Home / Young Adult / MONSTER / CHAPTER 5

Share

CHAPTER 5

Author: Titiw0901
last update Last Updated: 2021-05-07 16:42:35

Semalam Irish menelponku, dia benar-benar khawatir. Dia menanyakan keadaanku, dia bertanya apakah aku baik-baik saja? Apakah anggota tubuhku masih lengkap? Apakah aku masih hidup? Dia bertanya seolah-olah aku dibawa oleh monster, ya memang sih Jenan itu punya julukan monster tapi Jenan kan bukan monster sungguhan.

Aku bilang pada Irish kalau aku baik-baik saja cuman mungkin aku akan jadi mayat dalam waktu dekat. Irish langsung memarahiku dan bilang, "ngomong dijaga!". Benar-benar tidak tahu diri. 

Aku juga tidak memberitahu tentang perjanjianku pada Irish. Aku takut Irish marah dan langsung menghinaku. Walaupun iya, tapi aku tidak mau mendengar itu darinya. 

Kami telponan cukup lama bahkan sampai larut malam. 

Dan pagi ini aku menjalankan rutinitasku seperti biasa. Mandi, pakai seragam, dan sarapan buatan bik Inah.

Sampai akhirnya aku dibuat jantungan ketika membuka gerbang rumahku. 

Disana ada Jenan sedang duduk diatas motornya sambil meminum susu. 

Susu rasa strawberry.

Tapi ada yang menarik perhatianku, yaitu ada luka disudut bibirnya.  

"Ayok," Ajaknya. Jenan memberiku helm. Iya, helm kemarin. Helm putih milik Alice. 

"Kenapa nggak bilang kalo mau jemput?" Tanyaku. 

"Gue nggak punya nomor lo." Jawabnya tidak acuh.

"aku bukan gue." Ingatku.

"Maaf, belum terbiasa." Aku hanya mendengus pelan. 

"Masuk dulu." Titahku.

Jenan menatapku bingung,"mau apa?" Tanya nya.

"Yaudah kalo nggak mau masuk. Tunggu di sini sebentar." Aku langsung masuk kedalam rumahku tanpa melihat responnya lagi. 

Aku mencari kotak daruratku yang disimpan bik Inah dikamarku. Setelah ketemu aku berniat keluar rumah untuk menghampiri Jenan.

Tapi ketika diruang tamu aku melihat Jenan sedang berdiri sambil melihat-lihat foto keluargaku yang dipajang. 

"Jenan." Panggilku yang membuatnya sedikit terkejut, "duduk disini." Perintahku sambil menunjuk sofa. 

Dia tidak menjawab tapi langsung duduk disampingku. 

"Aku mau bersihin luka kamu. Gapapa?" Tanyaku meminta ijin. 

Jenan menatapku beberapa saat, membuatku sedikit gugup. Aku takut dianggap modus, ya walaupun ada niat itu sedikit sih, tapi sumpah aku hanya tidak nyaman melihat lukanya dibiarkan begitu. 

Jenan mengangguk. Dia juga mendekatkan mukanya kearahku. 

Waw. Jenan ganteng banget ya, batin bucinku menjerit di dalam karena melihat Jenan dari jarak dekat. 

Aku mulai membersihkan lukanya dengan alkohol. Membuat Jenan beberapa kali meringis kesakitan. 

Kupikir kalau orang menyeramkan seperti dia tidak akan merasa sakit kalau lukanya dibersihkan alkohol. Tapi Jenan masih mending sih cuma meringis kecil, kalau aku dulu sampai menangis kencang. 

"Sakit?" Tanyaku, terkesan bodoh sih. 

"Sedikit." 

Aku kembali membersihkan lukanya. 

"Itu papah kamu?" Dia menunjuk salah satu fotoku dengan Ayah. Itu foto ketika aku berulang tahun yang ketiga. 

"Iya. Itu ayahku." 

"Kalau itu siapa?" Tanyanya sambil menunjuk foto wanita yang menggunakan gaun putih sambil tersenyum. 

