“Takdir Allah jauh lebih baik daripada harapan dan rencanamu.”
Pesta yang begitu meriah terselenggara di sebuah mansion milik sebuah keluarga yang begitu harmonis. Semua teman, sahabat, kerabat, keluarga tujuh turunan datang dan berkumpul untuk ikut merayakan pesta ini. Acara besar yang hanya diadakan setahun sekali, yakni saat ini bertambahnya umur anak kembar—berbeda jenis kelamin—yang kini baru menginjak lima tahun. Setelah bernyanyi, meniup kue ulang tahun, serta berdoa bersama, kini para tamu undangan menikmati makanan yang telah disediakan. Semua orang tampak begitu menikmati pesta yang ada. Bercanda, tertawa, hingga berbagi cerita dengan raut wajah bahagia.
“Mau balon,” pinta anak perempuan itu kepada abang sulungnya—yang berumur sepuluh—tahun sambil menunjuk balon berwarna merah muda. Ia adalah salah satu dari anak kembar yang sedang berulang tahun. Keduanya kini berada di lantai satu, keluar dari lingkar keramaian ditemani seorang pengasuh.
"Yang mana, Putri?" tanya lembut sang kakak laki-laki, kemudian mengikuti arah yang ditunjuk sang adik. Tersenyum, ia berujar, “Iya. Bentar ya, Abang ambilin dulu.”
“Bi, tolong jaga adek saya.” Laki-laki itu mengalihkan gendongannya pada pengasuh di mansion ini. Setelahnya, pergi mengambil balon yang diinginkan sang adik.
Di sisi lain, ada seorang pria paruh baya yang sedang mengawasi anak perempuan tersebut bersama dua orang laki-laki yang merupakan suruhannya. “Gue mau kalian berdua culik anak perempuan yang lagi digendong oleh pengasuh itu,” perintahnya dengan berbisik.
“Bos, lo beneran mau nyulik? Gue takut ketahuan, Bos,” jawab salah satu di antara keduanya.
“Pakai otak lo. Cari cara buat lo berdua bisa culik, tuh, anak.” Pria itu mendelik, lalu menguluarkan sapu tangan yang terbungkus plastik.
“Gue udah siapin sapu tangan buat bikin pengasuhnya nggak sadar dan sekarang saat yang tepat.”
“Alasannya apa, Bos? Kenapa harus nyulik anak itu?” Salah satunya lagi menimpali.
“Balas dendam. Mereka udah buat gue jatuh miskin dan bikin laporan ke perusahaan-perusahaan lain sampai gue nggak bisa kerja lagi. Gara-gara mereka, istri dan anak gue kesulitan buat makan. Sampai akhirnya, istri gue minta cerai dan bawa anak gue pergi.” Tangan pria itu terkepal. Sorot matanya yang tajam tampak penuh amarah juga dendam. “Gue bakal balas apa yang udah mereka lakuin!”
“Gue benci lihat mereka bahagia, sedangkan gue menderita.” Tak lama kemudian, senyum menyeramkan terkembang di bibir pria paruh baya itu. “Gue yakin, dengan gue menculik putri mereka satu-satunya, bakal buat mereka kehilangan kebahagiaan.”
“Bos ....”
“Cepet lakuin!”
“Baik, Bos.” Keduanya secepat mungkin mengatur strategi untuk operasi penculikan anak perempuan tersebut.
Tidak lama kemudian, strategi sudah terbentuk. Mereka yakin tidak akan gagal. Setelah memastikan bahwa wajah mereka tidak akan terlihat CCTV, keduanya berjalan santai tanpa menimbulkan kesan curiga menuju arah si pengasuh. Salah satunya membekap hidung dan mulut si pengasuh dengan cepat menggunakan sapu tangan yang sudah diberi kloroform. Di saat pengasuh itu jatuh pingsan, laki-laki satunya langsung saja menangkap anak perempuan itu sembari menyeringai. “Hai, anak manis.”
Anak perempuan itu tersenyum polos. “Hai, Om.”
“Mau permen lolipop?”
“Mau, Om!” seru anak perempuan itu dengan mata berbinar.
“Ayo, ikut biar Om belikan.” Laki-laki itu langsung saja menggendong sang anak menuju arah bosnya.
