TITI POV
Aku baru saja melewati kamar Mas Aro saat melihat Adam keluar dari sana dengan mata sembab. Idih, pasti si Atam abis menangis. Mas Aro sih mulutnya pedes kayak boncabe level 20. Tengah aku mencibir sambil geleng-geleng kepala, Mas Aro melihatku galak.
"Titikoma, sini kau!" perintahnya ketus.
"Iya Mas, aku kesana?" tanyaku sambil menunjuk kamarnya.
"Iya, buruan!" jawab Mas Aro kesal.
Kayaknya Mas Aro lagi badmood deh, pasti dia berniat memarahiku. Huh!
"Tutup pintunya!" perintahnya.
Aku menutup pintu kamar Mas Aro, lantas mendekatinya.
"Apa Mas Aro mau ngapa-ngapain aku?"
"Apa?! Gila kamu!" Mas Aro melotot geram padaku.
Aku tersenyum geli melihatnya, "kalau iya gapapa kok. Pasrah aku, Mas."
"Tak usah mengharap, kamu! Sudah tak usah macam-macam. Kerja yang betul! Terus, apa betul kamu pacaran sama Chocho?" tuduhnya semena-mena.
Aku ternganga mendengar tuduhan Mas Aro. Gila! Bagaimana bisa ia punya pikiran aneh seperti itu?
"Mengapa Mas Aro menuduhku seperti itu?"
"Kalian berpelukan mesra, pangku-pangkuan, dan ciuman."
"Lalu, bukannya Paman juga memperlakukan Chocho seperti itu?!" bantahku kesal.
"Lain. Pak Frans lelaki. Sudah tua. Kamu masih gadis, muda lagi."
"Cih, apa bedanya?! Lagian darimana Mas Aro tahu aku masih gadis? Mau dibuktiin?" godaku sableng.
Wajah Mas Aro menjadi merah padam. Hihihi, pasti dia baper. Ya iyalah, meski Mas Aro ganteng banget, tapi aku yakin dia itu cowok nerd. Pasti dia belum pernah pacaran. Aku jadi suka menggodanya.
"Jangan ngawur kamu!" bentaknya galak, "Chocho masih polos, awas sampai kamu berani merayunya!"
"Idih Mas Aro, siapa sih yang merayu Chocho? Dia masih kecil. Kalau pengin merayu cowok, mending aku merayu Mas Aro aja deh," godaku padanya.
Wajah Mas Aro memerah lagi, dia jadi salting kugodain terus.
"Mas Aro gak pernah pacaran ya? Pasti masih perjaka tulen!"
Mungkin aku agak keterlaluan menggodanya. Sepertinya Mas Aro mulai tak nyaman.
"Titikoma, darimana kamu tahu saya masih perjaka?!" semprotnya galak.
Haishhh, Mas Aro gak kreatif amat. Jurusku ditirunya!
"Kira-kira aja, Mas. Boleh dibuktiin?" tanyaku sambil nyengir.
Grepp! Mendadak Mas Aro menarik pinggangku hingga aku terduduk di pangkuannya.
"Kamu sengaja memancing minta dihukumm, kan?!"
Apa? Belum sempat aku berpikir apapun, Mas Aro sudah mencium bibirku. Memagutnya penuh gairah. Aku gelagapan dibuatnya. Ciuman Mas Aro membuatku melayang, seakan tak menyentuh lantai. Eh iya juga sih, aku emang sedang di pangku Mas Aro. Jadi kakiku tak menyentuh lantai.
Mas Aro menghentikan ciumannya dan menatapku galau.
"Berapa beratmu?" tanyanya parau.
"46 kilo. Emang kenapa, Mas?" spontan aku menjawab, gak pakai mikir.
"Tak merasa gendut?! Cepat bangun!!" sarkas Mas Aro.
Haishhh, gegara pewe lupa move on deh. Buru-buru aku melonjak bangun.
"Cih, Mas Aro. Aku enggak gendut kok. Montok dikit iya kali," cengirku manja.
"Titikoma..."
"Iya Mas?"
"Keluar sebelum kuhukum!"
Ck. Mas Aro ngancem mulu deh. Aku pun keluar sambil berusaha menenangkan deburan di dadaku. Ya ampun, bagaimana bisa kami tadi berciuman? Bukannya kami saling tak menyukai?