"Itu bunda." 

Dia diam sesaat. "Ayah dan bunda kamu kemana?" 

"Ayah kerja. Dia nahkoda jadi jarang pulang, kalau bundaa..." Aku menghela nafas, " bunda sudah tidak ada, dia meninggal ketika melahirkanku." 

"Maaf." Jenan menatapku dengan tatapan bersalah, "tapi bunda kamu cantik ya," pujinya. 

Aku hanya tersenyum sebagai jawaban. Entah berinteraksi seperti ini dengan Jenan membuatku berpikir kalau dia tidak seburuk itu. 

Tinggal mengoleskan obat merah dilukanya dan, "sudah selesai." Ucapku sambil memasukan peralatan yang aku gunakan tadi ke dalam kotak darurat. Aku kembali ke kamar untuk menaruhnya. 

Ketika kembali ke ruang tengah aku melihat Jenan sudah berdiri menatap foto bundaku. Entah, tapi kulihat sorot matanya terlihat sendu. Ingin bertanya tapi aku takut dianggap lancang. 

Aku mendekatinya dan menepuk bahunya lembut, "mau berangkat sekarang?" Tanyaku. 

"Kamu benar-benar mirip bunda kamu," jawabnya tidak nyambung. Aku mengerutkan alis, bingung. 

"Hah?" 

Dia membelalakan matanya seperti terkejut sendiri. Dia buru-buru menggelengkan kepalanya, "tidak-tidak." Ucapnya agak gugup, "berangkat sekarang?" Tanyanya.

Aku mendecak pelan, "tadi aku udah tanya gitu ke kamu." Jawabku, "ayo, nanti telat." Lanjutku. 

Jenan dan aku berjalan keluar rumah. Kulihat ada pak Parman sedang memotong rumput di halaman dan tersenyum kearah kami. Aku membalas senyumannya sedangkan Jenan terlihat tidak peduli. 

Sampai didepan motor, Jenan kembali memberikan helm. Aku menerimanya, dan seperti biasa aku selalu merasa keberatan memakai helm ini karena terbayang-bayang wajah Alice. 

Jenan sudah menaiki motornya. Dan memberiku kode untuk cepat-cepat naik.

Sebelum menaiki motor Jenan, aku mengatakan sesuatu. Sesuatu yang tidak mendapatkan jawaban apapun kecuali tatapan dalam.  

"Kamu ingat permintaan aku kan? Kalau ada masalah kamu bisa cerita. Jadi aku harap kamu mau mencoba terbuka sedikit ke aku." 

*****

Demi Irish yang kalau makan seperti orang mukbang. Baru kali ini aku dan Irish merasa canggung ketika makan di kantin.

Beberapa kali aku dan Irish beradu tatap sebelum kembali memakan makanan kami dengan kalem. 

Biasanya kalau dikantin Irish akan makan dengan bar-bar dan terus menggosip sedangkan aku akan mendengarkan sambil sesekali menanggapi dan mencuri pandang ke arah Jenan. 

Tapi.........

Kali ini kami tidak bisa melakukan itu, karena seluruh orang yang ada di kantin terus memperhatikan kami. 

Lebih tepatnya, Jenan dan aku. 

Iya, tiba-tiba Jenan datang ke kantin sendirian lalu menghampiri tempatku dan Irish. Tanpa bertanya atau basa-basi dia langsung duduk membuat semua mata yang ada di kantin langsung memperhatikan kami. 

Irish yang tadinya makan dengan suapan besar (dia sedang menunjukan makan ala mukbang di youtube kepadaku) langsung berubah jadi kalem dan makan dengan suapan anggun. 

Wah, baru kali ini aku melihatnya makan begitu. 

Kami yang berniat ingin mengghibah pun jadi gagal. Niat hati ingin menggosip malah aku yang jadi bahan gosip. 

Risih. Aku mendengar banyak sekali orang-orang yang membicarakanku sambil berbisik-bisik. Dan bisikan yang paling jelas ku dengar itu dari sekumpulan geng yang berisi tiga perempuan dan satu laki-laki. Mereka duduk dibelakangku. 

