“Apa yang Kamu pikirkan?” Zan memperhatikan Hana yang tiba-tiba seperti sedang melamun.Tapi, Hana tak menjawab. Ingatannya memaksanya untuk kembali pada apa yang terjadi lebih dari empat tahun silam.“Karena kematian Hans dan aku mengalami shock berat, program beasiswa kuliah keluar negeri terkendala. Karena batal mengikuti prosedur yang ditetapkan pihak universitas, beasiswa itu terpaksa dibatalkan.” Hana mencoba merunut apa yang terjadi ketika itu.“Tapi, begitu ayah bisa mengembalikan semangatku, begitu aku pelan-pelan pulih, ayah tetap mendorongku untuk tetap kuliah di fakultas yang kusukai melalui jalur mandiri.” Hana mengernyitkan kening.Satu ucapan ayahnya terbesit dalam ingatan. “Ayah punya pekerjaan sampingan untuk biaya kuliahmu.”Sedetik kemudian Hana tertegun, tapi, “Ha?!” Matanya melebar mengetahui kenyataan itu. “Apa untuk itu?” seru Hana dalam hati.“Hana? Halo!” seru Zan ketika lawan bicaranya seolah sedang tersesat dalam lamunannya.Tapi, Hana mengabaikan seruan Zan
“Heh?!” Max berdiri di ambang pintu ruang kerja Zan. Sekilas ia menatap ke arah luar di mana bayangan Hana baru saja menghilang.Zan yang baru hendak beranjak mengurungkan niat. “Apa yang Kamu lihat, Max? Hantu?”Max mendekat ke meja kerja Zan. “Apa yang baru saja Kamu buat dengan gadis bar-bar itu? Apa Kamu menolak cintanya?”Zan terkekeh. “Prediksimu kejauhan.”Max duduk di depan meja kerja Zan. Ia menatap laki-laki itu dengan penasaran. “Zan jawab pertanyaanku dengan jujur! Apa Kamu benar-benar tertarik dengan gadis bar-bar itu?”Zan menyeringai. “Ini bukan pertama kalinya Kamu tanya begitu.”“Pertanyaanku bukan tanpa dasar. Gejala-gejalanya makin nyata terlihat.” Max menelisik raut wajah Zan.Zan mengernyit. “Gejala?”Max mengangguk tanpa ragu. “Makin hari Kamu makin aneh. Aku seperti melihat sisi lain dirimu yang selama ini belum pernah kulihat.”“O ya,” ucap Zan tak acuh. “Coba katakan dengan lebih jelas!”“Yang pertama, aku belum pernah melihatmu memperlakukan wanita mana pun s
“Tok! Tok!”Zan mengetuk pintu yang memang telah terbuka. Ia berdiri di depan pintu dan menatap ke dalam salah satu ruangan di Blue Mansion di mana Melanie sedang duduk ke arah pintu.“Dan setelah sekian abad setelah seseorang berlaku seenaknya padaku, Kamu baru datang menemuiku.” Melanie bersungut-sungut.Zan tersenyum, masuk ke dalam ruangan dan duduk di samping Melanie. “Ada beberapa hal yang harus aku lakukan, dan aku nggak tahu jika Kamu masih berada di Blue Mansion.”Melanie melirik kesal, ekspresi wajahnya terlihat tak percaya.“Huft.” Zan mengembuskan napas pelan. “Sungguh! Aku pikir Kamu sudah pulang bersama ayahmu. Kata salah satu orangku, dia terlihat pergi dengan terburu setelah meeting itu selesai.”Tapi, jawaban Zan tak membuat wajah tak percaya Melanie pudar.“Masih nggak percaya? Aku nggak bohong.” Zan mengedikan bahu.“Bukan itu yang membuatku tak percaya,” balas Melanie dengan cepat.Zan sedikit menelengkan kepala. “Lalu?”“Huh,” dengkus Melanie pelan. “Apa yang Kamu
“Jadi, Kamu belum punya rencana apa pun untuk membawa ayahmu kembali?” Andro memberhentikan mobil box dengan gambar sayur di bagian sampingnya itu tak jauh dari perempatan gedung Robotic Tech.Hana menghela napas dalam. “Semua masih bersimpang siur di otakku, aku harus menatanya agar semua yang terlibat dalam upaya ini selamat.” Ia membuka matanya.Andro mengangguk. “Aku mempercayakan semua padamu. Dan aku akan terus membantumu.”Hana mengangguk, tersenyum dan menegakan tubuhnya. Ia menoleh ke arah samping ketika sebuah mobil dari Robotic Tech tiba di samping mobil box sayur itu.“Aku akan menghubungimu lebih lanjut, Andro. Dan terima kasih.” Hana keluar dari mobil.Lalu, mobil box sayur dan mobil dari Robortic itu bergerak dengan mengambil jalan yang berbeda.Beberapa saat kemudian mobil yang menjemput Hana memasuki halaman gedung Robotic Tech. Dan ketika mobil itu berhenti di sebuah pintu khusus, dengan cepat Hana keluar dari mobil dan memasuki pintu itu.Beberapa menit kemudian Han
