Jennifer berjalan dengan percaya diri, tersenyum sekilas saat melewati deretan di mana Edward berdiri. Sudah satu minggu ini ia habiskan berjam-jam memandangi tubuhnya di depan cermin agar mempunyai rasa percaya diri yang cukup untuk tampil di atas panggung."Kau harus percaya pada dirimu sendiri. Kamu cantik, tubuhmu seksi." Edward mendekap tubuh Jennifer dari belakang."Jangan membual, Ed.""Tegakkan dagumu, busungkan dadamu. Jennifer Watson Williams, wanita cantik bertubuh berisi. Dan …." Edward melepaskan pelukannya lalu menegakkan dagunya Jennifer. Ia pun menarik kedua pundaknya Jennifer sehingga dada montoknya Jennifer membusung ke depan."Lihat, kamu cantik dan memesona. Kamu harus bangga karena seorang Edward Williams rela menjadi budak cintamu selamanya."Kata-kata Edward waktu itu terngiang-ngiang di telinga Jennifer sehingga membuat semangat Jennifer membara. Dengan langkah bak model profesional, ia mengayunkan high heels setinggi tujuh sentimeter itu dengan luwes.Edward te
"Ed, apa yang kau lakukan?" Jennifer masih bingung ketika Edward dengan beringas mencium bibirnya lalu beralih ke leher jenjangnya. Edward bahkan tidak segan-segan untuk memberikan tanda merah di leher dan pangkal dadanya Jennifer."Ed, jangan gila, kau ingin kita bercinta di sini? Aku bisa menerimanya ketika kita melakukannya di pulau privat milik kita, tapi Ini di basement gedung yang bukan milikmu. Pasti akan banyak orang-orang yang akan datang ke tempat ini untuk parkir mobil. Kau ingin kita menjadikan tontonan live bagi mereka?" dengkus Jennifer dengan kesal."Aku tidak bisa menahannya lagi, Sayang." dusta Edward."Kalau kau tidak bisa menahannya, kita bisa melakukannya di mobil. Kenapa harus di luar mobil?" sentak Jennifer."Karena sensasinya beda," celetuk Edward."Ed, kau sudah gila, aku tidak mau melakukannya di sini." tolak Jennifer lalu mendorong tubuh Edward."Sayang, dengarkan aku." Edward pun kembali mendekati Jennifer lalu memeluknya. "Semua CCTV di sini sudah dimatikan
Tubuh Jessica bergetar hebat setelah melihat bagaimana Edward mencumbu dan menyetubuhi Jennifer dengan panas. Laki-laki itu sangat memuja tubuh gempalnya Jennifer."A-aku tidak percaya ini, bagaimama mungkin Edward sangat bernafsu dengan wanita yang mempunyai banyak lemak yang menggelambir." Jessica masih syok ketika teringat di mana Edward dengan telaten mengecup setiap jengkal kulit mulusnya Jennifer dari ujung kaki hingga kepala. Bahkan dulu saat bercinta dengannya, Edward tidak pernah melakukan itu padanya."Kau sungguh kejam, Ed." Jessica terisak dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Rasanya ingin mati saja saat melihat Edward sangat bersemangat menggauli tubuh Jennifer. Apalagi jika mengingat penolakan Edward padanya. Sungguh sangat menyakitkan hatinya."Aku harus membunuh wanita itu agar Edwardku kembali padaku." gumam Jessica penuh dengan kebencian. Matanya berkilat penuh amarah karena saat ini ia melihat Edward sedang memompa kewanitaan Jennifer dari arah belakang dengan gaya
"Aaa," bukan Jennifer yang mengerang kesakitan tapi Edward. Darah mengucur dari perutnya yang ditusuk pisau oleh ….Alex, dan pelakunya bukan Jessica. Edward yang melihat Jennifer sedang diincar oleh Jessica segera berlari untuk melindungi istrinya. Namun ternyata bukan Jessica pelaku penusukan tapi Alex Collins. Laki-laki yang diketahui sebagai cinta dan pacar pertamannya Jessica Hall.***Dua jam sebelumnya, di apartemen miliknya Alex. Laki-laki itu kebingungan saat tidak menemukan keberadaan Jessica di apartemennya. Satu jam sebelum jadwal kontrol Jessica di klinik kesehatan mental, Alex pulang dari kantor untuk mendampingi sesi terapi kesehatan dengan dokter Anne Davis."Jes, Jessica!" Suara Alex menggema ke seluruh ruang kosong di apartemennya."Kau pergi ke mana, Jes?" gumam Alex resah. Ia lalu membuka aplikasi CCTV yang tersambung di ponselnya."Sial," Alex hampir saja membanting ponselnya karena tiba-tiba saja kamera CCTV yang dipasang di seluruh sudut apartemennya menghitam