"Gila, jadi itu yang katanya pacar Jenan?"

"Parah sih. Kayaknya Jenan udah nggak waras deh."

Iya, emang Jenan sudah gila. 

"Dari semua cewek yang deketin dia, kenapa malah milih dia. Sama kak Auryn juga nggak ada apa-apanya. Apalagi sama Alice."

"Yaelah, udah fix itu mah pelampiasan doang. Paling kalo Alice putus sama pacarnya si Jenan balik lagi. Lagian cewek kayak gitumah nggak mungkin diseriusin  sama Jenan." 

Aduh, kembaran si Indri kalau ngomong emang jago bikin hati ngejleb ya. 

"Bener juga." 

Mereka tertawa keras dan sepertinya puas sekali. 

"Btw nama tuh cewek siapa sih?" 

"Ase... Asean... Ah apa ya namanya aneh gitu." 

Oseana Blue, namaku Oseana Blue. 

"Anjrit. Namanya Asean udah kayak kumpulan negara. Canda Asean." 

Mereka tertawa kencang dan sepertinya puas sekali. Padahal aku tidak mengerti bagian mananya yang lucu. 

Hm, mereka juga kurang ajar. Nama dari Bundaku dijadiin bahan candaan.

Aku menatap Jenan yang ada di depanku. Dia memakan camilannya dengan tenang. Telinganya seolah tuli mendengar bisikan-bisikan orang yang menjelekkanku. Mungkin dia memang tidak peduli.  

Menghela nafas panjang. Aku berusaha mengendalikan emosiku. Mengabaikan omongan mereka dan fokus pada sempol ayam kesukaanku. Anggap saja mereka tidak ada. 

Tapi, sayangnya...

Irish punya pemikiran yang berbeda. Dia menggebrak meja dengan kencang membuat semua yang ada dikantin langsung tertuju kearahnya. Termasuk Jenan yang menatap kearah Irish dengan tatapan datar. 

Aku merutuki perbuatan Irish. Aku berusaha menahan badannya dan menyuruhnya untuk duduk. Tapi Irish tidak memperdulikanku. 

Memang sih, ku akui kalau Irish itu gadis yang pemberani. Dia tidak akan bisa diam kalau mendengar orang terdekatnya dihina. 

"Niat gue ke kantin buat makan. Malah liat sampah, jadi enek sendiri. Canda sampah. HAHA." 

Aku menganga mendengar apa yang dikatakan Irish. Spontan aku menoleh ke arah geng itu, mereka sama tercengangnya denganku. 

Irish menarik tanganku dan membawaku pergi dari kantin. Tidak lupa dengan makanannya, Irish membawa cimolnya yang belum habis. 

Sebelum benar-benar pergi dari kantin, aku sekali lagi menatap Jenan. 

Dia hanya melihatku sekilas lalu kembali fokus pada camilannya. 

Entah, tapi perasaanku benar-benar merasa sakit. Sudut hatiku terasa nyeri.

Aku benar-benar tidak penting dimatanya, dia bahkan tidak membelaku apalagi menyangkal bisikan tadi.

Aku yakin kalau Alice yang dibicarakan seperti itu dia pasti sudah mengamuk. 

Ah, memang aku dan Alice itu berbeda. Dia bahkan terang-terangan bilang tidak menyukaiku kan? 

Aku tidak seharusnya terkejut dan merasa sakit hati. Iya, aku tidak boleh. Dasar bodoh. 

Aku seharusnya bersyukur karena punya sahabat seperti Irish. Setidaknya ada orang yang membelaku disaat orang lain menghinaku. 

