“Saatnya istirahat, Hana!” seru Neo begitu memasuki salah satu ruangan di tower Robotic Tech yang diperuntukan untuk gadis itu.“Sebentar!” Hana menyelesaikan pengecekan pada sistem mekanisme salah satu robot yang sedang ia garap. Lalu, sekian menit kemudian, ia berhenti dan berjalan menuju meja di mana Neo telah menunggu.“Aku bawakan makanan paling enak dari restoran terdekat. Aku tahu Kamu malas pergi ke kantin.” Neo mendorong bungkusan ke arah Hana.Hana duduk dan melepas kaca mata anti silaunya. Lalu, ia membaui aroma menggugah selera yang menguar dari dalam bungkusan itu. “Aku jadi sangat lapar.”Neo tersenyum ketika dengan terburu Hana kemudian membuka bungkusan itu dan mulai melahap isinya.“Semua hasil karyamu yang sebelumnya berada di kediamanmu telah dipindahkan ke gedung ini. Orang-orangku sedang merancangnya untuk mengaplikasikan prototipe yang Kamu buat pada calon produk masal Robotic Tech.” Lalu, Neo membuka minuman kaleng dan menyesapnya.Sedangkan Hana mengangguk pela
“Pucat?” Zan menyeringai sinis. “Kenapa wajahmu mendadak pucat, Henry?”Henry menghela napas dalam. Ia menahan diri dengan keras agar apa yang bergejolak di hatinya tak tergambar di jelas pada gerak-geriknya. “Saya sangat terkejut dengan pertanyaan itu, Bos.”“Terkejut?” Zan terkekeh geli. “Bukankah di dunia kita pertanyaan seperti itu sudah biasa?” Suaranya terdengar mengejek.Henry mengangguk tanpa ragu. “Saya terkejut karena seperti dimintai persetujuan pembunuhan.”“Ah!” Zan geram. Ia merasa Max benar, lawan bicaranya itu kini pandai berkelit. “Ini berhubungan dengan orang yang mungkin Kamu kenal. Aku nggak ingin melenyapkannya tanpa persetujuanmu.” Ia mengedikan bahu dengan santai.Henry kembali menghela napas dalam. “Bos, saya memang pernah melakukan kesalahan beberapa waktu lalu, tapi saat ini saya sama sekali nggak ingin melakukan kesalahan yang lebih fatal, termasuk menyetujui sebuah rencana pembunuhan.”“Bukan karena ia seseorang yang mungkin dekat denganmu?” Zan mengepalkan
“Drrt!” Telepon dalam saku baju Hana bergetar.Gadis itu mengambil telepon genggamnya dan melihat nama Xenon terpampang di layar. Ia keluar dari ruang yang riuh dengan suara tangan-tangan robot yang sedang merangkai bagian-bagian dari satu produk yang akan dibuat secara masal.Ia duduk di salah satu sudut ruangan dari tower milik Robotic Tech yang berada di lantai 5. “Ya?” Ia tak mengucapkan salam sapa.“Suit!” Suara siulan Xenon menjawab kata tanya singkatnya.“Berita gembira?” tebak Hana dengan cepat.“Tepat!” sahut Xenon riang. “Aku akan bacakan sesuatu.”Hana menunggu.“Teta Tech mengadakan penjajagan pada Robotic Tech untuk melakukan kerja sama dalam pengembangan salah satu bisnisnya. Teta Tech mulai mengadakan profiling pada Robotic Tech yang merupakan perusahaan yang lebih kecil dari korporasi raksasa itu.” Xenon kembali bersiul. “Dan itu merupakan langkah awal kita.”“Itu artinya kita bisa mulai menyusup ke sistem Teta Tech?” harap Hana dengan antusias. Ia melayangkan pandanga
“Ugh!” Hana memegang perutnya.“Apa yang terjadi?” Sopir itu melirik sekilas dengan cemas.“Sepertinya dia sakit perut?” sahut Alex dengan cepat. “Iya, kan?” Alex menoleh ke arah Hana.“He em.” Hana mengangguk-angguk cepat.“Oh, oke.” Sopir itu menekan pedal gas dan mobil itu makin kencang melaju.“Turunkan saja kami di pertokoan terdekat,” cetus Alex seraya menoleh ke arah sopir itu.“Jadi, kalian nggak akan ikut aku ke toko kita?” Sopir itu sekilas melirik Alex.“Aku akan menyusulmu ke sana setelah mengantarkannya.” Alex pura-pura menunjukan wajah khawatir.“Oh, oke.” Kemudian sopir itu mempercepat laju kendaraannya.Dan sekian kilometer kemudian pertokoan yang dimaksud terlihat. Deretan mobil yang terparkir di sisi jalan mulai nampak.“Apa kalian akan turun di sini?” Mobil itu berjalan makin pelan.“Ya, ada klinik di sekitar ini,” jawab Alex dengan cepat.Dan mobil itu pun berhenti di dekat deretan mobil di tepi jalan itu.Hana segera keluar disusul dengan Alex. Mereka berdua mengu
