“Apa Kamu nggak ingin menjawab pertanyaanku, Henry?” desak Zan tersamar.Tapi, alih-alih menjawab, desakan itu membuat laki-laki paro baya itu menunduk.“Ah ...,” sela Max lelah. “Sepertinya sekarang ia sudah mulai berani melawan.”Laki-laki paro baya itu menggeleng pelan, tapi ia tahu jika ia nggak bisa berdiam lama-lama. “Saya nggak mengerti, Bos. Ini gadis muda yang mana?” ia mencoba berkelit.Sudut-sudut mata Zan menyempit. Tapi, ia tersenyum penuh arti. “Apa aku harus menjelaskan ciri-ciri gadis ini dengan detail?”Max terkekeh mengejek.Tapi, Henry mengangguk pelan. “Saya khawatir salah orang, Bos.”“Oke.” Zan mengangguk. “Gadis muda ini cantik, tinggi sekitar 160 cm, rambut lurus sebahu. Orang kita mengidentifikasinya sebagai Hanasta. Dan gadis itu juga terlihat mengunjungi bekas tempat tinggalmu di bangunan Halle. Jadi, masihkah Kamu bersikeras tak mengenalnya?”Mendadak Henry merasa dadanya sangat sesak. Tapi, ia menahan diri untuk bersikap mencurigakan, ia memilih tetap tena
“Saatnya istirahat, Hana!” seru Neo begitu memasuki salah satu ruangan di tower Robotic Tech yang diperuntukan untuk gadis itu.“Sebentar!” Hana menyelesaikan pengecekan pada sistem mekanisme salah satu robot yang sedang ia garap. Lalu, sekian menit kemudian, ia berhenti dan berjalan menuju meja di mana Neo telah menunggu.“Aku bawakan makanan paling enak dari restoran terdekat. Aku tahu Kamu malas pergi ke kantin.” Neo mendorong bungkusan ke arah Hana.Hana duduk dan melepas kaca mata anti silaunya. Lalu, ia membaui aroma menggugah selera yang menguar dari dalam bungkusan itu. “Aku jadi sangat lapar.”Neo tersenyum ketika dengan terburu Hana kemudian membuka bungkusan itu dan mulai melahap isinya.“Semua hasil karyamu yang sebelumnya berada di kediamanmu telah dipindahkan ke gedung ini. Orang-orangku sedang merancangnya untuk mengaplikasikan prototipe yang Kamu buat pada calon produk masal Robotic Tech.” Lalu, Neo membuka minuman kaleng dan menyesapnya.Sedangkan Hana mengangguk pela
“Pucat?” Zan menyeringai sinis. “Kenapa wajahmu mendadak pucat, Henry?”Henry menghela napas dalam. Ia menahan diri dengan keras agar apa yang bergejolak di hatinya tak tergambar di jelas pada gerak-geriknya. “Saya sangat terkejut dengan pertanyaan itu, Bos.”“Terkejut?” Zan terkekeh geli. “Bukankah di dunia kita pertanyaan seperti itu sudah biasa?” Suaranya terdengar mengejek.Henry mengangguk tanpa ragu. “Saya terkejut karena seperti dimintai persetujuan pembunuhan.”“Ah!” Zan geram. Ia merasa Max benar, lawan bicaranya itu kini pandai berkelit. “Ini berhubungan dengan orang yang mungkin Kamu kenal. Aku nggak ingin melenyapkannya tanpa persetujuanmu.” Ia mengedikan bahu dengan santai.Henry kembali menghela napas dalam. “Bos, saya memang pernah melakukan kesalahan beberapa waktu lalu, tapi saat ini saya sama sekali nggak ingin melakukan kesalahan yang lebih fatal, termasuk menyetujui sebuah rencana pembunuhan.”“Bukan karena ia seseorang yang mungkin dekat denganmu?” Zan mengepalkan