Related chapters

  • MONSTER   CHAPTER 6

    Hampir 5 menit aku menepuk-nepuk punggung Irish yang terlihat mengkhawatirkan. Wajahnya merah, matanya berair, dan hidungnya ingusan.Kalau kalian berpikir dia menangis, kalian salah. Kalau kalian berpikir dia menangis karena merasa kasihan denganku.....Itu juga salah.Irish bukan menangis, dia tersedak.Jadi, tadi setelah dia menarikku dan membawaku kembali ke kelas. Irish berteriak-teriak kesetanan membuat anak-anak yang ada di kelas termasuk aku hanya bisa diam. Irish sedang dalam keadaan senggol bacok, jadi tidak ada yang mau mengambil resiko.Dia juga melampiaskan emosi dengan memakan cimol pedasnya. Karena terlalu bar-bar entah bagaimana dia tiba-tiba tersedak dan langsung batuk-batuk.Tentu saja aku langsung membantunya. Merelakan minumanku yang langsung diteguk sampai habis walaupun dalam hati aku agak mengatai tingkahnya."Sialan nih cimol. Pokonya gue benci sama cimol dan nggak akan m

    Last Updated : 2021-05-09
  • MONSTER   Yang sebenarnya...

    Setelah Irish dan Ana pergi. Jenan berusaha menulikan telinganya karena orang-orang yang ada di kantin semakin kencang membicarakan mereka.Apalagi kumpulan geng yang disindir oleh Irish. Bukan merasa bersalah, mereka justru merasa kesal dan terhina."Siapa sih yang gebrak meja?" Tanya Clara dengan kesal. Dia bisa dibilang ketua di geng itu."Itu Irish anjir. Dia anak karate. Dia se eskul sama gue." Jawab Laras."Kita harus hajar dia sama si Asean pokoknya!" Titah Clara bak ratu."Bener banget. Sialan harga diri gue serasa jatoh banget." Timpal Tia."Tapi itu njir... Irish tuh anak karate tingkatannya udah tinggi nanti yang ada kita babak belur." Ingat Laras, "tapi kalo si Asean sih nggak masalah keliatan dia lemah gitu." Lanjutnya.Clara menganggukan kepalanya, "bener juga sih." Ucapnya setuju, "gini aja deh kita hajar aja tuh si Asean. Gimana? Lo setuju dit?""Gue?" Tanya nya, "gue sih jelas oke aja. Atu

    Last Updated : 2021-05-09
  • MONSTER   CHAPTER 7

    Selama beberapa hari agenda jemput mejemput sudah seperti kewajiban, begitu juga dengan pulang sekolah. Dan setiap ke kantin Jenan pasti akan selalu duduk di bangku dimana aku duduk, untuk ini Irish sempat protes padaku tapi aku tidak bisa membantu apa-apa.Semuanya berjalan sangat normal, dalam pandanganku. Bahkan aku berusaha bertingkah seperti pacar sungguhan, walaupun responnya masih biasa saja setidaknya dia tidak memandangku aneh atau menolaknya.Sekarang pun aku dan dia sedang duduk berdua di taman sekolah atau biasa disebut 'tempatnya Jenan'.Tidak ada yang kami lakukan. Hanya duduk berdua dan dia melamun.Aku sesekali meliriknya kemudian mengalihkan pandanganku ke arah yang dia tatap. Aku tidak tahu bagaimana perasaan Jenan, tapi jujur saja aku menikmati ini.Sebenarnya kami bisa kesini karena guru sedang ada rapat dadakan. Alih-alih di pulangkan, sekolahku lebih memilih untuk membebaskan siswa/siswinya tapi menutup pagar sekolah ra

    Last Updated : 2021-05-15
  • MONSTER   CHAPTER 8

    "Ana kan?""Lo kenapa?"Aku mengangkat kepala dan mengerenyitkan alis melihat laki-laki yang ada dihadapanku.Wajahnya tidak asing. Dia itu Mario salah satu teman Irish yang mau dikenalkan padaku. Dia kakak kelas, beda setahun denganku."Kak Mario?" Tanyaku sambil mengusap mataku yang terasa perih karena menangis."Iya," jawabnya,"lo ngapain dipinggir jalan sambil nangis kayak gini?"Mendengar pertanyaannya wajahku kembali menyendu dan mataku berkaca-kaca.Kak Mario langsung menatapku panik, "eh, jangan nangis." Ucapnya sambil mengusap air mataku yang mulai jatuh.Aku hanya menggelengkan kepala. Rasanya sesak sekali, aku tidak bisa menahan tangisanku dan mulai kembali terisak.Memang dari dulu aku itu cengeng. Apalagi kalau merasa disakiti aku akan menangis sangat lama."Udah dong nangisnya," bujuk kak Mario yang membuatku malah semakin ingin menangis."Kalau kayak

