Alexa Liona Alberto, seorang gadis muda yang cantik, ceria dan energik. Ia berasal dari keluarga yang selalu berkecukupan. Tak pernah kekurangan kasih sayang dari kedua orangtuanya dan ia mempunyai seorang kakak laki-laki yang selalu siaga menjaganya. Selalu menyayangi nya meski kadang suka usil pada Alexa. Kini Alexa duduk di kelas XII IPA 1 di SMA favorit di kotanya. SMA favorit yang banyak diidamkan oleh para siswa. Selain terkenal, SMA tempat Alexa menimba ilmu itu mempunyai fasilitas yang lengkap. Sekolah elite yang meraih banyak prestasi dan kejuaraan Nasional. Bahkan sampai pada olimpiade Internasional. Tak heran jika banyak siswa ingin masuk kesana. Saat ini Alexa berada dalam persembunyian, mengintip seorang pria yang duduk tak jauh dari tempat nya berdiri saat ini. Dengan setangkai gulali yang ia bawa sebagai bekal pengintaian.Terlihat pria yang menjadi target nya itu sedang serius menatap laptop yang ada di hadapannya. Pria itu b
Alexa dan Leo berada di deretan sejumlah kendaraan yang berjejer di lampu merah. Di bawah teriknya sinar mentari yang terasa membakar kulit, Alexa mengipas wajahnya dengan tangan. Kepala dan matanya tak diam mengawasi sekitar, berharap akan menemukan pedagang asongan yang menawarkan minuman dingin kepadanya. Matanya membulat ketika tak sengaja melihat pria yang berada di dalam mobil berwarna hitam yang berada tak jauh di depan nya. Kebetulan pria itu membuka jendela mobil nya ketika mereka berada di lampu merah. Mengenakan kacamata hitam dan pandangannya fokus kedepan. Hampir saja Alexa berteriak, jika tidak segera mengontrol diri. Pria itu adalah cowok yang selalu ia intai diam-diam selama ini. Yang selalu menghiasi mimpi nya dan selalu saja berhasil membuat konsentrasi nya belajar buyar hanya karena wajah dingin pria itu selalu muncul tiba-tiba. "OMG ganteng banget." Alexa menepuk pundak kakak nya. Karena saat
Alexa Pov Bel tanda pelajaran berakhir berbunyi, riuh suara siswa bergemuruh dipenjuru kelas. Waktu yang sangat ditunggu semua siswa termasuk aku. Ada siswa yang tak segan berteriak, "Yeay.. pulang." Jeritnya seraya berdiri, mengundang gelak tawa seisi kelas. Sedangkan guru mata pelajaran hanya bisa menggelengkan kepalanya. Tak lama kemudian Bu Ria, guru Fisika itu keluar kelas dengan beberapa buku ditangan nya. Membuat para siswa yang sudah tak tahan untuk pulang, segera berhamburan keluar. Aku pun segera bergegas merapikan buku, ku masukkan ke dalam tas ransel berwarna hitam favoritku. Aku ingin segera pergi dari kelas untuk melakukan kegiatan rahasia ku. Aku siap akan berdiri ketikaAmel, teman sebangku menarik lengan ku saat melihat diriku hendak beranjak pergi. "Buru-buru banget sih?" Tanya Amel penasaran. Ku urungkan niat untuk berdiri, menoleh ke arah sumber suara.
Aku masih disini, di bawah pohon di seberang cafe tempat ku mengintai. Ya, mengintai buruan ku. Hihihi..Terkadang, aku selalu insecure, aku sadar bahwa tak mungkin bisa mendapatkan nya tanpa ada usaha. Sikap cuek yang selalu terpasang di wajah nya membuat ku paham,tipe lelaki macam apa dia. Sesering apapun aku muncul di sekitar nya, dia tak akan memperhatikan aku walau sekilas. Bahkan mustahil bagi nya untuk melirik ku, gadis biasa yang berpakaian biasa dengan potongan rambut yang super biasa juga.Di samping itu, aku juga mengkhawatirkan sesuatu yang selalu ada dalam pikiran ku. Apa yang akan terjadi dua detik setelah aku menegur nya nanti? Apa kira-kira yang akan terlintas di pikiran nya tentang aku? Bagaimana nilaiku di matanya nanti? Apakah dia akan tetap cuek, sinis, galak atau malah senang? Ahhh aku bisa gila memikirkannya. Perasaan ini benar-benar nyata, rasa suka yang menggebu. Eh bukan, ini tak bisa di katakan rasa suk