Pria paruh baya dan suruhannya segera menaiki mobil, pergi dari pekarangan mansion itu. Untung saja tidak ada yang curiga, termasuk satpam yang berjaga di depan. Rencana ini sudah dipersiapkan olehnya.
Mobil yang mereka kendarai bahkan menggunakan plat palsu, sehingga akan sulit dilacak.
***
“Princess, Abang udah bawa, nih, balonnya.” Sang abang sulung kini kembali dari mengambilkan balon. Namun, alangkah terkejutnya saat melihat pengasuh sudah tergeletak di lantai. Ia bergegas menghampiri dengan rasa khawatir juga cemas yang menggelayuti ketika menyadari sang adik tidak terlihat di sana.
Laki-laki itu berlari memeriksa sekitar, tetapi nihil. Adiknya tidak kunjung ditemukan. Tanpa menunggu lebih lama, ia beralih menghampiri sang ayah yang tampak sibuk berbincang dengan rekan-rekan bisnis.
“Daddy!” teriak laki-laki itu. Saat berdiri di depan sang ayah, susah payah ia mengatur napas agar tidak tersengal.
Alis pria itu berkerut kala mendapati putra sulungnya tampak kacau. Ia berpamitan kepada rekan bisnis dan mengajak putranya sedikit menjauh dari keramaian. “Ada apa, Boy?”
“Adek, Dad! Adek nggak ada!”
Tentu saja sang ayah terkejut bukan main. Matanya memelotot tidak percaya. “Bukannya tadi sama kamu, Boy?”
“Iya, Dad. Adek tadi minta aku buat ambil balon. Jadi, aku titipin sama babysitter, tapi waktu aku balik, babysitter udah pingsan di sana. Aku udah cari adek, tapi nggak ada di mana-mana, Dad.”
Pria tersebut bergegas menuju tempat kejadian dan alangkah terkejutnya melihat babysitter yang pingsan, tetapi tidak menemukan putri satu-satunya. Ia meraih ponsel, lalu menelepon kaki tangannya.
“Cepat cari keberadaan putriku!” titah pria itu keras. Perasaannya kacau balau. Cemas juga takut merundungnya saat ini.
Setelah perintah tersebut dilayangkan. Kaki tangannya bekerja dengan cekatan. Ia mengumpulkan seluruh penjaga dan membagi dalam beberapa kelompok. Sebagian besar berpencar untuk mencari anak perempuan tersebut ke setiap sudut rumah, beberapa yang lain memeriksa CCTV guna melihat hal-hal yang berkemungkinan tampak mencurigai untuk diproses lebih lanjut.
Seorang wanita paruh baya datang dari arah belakang, menghampiri suaminya yang sedang terlihat risau. “Ada apa, Mas? Apa terjadi suatu hal sama putri kita?”
“Maafin aku, Mom.” Putra sulungnya tertunduk lesu. “Adek ... hilang.”
“Apa?!” pekik wanita itu. Ia begitu panik, kaki melemas hingga tidak kuat menopang tubuh sendiri. Hampir saja ia terjatuh apabila sang suami tidak sigap menangkapnya.
“Kamu jangan bercanda, Boy,” lirihnya dengan air mata yang meluruh.
“Mas ... ini bercanda, ‘kan? Anak kita nggak beneran hilang, ‘kan? Dia pasti lagi sembunyi karena main petak umpet, ‘kan?”
“Para bodyguard sedang mencari putri kita, Sayang.” Sang suami berusaha menenangkan istrinya di pelukan.
Tidak lama berselang, orang yang paling dipercaya keluarga itu datang dengan wajah lesu. “Mohon maaf, Tuan, putri Anda tidak ditemukan ama sekali.”
“Apakah kalian sudah mencari di sekitar?” Pria itu bertanya. Bergantung pada secercah harapan bahwa putri mereka hanya bersembunyi di sekitar wastu ini.
“Kami sudah mencari di segala penjuru rumah, tetapi hasilnya nihil. Kami juga sudah memeriksa semua rekaman CCTV yang ada. Tidak ada hal yang janggal. Namun, ada sebuah mobil yang melewati pagar rumah beberapa menit lalu.”
Ajudan tersebut menunjukkan beberapa foto yang baru saja dicetak. “Kami juga sudah menelusuri pemilik mobil tersebut dari plat nomor yang tampak. Namun, sepertinya plat itu palsu. Kemungkinan besar penculikan ini sudah direncanakan matang-matang hingga kami pun kesulitan mencari identitas pelaku.”