    Last Updated : 2021-05-20
  • MONSTER   CHAPTER 9

    Sudah hampir sepuluh kali aku menghela nafas berat. Bukan tanpa sebab, aku sekarang benar-benar merasa seperti orang galau.Tiga hari, ah tidak dengan hari ini jadi empat hari, aku tidak melihat orang yang ku anggap sebagai pacarku.Jenan.Setelah kejadian itu entah kenapa dia seperti menghilang. Dia tidak menjemputku, dia tidak ku temukan disekolah apalagi ke rumahku.Kenapa kelas ini jadi membosankan sih?Tidak ada yang menyenangkan sama sekali apalagi ketika melihat Indri dan beberapa teman perempuan berjoget lagu DJ yang akhir-akhir ini sering aku dengar.Aku berdecak malas. Aish menyebalkan! Kenapa sih jam pertama malah kosong? Padahal aku suka pelajaran seni budaya."Lo kenapa sih anjir?" Tanya Irish yang tidak tahan melihatku seperti itu.Alih-alih menjawab aku hanya kembali berdecak dan ternyata itu mengundang niat Irish untuk menjitak kepalaku.Dengan sigap aku menghindari niat b

    Last Updated : 2021-05-22
  • MONSTER   CHAPTER 10

    Aku tidak paham dan sejujurnya tidak mau mengerti juga. Aku tidak bisa mengabaikan dia ketika datang kesini dengan wajah babak belur. Logikaku bilang kalau seharusnya aku tadi menutup pintu sekencang-kencangnya di depan wajahnya untuk menyuarakan kekesalanku. Tapi nyatanya, aku tidak bisa. Membeku, aku hanya diam, menunggu dia akan mengatakan apa. Malam-malam, tepat ketika aku mau tidur tiba-tiba handphoneku berbunyi. Jenan, iya laki-laki itu mengirimkan ku pesan kalau dia sudah ada di depan rumahku. Demi Tuhan, aku ingin sekali mengabaikannya. Dia hanya mengirimkan pesan sesingkat itu sekali, harusnya itu jadi hal mudahkan? Tapi nyatanya tidak. Dengan terburu-buru aku membuka pintu dan benar dia ada didepan rumahku dengan wajah penuh luka dan ekspresi datar. Seolah-olah dia bukan manusia yang bisa merasakan sakit. "Obatin." Dengan singkatnya dia menyuruhku seperti itu.

    Last Updated : 2021-06-12
  • MONSTER   CHAPTER 11

    Sesuai janjinya, Jenana datang ke rumahku jam empat sore... Ah, bahkan dia datang jam empat kurang lima menit. Katanya, daripada telat lebih baik datang lebih cepat. Ya, bagus sih. Aku tidak suka orang telat. Seperti Irish contohnya. Sebelum Jenan kesini, aku sudah mempersiapkan diri dari jam dua, mengobrak-abrik lemari untuk mencari baju yang paling terlihat bagus di tubuhku, tapi semuanya sama aja. Tidak ada satupun baju yang berhasil membuatku jadi lebih cantik, jadi aku memutuskan untuk memakai kemeja abu dan rok sebatas lutut berwarna hitam. Untuk rambut aku hanya memakai beberapa jepitan bentuk mutiara di sebelah kanan. Wajahku juga ku poles sedikit dengan make up, terutama di bagian bibir yang ku rias dengan warna pink dibagian luar bibir dan merah di bagian dalam bibir. Saat berkaca aku merasa puas, ya walaupun wajahku tidak berubah seperti Irene tapi setidaknya aku terlihat lebih segar dan tidak pucat. Anggaplah aku sedang memuji di

