“Aaa!” “Teng!” Veronica menjerit saat tiba-tiba dari lorong yang berada di sampingnya seorang laki-laki berambut gondrong menabraknya. Dan itu membuat tembakannya meleset mengenai rangka besi yang ada di pintu masuk pada sisi samping hotel itu. “Setan!” umpat Veronica ketika kembali berdiri dengan imbang setelah hampir saja menabrak tembok lorong. Beruntung salah satu bodyguard yang ada di belakangnya menangkap bahunya. “Apa yang Kau lakukan?!” terika berang Veronica pada seorang laki-laki berambut gondrong yang mengenakan kaca mata hitam. Noda bekas tumpahan makanan terlihat mengotori kemeja putih laki-laki itu. “U uh, uh u- uh.” Laki-laki itu menjawab gagap, membungkuk dan menunjuk beberapa arah secara acak untuk memberitahukan apa yang ia amali. “Agh!” dengkus Veronica ketika mengetahui penabrak yang menggagalkan rencananya itu seorang yang nggak bisa bicara. “Hus! Sudah! Sana pergi!” Ia mengibas-nginbaskan tangan. “U uh. U uh.” Laki-laki gondrong itu berulang kali membungkuk
“Andro!” Kesabaran Hana terkikis.“Belum ada.” Andro menjawab dengan tegang. Ia duduk menyerong untuk melihat jarak di antara mereka dan mobil-mobil pengejar.“Agh!” Hana berusaha menyusup di antara mobil-mobil lain yang berada di jalan itu untuk menghilangkan jejak, berharap menemukan jalan tikus yang bisa mengecoh pengejaran lawan.Kini di depan mereka terlihat simpang empat. Hana berspekulasi dan berbelok ke kanan. “Aduh!” serunya saat menemukan fakta bahwa jalan itu lebih lengang dari jalan sebelumnya.Sialnya, dua mobil pengejar itu dengan cepat menyusul mereka. Dan jalanan yang lengang membuat posisi mobil-mobil itu tanpa jarak.“Dor!”“Dor!”Dan kondisi jalan yang lengang dimanfaatkan orang-orang Veronica untuk membabat habis bagian belakang mobil hitam itu dengan hujan peluru.Hana melepas sepatu berhak tingginya dengan satu tangan, lalu menginjak gas sampai mentok.Sayangnya, itu nggak membuat jarak itu menjadi jauh. Karena dengan kecepatan yang sama pengejar-pengejar itu ber
“Ugh!” Seketika Hana menahan napasnya ketika bau menyengat yang menguar dari truk sampah di dekatnya masuk ke hidungnya.“Andro, ini benar harus menyalib truk bau ini?” Suara Hana berubah menjadi sengau.“Ya. Gas!” Andro juga menjawab dengan suara sengau karena melakukan yang sama.Hana terpaksa terus menahan napas dan melakukan apa yang diperintahkan Andro. Dan ia heran ketika truk sampah itu terlihat pelan-pelan bergeser untuk memberikan jalan untuknya.“Hufft!” Hana yang baru saja melewat truk itu terus bernapas melalui mulutnya.Ia juga harus kembali menahan kesal ketika di depan truk sampah itu ternyata ada truk lain yang membawa besi-besi berukuran panjang hingga ujung-ujungnya keluar dari baknya.“Terus?” Tanpa menoleh Hana kembali bertanya dengan suara sengau.“Salip truk besi itu!” Sekilas Andro melihat ke arah truk yang memuat besi itu dan kembali memelototi layar telepon genggam.Hana kembali melakukan perintah itu dan sekali lagi ia melihat bagaimana pelan-pelan truk besi
“Andro! Lepaskan dia!” Hana mendekat dan berdiri di dekat ketiganya.Dengan kesal, terpaksa Andro melepas cekalan tangannya dari baju Hans. Tapi, wajahnya bersungut-sungut. Sedangkan, Alex menepuk bahu Dans dengan kasar.“Biarkan Dans melakukan tugasnya di sini. Ia juga diperintah. Dia nggak punya pilihan lain,” ucap Hana dengan tenang.“Tapi, dia membahayakan Kamu dan Henry,” balas Alex kesal.Hana tersenyum, lalu menggeleng pelan. “Tidak. Dia orang baik.”“A?” Andro dan Alex ternganga seraya menatap Hana dengan heran. Lalu, keduanya menoleh ke arah Dans dan menemukan laki-laki muda berambut cepak itu sedang tersipu.“Woi!” Alex memukul bahu Dans sedikit keras. “Nggak usah mikir macam-macam!”“Hufft.” Andro menghela napas dalam. “Dia memang menyebalkan!”Dans tersenyum. “Aku nggak mikir macam- macam. Aku hanya kaget karena nggak pernah ada yang mengatakan aku baik.”“Uu!” Andro dan Alex memukul kedua bahu Hans dengan pelan.“Sudah! Sudah!” Hana kemudian kembali duduk di dekat ayahnya
