“Ah! Aku merasa sudah hampir seabad nggak mendengar panggilan itu,” sambut Hana santai. Ia malah sibuk memanjakan matanya dengan fokus ke arah deretan mobil mewah di lantai dasar yang terlihat dari kantor Saga.“Itu karena setelah membuat onar Kamu kabur keluar negeri,” balas Saga tak acuh. “Dan kalian, kenapa membawa aktor di belakang layar di setiap perkelahian dulu ke sini?”“Kami merindukanmu, Saga,” timpal Alex, juga tak acuh.“Dan Andro, apa Kamu juga merindukanmu?” Saga menatap Andro dengan kesal.Andro menggeleng dengan santai. “Aku ingin memperlihatkan bengkelmu yang terkenal di antara para orang kaya di kota ini.”“Ah ....” Saga menghempaskan punggungnya ke sandaran kursinya yang tinggi. “Tapi, entah kenapa aku mencium bau masalah!”Lalu, laki-laki gondrong itu memperhatikan Hana yang bergerak menuju sisi lain dinding kaca kantornya. Dan ia bisa membaca apa yang ada di pikiran Hana ketika melihat gadis itu menatap kosong pada halaman kosong di bawah sana. “Ah ... ternyata Si
“Wah! Kenapa tiba-tiba Zan merayakan ulang tahun?” Melanie menatap penuh rasa ingin tahu ke arah Veronica.“Ah ....” Veronica memutar kedua bola matanya. “Gadis sepertimu tahu apa? Tahu pun juga untuk apa. Udah nggak usah ingin tahu! Fokus saja pada kegiatan keartisanmu!”Melanie melirik kesal. “Tapi-”“Ssst!” Telunjuk Veronica berada di depan bibirnya, wanita itu mengedarkan pandangannya ke arah satu ruangan luas yang berada di sisi lain kolam renang di Blue House. “Sepertinya para tamu mulai berdatangan.”Di salah satu ruangan di Blue Mansion, Veronica dan Melanie sedang duduk menunggu meeting mereka dimulai. Ruanga itu berdinding kaca sehingga dari sana pemandangan danau dan sebagian ruang-ruang di lantai satu rumah megah itu terlihat.Beberapa orang yang baru datang disambut oleh para pegawai Blue Mansion ditambah dengan beberapa pegawai didatangkan dari Victory. Sedangkan, para beberapa bodyguard keluarga Ducan ditempatkan di beberapa titik untuk menjaga acara itu dan mengecek ta
“Tunggu!” Dan suara kecepatan tangan yang beradu dengan papan keyboard terdengar melalui earpiece di telinga Hana.Selama Xenon mencari pusat pengendali alat sensor itu, Hana pura-pura mengecek isi nampannya, membetulkan letaknya dan aktivitas tak penting yang lain.“Tit!” Suara sensor yang dimatikan terdengar dari ambang pintu. Suara itu terdengar lemah. Tapi, karena hanya ada Hana yang berdiri di sana, suara itu masih terdengar jelas.“Oke.” Xenon mengkode Hana.Dan tanpa menjawab, Hana segera masuk ke bangunan utama melalui pintu samping itu. Ia juga melepas dua kamera perintis yang akan menjelajahi setiap ruangan.Dan beberapa saat kemudian, Hana sudah berbaur dengan para tamu dan pegawai Blue House lain di ruang utama di sisi lain kolam renang besar yang berada di tengah-tengah bangunan megah itu.Hana memfokuskan pandangan matanya pada para pegawai laki-laki, terutama yang berusia paro baya. Tapi, setelah menelisik para pegawai yang ada di ruangan itu, ia sama sekali nggak menem
“Ayah ...!” Tangis Hana makin kencang ketika ia duduk menggelesot dan melihat kaki ayahnya.Ternyata, jika sisi kanan tubuh ayahnya terlihat baik-baik saja, tubuh ayahnya di sisi kiri dari atas sampai bawah sudah berubah. Sisi kiri wajahnya penuh bekas luka dan bisa dikatakan bentuk mata, hidung dan bibirnya sudah berubah. Sedangkan tangan kirinya menekuk permanen, cacat. Begitu juga dengan kaki kirinya yang terlihat kaku karena dibagian lututnya tak bisa ditekuk.Dalam diamnya, Zan menatap penuh selidik pada Henry. Ia menunggu apa yang akan dilakukan laki-laki paro baya itu karena sebelumnya ia telah mengingkari hubungannya dengan gadis yang terus menangis itu.Dan Max yang juga terkejut dengan apa yang sedang terjadi terlihat siaga untuk memanggil orang-orangnya untuk meringkus Hana.Sedangkan Henry yang semula bertekad ingin menjauhkan Hana dari para Ducan, sesaat terlihat bingung. Ia terus menunduk, nggak berani mengangkat pandang. Tapi, beberapa saat kemudian mau tak mau ia harus