“Drrt!” Telepon dalam saku baju Hana bergetar.Gadis itu mengambil telepon genggamnya dan melihat nama Xenon terpampang di layar. Ia keluar dari ruang yang riuh dengan suara tangan-tangan robot yang sedang merangkai bagian-bagian dari satu produk yang akan dibuat secara masal.Ia duduk di salah satu sudut ruangan dari tower milik Robotic Tech yang berada di lantai 5. “Ya?” Ia tak mengucapkan salam sapa.“Suit!” Suara siulan Xenon menjawab kata tanya singkatnya.“Berita gembira?” tebak Hana dengan cepat.“Tepat!” sahut Xenon riang. “Aku akan bacakan sesuatu.”Hana menunggu.“Teta Tech mengadakan penjajagan pada Robotic Tech untuk melakukan kerja sama dalam pengembangan salah satu bisnisnya. Teta Tech mulai mengadakan profiling pada Robotic Tech yang merupakan perusahaan yang lebih kecil dari korporasi raksasa itu.” Xenon kembali bersiul. “Dan itu merupakan langkah awal kita.”“Itu artinya kita bisa mulai menyusup ke sistem Teta Tech?” harap Hana dengan antusias. Ia melayangkan pandanga
“Ugh!” Hana memegang perutnya.“Apa yang terjadi?” Sopir itu melirik sekilas dengan cemas.“Sepertinya dia sakit perut?” sahut Alex dengan cepat. “Iya, kan?” Alex menoleh ke arah Hana.“He em.” Hana mengangguk-angguk cepat.“Oh, oke.” Sopir itu menekan pedal gas dan mobil itu makin kencang melaju.“Turunkan saja kami di pertokoan terdekat,” cetus Alex seraya menoleh ke arah sopir itu.“Jadi, kalian nggak akan ikut aku ke toko kita?” Sopir itu sekilas melirik Alex.“Aku akan menyusulmu ke sana setelah mengantarkannya.” Alex pura-pura menunjukan wajah khawatir.“Oh, oke.” Kemudian sopir itu mempercepat laju kendaraannya.Dan sekian kilometer kemudian pertokoan yang dimaksud terlihat. Deretan mobil yang terparkir di sisi jalan mulai nampak.“Apa kalian akan turun di sini?” Mobil itu berjalan makin pelan.“Ya, ada klinik di sekitar ini,” jawab Alex dengan cepat.Dan mobil itu pun berhenti di dekat deretan mobil di tepi jalan itu.Hana segera keluar disusul dengan Alex. Mereka berdua mengu
“Ah! Aku merasa sudah hampir seabad nggak mendengar panggilan itu,” sambut Hana santai. Ia malah sibuk memanjakan matanya dengan fokus ke arah deretan mobil mewah di lantai dasar yang terlihat dari kantor Saga.“Itu karena setelah membuat onar Kamu kabur keluar negeri,” balas Saga tak acuh. “Dan kalian, kenapa membawa aktor di belakang layar di setiap perkelahian dulu ke sini?”“Kami merindukanmu, Saga,” timpal Alex, juga tak acuh.“Dan Andro, apa Kamu juga merindukanmu?” Saga menatap Andro dengan kesal.Andro menggeleng dengan santai. “Aku ingin memperlihatkan bengkelmu yang terkenal di antara para orang kaya di kota ini.”“Ah ....” Saga menghempaskan punggungnya ke sandaran kursinya yang tinggi. “Tapi, entah kenapa aku mencium bau masalah!”Lalu, laki-laki gondrong itu memperhatikan Hana yang bergerak menuju sisi lain dinding kaca kantornya. Dan ia bisa membaca apa yang ada di pikiran Hana ketika melihat gadis itu menatap kosong pada halaman kosong di bawah sana. “Ah ... ternyata Si
“Wah! Kenapa tiba-tiba Zan merayakan ulang tahun?” Melanie menatap penuh rasa ingin tahu ke arah Veronica.