"Kak Titi di kamar Kak Ander? Ngapain didalam? Kenapa lama?" Tanya Chocho yang berdiri didepan pintu kamar kakaknya. Suara Chocho mengagetkan diriku.
"I-iya Chocho, Kak Ander memberi daftar belanjaannya. Banyak banget!" jawabku dengan gugup.
Tak mungkin kan aku menjawab kalau aku abis ciuman dengan kakaknya.
Hadeh...
==== >(*~*)< ====
Aku tengah menyiapkan susu hangat buat Chocho, tentu saja yang rasa coklat. Dia kan mania coklat. Chocho menunggu dengan tidak sabar di tepi meja pantry.
"Coklat Kak Titi! Coklat!" teriaknya riang.
"Iya, Chocho. Nih spesial susu coklat hangat buat kesayanganku!"
Kuserahkan segelas susu coklat hangat padanya. Chocho langsung menyedotnya antusias. Yaelah, saking semangatnya minum sampai belepotan semua deh.
"Chocho, minumnya hati-hati dong, tumpah nih," kataku mengingatkan.
Kulap mulut Chocho dengan jari tanganku, tak sadar aku menjilat jari tanganku yang terkena coklat. Chocho terpana melihatku.
"Sayang dibuang, Chocho," kataku nyengir.
"Kak Titi mau?" dengan baik hatinya Chocho menawarkan miliknya.
Dia menyodorkan susu coklatnya padaku. Terpaksa aku menerima tawarannya, kalau kutolak pasti Chocho kecewa. Mendadak kurasakan punggungku memanas. Ih, kayak ada hawa-hawa horor. Ternyata Mas Aro yang mengawasi kami dengan tatapan tajam. Sial, gegara grogi aku jadi tersedak. Mulutku jadi belepotan susu coklat. Aku baru saja akan mengelapnya, Chocho telah menahan tanganku.
"Jangan Kak Titi, sayang."
Astagah! Bocah ini menjilat noda coklat yang belepotan di bibirku dengan lidahnya. Pasti Mas Aro semakin meradang menyaksikannya, mungkin dikiranya adiknya mencium bibirku.
Dia langsung berteriak memanggilku, "Titikoma! Sini kau!"
"Hadir, Mas!" sahutku tengil sambil mengacungkan jariku.
Aku mengikutinya masuk ke ruang kerjanya. Wah alamat disemprot nih! Dia menatapku tajam seakan dia adalah hakim dan aku pesakitannya.
"Mas Aro jangan menatapku begitu, jadi malu daku," kataku sok kenes.
Mas Aro mengernyitkan dahinya bingung.
"Iya, Mas Aro mau memujiku cantik kan? Makasih, Mas Aro juga ganteng banget!" godaku padanya.
"Titikoma, tak usah merayuku!" katanya ketus.
"Ih aku gak merayu. Kalau merayu itu begini.."
Kudekati Mas Aro yang duduk di kursi rodanya, lalu kupeluk dia erat dan kuelus pipinya. Dia berjingkat kaget.
"Titikoma!!"
"Siap, Mas Aro!"
"Lancang kamu ya! Mau kuhukum?!" ancamnya galak.
Kumajukan wajahku didepan wajahnya, Mas Aro spontan memundurkan kepalanya.
"Mau apa kamu?!" bentaknya galak.
"Katanya Mas Aro mau menghukumku, aku siap dijitak Mas Aro."
Kupejamkan mataku didepannya, Mas Aro diam saja. Dapat kurasakan napas hangatnya menerpa pipiku, aku membuka mataku dan langsung bertemu pandang dengannya. Ya ampun, mengapa dari dekat begini dia terlihat tampan sekali? Aku menelan ludah grogi. Mas Aro mendekatkan wajahnya padaku. Jiahhhhh, apa dia berniat menciumku?
"Mas... Mas Aro mau cium aku?"
Dia melengos mendengar gumamanku. Pletak! Dia menjitak kepalaku lumayan keras. Ih, Mas Aro sadis.
"Ish, Mas Aro menjitaknya keras. Sakit, tauk! Mending dihukum cium," gerutuku manja.
Aku sempat menangkap Mas Aro diam-diam tersenyum kulum. Duh, senyumnya itu loh.. membuat hatiku berdebar kencang.
"Mas Aro kalau senyum ganteng loh, kenapa sih gak mau sering-sering senyum?" godaku.