Siang ini langit terlihat gelap, di hiasi awan hitam yang bergelayut tak mau pergi. Di iringi suara Guntur yang membuat ku merinding. Seberkas cahaya berkilatan dilangit, menambah seramnya cuaca sore ini. Guntur saling bersahutan tak mau kalah, menggelegar memekakkan telinga. Sesekali aku menutup telinga ku karena kaget dan takut.Aku duduk sendirian di salah satu bangku di dalam kelas, berada disudut dekat jendela. Netra ku melihat keluar jendela, memandangi setitik demi setitik air yang mulai turun membasahi bumi. Bukankah jatuh itu sakit? Tapi tidak dengan hujan. Ia berkali-kali jatuh, tapi tak pernah sedikitpun ia mengeluh dan tak berhenti memberikan ketentraman serta kesuburan pada bumi. Harusnya kita belajar pada hujan, meski ia jatuh berkali-kali tapi ia selalu berakhir baik untuk semua makhluk.Ku bingkai senyum tipis dengan tulus, tak lupa mengucap syukur pada Tuhan. Aku tak begitu menyukai hujan, karena saat ini membuat ku tertahan di dalam kelas
Hari ini aku bahagia sekali, Karena aku diperbolehkan membawa mobil sendiri.Aku melajukan mobil berwarna merah kesayanganku,hadiah dari Daddy ketika aku berulang tahun yang ke 17 tahun lalu. Aku menuju cafe dimana my Mr. ice berada. Ku parkikan mobil tak jauh dari cafe, kulirik jam berwarna putih yang setia melingkar di pergelangan tangan ku.Pukul 15.15 tapi kenapa Mr. Ice belum muncul?Aku masih setia berada dalam mobil ku tanpa berniat keluar sedikit pun, hingga aku mulai lelah menunggu. Karena tak ada tanda-tanda kemunculan dari sang Mr. ice,Tenggorokan ku mulai diserang rasa haus, aku melirik ke luar jendela mobil. Mencari pedagang minuman yang biasa berlalu lalang, namun tak jua aku temui.Hingga aku memutuskan untuk turun, melangkah menuju cafe biasa Mr. ice menghabiskan waktu.Hitung-hitung sekalian aku mencari tau keberadaan Mr. ice yang mungkin saja pindah tempat duduk. Hihihi...Aku memesan milkshake vanila kesukaaan ku
Aku belajar dengan giat untuk mencapai nilai tertinggi agar bisa masuk ke fakultas impian ku. Eh tunggu dulu...Semenjak aku melihat Mr.ice di kampus yang sama dengan kak Leo, haluanku jadi berubah. Kalian sudah pasti bisa menebak kemana haluanku sekarang.Ya, aku tak lagi ingin masuk ke fakultas impianku. Melainkan berpindah haluan ingin masuk ke fakultas di mana Mr. ice berada. Agak konyol memang, tapi ya... mendapatkan cinta Mr. ice merupakan impian ku juga bukan? Bukan kah mimpi harus di kejar? Aku tidak salah bukan? HihihiMemikirkan menjadi kekasih Mr. Ice... ahh... membuat hatiku lemas. Aku tak sabar menantikan hal itu. Dan aku harus mengalami hal yang membahagiakan itu. Harus...!!!!Hingga aku bertekad, akan masuk ke kampus itu. Karena itu langkah awal ku untuk lebih dekat dengan nya.Hari ini adalah hari kelulusan ku, dan yeahh... sudah ku tebak! Aku Lulus dengan nilai terbaik. Bukan nya sombong, tapi otakku lumayan lah... Hi
Hari ini tepat dua Minggu aku menginjak kan kakiku sebagai mahasiswa di kampus ini. Kampus kebanggaan kakak ku yang selama ini sama sekali tak pernah aku lirik dan tidak pernah ada didaftar kampus pilihanku. Tapi semuanya berubah semenjak aku tahu bahwa Mr. ice kuliah disini. Semuanya sudah aku pastikan jika benar dia anak kampus sini. Karena selama ini aku mengintainya sepanjang waktu. Eh, bukankah itu bukan rahasia lagi? Dan kalian semua tau itu. Hihihi...Aku berjalan menyusuri setapak demi setapak jalan menuju taman kampus. Tempat dimana aku melihat Mr. ice di kampus ini. Kepalaku tak mau diam, melihat ke kiri dan ke kanan mencari keberadaan sang pujaan. Berharap bisa menemukan wajah tampan nya hari ini. A
Aku dan Jin pergi lagi, kali ini pergi ke Taman ria. Aku ingin menepati janji yang ku ingkari tempo hari.Kami pergi ke taman Ria yang paling terkenal di kota ini. Taman yang di minati banyak orang, bahkan ada juga yang datang dari luar kota. Mulai dari taman, kolam renang arus, sampai berbagai wahana segala rupa memiliki daya tarik masing-masing bagi setiap pengunjung. Tempat ini menarik bayaran yang cukup mahal, namun tak sedikit orang yang datang.Kami bermain dan berenang bersama, tertawa dan menaiki wahana sampai rasanya ingin muntah. Yang paling seru adalah rollercoaster, permainan itu membuat jantungku terasa ingin lompat dari tempatnya. Hampir semua orang berteriak dan menjerit. Bahkan ada juga yang sampai menangis dan memohon untuk di turunkan.Aku dan Andy duduk bersebelahan, saling memejamkan mata karena takut. Kami sama-sama menjerit ketika rollercoaster itu bergerak dengan cepat, aku berdo’a dalam hati. Jika terjadi kecelakaan, pasti aku sangat menyesal. Dan yang paling a