“Nak, tak bisakah Kamu pikirkan sekali lagi?” Suara Neo mengusik telinga Hana. Suara yang keluar dari earpiece kecil yang terselip di lubang telinganya itu membuat kecepatan mobil yang tengah dikemudikannya melambat.“Hana?” tegur Neo yang merasa jawaban Hana tak kunjung ia dengar.“Aku sudah memikirkannya. Dan aku nggak menemukan cara untuk mengetahuinya selain datang langsung dan menanyakannya.” Hana bersikeras.Neo menghela napas panjang. “Hana, meskipun Pemilik Teta Tech itu, entah dengan alasan apa pun, terkesan sedang menunggumu. Tapi, menurutku, menggeruduk ke sana secara terang-terangan seorang diri itu sangat bahaya. Apa pun bisa terjadi padamu.”“Aku tahu,” jawab Hana tak berdaya. “Tapi, aku nggak punya pilihan lain.”“Kita bisa pelan-pelan mengungkap siapa saja yang terlibat dalam kasus itu, tapi kita hanya butuh waktu, bukankah sistem di Teta Tech sudah kita pegang.” Neo mencoba membatalkan niat Hana.“Aku tahu Neo, tapi Teta Tech bekerja sama dengan sekian ribu komunitas
“Duduklah!” perintah Zan pelan.Tapi, Hana bergeming. Ia tetap berdiri dan melancarkan tatapan tajamnya pada Zan yang sedang mendongak menatapnya.Zan menggerekan kepala ke arah kursi yang ada di belakang Hana sebagai isyarat perintah.Sekilas Hana bergeming, lalu, “Oke.” Gadis itu menghempaskan tubuhnya di kursi yang dtunjuk.“Oke, apa yang ingin Kamu sampaikan setelah membuat Teta Tech ini seolah nggak memiliki pintu dan penjaga keamaan yang kuat.” Zan menatap tajam.Hana membalas dengan tatapan yang tak kalah tajam. “Berapa jumlah yang diperoleh ayahku ketika itu?”“Ha? Kenapa Kamu ingin mengetahui itu?” Sudut-sudut mata Zan sedikit memicing.“Karena aku ingin mengganti itu untuk membuat ayahku bebas.” Suara Hana tegas dan tak terbantahkan.Tapi, Zan tersenyum menyeringai. “Jadi, menurutmu, aku dan orang-orang yang dirugikan membutuhkan uang pengganti itu? Ayolah, Dear! Jangan terlalu naive!”Hana bersedekap. “Aku tahu jumlah seperti itu nggak ada artinya untuk kalian. Tapi, menuru
“Selamat pagi!” Salam sapa pagi itu dari CEO di salah satu ruang meeting yang ada di Tower Teta Tech itu membuat para peserta meeting ternganga.Semua yang ada di ruangan itu memandang pada seorang gadis muda yang berdiri di samping pemilik Teta Tech yang berdiri dengan tenang dengan memeluk beberapa file.“Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melongo seperti itu? Em, aku akan menunggu kesiapan kalian untuk melanjutkan agenda meeting kita hari ini.” Zan berjalan menuju kursi dengan sandaran tinggi yang berapa di tengah-tengah meja oval yang besar itu.Sedangkan, gadis muda itu dengan santai berjalan mengikuti Zan dan berhenti di samping CEO Teta Tech itu.“Zan, apa yang terjadi?” Max menjadi orang yang pertama kali sadar. Ia mengarahkan pandangannya pada gadis muda itu.“Apa ada persengkongkolan yang nggak kuketahui, Zan?” Arnold menyipit sinis.“Zan! Hal gila apa yang sedang terjadi saat ini?” Veronica mengatakan itu dengan mata membelalak penuh amarah.Sedangkan, tiga laki-laki l
“Aku akan mengurus semua file.” Hana tak mengubris dua orang top Teta Tech yang sedang saling pandang itu. Ia berjalan mengitari meja oval untuk memungut berkas-berkas yang ditinggalkan oleh segelintir peserta meeting itu.“Zan apa yang terjadi?” protes Max heran. Ia mengalihkan pandangan antara Zan dan Hana.Zan mengembuskan napas panjang. “Sorry, Max.” Ia baru sadar jika baru saja kelepasan bertindak.Max melihat Zan dengan bingung.Hana melintas di dekat Zan dan Max. Lalu, “Aku akan membawa berkas ini pada orang yang tepat. Jika kalian berdua ingin lanjut bertengkar, waktu dan tempat, dipersilakan!”Dan dengan tenang, gadis muda itu meninggalkan dua orang yang masih saling terdiam itu.“Zan, aku nggak tahu lagi apa yang terjadi denganmu? Apa Kamu semenjaga itu pada gadis bar-bar itu? Itu aneh, tahu?” Max berdiri.“Aku nggak sengaja, Max. Itu tindakan spontan. Aku hanya nggak ingin reaksi balik dari gadis itu akan menimbulkan kekacauan yang lain.” Zan berusaha menutupi itu.Max meng