Tangis wanita itu pun pecah. Ia kehilangan anak perempuan satusatunya. Pesta yang semula penuh akan kebahagiaan kini terpaksa berakhir dengan penuh duka akan anggota keluarga yang hilang begitu saja.
BERSAMBUNG
"Aku tidak pernah menyangka bahwa takdir membawaku ke sini.”Sebuah mobil menepi di area persawahan daerah Tangerang. Taklama kemudian pintu terbuka dan seorang gadis kecil diturunkan begitusaja, setelahnya kendaraan beroda empat itu melaju, meninggalkan anakperempuan itu sendiri. Ia menangis ketakutan, tetapi tidak tahu harus kemana. Isaknya terdengar memilukan.Seorang perempuan yang sedang berjalan di sekitaran persawahantanpa sengaja mendengar isak tangis anak kecil. Ia mencoba mencarisumber suara, tidak ada rasa takut sama sekali karena ia seorangpemberani.“Astaghfirullah!” pekik perempuan itu saat menemukan anakkecil yang sedang menangis. Ia terburu menghampiri, kemudianmenggendongnya. “Kamu ngapain di sini, anak cantik?”Anak itu tersedu. Wajahnya memerah dengan berurai air mata.Perempuan tersebut memandang penuh iba sembari mengusappunggungnya, menyeka air mata yang mengalir deras.“Cup-cup, udah, ya, jangan nangis. Kamu aman sama saya,” ujarperempuan itu lemah le
“Kita harus menghargai diri sendiri dengan baik lebih dari apa pun,termasuk pergi dari orang yang tidak pernah menghargaimu.”Pagi menjelang. Seorang perempuan cantik masih tertidur nyenyakdi ranjang. Kamar sederhana, berbagi dengan teman pantinya.Perempuan kecil yang dulu ditemukan menangis di tepi persawahanpada malam hari, kini sudah tumbuh besar, seperti remaja pada umumnya.Tingginya kini 150 senti, wajah dengan pipi gembul, iris sebiru langit,tampak memesona. Kalung berinisal ACQAE selalu bergelantungan dileher. Diingatnya nama lengkap hanya Alvara Catania, sedangkan sisanyatidak ia ketahui. Dari sana, kemudian orang-orang memanggilnya Ara.Seorang wanita datang, kemudian menggoyang-goyangkan tubuhAra dengan pelan. “Sayang, bangun, yuk! Ara Sayang, bangun!”Tak lain dan tak bukan ialah pemilik Panti Asuhan Kasih Bunda.Namanya Nia. Dialah yang menemukan Ara malam itu dan merawatnyahingga sekarang ini. Kesehariannya mengurus panti dibantu satu-duaorang temannya. Sang su
“Jangan takut, dunia itu menarik.”Ara masuk bagian belakang kafe tempatnya bekerja. Menyapabeberapa karyawan yang ditemui, lekas berganti seragam di ruang ganti.Setelah dirasa penampilannya rapi, ia segera keluar.“Ara! Mbak minta tolong, ya, bawain minuman ini untuk meja nomertujuh!”Ara menoleh pada Mbak Santi yang memanggil, diterimanya nampantersebut, lantas bergegas mengantarkan pesanan tersebut.“Permisi,” ucap Ara sopan, lalu menata gelas minuman di mejatersebut. Saat ingin berbalik, tangannya dicekal oleh salah satu remaja disana. Ditatapnya laki-laki itu dengan alis berkerut. “Ada apa, Kak?”Kala sepasang mata itu bersitatap, sesuatu di dada menyentak hebat.Mata itu. Ia tidak percaya atas apa yang dilihat bola matanya sendiri.“Bro?” Panggilan temannya membubarkan lamunan.Laki-laki itu tersadar, lalu melepas cekalan, wajahnya berpaling.“Nggak apa-apa.”Meski merasa aneh dengan laki-laki itu, tetapi Ara tidak mau ambilpusing. Ia melenggang pergi untuk melanjutkan pe
