih menjadi orang asing dan bukanlah sepasang kekasih. Apalagi kami ini baru saja bertemu kemarin malam. Tapi biarlah, aku juga bahagia bertingkah seperti itu di hadapannya."Kamu sudah makan siang?" tanyaku mencoba untuk mengalihkan.
"Anna, nanti datang, ya, ke pesta ulang tahunku!" seru Vella sambil menyerahkan selembar undangan pada Anna.Siapa wanita ini, pikir Anna mengingat-ingat. Anna memang memiliki sedikit masalah dengan memori otaknya, dia memiliki kecenderungan untuk melupakan sesuatu.Padahal gadis itu harus bisa mengendalikan kekurangannya, mau tidak mau."Ah, iya. Happy Birthday, Vella," ucap Anna dengan canggung. Hampir saja dia tidak mengingatnya."Haha, nanti besok malam saja ucapannya. Dan jangan lupa untuk membawa pasanganmu, Anna," imbuh Vella mengingatkan."Hah, pasangan?!" pekik Anna."Iya, pasangan. Soalnya pestaku akan mengadakan acara dansa bersama dipertengahan acara nanti, lebih lengkapnya bisa kamu cek sendiri di undangannya," ujar Vella menjelaskan."Okay, terima kasih buat undangannya," balas Anna dengan tersenyum masam."Siap, jangan sampai t
Anna sedang memikirkan keadaan Julian sekarang, sampai-sampai dia menjadi tidak fokus untuk mengerjakan sesuatu di kantor. Para rekan kerjanya juga turut menjadi khawatir melihat Anna yang seperti ini."Anna, kamu izin pulang saja sekarang," saran Ailee rekan sekantornya."Ah, tidak perlu. Sebentar lagi kita juga pulang bukan," tolak Anna secara halus."Tapi kami semua mengkhawatirkan kamu, Anna. Seharian ini kamu menjadi tidak fokus, tidak seperti kamu yang biasanya," ungkap Ailee khawatir.Anna melihat ke seluruh ruangan, dapat dilihat semua rekan kerja Anna sedang menatapnya khawatir. Anna menjadi merasa tidak enak sudah membuat mereka semua mengkhawatirkan dirinya."Maaf, karena membuat kalian semua khawatir. Tapi aku sekarang sudah agak baikan. Jadi, jangan khawatirkan aku lagi ya teman-teman," ujar Anna sembari mengerlingkan matanya menggoda.Banyak di antara rekan kerja
"Maaf, Anna. Aku tidak bisa menemanimu pergi ke pesta. Karena kemungkinan aku baru bisa diizinkan pulang besok pagi," ujar Julian tidak enak hati."Tidak apa, jangan dipikirkan. Aku lah yang seharusnya khawatir, kamu kan jadi tidak bisa ikut bersenang-senang denganku di pesta," canda Anna.Anna memang cukup mengkhawatirkan wanita itu. Julian dirawat sendiri di sini tanpa adanya seseorang yang menemani. Anna tidak berani bertanya soal itu kepada Julian, karena menurutnya hal ini merupakan bagian dari privasinya. Anna hanya bisa menunggu sampai wanita itu sendiri yang menceritakannya padanya."Aku akan buat pesta sendiri nanti," balasnya dengan wajah cemberut."Yang penting, kamu harus sehat dulu sekarang," ujar Anna menasehati."Yes, Mam," gurau Julian.Dan mereka berdua pun tertawa bersama. Anna sudah menemani Julian sejak dia pulang dari kerja, sekitar dua jam yang lalu. Anna tidak
~Anna POV~"Apa?!" teriakku."Kamu tidak salah, Al? Ini hanya candaan kamu saja, bukan?" lanjutku bertanya.Apa-apaan ini, yang benar saja. Albern memintaku untuk menjadi kekasihnya, ini sama sekali tidak pernah terlintas di kepalaku. Ku pikir Al akan meminta sesuatu kepadaku, tapi yang pasti bukan untuk menjadi kekasihnya. Ini benar-benar mengejutkanku.Ya Tuhan, apa aku hanya salah mendengar tadi. Iya, pasti begitu. Tidak mungkin Al menembakku. Yang benar saja, kami baru saja bertemu beberapa hari yang lalu loh. Belum lagi dengan identitas Al yang belum ku ketahui, nama belakangnya saja aku tidak tahu."Aku tidak bercanda, Anna. Aku serius," ujar Al menyadarkanku."Tapi ... bahkan aku belum tahu banyak tentangmu, Albern.""Kau bisa mencari tahunya sendiri setelah menjadi kekasih ku, Anna," balas Albern."S-sebentar, kamu benar-benar serius?" tanya
