Pagi harinya Edward terbangun dari tidurnya dalam keadaan linglung. Ia meraba ranjang di mana biasanya istrinya berada di sampingnya."A-aku di mana?" Edward memegang kepalanya yang berdenyut. Terasa pening akibat terlalu banyak minum alkohol."Aku tidak berpakaian?" Edward terkejut saat menyadari dirinya polos tanpa sehelai benang pun. Ia menghela napas lega saat menyadari dirinya berada di kamarnya."Semalam apa yang terjadi?" Edward mengernyit, mencoba mengingat kejadian semalam."Ya Tuhan …." Edward terkesiap saat mengingat potongan-potongan ingatan tentang dirinya yang memaksa Jennifer untuk bercinta. Bahkan dengan kejamnya menggigit puncak dada Jennifer. Menampar pantatnya hingga menjambak rambut panjangnya Jennifer."Jeny," Edward ketakutan saat melihat beberapa helaian rambut pirang Jennifer berada di atas seprai yang kusut dan kotor oleh cairan pelepasannya."Oh, tidak, tidak. Aku harus minta maaf atas sikapku semalam." Edward menyusul Jennifer yang saat ini berada di kamar m
Edward mendesah lelah saat terpaksa mengizinkan Jennifer untuk menjadi model pakaian dalam. Ia berharap dengan ini Jennifer mau memaafkannya. Dan Edward bersumpah jika ini adalah yang pertama dan terakhir bagi Jennifer."Sayang, aku sudah mengizinkanmu untuk menjadi model. Itu berarti …." tangan Edward sudah menelusup ke dalam branya Jennifer."Tidak secepat itu Ed." Jennifer menepuk tangan Edward yang mencubit puncak dadanya."Ini sudah satu minggu dan aku harus menahan gejolak gairahku selama itu." Edward mengiba kepada istrinya."Itu sebagai bahan renungan agar lain kali kau tidak akan mengulanginya." Jennifer menarik tangan Edward dalam dadanya. Sebenarnya Jennifer mati-matian untuk menahan hasratnya yang terpancing oleh tangannya Edward."Kau janji, setelah show itu selesai kau harus menepati janjimu."Janji apa?" goda Jennifer."Janji membuatmu mendesah semalaman."Jennifer tergelak, ia lalu menyandang tas punggungnya."Hei, kau mau ke mana?""Latihan jalan catwalk.""Aku akan
Jennifer berjalan dengan percaya diri, tersenyum sekilas saat melewati deretan di mana Edward berdiri. Sudah satu minggu ini ia habiskan berjam-jam memandangi tubuhnya di depan cermin agar mempunyai rasa percaya diri yang cukup untuk tampil di atas panggung."Kau harus percaya pada dirimu sendiri. Kamu cantik, tubuhmu seksi." Edward mendekap tubuh Jennifer dari belakang."Jangan membual, Ed.""Tegakkan dagumu, busungkan dadamu. Jennifer Watson Williams, wanita cantik bertubuh berisi. Dan …." Edward melepaskan pelukannya lalu menegakkan dagunya Jennifer. Ia pun menarik kedua pundaknya Jennifer sehingga dada montoknya Jennifer membusung ke depan."Lihat, kamu cantik dan memesona. Kamu harus bangga karena seorang Edward Williams rela menjadi budak cintamu selamanya."Kata-kata Edward waktu itu terngiang-ngiang di telinga Jennifer sehingga membuat semangat Jennifer membara. Dengan langkah bak model profesional, ia mengayunkan high heels setinggi tujuh sentimeter itu dengan luwes.Edward te
"Ed, apa yang kau lakukan?" Jennifer masih bingung ketika Edward dengan beringas mencium bibirnya lalu beralih ke leher jenjangnya. Edward bahkan tidak segan-segan untuk memberikan tanda merah di leher dan pangkal dadanya Jennifer."Ed, jangan gila, kau ingin kita bercinta di sini? Aku bisa menerimanya ketika kita melakukannya di pulau privat milik kita, tapi Ini di basement gedung yang bukan milikmu. Pasti akan banyak orang-orang yang akan datang ke tempat ini untuk parkir mobil. Kau ingin kita menjadikan tontonan live bagi mereka?" dengkus Jennifer dengan kesal."Aku tidak bisa menahannya lagi, Sayang." dusta Edward."Kalau kau tidak bisa menahannya, kita bisa melakukannya di mobil. Kenapa harus di luar mobil?" sentak Jennifer."Karena sensasinya beda," celetuk Edward."Ed, kau sudah gila, aku tidak mau melakukannya di sini." tolak Jennifer lalu mendorong tubuh Edward."Sayang, dengarkan aku." Edward pun kembali mendekati Jennifer lalu memeluknya. "Semua CCTV di sini sudah dimatikan