“Ah ....” Veronica memutar kedua bola matanya. “Gadis sepertimu tahu apa? Tahu pun juga untuk apa. Udah nggak usah ingin tahu! Fokus saja pada kegiatan keartisanmu!”Melanie melirik kesal. “Tapi-”“Ssst!” Telunjuk Veronica berada di depan bibirnya, wanita itu mengedarkan pandangannya ke arah satu ruangan luas yang berada di sisi lain kolam renang di Blue House. “Sepertinya para tamu mulai berdatangan.”Di salah satu ruangan di Blue Mansion, Veronica dan Melanie sedang duduk menunggu meeting mereka dimulai. Ruanga itu berdinding kaca sehingga dari sana pemandangan danau dan sebagian ruang-ruang di lantai satu rumah megah itu terlihat.Beberapa orang yang baru datang disambut oleh para pegawai Blue Mansion ditambah dengan beberapa pegawai didatangkan dari Victory. Sedangkan, para beberapa bodyguard keluarga Ducan ditempatkan di beberapa titik untuk menjaga acara itu dan mengecek ta
“Tunggu!” Dan suara kecepatan tangan yang beradu dengan papan keyboard terdengar melalui earpiece di telinga Hana.Selama Xenon mencari pusat pengendali alat sensor itu, Hana pura-pura mengecek isi nampannya, membetulkan letaknya dan aktivitas tak penting yang lain.“Tit!” Suara sensor yang dimatikan terdengar dari ambang pintu. Suara itu terdengar lemah. Tapi, karena hanya ada Hana yang berdiri di sana, suara itu masih terdengar jelas.“Oke.” Xenon mengkode Hana.Dan tanpa menjawab, Hana segera masuk ke bangunan utama melalui pintu samping itu. Ia juga melepas dua kamera perintis yang akan menjelajahi setiap ruangan.Dan beberapa saat kemudian, Hana sudah berbaur dengan para tamu dan pegawai Blue House lain di ruang utama di sisi lain kolam renang besar yang berada di tengah-tengah bangunan megah itu.Hana memfokuskan pandangan matanya pada para pegawai laki-laki, terutama yang berusia paro baya. Tapi, setelah menelisik para pegawai yang ada di ruangan itu, ia sama sekali nggak menem
“Zan, para pengunjung adalah orang-orang penting yang juga pemeganga saham Teta Tech Corporation. Apa Kamu nggak khawatir jika mereka menganggap Victory ini salah kelola?” Melanie duduk di sofa tunggal yang ada di samping Zan.Zan diam, sedangkan pendapat itu direspon oleh Max dengan tawa sinis.“Melanie, meskipun Victory terkait dengan Teta Tech, tapi klub ini sepenuhnya ada dalam pengelolaanku. Siapa di antara pengunjung yang berani menghujatku sebagai si salah kelola.” Max menunjukkan telunjukanya dari tangan yang sedang memegang gelas.Melanie mengedikan bahu. “Kalau begitu, bisakah dijelaskan kenapa klub dengan pengelolaan top ini bisa mati lampu.”“Itu karena kesalahan teknis,” sahut Zan dengan cepat.Dan dengan cepat juga Max menoleh ke arah Zan, ia ternganga tak percaya dengan apa yang didengarnya karena ia yakin lampu mati itu berkaitan dengan penggerudukan yang dilakukan oleh gadis bernama Hana itu. “Zan!”“Ah ... Max.” Zan sedikit menelengkan kepala seraya menatap penuh art
Kenangan itu membuat mata Hana merebak dan air mata mengalir tanpa bisa ditahan lagi.Ia terisak.“Hana ....” Zan meregangkan pelukannya dan melihat wajah Hana dengan bingung. “Apa yang membuatmu menangis?”Hana menatap mata Zan. Kesedihan menggayut di wajahnya. “Kamu tahu? Bahkan, Henry bukan ayah kandungku.”“Ah, itu kenapa catatan tentang hubungan darah kalian nggak ditemukan oleh orang-orangku,” ucap Zan dalam hati di tengah keterkejutannya.“Tapi, lihat apa yang ayah lakukan untukku!” Hana menangis.Zan memeluk gadis itu.Hana mengusap air matanya. “Setelah menemukanku, ia berusaha mencari orang tuaku. Tapi, karena cinta yang ia berikan, aku meminta ia menghentikan itu dan memilih untuk menjadi anaknya.”Zan mempererat pelukannya.“Dan setelah aku dewasa, ia nggak hanya berjuang untuk membuat aku meraih cita-citaku, tapi juga mengorbankan nyawanya untukku.” Hana kembali menangis.“Meskipun fakta bahwa Kamu bukan anak biologis Henry, tapi sekarang aku paham kenapa Kamu merobohkan