"Kepergianmu menciptakan luka lebar dan bagian terparahnya, rindu membuat luka semakin parah.”Di sebuah mansion mewah suasana sepi juga sunyi menyelimuti.Tidak ada ramai yang mengisi karena luka masa lalu yang enggan tertutup.Setiap saat, harap mereka mulai menipis sebab belum ada sama sekalitanda-tanda sosok yang dicari lekas ditemukan. Ingin rasanya menyerah.Sudah belasan tahun mencari-cari, tetapi tak membuahkan hasil samasekali.Wanita paruh baya memandangi figura berisi foto anak kecil yangbegitu cantik, bahkan mungkin sekarang lebih cantik. Air matanyamengalir seiring rasa kerinduan yang kian menggunung. Sosok ibu yangsangat terpukul. Hingga saat ini ia pun masih meyakinkan diri bahwaputrinya masih hidup.“Sayang, kamu di mana? Mom rindu sama kamu. Apa kamu baikbaik saja di luar sana? Setiap hari Mom tidak pernah absen untukmerindukanmu dengan memandang wajah cantik kamu.”Tangis sosok ibu itu terdengar pilu. “Mengapa orang seperti merekajahat kepadamu? Mengapa harus
"Berdamai dengan takdir adalah sebaik-baiknya pilihan. Bila kamu terima apa yang ditakdirkan, pasti kamu tak akan semudah itu mempersalahkan.”Jam istirahat telah berbunyi seperti biasa. Kedua sahabat Ara pergi kekantin, sedangkan gadis itu makan bekal di kelas. Hingga bekalnya habis,jam istirahat masih tersisa, juga teman-temannya belum kembali ke kelas.Bosan, ia memutuskan untuk berjalan-jalan sejenak di taman sekolah.Sepertinya berada di sana akan sedikit menenangkan pikiran.Ara memilih untuk duduk di kursi yang telah disediakan. Dilihatnyabunga-buga mekar yang tampak indah. Awan teduh memayungi ditambahangin sepoi berembus.Tiba-tiba terlintas di pikiran Ara tentang kejadian samar yangterekam di benak. Apakah keluarga mencarinya? Mengapa dirinyasangat sulit mengingat apa yang terjadi di masa lalu? Potongan-potongankecil memorinya tidak lengkap dan cenderung samar. Namun, yangdiingatnya, ia memiliki keluarga, beberapa kakak laki-laki, ayah juga ibuyang baik, hingga tiba
“Jika ini mimpi, kumohon, jangan bangunkan aku. Aku ingin merasakankebahagiaan ini lebih lama lagi walau hanya sekadar mimpi.”Ara melangkah terburu untuk mengantarkan pesanan padapelanggan. Hari yang cukup sibuk di tempat kerja karena sedang ramairamainya didatangi pelanggan. Ia sampai di depan sebuah meja ditempatisatu orang laki-laki yang tampak terlihat sibuk sekali dengan laptop.“Permisi,” ucap Ara sopan, kemudian diangsurkannya gelasdari nampan. Entah karena tangannya terlalu licin atau kurang kuatmenggenggam gelas, minuman tersebut seketika tumpah mengenailaptop.Sontak laki-laki itu langsung terkejut. Murkanya memuncak karenasegala hal yang sedang dikerjakan musnah. “Lo buta, hah?! Nggak bisahati-hati?! Nganterin minum doang nggak becus!”“Maaf ... Kak. Saya nggak sengaja,” ujar Ara dengan bibir bergetar. Iamenunduk ketakutan.“Dengan kata maaf apa laptop gue bisa idup lagi?! Sekarang gue maulo tanggung jawab! Ganti laptop gue!”Menggeleng takut, gadis itu semakin m
“Takdir yang indah.”Saat ini Ara dalam perjalanan pulang ke rumahnya. Gadis itu diapitoleh kedua abang, sedangkan orang tuanya berada di depan karena hariini enggan memakai sopir.Dua remaja laki-laki yang saat ini bersama Ara merupakan anakkelima dan keenam Tuan Sauqi dan Nyonya Rossa, yaitu Alden AddiesonAnderson Elizabeth dan Alvaro Dirgantara Anderson Elizabeth yangkerap disapa Alden dan Aro. Alvaro sendiri merupakan saudara kembardari Ara.Mobil Tuan Sauqi sudah berada di halaman rumah mewah nan besarmiliknya. Ara turun dari mobil, menatap kagum bangunan di depan,lebih tepatnya mansion atau wastu.“Ini sekarang menjadi rumah Ara juga,” kata Sauqi seakan mengertiakan perasaan takjub anak gadisnya.“Ayo, Princess,” ajak Alden untuk masuk, tetapi Ara tetap berdiam didepan pintu rumah.Heran, Aro bertanya, “Kenapa Princess diam saja?”“Ara takut. Bagaimana kalau mereka nggak mau nerima Ara lagi?”“Mereka sekarang sangat merindukanmu, Sayang. Mana mungkinmereka tidak mener