"Jen, bagaimana keadaan Edward sekarang?" Cassandra dan Eric langsung datang ke rumah sakit setelah dihubungi oleh Jennifer."Dokter yang menangani belum keluar, Mom""Sebenarnya apa yang telah terjadi? Kenapa Edward bisa terluka?""Ceritanya panjang, Mom." Jennifer menahan tangisnya sambil menceritakan kejadian yang mengerikan tadi."Lagi-lagi wanita itu," desis Cassandra penuh dendam."Eric, lakukan sesuatu. Wanita itu sekarang melukai putra kita." Cassandra sudah geram dengan Jessica yang selalu mengganggu hidupnya Edward."Sayang, tanpa bukti kita tidak bisa berbuat sesuatu. Bagaimanapun kita harus mengikuti prosedur udang-undang hukum di negara kita.""Bukti apalagi, Eric. Sekarang lihatlah putra kita di antara hidup dan mati" "Tenang, Sayang. Jangan membuat situasi bertambahburuk. Fokus dulu dengan keadaan Edward. Setelah itu aku akan mengurusnya, aku berjanji padamu." Eric memeluk Cassandra yang menangisi keadaan Edward."Kita hanya punya satu putra, Eric.""Shhh, jangan begin
"Tunggu, aku panggil, Dokter." Jennifer ingin memencet tombol yang berada di atas ranjangnya Edward."Tidak perlu, Jen. Hanya sedikit sakit.""Tapi aku khawatir lukamu akan memburuk.""Tidak, Sayang. Hanya tersenggol tanganmu dan sedikit nyeri. Itu saja.""Tapi," wajah Jennifer terlihat khawatir."Cium aku.""Apa?""Aku tidak perlu Dokter, cium saja aku untuk meredakan rasa nyeri di perutku."Jennifer tersenyum lalu dengan senang hati melumat bibir Edward dengan sepenuh hati. "Aku tidak bisa membayangkan hidup tanpa dirimu, Ed. Jangan pernah tinggalkan aku." ucap Jennifer tulus."Aku menagih janjimu, Jen.""Janji yang mana?" "Kau bilang akan mengabulkan apapun permintaanku padamu.""Oh itu," pipi Jennifer bersemu merah. "Kau belum mengiyakan permintaanku." Jennifer balik menagih."Yang mana?""Ed ….""Hahaha, aduh, aduh." Edward memegang perutnya. Karena tertawa membuat jahitan di perut Edward bergerak dan itu menimbulkan rasa nyeri."Ed, kau baik-baik saja?""Aku baik-baik saja, Say
"Itu tidak ada hubungannya, kita berdua sudah periksa ke dokter ahli kandungan dan hasilnya kita sehat-sehat saja. Rahimmu bagus, sel telurmu dan spermaku juga normal.""Tapi kenapa aku belum hamil juga." Jennifer menggigit bibirnya.Edward sangat gemas. Ingin ia menjelaskan dengan suara yang lebih lantang tapi takut membuat Jennifer semakin sedih."Anggap saja, Tuhan ingin kita mempunyai banyak waktu untuk bermesraan. Sebelum menikah kau tidak mengizinkanku untuk menyentuhmu. Aku sangat tersiksa selama hampir setahun lamanya. Mungkin ini balasan dari Tuhan agar aku bisa memanjakan nafsuku untuk menyalurkannya padamu, Sayang.""Tapi ….""Mari manfaatkan waktu yang ada agar hubungan kita semakin erat. Setelah kita punya anak nanti, pasti aku tidak bisa menguasaimu sepenuhnya. Kasih sayangmu akan terbagi. Dan pasti mereka berdua menjadi milik anak kita." Edward mencubit puncak dadanya Jennifer yang hanya tertutup oleh selimut."Ed, jangan mulai.""Aku serius, Jen. Aku yakin kau pasti in
"Jen, bertahanlah." Edward langsung mengambil pakaian di lemari lalu mengenakannya. Ia lalu membantu Jennifer mengenakan piyama handuk untuk mempercepat waktu.Jantung Edward berdebar saat Jennifer pingsan dalam gendongannya. Ia berteriak saat melihat beberapa orang sedang berdiri di depan lift apartemennya."Minggir, minggir, istriku pingsan dan kami butuh lift secepatnya."Beruntung beberapa orang itu mengerti dengan keadaan gawat yang sedang dialami oleh Edward dan Jennifer."Terima kasih," ucap Edward saat seseorang menekan tombol open untuknya."Sayang, jangan tidur. Bangunlah, Jen." Edward menjejakkan kakinya beberapa kali. Waktu terasa sangat lambat agar lift yang mereka tumpangi sampai ke lantai dasar.Beruntung mobil Edward terparkir persis di depan pintu lift, sehingga ia tidak usah berjalan jauh untuk mencarinya."Sayang, bertahanlah." Edward membaringkan Jennifer di jok belakang mobilnya. Ia tidak menghubungi sopir pribadinya karena akan memakan waktu lebih lama jika menun