“Selamat pagi!” Salam sapa pagi itu dari CEO di salah satu ruang meeting yang ada di Tower Teta Tech itu membuat para peserta meeting ternganga.Semua yang ada di ruangan itu memandang pada seorang gadis muda yang berdiri di samping pemilik Teta Tech yang berdiri dengan tenang dengan memeluk beberapa file.“Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melongo seperti itu? Em, aku akan menunggu kesiapan kalian untuk melanjutkan agenda meeting kita hari ini.” Zan berjalan menuju kursi dengan sandaran tinggi yang berapa di tengah-tengah meja oval yang besar itu.Sedangkan, gadis muda itu dengan santai berjalan mengikuti Zan dan berhenti di samping CEO Teta Tech itu.“Zan, apa yang terjadi?” Max menjadi orang yang pertama kali sadar. Ia mengarahkan pandangannya pada gadis muda itu.“Apa ada persengkongkolan yang nggak kuketahui, Zan?” Arnold menyipit sinis.“Zan! Hal gila apa yang sedang terjadi saat ini?” Veronica mengatakan itu dengan mata membelalak penuh amarah.Sedangkan, tiga laki-laki l
“Aku akan mengurus semua file.” Hana tak mengubris dua orang top Teta Tech yang sedang saling pandang itu. Ia berjalan mengitari meja oval untuk memungut berkas-berkas yang ditinggalkan oleh segelintir peserta meeting itu.“Zan apa yang terjadi?” protes Max heran. Ia mengalihkan pandangan antara Zan dan Hana.Zan mengembuskan napas panjang. “Sorry, Max.” Ia baru sadar jika baru saja kelepasan bertindak.Max melihat Zan dengan bingung.Hana melintas di dekat Zan dan Max. Lalu, “Aku akan membawa berkas ini pada orang yang tepat. Jika kalian berdua ingin lanjut bertengkar, waktu dan tempat, dipersilakan!”Dan dengan tenang, gadis muda itu meninggalkan dua orang yang masih saling terdiam itu.“Zan, aku nggak tahu lagi apa yang terjadi denganmu? Apa Kamu semenjaga itu pada gadis bar-bar itu? Itu aneh, tahu?” Max berdiri.“Aku nggak sengaja, Max. Itu tindakan spontan. Aku hanya nggak ingin reaksi balik dari gadis itu akan menimbulkan kekacauan yang lain.” Zan berusaha menutupi itu.Max meng
“Melanie!” seru Zan menahan gadis muda itu.Tapi, gadis muda itu tetap beranjak dari sofa dan berjalan ke arah pintu keluar.Zan terpaksa ikut beranjak untuk mengejar Melanie. “Melanie, tunggu!” Ia memegang lengan gadis itu.Melanie berbalik dan dengan sedikit mendongak menantang mata Zan. Kemarahan di wajahnya tergambar jelas.“Jangan melakukan hal bodoh!” Zan menggoncang lengan gadis itu.“Bodoh?!” Kemarahan Melanie memuncak. “Jadi, aku harus membiarkan saja gadis nggak jelas itu bertindak seenaknya?!”“Melanie ....” Suara Zan melembut. “Dengar!” Ia memegang kedua lengan Melanie. “Jika Kamu mencelekai gadis itu, itu artinya Kamu menciptakan masalah baru yang lebih besar.”“Huh!” dengkus Melanie sambil melepaskan lengannya dari tangan Zan.“Lebih baik Kamu fokus pada kariermu, syuting, pemotretan dan semua kegiatan sehari-harimu. Lupakan gadis itu! Biarkan kami yang mengurusnya,” bujuk Zan lembut.“Lupakan?!” Melanie tambah melotot. “Aku adalah pewaris dan pemegang saham dari Tencez
“Panggil Hana ke sini!” Zan melepas salah satu tombol di interphone di atas mejanya begitu sekretaris pribadinya menyahut dengan kata siap.Lalu, tak berapa lama, gadis muda yang dipanggil itu sudah setor muka di ruangan yang berada di lantai tertinggi Tower Teta Tech itu.“Ada yang penting?” Hana berdiri tepat di depan meja kerja Zan yang berukuran besar.“Duduklah!” pinta Zan lembut.Tapi, gadis itu menggeleng dan memilih untuk terus berdiri.Zan tersenyum melihat gadis yang keras kepala itu. “Oke, jika Kamu nyaman bicara dengan berdiri, silakan saja!”“Apa yang harus dibicarakan?” Hana tak sabar.“Sudah berapa lama Kamu menggantikan ayahmu di sini?” Zan tersenyum tipis.“Yah.” Gadis muda itu mengedikan bahu. “Mungkin sekitar satu bulan.”Zan mengangguk pelan. “Waktu berlalu dengan cepat.” lalu, ia kembali tersenyum. “Jadi, apa Kamu ingin permintaanmu segera terpenuhi?”“Untuk ayahku?” Hana makin mendekat ke arah meja, sampai tubuhnya menempel ke pinggiran meja.Zan mengangguk denga