“Zan!” Max bergegas menyusul Zan. “Kenapa sikapmu pada gadis barbar itu aneh? Itu bukan Zan yang biasanya. Itu bukan Kamu, Zan.”Zan pura-pura nggak dengar. “Kamu bisa mulai pertemuan dengan tamu-tamu yang diundang Arnold, Max. Aku akan menemui tamu undanganku. Aku akan menyusulmu sebentar lagi.”Max menghela napas tak berdaya. Lalu, ia berjalan ke arah lain untuk menjalankan instruksi Zan.Sementara itu, Zan berjalan ke ruang utama yang berada di sisi kolam renang. Beberapa tamu yang mengenali Zan segera menyambutnya dan berbincang sejenak. Sampai akhirnya melihat seorang laki-laki berbadan tegap dengan rambut panjang sebahu yang terlihat nggak nyaman di antara para tamu.“Saga!” Zan menghampiri laki-laki itu.“Ah! Big Boss!” Saga menyambut Zan, menyalaminya dan mengucapkan ucapan selamat. Dan, “Maaf, aku nggak bisa di sini sampai pestanya selesai.”Zan tersenyum. “Apa ini karena kesibukanmu atau karena Kamu merasa nggak nyaman di pesta seperti ini?”Saga tersenyum kikuk. “Ah, Kamu m
“Ayo!” Henry meraih tangan Hana dan menuntunnya keluar dari ruangan itu.Beberapa orang-orang Blue Mansion yang masih berdiri di ambang pintu bergeser memberikan ruang bagi mereka berdua. Mereka hanya memandang Hana dengan tatapan penuh tanya.Hana yang masih terisak diam mengikuti langkah ayahnya yang berjalan dengan menyeret kaki kirinya. gadis itu juga memperhatikan bagaimana tangan ayahnya menekuk secara permanen. Ia ingin menangis, tapi sekuat tenaga gadis itu menahannya.Henry membawa Hana ke sebuah ruang yang ada di ujung kiri bangunan utama. Lalu, ia berhenti di satu pintu yang berada di bagian luar bangunan itu.“Masuklah!” Henry membuka pintu.Hana tak terburu masuk ke ruangan itu. Ia berdiri di ambang pintu dan mengamati isi kamar.Kamar yang tidak begitu besar itu berisi sebuah tempat tidur berukuran sedang, nakas dengan lampu tidur yang berada di atasnya, satu set meja kursi dan satu lemari pendek berukuran kecil.Hana melongok untuk ke dalam kamar. “Jadi, selama ini Ayah
“Ayah?” ucap Hana parau. Gadis yang sudah setengah tertidur itu mengetahui ada seseorang yang baru saja masuk ke kamar.“Ya, ini aku.” Henry mendekat. Lalu, ia duduk di tepi ranjang.Mengetahui itu, Hana menggeser kepala dan meletakannya di pangkuan ayahnya.“Ah, anak gadis ayah sudah sedewasa ini.” Henry menyembunyikan kekhawatirannya.Hana hanya tersenyum dan menikmati usapan lembut di kepala yang sekian lama ia rindukan. Lalu, ia tertidur lelap.Henry menghela napas dalam untuk melepaskan ketidakberdayaannya yang menghimpit. Kemudian ia menarik tempat tidur cadangan dari bawah ranjang dan tidur di sana.Waktu berlalu.Pagi datang mengunjungi Blue Mansion. Sinar matahari menerobos ke celah-celah jendela kamar tidur Henry. Laki-laki yang tertidur dengan tangan dipegang Hana itu nggak menyadari bahwa ada dua laki-laki yang tengah berdiri menyaksikan tidur lelap mereka.“Ehem.” Zan berdehem untuk membangungkan keduanya.“Saya akan membangunkan mereka, Bos.” Sekretaris pribadi Zan henda
“Dia akan menemui Bos sebentar lagi, Pak.” Henry berdiri dengan sungkan.Sedangkan, Hana melanjutkan menyelesaikan sarapannya dengan santai. Tapi, ia memperhatikan bagaimana ayahnya bersikap dengan para anak buah Zan Ducan. Ia memendam kekesalan.Tapi, sekretaris pribadi itu tetap berdiri tegak sampai Hana terlihat hendak beranjak.“Ssst, Hana!” tegur Henry agar anak gadisnya itu bersegera.Gadis itu menjawab dengan menyengirkan hidung. Lalu, ia beranjak berdiri.“Jangan membuat masalah baru!” pesan Henry dengan penuh penekanan.Hana mengangguk pelan, tapi kemudian mengedikan bahu dengan tak acuh. Lalu, ia berjalan mengikuti sekretaris Zan.Melihat itu, Henry hanya bisa menghela napas seraya mengusap dadanya.Beberapa saat kemudian, Hana dan sekretaris pribadi Zan sudah berada di ruang kerja Zan yang ada di Blue Mansion.“Saya membawa Nona Hana, Bos,” lapor sekretaris pribadi itu. Kemudian ia meninggalkan Hana bersama Zan di ruangan itu.“Akhirnya kita bisa bicara,” sambut Zan seraya