“Ah! Aku merasa sudah hampir seabad nggak mendengar panggilan itu,” sambut Hana santai. Ia malah sibuk memanjakan matanya dengan fokus ke arah deretan mobil mewah di lantai dasar yang terlihat dari kantor Saga.“Itu karena setelah membuat onar Kamu kabur keluar negeri,” balas Saga tak acuh. “Dan kalian, kenapa membawa aktor di belakang layar di setiap perkelahian dulu ke sini?”“Kami merindukanmu, Saga,” timpal Alex, juga tak acuh.“Dan Andro, apa Kamu juga merindukanmu?” Saga menatap Andro dengan kesal.Andro menggeleng dengan santai. “Aku ingin memperlihatkan bengkelmu yang terkenal di antara para orang kaya di kota ini.”“Ah ....” Saga menghempaskan punggungnya ke sandaran kursinya yang tinggi. “Tapi, entah kenapa aku mencium bau masalah!”Lalu, laki-laki gondrong itu memperhatikan Hana yang bergerak menuju sisi lain dinding kaca kantornya. Dan ia bisa membaca apa yang ada di pikiran Hana ketika melihat gadis itu menatap kosong pada halaman kosong di bawah sana. “Ah ... ternyata Si
“Wah! Kenapa tiba-tiba Zan merayakan ulang tahun?” Melanie menatap penuh rasa ingin tahu ke arah Veronica.“Ah ....” Veronica memutar kedua bola matanya. “Gadis sepertimu tahu apa? Tahu pun juga untuk apa. Udah nggak usah ingin tahu! Fokus saja pada kegiatan keartisanmu!”Melanie melirik kesal. “Tapi-”“Ssst!” Telunjuk Veronica berada di depan bibirnya, wanita itu mengedarkan pandangannya ke arah satu ruangan luas yang berada di sisi lain kolam renang di Blue House. “Sepertinya para tamu mulai berdatangan.”Di salah satu ruangan di Blue Mansion, Veronica dan Melanie sedang duduk menunggu meeting mereka dimulai. Ruanga itu berdinding kaca sehingga dari sana pemandangan danau dan sebagian ruang-ruang di lantai satu rumah megah itu terlihat.Beberapa orang yang baru datang disambut oleh para pegawai Blue Mansion ditambah dengan beberapa pegawai didatangkan dari Victory. Sedangkan, para beberapa bodyguard keluarga Ducan ditempatkan di beberapa titik untuk menjaga acara itu dan mengecek ta
“Tunggu!” Dan suara kecepatan tangan yang beradu dengan papan keyboard terdengar melalui earpiece di telinga Hana.Selama Xenon mencari pusat pengendali alat sensor itu, Hana pura-pura mengecek isi nampannya, membetulkan letaknya dan aktivitas tak penting yang lain.“Tit!” Suara sensor yang dimatikan terdengar dari ambang pintu. Suara itu terdengar lemah. Tapi, karena hanya ada Hana yang berdiri di sana, suara itu masih terdengar jelas.“Oke.” Xenon mengkode Hana.Dan tanpa menjawab, Hana segera masuk ke bangunan utama melalui pintu samping itu. Ia juga melepas dua kamera perintis yang akan menjelajahi setiap ruangan.Dan beberapa saat kemudian, Hana sudah berbaur dengan para tamu dan pegawai Blue House lain di ruang utama di sisi lain kolam renang besar yang berada di tengah-tengah bangunan megah itu.Hana memfokuskan pandangan matanya pada para pegawai laki-laki, terutama yang berusia paro baya. Tapi, setelah menelisik para pegawai yang ada di ruangan itu, ia sama sekali nggak menem
“Ayah ...!” Tangis Hana makin kencang ketika ia duduk menggelesot dan melihat kaki ayahnya.Ternyata, jika sisi kanan tubuh ayahnya terlihat baik-baik saja, tubuh ayahnya di sisi kiri dari atas sampai bawah sudah berubah. Sisi kiri wajahnya penuh bekas luka dan bisa dikatakan bentuk mata, hidung dan bibirnya sudah berubah. Sedangkan tangan kirinya menekuk permanen, cacat. Begitu juga dengan kaki kirinya yang terlihat kaku karena dibagian lututnya tak bisa ditekuk.Dalam diamnya, Zan menatap penuh selidik pada Henry. Ia menunggu apa yang akan dilakukan laki-laki paro baya itu karena sebelumnya ia telah mengingkari hubungannya dengan gadis yang terus menangis itu.Dan Max yang juga terkejut dengan apa yang sedang terjadi terlihat siaga untuk memanggil orang-orangnya untuk meringkus Hana.Sedangkan Henry yang semula bertekad ingin menjauhkan Hana dari para Ducan, sesaat terlihat bingung. Ia terus menunduk, nggak berani mengangkat pandang. Tapi, beberapa saat kemudian mau tak mau ia harus