Hana bergeming ketika pintu ruang operasi terbuka.Petugas medis mendorong ranjang yang membawa Zan yang masih belum sadar.Max menyambut Zan dan mengikuti para petugas medis itu ke bangsal rawat yang akan ditempati laki-laki itu.Hana menatap wajah Zan yang masih terlihat seperti sedang tertidur pulas dan bahu yang dibebat perban ketika ranjang itu lewat di depannya.Max berhenti dan menatap Hana yang masih bergeming di tempatnya.Gadis itu sadar dan segera mengikuti para petugas medis yang membawa Zan. Dan ia harus menahan diri untuk mengatakan apa yang ia tahu karena suaminya itu belum sadar.Gadis menunggu di sofa dengan memeluk lututnya. Sedangkan, Max duduk di samping ranjang pasien.Menit berlalu.Zan tersadar.Max menyambutnya dengan senyum. “Apa karena sekarang sudah punya istri jadi satu peluru saja membuatmu terlihat lemah?” Ia tersenyum mengejek.Zan tersenyum. Ia mengedarkan pandangan untuk mencari Hana. Dan ia tersenyum ketika melihat gadis itu sedang duduk seraya menatap
Zan melihat Max yang berusaha mengejar mobil yang kedua daun pintu bagian belakangnya belum itu.“Zara, kita selesaikan urusan kita nanti!” Zan menjatuhkan diri seraya mengambil pistol di lantai. Dan ia menodongkan pistol itu ke arah Zara.Zara yang kembali hendak menerjang mengurungkan niat.“Aku nggak punya waktu untuk main-main.” Zan beranjak dan berjalan dengan tergesa.“Set!”Sebuah pisau melesat ke arah Zan. Pisau itu menyasar punggung laki-laki itu.Dengan cepat Zan menoleh, merunduk dan-“Dor!”Peluru dari pistol Zan menyasar dada Zara.“Agh!”Zara menghindar, tapi peluru itu menembus bahunya.Zan tahu jika luka tembak itu nggak akan menghentikan mantan pembunuh bayaran itu.“Dor!”“Dor!”Zan menembak kedua paha Zara.“Agh!”Mantan kepala The Bodyguard itu ambruk.“Orang kita akan segera mengurusmu Zara.” Dan Zan bergerak ke arah mobil anak buahnya yang semula membawa Hana ke tempat itu.Ia melarikan mobil itu dengan kecepatan penuh.Dan sekian meter dari gedung terbengkelai i
“Dor!”Tembakan dari orang-orang yang menghindar dengan panik itu mengenai kaca depan mobil Zan.Kondisi tanpa pembatas itu justru dimanfaatkan Max untuk menghabisi para penyerang yang berada dalam jangkauan tembaknya.“Dor!”“Dor!”“Agh!”Beberapa penyerang itu roboh di jalan ketika peluru-peluru Max menembus kepala mereka.“Dor!”“Agh! Setan!” Max mengumpat ketika sebuah peluru mengenai bingkai jendela mobil di dekatnya.Dan sisi lain, Zan juga menyasar beberapa penyerang yang berada dalam jangkauan tembaknya.“Dor!”“Agh!”Peluru-peluru Zan tidak terbuang sia-sia. Mangsa-mangsanya bertumbangan di jalan.Dan-“Brak!!”Mobil Zan menabrak sebuah mobil penyerang yang merintangi jalan tanpa ampun. Mobil itu bergeser ke samping jalan.Dan mobil Zan berhasil lolos dari rintangan.“Kejar!” Perintah pengejaran itu terdengar dari arah belakang.Zan mempercepat laju mobilnya.Max menekan earpiece-nya. Lalu, “Orang-orang kita sudah dekat.”“Bagus!” Tapi, kekhawatiran di wajah Zan makin pekat.