Aku dan Jin menghabiskan waktu bersama hingga malam. Hanya sekedar bercerita di bawah pohon sebuah taman kota. Duduk berdua di bangku panjang dengan di temani beberapa camilan serta soda. Aku tidak terlalu suka dengan tempat yang ramai, karena menurutku di tempat seperti ini kita bisa bebas bercerita dan mendengarkan tanpa terganggu suara bising yang hanya akan mengganggu pembicaraan. Kami berbincang ringan di bawah pohon yang tidak terlalu besar, lampu taman yang berkerlipan membuat suasana menjadi lebih romantis menurutku. Tapi tetap saja, semua ini tidak bisa di bandingkan dengan lukisan maha karya Tuhan sewaktu bersama My mr. Ice waktu itu. Astaga, bayangan itu kembali berkelebat di benakku. Aku tersenyum pahit, dan mengusir jauh bayangan yang terasa menyakitkan itu. Jin paling pintar membuat lelucon yang super lucu. Sehingga wajahku terasa keram karena terlalu banyak tertawa. Inilah salah satu kelebihan yang membuatku tertarik padanya, dan harus aku akui bahwa aku nyaman berada
"Alexa, hey!!" "Alexa.. bangun!" Kurasakan tubuhku bergoyang. Aku membuka mataku, sinar keemasan menyilaukan mata. Hari apa ini? Ohya, kemarin hari Sabtu. Berarti sekarang aku bisa bermalas-malasan seharian. Ku lirik mom yang berdiri di samping ranjangku, terlihat gusar. Wajahnya terlihat tidak sabar. "Pagi,mom." Sapaku, kuberikan senyum imut dan senyum terbaik di pagi hari seraya duduk. "Akhirnya kamu bangun juga pemalas. Ini, ada telepon untukmu." Mom memberikan telepon padaku. Lalu keluar kamar setelah memberikanku tatapan peringatan terlebih dulu. "Halo?" Terdengar suara seorang pria di seberang telepon. "Eh, halo? Siapa ini?" aku bicara malas sambil menguap. "Alexa... Ini aku, Jin. Ada apa dengan ponselmu?" Aku mengerjapkan mata berulang kali supaya hilang rasa kantukku. "Umm.. ku rasa baterainya habis. Entahlah..." "Hari ini bisakah kita pergi
Bab 41"Aku harus ke toilet!" Aku segera meninggalkan meja kami dengan cepat. Bukannya ke toilet, tapi aku berbelok mengejar Dokter Beni. Di depan sana, aku melihat Dokter Beni sedang berjalan bersama seorang wanita."Dokter! Tunggu!"Dokter Beni dan wanita itu segera menoleh, menatapku dengan heran.Wajah wanita itu terlihat bingung, tapi tidak dengan Dokter Beni. Ia terlihat tenang dan hanya memandangku dengan datar."Ada apa?" tanya Dokter Beni dingin. Tidak ada basa basi dan langsung ke inti."Bisakah kita berbicara empat mata?" Aku memohon.Dokter Beni memandangku sejenak, lalu berpindah pada wanita yang ada di sebelahnya."Tunggu di mobil sebentar! Aku tidak akan lama." ucapnya pada wanita itu dan langsung di balas anggukan. Wanita itu segera berlalu keluar cafe melalui pintu samping. Apakah mereka bekerja disini? Mengapa mereka tidak lewat depan? Ah itu tidak penting. Aku harus berta
Beberapa hari kemudian aku pulang diantar Jin dengan mobilnya. Kami lewat cafe yang dulu seringkali Bintang kunjungi. Ingatan beberapa tahun lalu melintas di pikiranku, di balik pohon besar itu aku seringkali mengintai si Mr. Ice sampai berjam-jam. Aktivitas yang tak sebentar ku lakukan demi melihat pria dingin yang menyebalkan itu. Kini aku menyadari betapa bodohnya aku dulu. Aku terlalu bucin hingga menghabiskan waktu hanya untuk mengintai Mr. Ice dan mengaguminya dalam diam. Setelah cintanya ku dapatkan, semua berakhir begitu saja dan tak hubungan kami tak berlangsung lama. Tampaknya takdir sebercanda itu padaku.Jin menghentikan mobilnya tepat di depan cafe. Membuatku terkejut dan langsung menoleh padanya."Mengapa berhenti disini? Aku ingin pulang aja.""Aku ingin mencoba kopi yang terkenal itu. Katanya kopi disini sangat enak, dan aku ingin sekali mencobanya." ujar Jin."Baiklah, kita pesan kopi saja d