“Jalan!” pinta Hana datar.Tapi, laki-laki yang di belakang kemudi itu justru bengong. Ia beringsut hingga duduknya menyerong. Ia menatap Hana dengan bingung.“Nunggu apalagi?” Hana heran.“Kenapa kita membiarkan orang dari bangunan ini ikut?” Laki-laki terlihat enggan.“Dia syarat.” Hana mengedikan bahu tanda tak berdaya.“Agh!” dengkus laki-laki di belakang kemudi itu paham. Lalu, ia menoleh dan menatap tajam ke arah laki-laki berambut ala army itu.“Aku Dans. Dans Howard.” Ia mengangguk pelan.“Dan aku nggak tanya.” Lalu, laki-laki di belakang kemudi itu berbalik dan mulai menjalankan mobil yang menyamar jadi mobil pengantar bahan makanan di Blue Mansion itu.Laki-laki yang dikirim Zan Ducan untuk memata-matai Henry itu menoleh ke arah Hana dengan tatapan penuh tanya.Hana mengedikan bahu. “Namanya Andro.”“O.” Dan mengangguk pelan.Dan kemudian semua yang berada dalam mobil itu diam, semua sibuk berkutat degan keriuhan pikiran masing-masing.Hana memeluk Henry yang berada di sampi
“Aku hanya menjalankan tugas.” Dans berjalan dengan santai ke dekat dapur. Ia meletakan kotak yang ia bawa di dekat tempat itu. Lalu, ia duduk dengan santai. “Silakan minta bosku untuk menarikku dari sini. Jika Kamu melakukan itu, dalam semenit, aku akan enyah dari sini.”“Heh! Daripada repot ngomong sama bosmu, kenapa nggak kuselesaikan saja Kamu sekarang?” Andro hendak merangsek ke arah Dans.“Andro, tenang!” cegah Hana dengan tenang.Andro menghela napas dalam dan duduk di dekat Dans, matanya mengawasi dengan sengit. Sedangkan Dans justru sibuk memperhatikan robot humanoid yang membawakan mereka minuman.“Bagaimana aku bisa tenang, Hana? Ketika melihatnya, aku merasa terancam.” Andro melirik sinis.“Aku nggak mengancammu. Aku hanya ditugaskan untuk mengikuti, mengawasi dan melaporkan apa yang ada di sekitar Hana. Itu saja,” balas Dans enteng.“Hana! Lihat! Dengar ‘kan apa yang dia katakan?” Andro menyiapkan tinjunya.“Itu memang tugasnya, Andro. Jadi, tenanglah!” Hana malah merebah
“Tut!” Suara yang diiringi dengan nyala lampu indikator dari interphone yang berada di meja kerja Zan terdengar.Zan meletakan pena yang baru digunakan untuk menandatangi satu berkas. Ia menekan satu tombol pada alat komunikasi itu.“Saya membawa laporan yang Anda minta, Bos.” Suara asisten pribadi terdengar dari speaker interphone itu.“Masuk!” seru Zan antusias.Dan sesaat kemudian, seorang laki-laki muda masuk. Lalu, ia duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Zan.“Saya sudah menyiapkan laporannya di layar Anda, Bos.” Lalu, ia menyalakan televisi layar datar yang berada pada satu sisi dinding.“Lanjutkan!” Zan menggeser kursi rodanya hingga posisi duduknya menyerong menghadap ke arah layar.“Ini laporan awal tentang Nona Hana dan orang-orang dekatnya yang Anda inginkan. Sepertinya tidak banyak yang kami temukan tentang itu, Bos.” Sekretaris pribadi itu mengawali laporannya.Mendengar itu mengubah raut wajah Zan yang terlihat makin antusias.Layar menyala.Layar itu menampilkan
“Pakai ini!” Hana memberikan sebuah tas kertas pada Hans. Sore itu Hana juga memberikan dua tas kertas dengan ukuran besar pada ayahnya, sementara dia sendiri membawa tiga tas kertas dengan ukuran yang sama ke kamarnya. Sedangkan, Andro yang baru datang terlihat memakai baju yang lebih rapi dari biasanya. Dans yang masih belum mengerti rencana Hana hari itu terlihat bingung. Ia berjalan ke arah jendela dan mengintip ke arah luar. Dan ia melihat mobil MVP hitam di depan rumah kecil di pinggir danau itu.” “Kenapa mobilnya diganti?” Dans menoleh ke arah Andro yang tengah duduk di sofa sambil minum minuman kaleng. “Kita nggak mungkin pergi makan malam dengan mobil sayur,” jawab Andro dengan santai. Dengan tergesa Dans mendekat ke arah Andro. “Makan malam? Siapa?” “Hana. Siapa lagi?” Andro malah melihat Dans dengan heran. “Hana?! Dengan?” Dans makin tertarik, ia duduk di dekat Andro. Andro melemparkan tatapan asing pada Dans. “Henry. Siapa lagi?” “Oh,” sahut Dans seraya mengangguk