Wajah Mas Aro berubah masam. Yaelah. Dengan gemas aku menarik kedua sudut bibirnya kesamping supaya membentuk garis senyum.
"Begini baru keren!" pujiku.
Mas Aro menatapku tajam hingga aku terpana memandangnya. Kami saling menatap intens, entah siapa yang memulai bibir kami saling mendekat. Jantungku berdebar kencang seakan mau meledak, aduh aku jadi baper abis. Dia mencium bibirku dengan lembut, hingga membuatku meleleh seketika. Kubalas ciumannya tak kalah hangatnya.
Ya Tuhan, mengapa ciumannya bisa membuatku kacau? Bahkan saat kami selesai berciuman, aku masih termangu-mangu. Mas Aro juga nampak galau, dia melihat bibirku yang membengkak karena ulahnya. Tangannya terulur menyentuh bibirku, bibirku gemetar dibuatnya.
"Titik..." desahnya pelan.
Bibirnya mendekat lagi. Astagah, apa dia mau menciumku lagi? Otakku rasanya korslet, hingga ngomong asal nyeplos.
"Mas Aro mau menciumku lagi? Boleh, tapi potong utang ya?"
Sialan!! Kenapa mulut ini asal celometan aja?! Mas Aro tentu aja langsung ilfill. Dengan kasar dia mendorongku dan meninggalkanku.
"Mas Aro, yang ciuman tadi gimana? Utangku udah dipotong kan?" seruku mengingatkannya.
Mas Aro tak menjawabku, yah dikacangin deh daku. Mas Aroooo!!
==== >(*~*)< ====
Bersambung
TITI POV Aku sedang menggandeng Chocho saat berpapasan dengan perawat bisu Mas Aro yang keluar dari kamar tuannya sambil menyusut airmatanya. Siapa ya nama perawat ini? Adam? Alam? Ih, aku emang susah mengingat nama orang.Paling si Adam abis dimarahin Mas Aro. Ih, si jutek itu! Bisa gak betah tuh si Alam kena judesnya dia, emang bibir seksinya perlu di sambel! Eh, ntar makin pedes dong. Lagian, ngapain coba aku membatin bibir seksi Mas Aro?! "Kak Titi! Sekolah!" ucap Chocho membuatku tersadar.Chocho menarik tanganku, kami berjalan menjauhi kamar kakaknya. Aku tersenyum padanya. "Yuk, kita main sekolahan dulu.."Memang aku suka men
TITI POV Aku tak sanggup mengatakannya.Ucapan itu selalu kutunda dan kutunda terus. Melihat wajah polos Chocho yang selalu memandangku berbinar-binar dengan senyum manisnya, membuatku tak tega menyampaikannya.Hei Chocho, pagi yang cerah. Bentar lagi Kak Titi pergi loh. Masa aku mesti bilang begitu? Atau.. Dedek, walau Kak Titi udah pergi harus tetap minum susu sehari tiga kali ya. Ah, sepertinya kata-kata perpisahanku gesrek semua! Lah, disaat aku tengah bingung bin galau, Chocho tiba-tiba memperagakan kiss bye di depanku. Gayanya cool dan seksi abis, apalagi tatapan matanya itu.. membuat hatiku meriang. Rasanya jantungku bisa kolaps nih. Aku tahu pasti dia menirukan gaya oppa-oppa korea di klip video yang sering kutonton. Tapi tetap aku baperrrrrr dibuatnya.&n