    Last Updated : 2021-06-13
  • MONSTER   PROLOG

    Oseana Blue. Nama yang cantikkan? Kata ayah itu nama pemberian bunda sebelum dia meninggal. Iya, bunda meninggal ketika melahirkanku.Awalnya saat tahu fakta itu diumur 7 tahun, aku sempat membenci diriku sendiri. Tapi ayah bilang, " justru ayah bersyukur karena perjuangan bunda tidak sia-sia. Dia berhasil melahirkan seorang anak perempuan yang cantik. Soal bunda meninggal itu bukan salah kamu Blue... Itu adalah takdir tuhan. Ayah senang kamu disini setidaknya kamu masih tetap tinggal dan menemani ayah." Dia bahkan berkata seperti itu sambil mengusap kepalaku.Sejak ayah mengatakan itu aku merasa lega dan berhenti menyalahkan diri sendiri.Walaupun ada beberapa anggota keluarga dari pihak bunda yang mengatakan aku penyebab bunda meninggal, aku selalu berusaha untuk tidak mengambil hati. Apalagi ayah selalu membelaku.Pernah sekali aku bertanya ke ayah, "Ayah, kenapa bunda memberiku nama Oseana Blue?""Karena bunda kamu mau setiap kali ayah berlaya

    Last Updated : 2021-05-01

Latest chapter

  • MONSTER   CHAPTER 11

    Sesuai janjinya, Jenana datang ke rumahku jam empat sore... Ah, bahkan dia datang jam empat kurang lima menit. Katanya, daripada telat lebih baik datang lebih cepat. Ya, bagus sih. Aku tidak suka orang telat. Seperti Irish contohnya. Sebelum Jenan kesini, aku sudah mempersiapkan diri dari jam dua, mengobrak-abrik lemari untuk mencari baju yang paling terlihat bagus di tubuhku, tapi semuanya sama aja. Tidak ada satupun baju yang berhasil membuatku jadi lebih cantik, jadi aku memutuskan untuk memakai kemeja abu dan rok sebatas lutut berwarna hitam. Untuk rambut aku hanya memakai beberapa jepitan bentuk mutiara di sebelah kanan. Wajahku juga ku poles sedikit dengan make up, terutama di bagian bibir yang ku rias dengan warna pink dibagian luar bibir dan merah di bagian dalam bibir. Saat berkaca aku merasa puas, ya walaupun wajahku tidak berubah seperti Irene tapi setidaknya aku terlihat lebih segar dan tidak pucat. Anggaplah aku sedang memuji di

  • MONSTER   CHAPTER 10

    Aku tidak paham dan sejujurnya tidak mau mengerti juga. Aku tidak bisa mengabaikan dia ketika datang kesini dengan wajah babak belur. Logikaku bilang kalau seharusnya aku tadi menutup pintu sekencang-kencangnya di depan wajahnya untuk menyuarakan kekesalanku. Tapi nyatanya, aku tidak bisa. Membeku, aku hanya diam, menunggu dia akan mengatakan apa. Malam-malam, tepat ketika aku mau tidur tiba-tiba handphoneku berbunyi. Jenan, iya laki-laki itu mengirimkan ku pesan kalau dia sudah ada di depan rumahku. Demi Tuhan, aku ingin sekali mengabaikannya. Dia hanya mengirimkan pesan sesingkat itu sekali, harusnya itu jadi hal mudahkan? Tapi nyatanya tidak. Dengan terburu-buru aku membuka pintu dan benar dia ada didepan rumahku dengan wajah penuh luka dan ekspresi datar. Seolah-olah dia bukan manusia yang bisa merasakan sakit. "Obatin." Dengan singkatnya dia menyuruhku seperti itu.