"Maaf, Anna. Aku tidak bisa menemanimu pergi ke pesta. Karena kemungkinan aku baru bisa diizinkan pulang besok pagi," ujar Julian tidak enak hati."Tidak apa, jangan dipikirkan. Aku lah yang seharusnya khawatir, kamu kan jadi tidak bisa ikut bersenang-senang denganku di pesta," canda Anna.Anna memang cukup mengkhawatirkan wanita itu. Julian dirawat sendiri di sini tanpa adanya seseorang yang menemani. Anna tidak berani bertanya soal itu kepada Julian, karena menurutnya hal ini merupakan bagian dari privasinya. Anna hanya bisa menunggu sampai wanita itu sendiri yang menceritakannya padanya."Aku akan buat pesta sendiri nanti," balasnya dengan wajah cemberut."Yang penting, kamu harus sehat dulu sekarang," ujar Anna menasehati."Yes, Mam," gurau Julian.Dan mereka berdua pun tertawa bersama. Anna sudah menemani Julian sejak dia pulang dari kerja, sekitar dua jam yang lalu. Anna tidak
Anna sedang memikirkan keadaan Julian sekarang, sampai-sampai dia menjadi tidak fokus untuk mengerjakan sesuatu di kantor. Para rekan kerjanya juga turut menjadi khawatir melihat Anna yang seperti ini."Anna, kamu izin pulang saja sekarang," saran Ailee rekan sekantornya."Ah, tidak perlu. Sebentar lagi kita juga pulang bukan," tolak Anna secara halus."Tapi kami semua mengkhawatirkan kamu, Anna. Seharian ini kamu menjadi tidak fokus, tidak seperti kamu yang biasanya," ungkap Ailee khawatir.Anna melihat ke seluruh ruangan, dapat dilihat semua rekan kerja Anna sedang menatapnya khawatir. Anna menjadi merasa tidak enak sudah membuat mereka semua mengkhawatirkan dirinya."Maaf, karena membuat kalian semua khawatir. Tapi aku sekarang sudah agak baikan. Jadi, jangan khawatirkan aku lagi ya teman-teman," ujar Anna sembari mengerlingkan matanya menggoda.Banyak di antara rekan kerja
"Anna, nanti datang, ya, ke pesta ulang tahunku!" seru Vella sambil menyerahkan selembar undangan pada Anna.Siapa wanita ini, pikir Anna mengingat-ingat. Anna memang memiliki sedikit masalah dengan memori otaknya, dia memiliki kecenderungan untuk melupakan sesuatu.Padahal gadis itu harus bisa mengendalikan kekurangannya, mau tidak mau."Ah, iya. Happy Birthday, Vella," ucap Anna dengan canggung. Hampir saja dia tidak mengingatnya."Haha, nanti besok malam saja ucapannya. Dan jangan lupa untuk membawa pasanganmu, Anna," imbuh Vella mengingatkan."Hah, pasangan?!" pekik Anna."Iya, pasangan. Soalnya pestaku akan mengadakan acara dansa bersama dipertengahan acara nanti, lebih lengkapnya bisa kamu cek sendiri di undangannya," ujar Vella menjelaskan."Okay, terima kasih buat undangannya," balas Anna dengan tersenyum masam."Siap, jangan sampai t
Seakan waktu terhenti, aku lantas memandangi Albern yang baru saja mengatakan hal yang manis padaku. Jangan bilang kalau aku sedang baper sekarang."Menyukai apa, Al. Aku?" tanyaku dengan penuh rasa percaya diri."Bukan kau, tapi tingkahmu," sanggah Al.Ah, aku sakit hati teman-teman. Dia sih yang membuat aku salah paham terlebih dulu. Siapa coba yang tidak senang kalau disukai oleh Albern si tampan. Tapi tetap saja bukan."Kamu baru saja menyakiti hatiku, Al," ungkapku berlebihan."Apa?""Tidak jadi, lupakan saja," ucapku buru-buru.Bagaimana bisa aku bertingkah seperti ini padanya. Bagaimana pun, kami ini masih menjadi orang asing dan bukanlah sepasang kekasih. Apalagi kami ini baru saja bertemu kemarin malam. Tapi biarlah, aku juga bahagia bertingkah seperti itu di hadapannya."Kamu sudah makan siang?" tanyaku mencoba untuk mengalihkan.