Pahit berujung manis.”Ketiga putra Sauqi sudah sampai rumah dan berkumpul di mejamakan serta anggota keluarga lainnya, kecuali Ara karena perempuan itumasih membersihkan badan.“Ada masalah apa sampai menyuruhku pulang?” tanya putra pertamatanpa basa-basi dengan dingin, khas seorang Algeral Anggara AndersonElizabeth. “Jangan bilang, Mom menyuruhku pulang hanya karena rindu.”“Ada hal penting yang wajib kalian ketahui, terutama kalian bertiga.”“Apa?” tanya putra kedua. Ia adalah Andrian Anggara AndersonElizabeth.“Cepatlah, Dad, jangan basa-basi.” Putra ketiga tampak mencebikkesal. Namanya Andreas Leonard Anderson Elizabet.“Kita makan saja dulu. Pasti kalian bertiga sangat capek,” ucap Rossasembari tersenyum.Andri mendengkus sebal. “Kelamaan, Mom.”Rossa menghela napas panjang. “Bentar, Mom panggil dia.”Ketiga laki-laki itu saling berpandangan, tidak mengerti maksudsang mama. Dalam benak juga bertanya, siapa dia?Tak lama setelah itu, Ara datang. Perempuan itu berjalan men
Pahit berujung manis.”Ketiga putra Sauqi sudah sampai rumah dan berkumpul di mejamakan serta anggota keluarga lainnya, kecuali Ara karena perempuan itumasih membersihkan badan.“Ada masalah apa sampai menyuruhku pulang?” tanya putra pertamatanpa basa-basi dengan dingin, khas seorang Algeral Anggara AndersonElizabeth. “Jangan bilang, Mom menyuruhku pulang hanya karena rindu.”“Ada hal penting yang wajib kalian ketahui, terutama kalian bertiga.”“Apa?” tanya putra kedua. Ia adalah Andrian Anggara AndersonElizabeth.“Cepatlah, Dad, jangan basa-basi.” Putra ketiga tampak mencebikkesal. Namanya Andreas Leonard Anderson Elizabet.“Kita makan saja dulu. Pasti kalian bertiga sangat capek,” ucap Rossasembari tersenyum.Andri mendengkus sebal. “Kelamaan, Mom.”Rossa menghela napas panjang. “Bentar, Mom panggil dia.”Ketiga laki-laki itu saling berpandangan, tidak mengerti maksudsang mama. Dalam benak juga bertanya, siapa dia?Tak lama setelah itu, Ara datang. Perempuan itu berjalan men
“Takdir yang indah.”Saat ini Ara dalam perjalanan pulang ke rumahnya. Gadis itu diapitoleh kedua abang, sedangkan orang tuanya berada di depan karena hariini enggan memakai sopir.Dua remaja laki-laki yang saat ini bersama Ara merupakan anakkelima dan keenam Tuan Sauqi dan Nyonya Rossa, yaitu Alden AddiesonAnderson Elizabeth dan Alvaro Dirgantara Anderson Elizabeth yangkerap disapa Alden dan Aro. Alvaro sendiri merupakan saudara kembardari Ara.Mobil Tuan Sauqi sudah berada di halaman rumah mewah nan besarmiliknya. Ara turun dari mobil, menatap kagum bangunan di depan,lebih tepatnya mansion atau wastu.“Ini sekarang menjadi rumah Ara juga,” kata Sauqi seakan mengertiakan perasaan takjub anak gadisnya.“Ayo, Princess,” ajak Alden untuk masuk, tetapi Ara tetap berdiam didepan pintu rumah.Heran, Aro bertanya, “Kenapa Princess diam saja?”“Ara takut. Bagaimana kalau mereka nggak mau nerima Ara lagi?”“Mereka sekarang sangat merindukanmu, Sayang. Mana mungkinmereka tidak mener