“Segera, Mr. Ducan. Dan saya meminta Anda terhubung secara khusus dengan saya dan tim untuk perkembangannya,” balas Neo tegas.Zan menyanggupi itu.Max mengamati ketegangan di wajah Zan. “Apa yang terjadi?”“Zara menghilang bersama dengan hilangnya Hana.” Zan menjelaskan itu seraya berjalan keluar ruangan. Langkahnya tergesa menuju lift.Max mengejarnya. “Aku agak bingung. Zara bukan jenis orang yang memiliki dendam pribadi.”“Tapi, dia jenis orang yang akan menjalankan apa yang diperintahkan oleh penyuruhnya dengan sempurna,” timpal Zan cepat.Lift bergerak pelan ke lantai dasar.Zan berharap lift itu bisa lebih cepat bergerak.Lalu, keduanya masuk ke mobil tanpa bicara.Zan memacu mobil itu dengan kecepatan penuh.“Kita akan ke mana?” Max yang berada di samping kemudi menatap Zan yang mengemudi dengan tegang.“The Bodyguard. Aku nggak tahu apa mungkin kita dapat sesuatu di sana. Hanya saja aku nggak tahu harus ke mana kita untuk menemukan titik awal mencari Hana.” Mendung menggelap
Wanita berwajah dingin itu berdiri tepat di hadapan Hana. Ia menatap sinis. “Kali ini kupastikan nggak akan ada lagi yang menolongmu,” sumbarnya dengan penuh keyakinan.Hana mencoba tetap tenang.Tapi-“Hat!” Mendadak tendangan sabit wanita itu menyasar kepala Hana.Dengan cepat Hana mengelak.Wanita itu tak membiarkan serangannya tanpa hasil. Ia terus melancarkan serangan pada titik-titik kritis di tubuh gadis itu.Hana terus berusaha mengelak tanpa bisa membalas serangan bertubi-tubi itu. Ia tak mampu mengimbangi kecepatan serangan maut itu.Gadis itu harus mengakui bahwa perkelahian itu cukup membuatnya ketar-ketir karena ia sama sekali tak memiliki back up seperti perkelahian sebelumnya.Hana terus berusaha bertahan. Tapi, wanita yang memang bukan tandingannya itu menghabiskan energinya dengan cepat. Dan-“Aaa!” Hana menjerit ketika satu tendangan membobol pertahanannya. Tendangan itu membuatnya terlempar beberapa langkah.Gadis itu menahan sakit ketika tubuhnya mendarat di lantai
Hana menahan keterkejutannya. Ia makin mencondongkan badannya ke depan untuk lebih memastikan temuan itu.Tapi, berapa kali pun ia memastikan itu, gadis itu makin yakin kalau pengawal yang sedang membawa mobil mewah itu adalah wanita yang dokter Ann sebut sebagai The Black Poisson.Hana kembali menyandarkan tubuhnya dengan tegang. Ia mulai bertanya-tanya dalam hati apakah pengawal Zan yang duduk di depannya mengetahui fakta itu atau ia juga salah satu dari kaki tangan Si Racun Hitam itu.Alarm tanda bahaya di hati gadis itu menyala.Gadis itu menyentuh layar di gelang pipihnya untuk mengaktifkan alat pelacak. Ia juga mengirim tanda bahaya pada Xenon.Mobil hitam mewah itu menambah kecepatannya hingga dalam waktu sekian menit kendaraan roda empat itu meninggalkan kota.Hana meminta sopir itu untuk membuka jendelanya begitu mobil itu memasuki kota yang berada di tepi pantai itu.Jantung gadis itu berdetak tak karuan seiring dengan angin laut yang menerpa wajahnya.Ia memperhatika bangun
Zan menelisik wajah Hana. Ia menyeringai penuh arti dan segera menarik tangan gadis itu dengan lembut.Tarikan lembut itu membuat gadis itu terpaksa berdiri.Lalu, Zan memeluknya dari belakang dan mendekatkan mulutnya di telinga gadis itu. “Jangan sekali pun berpikir untuk berlari dari pernikahan ini! Orang-orang yang mendukungmu itu jaminannya,” bisik Zan lirih.Seketika mata Hana terbelalak. Ia menoleh ke arah dengan cepat ke arah suami barunya itu. “Bagaimana Kamu tahu?!”“Aku bisa membaca pikiranmu,” seloroh Zan santai.Hana hanya bisa menatapnya dengan heran.Lalu, Zan membawa gadis itu ke arah teman-temanya. “Maaf atas ketidaknyamanan ini. Resepsi akan diadakan di Victory beberapa waktu lagi. Aku harap kalian bisa menghadirinya.”Ia mengangguk hormat.Orang-orang Hana beranjak dan membalas anggukan hormat itu.Zan menyentuh puncak kepala Hana dengan lembut. “Aku akan meninggalkan Kamu bersama dengan teman-temanmu. Ada hal penting yang harus kulakukan.”Lalu, ia mengkode Max. Tan