Alex segera menghubungi orang-orangnya agar segera mencari keberadaan Jessica. Ia takut jika gadis itu akan berbuat nekat. Walau bagaimanapun, Edward mempunyai koneksi yang lebih banyak darinya. Perusahaan Williams lebih sukses dan kaya. Jika laki-laki itu merasa terganggu akan ulah Jessica, tidak ada yang bisa menghalangi Edward untuk memenjarakan Jessica."Cepat cari Nona Jessica, jangan berhenti sebelum menemukannya." titah Alex di telepon saat berkomunikasi dengan orang kepercayaannya."Mungkinkah dia pergi untuk mencari si Williams itu?" gumam Alex. Ia kembali menelpon orang kepercayaannya. "Cari Nona Jessica di sekitar Mansion, kantor dan apartemen milik Edward Williams. Sekarang juga.""Sial, harusnya aku memasang GPS di ponselnya Jessica." Alex memukul stir mobilnya, ia bergegas menuju ke apartemen milik Edward. Instingnya mengatakan jika Jessica berada di sekitar apartemen milik Edward.***"Akhirnya, kita kembali ke sini." Edward mendorong kopernya ke kamar tidur utama."Kau
"Kita akan mencari rumah spa ke mana?" tanya Edward setelah mereka keluar sebuah restoran yang lokasinya berdekatan dengan apartemen mereka."Sebaiknya cari yang dekat-dekat sini saja, Ed. Kita simpan energi kita, jarak yang jauh akan membuat kita lelah.""Aku setuju, Sayang. Energi kita sangat berharga." Edward menyapukan lidahnya di telinganya Jennifer."Ya Tuhan, Ed." kulit Jennifer meremang."Kita berada di tempat umum, Ed." Jennifer tidak habis pikir dengan kelakuan suami tampannya."Besok aku harus mulai bekerja, pekerjaanku pasti sudah menggunung. Dan lusa, aku harus terbang ke LA. Kita tidak akan punya waktu bermesraan lagi." Edward memeluk tubuh Jennifer dari belakang lalu menelusupkan wajahnya di ceruk leher wanita itu."Oh itu alasannya," Jennifer mengulum senyum. "Aku akan mengikutimu saat kau pergi ke LA. Itu pun jika kau mengizinkanku.""Benarkah? Kau serius, Jen?" tanya Edward dengan wajah yang luar biasa ceria. "Tentu aku mau membawamu ikut serta. Dari dulu, aku bermimp
"Sudah Ed, aku baik-baik saja. Kau jangan terlalu khawatir."Baik-baik saja bagaimana? Lihat, kau terluka gara-gara kecerobohanku. Padahal dulu sebelum bersamaku tidak ada seorang pun yang menyakitimu."Jennifer tersenyum, "ya, memang sebelum bersamamu tidak ada orang yang menyakiti fisikku. Tapi hatiku lah yang tersakiti. Dan bersamamu aku merasa sangat bahagia. Setiap hari hatiku berbunga-bunga.""Benarkah?" Edward mendekat lalu menempelkan dahi mereka. Terima kasih kalau kau merasa berbahagia denganku," ucap Edward lalu mencium bibir Jennifer. "Ini di rumah sakit, Ed. Pintu pun tidak tertutup. Malu jika ada seseorang yang melihat kita.""Malu? Kenapa harus malu? Aku mencium istriku sendiri.""Iya saat ini cuma mencium. Tapi beberapa menit kemudian entah apa yang terjadi.' batin Jennifer. Dan Jennifer pun bisa menebak apa yang ada di pikiran Edward saat ini. Karena saat itu tangan suaminya itu sudah menyelinap ke dalam kaosnya."Nah kan, tadi apa aku bilang," ucap Jennifer yang meng
"Model pakaian dalam?" ucap Edward penuh emosi."I-iya, Bos."BRAK! Satu buah map tebal lagi melayang ke wajah Bastian. Untung laki-laki itu bisa menebak gerakan tangan bosnya sehingga map itu tidak mengenai wajahnya. Bastian menghindari map tersebut dengan menyembunyikan wajahnya di bawah meja."Siapkan pengacara, aku ingin desainer itu dituntut dan sebarkan berita tentang kebangkrutannya.""A-apa, Bos." Bastian terbelalak dengan keputusan sepihak bosnya. "Kita tidak bisa sembarangan menuntut desainer itu dan menyebarkan rumor buruk tentang brand mereka. Bos lupa, jangan menggunakan perasaan saat berbisnis. Tapi gunakanlah logika. Williams Corp akan terkenal sebagai perusahaan yang kekanak-kanakan karena menyerang suatu brand gara-gara tidak suka dengan tawaran yang masuk kepada istri CEO-nya." Seperti Doni, Bastian mengingatkan Edward yang saat ini masih belum stabil emosinya. Walaupun Bastian terkesan labil dan mesum. Namun kesetiaan dan kinerja Bastian cukup mumpuni, tidak jauh be