Semakin hari, aku semakin dekat dengan Jin. Kami sering menghabiskan waktu bersama, ia selalu menjemput dan mengantarkanku pulang. Sedikit demi sedikit, hatiku mulai pulih. Tak lagi meratapi kepergian Bintang .Hingga suatu hari saat itu datang juga. Saat Jin menyatakan cintanya kepadaku.Malam itu, di mobilnya. Jin memutar sebuah lagu instrumental yang aku tak tahu milik siapa di CD player mobil. Jin tak sekalipun membuang senyumannya sampai dia meraih sebuah tas kecil berwarna merah muda. Dari dalamnya, Jin mengeluarkan sesuatu. Ia membawakan aku sebuah apel merah yang mengkilap, di hiasi pita merah muda yang super cantik. Munculnya apel itu juga di iringi sebuah pisau yang tampak begitu tajam."Terima dan makanlah apel ini, jika aku layak berada di dekatmu. Tapi belah saja apelnya jika aku ini tak pantas untukmu."katanya seraya menatapku.Jujur, sebenarnya aku mulai menyukai Jin. Jadi ku pik
"Tersenyumlah, lupakan ia yang telah meninggalkan mu. Jangan sesali apa yang telah terjadi. Jadikan semua kenangan dan pembelajaran. Tersenyumlah, karena kamu berhak bahagia" Alexa POV Pria itu bernama Lee Hyun Jin, pria blasteran Indonesia Korea. Dia satu kelas denganku di kelas sastra. Dia tampan dan juga baik hati. Tubuhnya tegap dan atletis karena ia anggota klub basket di kampus. Rambutnya sedikit pirang dan ia mempunyai kumis tipis yang tersambung rapinke janggutnya. Dia menjadi idola di kampus, yah. Siapa yang tidak tertarik pada pria tampan blasteran yang tingkat ketampanannya di atas rata-rata dan mirip anggota boyband yang terkenal itu. Aku akui dia tampan, tidak pernah ada yang tau ia mempunyai kekasih atau tidak. Tapi yang ku lihat, ia tak pernah dekat dengan gadis manapun di kampus ini. Entahlah jika diluar, aku tak tahu. Aku pun tak pernah memperhatikannya karena selama ini
Bertemu Jin, lagi. Raganya memang telah pergi dari sisiku, Tapi cintanya akan selalu menetap dalam hatiku. Author POV Bintang tak pernah lagi datang ke kampus, bahkan di cafe yang sering ia kunjungi pun tak pernah terlihat sama sekali. Alexa semakin sedih ketika orang-orang menanyakan keberadaan Bintang padanya. Alexa seringkali menghubungi Bintang, tapi selalu di-reject. Bahkan ia mengirimkan ribuan chat, tapi pesannya hanya di baca tanpa ada yang di balsa satu pun. Bahkan, terakhir kali nomor Alexa di blok oleh Bintang. Alexa merasakan hatinya sangat sakit. Alexa sangat mencintai Bintang dan sangat menyesal kenapa hubungan mereka bisa berakhir hanya karena pertengkaran kecil. Alexa sering menangis,hingga membuat mommy pusing dan khawatir. Mommy bilang tak perduli sesedih apa Alexa, ia harus tetap makan. Terlebih lagi Alexa mempunyai penyakit lambung yang parah. Mommy tidak ingin terjadi apa-apa pa
Sesampainya di kampus, aku mencari keberadaan Bintang. Aku tak memperdulikan Yanti dan kak Leo yang meneriaki namaku. Yang ada dalam pikiranku hanya Bintang. Yah.. aku harus menemui nya dan berbicara dengannya. Aku tak ingin semuanya berakhir begitu saja hanya karena pertengkaran kecil kemarin. Aku sangat mencintainya, aku baru sebentar bersamanya setelah bertahun-tahun hanya bisa mengaguminya dari seberang cafe yang biasa Bintang kunjungi. Ia tidak akan melepaskan cintanya begitu saja. Ia harus berjuang untuk memperbaiki hubungannya dengan Bintang. Aku pergi menuju kelas Bintang, tapi aku tak dapat menemukannya. Bertanya pada mahasiswa yang ada disana, tapi tak ada satupun yang melihat Bintang pagi ini. Aku kembali mencarinya, menyusuri seluruh kampus yang tidak kecil ini. Tak ada satupun ruangan dan tempat yang terlewat. Tapi semuanya zonk. Aku tidak bisa menemukan pria itu dimanapun. Bintang seperti hilang di telan bumi. Ya Tuhan, aku harus m