TITI POV Kami sedang duduk di halte bis. Menunggu bis yang akan membawa kami menjelajah kota. Chocho nampak gak sabar menanti petualangannya. Maklum, ini baru pertama kalinya bocah itu naik bis. Dia mengamati bis-bis yang lalu lalang dengan mata berbinar. Jika ada bis yang berhenti di depan kami, dia bertepuk tangan girang. Lalu bangkit berdiri. "Belum Dek, Itu bukan bis kita," aku menariknya duduk sambil tersenyum geli.Mulutnya mencebik kecewa. Tapi sesaat kemudian dia kembali tersenyum menatap sekelilingnya. Ada aja yang membuatnya geli. Kucing dikejar anjing. Orang jalan terhantuk tiang. Orang nyaris terpeleset. Ibu-ibu gendut yang roknya tertiup angin. Chocho mengamati penuh minat dan tertawa terus sedari tadi. Bagaikan
REBECCA POV Kehidupanku sempurna di mata semua orang. Suamiku tampan dan sukses, kehidupan bergelimang harta, anak yang tampan dan pandai. Dan keluarga kami tampak harmonis. Terlihat sempurna! Memang betul, hingga kelahiran anak keduaku. Aku sungguh tak menduganya, bahkan saat itu aku sedang rutin mengkonsumsi obat pelangsing yang digembar-gemborkan bisa menurunkan berat badan dengan cepat. Begitu tahu aku hamil aku sangat khawatir bila ada apa-apa dengan janinku. Sempat ingin menggugurkannya, tapi dokter kandunganku tak mau mengaborsinya. Jadilah aku menjalani kehamilanku dengan perasaan kacau, was-was bila anak yang akan kulahirkan cacat atau tak sempurna.Ternyata saat dilahirkan dia terlihat sempurna, tampan sekali! Bahkan lebih tampan dari kakaknya. Aku sangat menyayanginya saat itu karena merasa bersalah semp
TITI POV Aku berlari mengejar Chocho. Napasku sampai tersenggal-senggal. Sial, kencang sekali lari bocah itu! Sepertinya perlu siasat khusus untuk menangkapnya. "Aargghh!!" aku menjerit pura-pura jatuh.Chocho sontak berhenti lari dan menatapku panik. Dia menghampiriku dengan tergesa-gesa. "Kak Titi! Kak Titi!" dia memanggilku khawatir.Aku pura-pura memejamkan mataku sambil berbaring di lantai. Chocho berlutut di dekatku. Dia membungkukkan badannya, wajahnya nyaris bersentuhan dengan wajahku. Gotcha! Ku dekap tubuhnya erat-erat dan kubalikkan tubuhku. Kini aku ganti menindih tubuh Chocho. "Kak
TITI POV Aku baru saja akan masuk ke kamar Mas Aro ketika pintu kamarnya dibuka dari dalam. Jadi ternganga melihat penampilan Mas Aro yang berdiri di pintu kamarnya. Itu, itu kan baju yang dulu kupilihkan buatnya dan ditolaknya mentah-mentah. Kaus tanpa lengan dan celana selutut sobek-sobek. Astaga, sekseh-nya Mas Aro memakai baju pilihanku ini!Mas Aro jadi jengah kupandangi mulu, dengan salting dia berkata, "sepertinya aku salah mengambil baju."Dia hendak berbalik masuk kamarnya, tapi kutahan. "Eh Mas, kenapa mau diganti? Bagus kok," cengirku lebar.Mas Aro tersenyum kaku menanggapiku. "Mas Aro seksi," bisikku nakal.Mata Mas Aro membulat kaget. Aku te
CHOCHO POV Kak Titi sekarang gak pelit waktu. Chocho senang! Senang sekali. Kak Titi bisa nemenin. Meski sebentar. Sebal! Kak Ander udah curi Kak Titi! Chocho sebal. Dulu Kak Titi punya Chocho. Sekarang punya Kak Ander juga. Chocho gak suka Kak Titi di kamar Kak Ander. Chocho ikut masuk. "Chocho!" Kak Titi kaget.Dia berdiri cepat. Dari ranjang Kak Ander. Kak Ander duduk. Rambut Kakak kacau. "Kalian ngapain?" Chocho tanyaPipi Kak Titi merah. Kak Ander rapiin rambutnya. "Kak Titi bobokin Kak Ander?" Chocho tanya. Gak seneng! Sebal!