Pagi harinya Edward terbangun dari tidurnya dalam keadaan linglung. Ia meraba ranjang di mana biasanya istrinya berada di sampingnya."A-aku di mana?" Edward memegang kepalanya yang berdenyut. Terasa pening akibat terlalu banyak minum alkohol."Aku tidak berpakaian?" Edward terkejut saat menyadari dirinya polos tanpa sehelai benang pun. Ia menghela napas lega saat menyadari dirinya berada di kamarnya."Semalam apa yang terjadi?" Edward mengernyit, mencoba mengingat kejadian semalam."Ya Tuhan …." Edward terkesiap saat mengingat potongan-potongan ingatan tentang dirinya yang memaksa Jennifer untuk bercinta. Bahkan dengan kejamnya menggigit puncak dada Jennifer. Menampar pantatnya hingga menjambak rambut panjangnya Jennifer."Jeny," Edward ketakutan saat melihat beberapa helaian rambut pirang Jennifer berada di atas seprai yang kusut dan kotor oleh cairan pelepasannya."Oh, tidak, tidak. Aku harus minta maaf atas sikapku semalam." Edward menyusul Jennifer yang saat ini berada di kamar m
Edward mendesah lelah saat terpaksa mengizinkan Jennifer untuk menjadi model pakaian dalam. Ia berharap dengan ini Jennifer mau memaafkannya. Dan Edward bersumpah jika ini adalah yang pertama dan terakhir bagi Jennifer."Sayang, aku sudah mengizinkanmu untuk menjadi model. Itu berarti …." tangan Edward sudah menelusup ke dalam branya Jennifer."Tidak secepat itu Ed." Jennifer menepuk tangan Edward yang mencubit puncak dadanya."Ini sudah satu minggu dan aku harus menahan gejolak gairahku selama itu." Edward mengiba kepada istrinya."Itu sebagai bahan renungan agar lain kali kau tidak akan mengulanginya." Jennifer menarik tangan Edward dalam dadanya. Sebenarnya Jennifer mati-matian untuk menahan hasratnya yang terpancing oleh tangannya Edward."Kau janji, setelah show itu selesai kau harus menepati janjimu."Janji apa?" goda Jennifer."Janji membuatmu mendesah semalaman."Jennifer tergelak, ia lalu menyandang tas punggungnya."Hei, kau mau ke mana?""Latihan jalan catwalk.""Aku akan
Jennifer berjalan dengan percaya diri, tersenyum sekilas saat melewati deretan di mana Edward berdiri. Sudah satu minggu ini ia habiskan berjam-jam memandangi tubuhnya di depan cermin agar mempunyai rasa percaya diri yang cukup untuk tampil di atas panggung."Kau harus percaya pada dirimu sendiri. Kamu cantik, tubuhmu seksi." Edward mendekap tubuh Jennifer dari belakang."Jangan membual, Ed.""Tegakkan dagumu, busungkan dadamu. Jennifer Watson Williams, wanita cantik bertubuh berisi. Dan …." Edward melepaskan pelukannya lalu menegakkan dagunya Jennifer. Ia pun menarik kedua pundaknya Jennifer sehingga dada montoknya Jennifer membusung ke depan."Lihat, kamu cantik dan memesona. Kamu harus bangga karena seorang Edward Williams rela menjadi budak cintamu selamanya."Kata-kata Edward waktu itu terngiang-ngiang di telinga Jennifer sehingga membuat semangat Jennifer membara. Dengan langkah bak model profesional, ia mengayunkan high heels setinggi tujuh sentimeter itu dengan luwes.Edward te
"Ed, apa yang kau lakukan?" Jennifer masih bingung ketika Edward dengan beringas mencium bibirnya lalu beralih ke leher jenjangnya. Edward bahkan tidak segan-segan untuk memberikan tanda merah di leher dan pangkal dadanya Jennifer."Ed, jangan gila, kau ingin kita bercinta di sini? Aku bisa menerimanya ketika kita melakukannya di pulau privat milik kita, tapi Ini di basement gedung yang bukan milikmu. Pasti akan banyak orang-orang yang akan datang ke tempat ini untuk parkir mobil. Kau ingin kita menjadikan tontonan live bagi mereka?" dengkus Jennifer dengan kesal."Aku tidak bisa menahannya lagi, Sayang." dusta Edward."Kalau kau tidak bisa menahannya, kita bisa melakukannya di mobil. Kenapa harus di luar mobil?" sentak Jennifer."Karena sensasinya beda," celetuk Edward."Ed, kau sudah gila, aku tidak mau melakukannya di sini." tolak Jennifer lalu mendorong tubuh Edward."Sayang, dengarkan aku." Edward pun kembali mendekati Jennifer lalu memeluknya. "Semua CCTV di sini sudah dimatikan