Tubuh Jessica bergetar hebat setelah melihat bagaimana Edward mencumbu dan menyetubuhi Jennifer dengan panas. Laki-laki itu sangat memuja tubuh gempalnya Jennifer."A-aku tidak percaya ini, bagaimama mungkin Edward sangat bernafsu dengan wanita yang mempunyai banyak lemak yang menggelambir." Jessica masih syok ketika teringat di mana Edward dengan telaten mengecup setiap jengkal kulit mulusnya Jennifer dari ujung kaki hingga kepala. Bahkan dulu saat bercinta dengannya, Edward tidak pernah melakukan itu padanya."Kau sungguh kejam, Ed." Jessica terisak dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Rasanya ingin mati saja saat melihat Edward sangat bersemangat menggauli tubuh Jennifer. Apalagi jika mengingat penolakan Edward padanya. Sungguh sangat menyakitkan hatinya."Aku harus membunuh wanita itu agar Edwardku kembali padaku." gumam Jessica penuh dengan kebencian. Matanya berkilat penuh amarah karena saat ini ia melihat Edward sedang memompa kewanitaan Jennifer dari arah belakang dengan gaya
"Aaa," bukan Jennifer yang mengerang kesakitan tapi Edward. Darah mengucur dari perutnya yang ditusuk pisau oleh ….Alex, dan pelakunya bukan Jessica. Edward yang melihat Jennifer sedang diincar oleh Jessica segera berlari untuk melindungi istrinya. Namun ternyata bukan Jessica pelaku penusukan tapi Alex Collins. Laki-laki yang diketahui sebagai cinta dan pacar pertamannya Jessica Hall.***Dua jam sebelumnya, di apartemen miliknya Alex. Laki-laki itu kebingungan saat tidak menemukan keberadaan Jessica di apartemennya. Satu jam sebelum jadwal kontrol Jessica di klinik kesehatan mental, Alex pulang dari kantor untuk mendampingi sesi terapi kesehatan dengan dokter Anne Davis."Jes, Jessica!" Suara Alex menggema ke seluruh ruang kosong di apartemennya."Kau pergi ke mana, Jes?" gumam Alex resah. Ia lalu membuka aplikasi CCTV yang tersambung di ponselnya."Sial," Alex hampir saja membanting ponselnya karena tiba-tiba saja kamera CCTV yang dipasang di seluruh sudut apartemennya menghitam
"Jen, bagaimana keadaan Edward sekarang?" Cassandra dan Eric langsung datang ke rumah sakit setelah dihubungi oleh Jennifer."Dokter yang menangani belum keluar, Mom""Sebenarnya apa yang telah terjadi? Kenapa Edward bisa terluka?""Ceritanya panjang, Mom." Jennifer menahan tangisnya sambil menceritakan kejadian yang mengerikan tadi."Lagi-lagi wanita itu," desis Cassandra penuh dendam."Eric, lakukan sesuatu. Wanita itu sekarang melukai putra kita." Cassandra sudah geram dengan Jessica yang selalu mengganggu hidupnya Edward."Sayang, tanpa bukti kita tidak bisa berbuat sesuatu. Bagaimanapun kita harus mengikuti prosedur udang-undang hukum di negara kita.""Bukti apalagi, Eric. Sekarang lihatlah putra kita di antara hidup dan mati" "Tenang, Sayang. Jangan membuat situasi bertambahburuk. Fokus dulu dengan keadaan Edward. Setelah itu aku akan mengurusnya, aku berjanji padamu." Eric memeluk Cassandra yang menangisi keadaan Edward."Kita hanya punya satu putra, Eric.""Shhh, jangan begin
"Tunggu, aku panggil, Dokter." Jennifer ingin memencet tombol yang berada di atas ranjangnya Edward."Tidak perlu, Jen. Hanya sedikit sakit.""Tapi aku khawatir lukamu akan memburuk.""Tidak, Sayang. Hanya tersenggol tanganmu dan sedikit nyeri. Itu saja.""Tapi," wajah Jennifer terlihat khawatir."Cium aku.""Apa?""Aku tidak perlu Dokter, cium saja aku untuk meredakan rasa nyeri di perutku."Jennifer tersenyum lalu dengan senang hati melumat bibir Edward dengan sepenuh hati. "Aku tidak bisa membayangkan hidup tanpa dirimu, Ed. Jangan pernah tinggalkan aku." ucap Jennifer tulus."Aku menagih janjimu, Jen.""Janji yang mana?" "Kau bilang akan mengabulkan apapun permintaanku padamu.""Oh itu," pipi Jennifer bersemu merah. "Kau belum mengiyakan permintaanku." Jennifer balik menagih."Yang mana?""Ed ….""Hahaha, aduh, aduh." Edward memegang perutnya. Karena tertawa membuat jahitan di perut Edward bergerak dan itu menimbulkan rasa nyeri."Ed, kau baik-baik saja?""Aku baik-baik saja, Say