“Jika ini mimpi, kumohon, jangan bangunkan aku. Aku ingin merasakankebahagiaan ini lebih lama lagi walau hanya sekadar mimpi.”Ara melangkah terburu untuk mengantarkan pesanan padapelanggan. Hari yang cukup sibuk di tempat kerja karena sedang ramairamainya didatangi pelanggan. Ia sampai di depan sebuah meja ditempatisatu orang laki-laki yang tampak terlihat sibuk sekali dengan laptop.“Permisi,” ucap Ara sopan, kemudian diangsurkannya gelasdari nampan. Entah karena tangannya terlalu licin atau kurang kuatmenggenggam gelas, minuman tersebut seketika tumpah mengenailaptop.Sontak laki-laki itu langsung terkejut. Murkanya memuncak karenasegala hal yang sedang dikerjakan musnah. “Lo buta, hah?! Nggak bisahati-hati?! Nganterin minum doang nggak becus!”“Maaf ... Kak. Saya nggak sengaja,” ujar Ara dengan bibir bergetar. Iamenunduk ketakutan.“Dengan kata maaf apa laptop gue bisa idup lagi?! Sekarang gue maulo tanggung jawab! Ganti laptop gue!”Menggeleng takut, gadis itu semakin m
"Berdamai dengan takdir adalah sebaik-baiknya pilihan. Bila kamu terima apa yang ditakdirkan, pasti kamu tak akan semudah itu mempersalahkan.”Jam istirahat telah berbunyi seperti biasa. Kedua sahabat Ara pergi kekantin, sedangkan gadis itu makan bekal di kelas. Hingga bekalnya habis,jam istirahat masih tersisa, juga teman-temannya belum kembali ke kelas.Bosan, ia memutuskan untuk berjalan-jalan sejenak di taman sekolah.Sepertinya berada di sana akan sedikit menenangkan pikiran.Ara memilih untuk duduk di kursi yang telah disediakan. Dilihatnyabunga-buga mekar yang tampak indah. Awan teduh memayungi ditambahangin sepoi berembus.Tiba-tiba terlintas di pikiran Ara tentang kejadian samar yangterekam di benak. Apakah keluarga mencarinya? Mengapa dirinyasangat sulit mengingat apa yang terjadi di masa lalu? Potongan-potongankecil memorinya tidak lengkap dan cenderung samar. Namun, yangdiingatnya, ia memiliki keluarga, beberapa kakak laki-laki, ayah juga ibuyang baik, hingga tiba
"Kepergianmu menciptakan luka lebar dan bagian terparahnya, rindu membuat luka semakin parah.”Di sebuah mansion mewah suasana sepi juga sunyi menyelimuti.Tidak ada ramai yang mengisi karena luka masa lalu yang enggan tertutup.Setiap saat, harap mereka mulai menipis sebab belum ada sama sekalitanda-tanda sosok yang dicari lekas ditemukan. Ingin rasanya menyerah.Sudah belasan tahun mencari-cari, tetapi tak membuahkan hasil samasekali.Wanita paruh baya memandangi figura berisi foto anak kecil yangbegitu cantik, bahkan mungkin sekarang lebih cantik. Air matanyamengalir seiring rasa kerinduan yang kian menggunung. Sosok ibu yangsangat terpukul. Hingga saat ini ia pun masih meyakinkan diri bahwaputrinya masih hidup.“Sayang, kamu di mana? Mom rindu sama kamu. Apa kamu baikbaik saja di luar sana? Setiap hari Mom tidak pernah absen untukmerindukanmu dengan memandang wajah cantik kamu.”Tangis sosok ibu itu terdengar pilu. “Mengapa orang seperti merekajahat kepadamu? Mengapa harus
“Jangan takut, dunia itu menarik.”Ara masuk bagian belakang kafe tempatnya bekerja. Menyapabeberapa karyawan yang ditemui, lekas berganti seragam di ruang ganti.Setelah dirasa penampilannya rapi, ia segera keluar.“Ara! Mbak minta tolong, ya, bawain minuman ini untuk meja nomertujuh!”Ara menoleh pada Mbak Santi yang memanggil, diterimanya nampantersebut, lantas bergegas mengantarkan pesanan tersebut.“Permisi,” ucap Ara sopan, lalu menata gelas minuman di mejatersebut. Saat ingin berbalik, tangannya dicekal oleh salah satu remaja disana. Ditatapnya laki-laki itu dengan alis berkerut. “Ada apa, Kak?”Kala sepasang mata itu bersitatap, sesuatu di dada menyentak hebat.Mata itu. Ia tidak percaya atas apa yang dilihat bola matanya sendiri.“Bro?” Panggilan temannya membubarkan lamunan.Laki-laki itu tersadar, lalu melepas cekalan, wajahnya berpaling.“Nggak apa-apa.”Meski merasa aneh dengan laki-laki itu, tetapi Ara tidak mau ambilpusing. Ia melenggang pergi untuk melanjutkan pe