XANDER POV Kakiku semakin membaik. Dad dan Mom sering mendesakku agar segera kembali ke rumah. Dengan berbagai alasan yang logis, aku selalu menunda kepulanganku. Sebenarnya memang sudah saatnya aku kembali ke 'dunia' ku yang dulu, tapi ada sesuatu yang membuatku enggan melakukannya. Sesuatu yang bernama 'Titi'. Dia yang telah mewarnai hari-hariku belakangan ini dengan keceriaan, kepolosan dan tingkah antiknya. Dia membuatku sangat bahagia hingga aku tak bisa mengenali diriku sendiri. Untuk pertama kalinya aku jatuh cinta, dan membuat hidupku jadi lebih semarak.Kami menjalin kasih secara sembunyi-sembunyi, tapi sepertinya Pak Frans mencurigai kami meski ia tak berani mengungkapkannya langsung padaku. Sedang Chocho, adikku itu akan mencemburui siapapun yang dekat dengan Titi. Duh posesif sekali. Yang jadi cowoknya
SETAHUN KEMUDIAN... TITI POV Akhirnya setelah setahun, hati Chocho luluh juga. Dia mau menemui Mommy, di rumah sakit. Yah, penyakit Mommy semakin kronis, dia sedang kritis dan ingin bertemu Chocho di penghujung hidupnya. Meski bersedia datang, Chocho masih terlihat enggan. “Haruskah kita kemari?” tanya sembari menggigit kuku tangannya. Aku menghela napas panjang. Ini ketiga kalinya dia bertanya hal yang sama padaku. “Hanya sekali, temui dia sebentar Chocho. Please..” Aku memohon padanya bukan hanya sekedar demi Mommy mertua, tapi demi Chocho. Supaya di kemudian hari tak ada peny
XANDER POV “Om...” panggil Gladhys yang langsung meralatnya begitu aku melotot padanya, “Xander, aku cuma sekedar mengingatkan.. tak memaksa. Jika kamu ada waktu, kamu boleh mendampingiku kontrol ke dokter kandungan.” Dia mengangkat dagunya angkuh saat aku menatapnya datar. Ck, lagaknya seperti nyonya besar saja. Tapi bukannya kesal, aku justru gemas padanya. Kutowel dagunya hingga wajahnya menghadap padaku. “Apa yang kau harapkan? Aku mengantarmu atau tidak?!” desisku sembari menatapnya lekat. Bibir mungilnya bergerak seakan ingin mengatakan sesuatu yang frontal, namun kembali ter
TITI POV Belakangan ini Chocho sibuk sekali. Entah apa yang dikerjakannya. Dia sering mengadakan meeting bersama orang-orang kepercayaannya. Di satu pihak aku bangga melihat kesuksesan Chocho, tapi di lain pihak aku nyaris tak mengenali Chocho yang sekarang. Bukan berarti cintanya padaku berubah. Aku yakin dia masih mencintaiku seperti dulu. Hanya saja, aku kehilangan sosok Chocho yang polos dan berhati hangat. Dia menjadi keras, dingin, dan sulit mempercayai orang lain. Hanya padaku Chocho masih bisa bersikap hangat dan penuh kasih. Malam ini dia pulang larut, dan segera menemukanku yang tertidur di sofa menungguinya. Dia memandangku penuh cinta, lalu mengecup dahiku.&
GLADHYS POVAku hamil.Tapi tak ada yang menyambut kehamilanku dengan riang gembira. Papa mertuaku hanya mengucapkan selamat dengan wajah datarnya. Sebelas duabelas dengan anaknya yang sekaligus suamiku."Jaga kandunganmu baik-baik."Uni mengangkat sebelas alisnya, gemas."Hanya itu yang dia ucapkan?" cetus Uni menanggapi ucapanku sebelumnya.Aku mengangguk, "mending. Awalnya kupikir dia tak menghendaki bayi kami."Bukan aku yang kesal, malah Uni yang panas hati."Eyke dah bilang, jangan bucin Say. Keluarga suami lo emang gak beres semua! But btw, dimana mom mertua lo. Mestinya dia yang antusias kalau tahu lo hamil."Seharusnya begitu. Tapi udah lama aku gak melihat Mommy."Itulah, dia menghilang. Aku juga heran. Kemana dia gerangan?""Jangan-jangan..." Uni men