Entah kenapa, Julian yang mendengar pertanyaanku raut wajahnya seperti sangat terkejut. Ada apa memangnya, apa aku mengatakan sesuatu yang salah padanya."Julian, kenapa?" tanyaku khawatir."Tidak, Anna. Aku tidak apa-apa," jawabnya gugup."Wajahmu mengatakan hal yang sebaliknya. Julian, apa aku menanyakan hal yang salah?" tanyaku cemas."Tidak, Anna. Kau tidak salah, aku hanya merasa sedikit tidak enak badan," jawab Julian."Baiklah kalau begitu. Ayo, sebaiknya kamu pergi beristirahat sebentar. Mumpung jam istirahat masih berlangsung agak lama," ujarku memberi saran."Terima kasih, Anna.""Sama-sama, Sayang," gurauku.Melihatnya seperti itu, membuatku sedikit terkejut dan merasa aneh. Ini salah, mun
Di lain tempat, ada sepasang pria dan wanita yang sedang membicarakan sesuatu yang sepertinya cukup serius. Dapat dilihat dari sang wanita yang tampak tidak setuju dengan apa yang dibicarakan oleh sang pria."Mau sampai kapan kau ingin menyembunyikan itu?" tanya sang wanita."....""Mau sampai kapan kau mau menyembunyikannya dari Anna, Liam?" tanya Julian pada akhirnya. Ya, wanita itu adalah Julian."Sampai dia mengingatku lagi," jawab Liam singkat."Tapi itu hal yang mustahil, bodoh. Kalian bertemu sepuluh tahun yang lalu, terus apalagi yang kau harapkan dari itu?" tanya wanita itu lagi."Anna pasti akan mengingatku, aku sangat yakin dia pasti akan mengingatku suatu hari nanti," jawab Liam tegas."Coba kau pikirkan baik-baik dengan ak
Di dapur, aku memilih untuk memasak masakan rumahan yang sederhana. Alasannya sih, karena simpel dan cepat matangnya. Aku cuma membuat tiga menu masakan andalanku. Yaitu tumis sayur, omelette, dan sambal."Kira-kira Al doyan sama masakan gue nggak ya. Eh, tapi bule zaman sekarang sudah pada doyan makan sambal kan," gumamku."Anna?"Tiba-tiba saja Albern muncul dari belakang, mengagetkanku. Hampir saja aku memukulnya dengan sendok nasi, untung saja aku masih bisa menahannya. Kalau tidak, betapa sayangnya bila jidatnya yang mulus itu menjadi benjol karenaku."Iya, Al. Ada apa?" tanyaku pada akhirnya."Masakanmu harum," jawabnya."Oh, apakah kamu suka dengan aromanya?" tanyaku lagi."Ya. Anna, itu masakan apa?" tanyanya balik.
"Kau mencari ini, Nona?" tanya seseorang dengan suara yang tidak terdengar asing lagi di telingaku."Iya, itu dompetku," jawabku singkat. Syukurlah dompet itu tidak jadi hilang."Kau terlalu ceroboh," sindir pria itu sembari menyerahkan dompet itu padaku."Ya, aku tahu. Terima kasih sekali lagi, ehm?""Albern.""Oke, Tuan Albern. Aku Anna, Annandya. Salam kenal dan terima kasih atas bantuannya," ucapku tulus."Ya, tapi aku tak membutuhkan ucapan terima kasihmu.""Excuse me?" tanyaku tidak yakin. Mana mungkin pria sepertinya bisa bersikap sekasar itu kepada seorang wanita sepertiku."Biarkan aku menginap di rumahmu," jawabnya. Pria ini benar-benar sedang menguji kesabaranku.