“Kita harus menghargai diri sendiri dengan baik lebih dari apa pun,termasuk pergi dari orang yang tidak pernah menghargaimu.”Pagi menjelang. Seorang perempuan cantik masih tertidur nyenyakdi ranjang. Kamar sederhana, berbagi dengan teman pantinya.Perempuan kecil yang dulu ditemukan menangis di tepi persawahanpada malam hari, kini sudah tumbuh besar, seperti remaja pada umumnya.Tingginya kini 150 senti, wajah dengan pipi gembul, iris sebiru langit,tampak memesona. Kalung berinisal ACQAE selalu bergelantungan dileher. Diingatnya nama lengkap hanya Alvara Catania, sedangkan sisanyatidak ia ketahui. Dari sana, kemudian orang-orang memanggilnya Ara.Seorang wanita datang, kemudian menggoyang-goyangkan tubuhAra dengan pelan. “Sayang, bangun, yuk! Ara Sayang, bangun!”Tak lain dan tak bukan ialah pemilik Panti Asuhan Kasih Bunda.Namanya Nia. Dialah yang menemukan Ara malam itu dan merawatnyahingga sekarang ini. Kesehariannya mengurus panti dibantu satu-duaorang temannya. Sang su
"Aku tidak pernah menyangka bahwa takdir membawaku ke sini.”Sebuah mobil menepi di area persawahan daerah Tangerang. Taklama kemudian pintu terbuka dan seorang gadis kecil diturunkan begitusaja, setelahnya kendaraan beroda empat itu melaju, meninggalkan anakperempuan itu sendiri. Ia menangis ketakutan, tetapi tidak tahu harus kemana. Isaknya terdengar memilukan.Seorang perempuan yang sedang berjalan di sekitaran persawahantanpa sengaja mendengar isak tangis anak kecil. Ia mencoba mencarisumber suara, tidak ada rasa takut sama sekali karena ia seorangpemberani.“Astaghfirullah!” pekik perempuan itu saat menemukan anakkecil yang sedang menangis. Ia terburu menghampiri, kemudianmenggendongnya. “Kamu ngapain di sini, anak cantik?”Anak itu tersedu. Wajahnya memerah dengan berurai air mata.Perempuan tersebut memandang penuh iba sembari mengusappunggungnya, menyeka air mata yang mengalir deras.“Cup-cup, udah, ya, jangan nangis. Kamu aman sama saya,” ujarperempuan itu lemah le
“Takdir Allah jauh lebih baik daripada harapan dan rencanamu.” Pesta yang begitu meriah terselenggara di sebuah mansion milik sebuah keluarga yang begitu harmonis. Semua teman, sahabat, kerabat, keluarga tujuh turunan datang dan berkumpul untuk ikut merayakan pesta ini. Acara besar yang hanya diadakan setahun sekali, yakni saat ini bertambahnya umur anak kembar—berbeda jenis kelamin—yang kini baru menginjak lima tahun. Setelah bernyanyi, meniup kue ulang tahun, serta berdoa bersama, kini para tamu undangan menikmati makanan yang telah disediakan. Semua orang tampak begitu menikmati pesta yang ada. Bercanda, tertawa, hingga berbagi cerita dengan raut wajah bahagia.“Mau balon,” pinta anak perempuan itu kepada abang sulungnya—yang berumur sepuluh—tahun sambil menunjuk balon berwarna merah muda. Ia adalah salah satu dari anak kembar yang sedang berulang tahun. Keduanya kini berada di lantai satu, keluar dari lingkar keramaian ditemani seorang pengasuh."Yang mana, Putri?" tanya lembut s