XANDER POV Kabar itu sangat mengagetkanku. Titikoma mengalami musibah. Aku juga tak jelas musibah seperti apa yang menimpanya, tapi sepertinya ada kaitannya dengan keterlibatan Mommy di dalamnya. Kali ini Mommy sungguh keterlaluan! Aku harus menegurnya. Namun untuk saat ini aku memutuskan untuk memastikan keadaan Titi. Apakah Chocho dapat mengurusnya dengan baik? Bergegas aku meraih kunci mobilku dan melangkah meninggalkan rumah. Menuju ke mobilku. "Tunggu!" Aku mendengus mendengar seseorang yang berusaha menahan kepergianku. "Om, aku ikut!" Eh, dia bukan berniat memintaku tinggal? Aku tersenyum sinis padanya. "Jangan sembarangan meminta ikut bila kau tak tahu tujuanku hendak kemana! Bagaimana seandainya aku berniat pergi ke tempat pelacuran?" Gladhys balas tersenyum mencemooh, bibirnya yang manyun membuatku gemas ingin meng
TITI POVSudah malam.Chocho masih belum menyusul tidur. Aku penasaran, apa sih yang dilakukannya sedari tadi? Main game di laptop? Secara Chocho asik sekali berkutat dengan laptopnya sejak siang tadi.Kuhampiri Chocho sambil membawakannya camilan tengah malamnya, sate buah."Hei cowok gantengku, bisakah kau berhenti sebentar dari apapun yang kau kerjakan untuk menikmati sate buah manis ini bersamaku?" tanyaku dengan mata mengerling kenes.Chocho melirik dengan gaya menggoda."Ya, buahnya terlihat manis dan menantang."Menantang? Sepertinya itu bukan istilah yang tepat untuk menggambarkan sate buah yang kubawa. Kecuali yang Chocho maksud.. Aku melirik dadaku sendiri. Buah dada? Chocho tertawa terbahak melihat respon yang kutunjukkan. Ohhhhhh, pasti itu yang dimaksudnya!! Astaga, bocah ini berubah jadi mesum sekali! Dengan gemas k
TITI POVChocho pulang dengan wajah muram. Aku balas memeluknya ketika ia memelukku dan menaruh kepalanya di bahuku. Pasti ada sesuatu yang terjadi, seharusnya ia belum saatnya pulang."Chocho, ada sesuatu yang terjadi?" tanyaku lembut."Yang kukhawatirkan terjadi juga, mereka sudah bertindak."Maksudnya mereka itu siapa?"Chocho, siapa yang menganggumu?" tanyaku to the point."Siapa lagi? Mommy!" dengus Chocho kesal.Dia mengangkat wajahnya dan menatapku galau."Titi, apapun yang terjadi jangan lepaskan aku.. seperti Titi melepas Kak Xander!"Oh, dia mulai ketakutan lagi gegara masalah ini. Perpisahanku dengan Mas Aro begitu membekas di hatinya dan menimbulkan trauma. Aku mengelus rambutnya lembut, kutatap dia intens."Kali ini aku akan berjuang, Chocho. Demi cinta kita!" tandasku mantap.Mata Chocho berpijar penuh kebahagiaan men
XANDER POVHari ini Gladhys nampak beda. Dia yang biasanya bersikap acuh padaku, kini berlagak mau jadi istri yang baik. Aku hanya tersenyum sinis menanggapinya. Ada mommy datang menginap ke rumah kami, paling dia hanya pencitraan didepan mertua. Tapi biarlah, kuikuti saja permainannya. Aku menikmati perlakuan manis nan munafik dari istriku.Hari ini Mommy minta diantar ke supermarket, Gladhys merayuku mengantar mereka. Dan disinilah kami, berada di supermarket yang cukup jauh dari rumah kami."Apa tidak ada supermarket yang buka di sekitar rumah kita?" dengusku sinis.Gladys tersenyum manis seraya menepuk pelan pahaku."Sayang, aku sengaja mencari yang lokasinya jauh. Supaya bisa menikmati perjalanan penuh kemesraan bersamamu."Mesra apanya, hah! Istriku sungguh munafik. Namun aku juga tak kalah munafiknya."Baiklah, Sayang. Aku akan menikm
TITI POVKehidupan kami mulai membaik. Berkat pendapatan yang diperoleh Chocho sebagai model, kami bisa menyewa rumah dengan kondisi yang lebih baik. Hari ini kami pindahan, Mas Gino dan Ginuk khusus datang membantu proses pindahan kami. Tapi barang-barang kami gak banyak, jadinya Ginuk malah bantuin makan doang. Hehehe.."Haishhhh, iki toh jajanan yang ta lihat di tivi. Ternyata begini rasanya, enakan jemblem!" komentar Ginuk sambil mengunyah telo kekinian yang diolah secara modern."Bilangnya ndak enak, tapi ya kamu abisno, Dek," timpal Mas Gino, meledek adiknya yang gembul."Eman toh, daripada mubazir! Yang kurus-kurus macam Chocho sama Titi pasti ndak sanggup makan banyak," kilah Ginuk."Halah, alasan! Bilang aja doyan," aku ikut menggoda Ginuk.Kucubit pipi tembemnya, hingga dia greget. Ginuk mengejarku yang berlari menghindari cubitan balasannya. Jiahhhh, aku