  • MONSTER   CHAPTER 9

    Sudah hampir sepuluh kali aku menghela nafas berat. Bukan tanpa sebab, aku sekarang benar-benar merasa seperti orang galau.Tiga hari, ah tidak dengan hari ini jadi empat hari, aku tidak melihat orang yang ku anggap sebagai pacarku.Jenan.Setelah kejadian itu entah kenapa dia seperti menghilang. Dia tidak menjemputku, dia tidak ku temukan disekolah apalagi ke rumahku.Kenapa kelas ini jadi membosankan sih?Tidak ada yang menyenangkan sama sekali apalagi ketika melihat Indri dan beberapa teman perempuan berjoget lagu DJ yang akhir-akhir ini sering aku dengar.Aku berdecak malas. Aish menyebalkan! Kenapa sih jam pertama malah kosong? Padahal aku suka pelajaran seni budaya."Lo kenapa sih anjir?" Tanya Irish yang tidak tahan melihatku seperti itu.Alih-alih menjawab aku hanya kembali berdecak dan ternyata itu mengundang niat Irish untuk menjitak kepalaku.Dengan sigap aku menghindari niat b

  • MONSTER   CHAPTER 8

    "Ana kan?""Lo kenapa?"Aku mengangkat kepala dan mengerenyitkan alis melihat laki-laki yang ada dihadapanku.Wajahnya tidak asing. Dia itu Mario salah satu teman Irish yang mau dikenalkan padaku. Dia kakak kelas, beda setahun denganku."Kak Mario?" Tanyaku sambil mengusap mataku yang terasa perih karena menangis."Iya," jawabnya,"lo ngapain dipinggir jalan sambil nangis kayak gini?"Mendengar pertanyaannya wajahku kembali menyendu dan mataku berkaca-kaca.Kak Mario langsung menatapku panik, "eh, jangan nangis." Ucapnya sambil mengusap air mataku yang mulai jatuh.Aku hanya menggelengkan kepala. Rasanya sesak sekali, aku tidak bisa menahan tangisanku dan mulai kembali terisak.Memang dari dulu aku itu cengeng. Apalagi kalau merasa disakiti aku akan menangis sangat lama."Udah dong nangisnya," bujuk kak Mario yang membuatku malah semakin ingin menangis."Kalau kayak

  • MONSTER   CHAPTER 7

    Selama beberapa hari agenda jemput mejemput sudah seperti kewajiban, begitu juga dengan pulang sekolah. Dan setiap ke kantin Jenan pasti akan selalu duduk di bangku dimana aku duduk, untuk ini Irish sempat protes padaku tapi aku tidak bisa membantu apa-apa.Semuanya berjalan sangat normal, dalam pandanganku. Bahkan aku berusaha bertingkah seperti pacar sungguhan, walaupun responnya masih biasa saja setidaknya dia tidak memandangku aneh atau menolaknya.Sekarang pun aku dan dia sedang duduk berdua di taman sekolah atau biasa disebut 'tempatnya Jenan'.Tidak ada yang kami lakukan. Hanya duduk berdua dan dia melamun.Aku sesekali meliriknya kemudian mengalihkan pandanganku ke arah yang dia tatap. Aku tidak tahu bagaimana perasaan Jenan, tapi jujur saja aku menikmati ini.Sebenarnya kami bisa kesini karena guru sedang ada rapat dadakan. Alih-alih di pulangkan, sekolahku lebih memilih untuk membebaskan siswa/siswinya tapi menutup pagar sekolah ra

  • MONSTER   Yang sebenarnya...

    Setelah Irish dan Ana pergi. Jenan berusaha menulikan telinganya karena orang-orang yang ada di kantin semakin kencang membicarakan mereka.Apalagi kumpulan geng yang disindir oleh Irish. Bukan merasa bersalah, mereka justru merasa kesal dan terhina."Siapa sih yang gebrak meja?" Tanya Clara dengan kesal. Dia bisa dibilang ketua di geng itu."Itu Irish anjir. Dia anak karate. Dia se eskul sama gue." Jawab Laras."Kita harus hajar dia sama si Asean pokoknya!" Titah Clara bak ratu."Bener banget. Sialan harga diri gue serasa jatoh banget." Timpal Tia."Tapi itu njir... Irish tuh anak karate tingkatannya udah tinggi nanti yang ada kita babak belur." Ingat Laras, "tapi kalo si Asean sih nggak masalah keliatan dia lemah gitu." Lanjutnya.Clara menganggukan kepalanya, "bener juga sih." Ucapnya setuju, "gini aja deh kita hajar aja tuh si Asean. Gimana? Lo setuju dit?""Gue?" Tanya nya, "gue sih jelas oke aja. Atu