“Ah ....” Zan mendesah lelah. “Tunggu! Kenapa kita terus mengulang-ulang masalah ini? Padahal berapa kali pun pembicaraan ini diulang, jawabanku akan tetap sama.”“Jangan pura-pura tak tahu, Zan! Kamu tentu sudah melihat apa yang terjadi di hotel kemarin. Kamu mengingkari janji untuk tak melepaskan Henry!” Laki-laki itu meninggikan suaranya.Zan mengangkat telapak tangannya. “Tunggu! Aku sedang dalam proses melihatnya.” Ia menunjuk layar komputer yang ada di dekatnya.“Tak perlu!” Veronica menyela dengan ketus. “Intinya kami semua tahu bahwa Henry Gail saat ini nggak berada di Blue Mansion lagi!”“Veronica, aku masih berhak mengutus Henry ke tempat-tempat yang kutunjuk, dengan pengawalan. Jadi, aku sama sekali nggak mengingkari perjanjian kita.” Zan menegaskan setiap kalimatnya.“Huft.” Veronica menghela napas dalam seraya memalingkan wajah. “Kamu nggak bisa lagi bersandar dengan kata-katamu itu, Zan.”“Ehem.” Arnold berdehem untuk memecah perhatian. “Aku setuju. Lebih baik Kamu berik
“Terima kasih.” Hana mengangguk pelan pada laki-laki muda yang diperintahkan Saga untuk mengantarkannya sampai ke tower Robotic Tech.Anak buah Saga itu balas mengangguk, lalu dengan cepat melarikan mobilnya dari halaman parkir tower itu.Tanpa menoleh lagi, Hana segera bergerak menuju lift khusus yang akan membawanya pada ruangan yang spesial dibuat untuk dirinya.Pintu lift terbuka.“Ah! Inilah sosok yang hampir membuat jantungku berhenti tadi malam!” sambut Neo begitu melihat Hana memasuki ruangannya.“Kamu menungguku?” balas Hana santai.“Ah ...,” desah lelah Neo seketika terdengar. “Aku sudah standby di sini sejak sejam yang lalu.”Hana tersenyum dan langsung berjalan ke arah sebuah kursi. Ia menghempaskan tubuhnya seraya menghela napas lega. Lalu, ia menekan satu tombol yang berada di tangan kursi.Seketika bagian bawah kursi itu terangkat untuk menopang kakinya. Sedangkan, pada bagian sandaran bergerak turun ke bawah secara bersamaan.Kini tubuh Hana seolah sedang rebah di kurs
“Neo.” Hana memejamkan mata.“Ya?” Neo memperhatikan layar hologram yang masih menampilkan slide gambar-gambar yang ia jelaskan tadi.“Em ... sistem kerja Anfis-”Seketika Neo mengangkat pandang ketika gadis itu menyebutkan metode kecerdasan buatan yang adalah gabungan dari sitem logika fuzzy dan jaringan saraf tiruan. “Kenapa dengan sistem itu?”Hana tak terburu menjawab. Ia malah memerintahkan percakapan dengan Xenon diakhiri.Neo bertanya-tanya. “Hana?” kejarnya ketika gadis itu seolah kembali tersedot dalam pikirannya.Hana membuka mata. “Em, sepertinya ... aku akan menerapkan sistem itu pada manusia.”“Ha?!” Seketika Neo terhenyak.Meskipun, Hana selalu menghadirkan ide-ide revolusioner untuk robotic, tapi pernyataan gadis itu membuatnya berpikir keras.“Apa ... eng ... Robotic sudah masuk ke tahap itu?” Alfa terkesan berhati-hati.Hana menggeleng pelan. “Belum.”“Lalu?” Kali ini Neo bingung.“Karena itu akan melakukan uji coba?” Tapi, pandangan mata Hana terlihat kembali meneraw
"Ayah." Hana memeluk ayahnya begitu laki-laki paro baya itu menyambutnya. "Apa semua baik-baik saja? Kenapa setelah dua hari baru ke sini?" Henry memeluk putrinya erat. "Ada beberapa hal yang harus dikerjakan," bohong Hana tanpa melepas pelukan. Ia menikmati momen itu. "Oh, syukurlah jika tidak ada hal buruk." Henry mengusap-usap kepala Hana dengan penuh kasih. Tapi, sesaat kemudian ia menyadari ada yang salah dengan suhu tubuh putrinya itu. "Nak, Kamu sakit?"Henry melepas pelukannya, lalu meletakan punggung tangannya ke dahi anak gadisnya itu. Ia merasakan suhu tubuh Hana sedikit diatas suhu normal. Hana menggeleng pelan. "Aku hanya capek.""Sini! Istirahat dulu!" Henry menuntun Hana ke sofa yang ada di ruang tengah. "Ayah akan membuat sup pereda demam."Dans yang sejak kedatangan Hana terus memperhatikan interaksi antara ayah dan anak itu mendekat setelah mengambil sebuah selimut. "Ini.""Terima kasih." Henry mengambil selimut itu dan menyelimuti tubuh Hana. Hana memperhatik