  • MONSTER   CHAPTER 6

    Hampir 5 menit aku menepuk-nepuk punggung Irish yang terlihat mengkhawatirkan. Wajahnya merah, matanya berair, dan hidungnya ingusan.Kalau kalian berpikir dia menangis, kalian salah. Kalau kalian berpikir dia menangis karena merasa kasihan denganku.....Itu juga salah.Irish bukan menangis, dia tersedak.Jadi, tadi setelah dia menarikku dan membawaku kembali ke kelas. Irish berteriak-teriak kesetanan membuat anak-anak yang ada di kelas termasuk aku hanya bisa diam. Irish sedang dalam keadaan senggol bacok, jadi tidak ada yang mau mengambil resiko.Dia juga melampiaskan emosi dengan memakan cimol pedasnya. Karena terlalu bar-bar entah bagaimana dia tiba-tiba tersedak dan langsung batuk-batuk.Tentu saja aku langsung membantunya. Merelakan minumanku yang langsung diteguk sampai habis walaupun dalam hati aku agak mengatai tingkahnya."Sialan nih cimol. Pokonya gue benci sama cimol dan nggak akan m

  • MONSTER   CHAPTER 5

    Semalam Irish menelponku, dia benar-benar khawatir. Dia menanyakan keadaanku, dia bertanya apakah aku baik-baik saja? Apakah anggota tubuhku masih lengkap? Apakah aku masih hidup? Dia bertanya seolah-olah aku dibawa oleh monster, ya memang sih Jenan itu punya julukan monster tapi Jenan kan bukan monster sungguhan.Aku bilang pada Irish kalau aku baik-baik saja cuman mungkin aku akan jadi mayat dalam waktu dekat. Irish langsung memarahiku dan bilang, "ngomong dijaga!". Benar-benar tidak tahu diri.Aku juga tidak memberitahu tentang perjanjianku pada Irish. Aku takut Irish marah dan langsung menghinaku. Walaupun iya, tapi aku tidak mau mendengar itu darinya.Kami telponan cukup lama bahkan sampai larut malam.Dan pagi ini aku menjalankan rutinitasku seperti biasa. Mandi, pakai seragam, dan sarapan buatan bik Inah.Sampai akhirnya aku dibuat jantungan ketika membuka gerbang rumahku.Disana ada Jenan sedang duduk diatas motorny

  • MONSTER   CHAPTER 4

    Aku mendadak jadi pusat perhatian. Sepanjang perjalanan menuju parkiran sekolah tidak ada yang tidak menatapku.Ini semua karena Jenan. Iya. Jenan tiba-tiba datang ke kelasku membuat kehebohan dengan mencariku untuk mengajak pulang bareng.Awalnya aku tidak percaya kalau Jenan mencariku. Tapi, setelah melihat wajah Sinta si biduan kelas itu aku baru percaya apalagi ketika melihat Jenan yang memberi kode kepadaku untuk cepat keluar.Jenan berjalan didepanku. Dia tidak berkata apa-apa daritadi. Dia bahkan tidak menyuruhku untuk berjalan disampingnya.Biasanya kalau didrama yang aku lihat kan begitu. Si laki-laki akan berhenti berjalan lalu menengok ke belakang dan bilang, "kenapa jalannya dibelakang? Kamu itu pacar aku jadi jalannya harus disampingku." Setelah itu mereka jalan bergandengan tangan dan perempuannya tersenyum malu-malu.Aku kembali menatap Jenan didepanku. Lalu mendesah pelan. Memang ya drama dan realita itu ber

DMCA.com Protection Status