'Siapa sebenarnya yang dimaksud anak kecil itu ya?' tanya dalam benak Nayla.
Akhirnya, Nayla memberanikan diri untuk melihat ke arah kaca angkot yang mengarah padanya.
Perlahan manik matanya melihat ke kaca. Seketika Nayla menjerit. Kedua tangan menutupi wajah. Tubuhnya bergetar ketakutan. Membuat Angel kaget dan panik.
"Nay, ada apa?"
"Di belakangku ... a-ada Ku-Ku-sumawardhani." Suara Nayla terbata.
Angel beralih melihat ke belakang Nayla yang tak ada siapa pun.
Ketika itu manik mata Angel bertatapan dengan manik mata anak kecil yang ketakutan. Anak kecil mengintip dari lengan Ibunya.
"Enggak ada apa-apa kok, Nay."
Sopir angkot yang mendengar Nayla teriak sampai ikut menoleh. Sambil melihat ke jalanan yang mulai ramai.
"Kenapa Mbak?"
"Enggak kok, Pak," sahut Angel.
Nayla masih ketakutan. Tangannya tak mau lepas dari wajah.
"Nay, ada dia di belakangku. Aku masih bisa lihat kebayany
"Oke. Sekali lagi maaf ya.""Iya."Nayla menyeret Angel yang masih tak berkedip melihat petugas kereta tadi."Woi, kedip mata!!" celetuk Nayla."Ihh ... ganteng banget. Dia sering WA aku tuh gara-gara kamu.""Semua kamu bilang ganteng, Aldo, Dano. Sebenarnya kamu suka yang mana?""Suka semua! Hahahaha." Angel tertawa sambil memilih snack untuk mereka di kereta.Sementara Angel sedang sibuk memilih snack, Nayla sibuk mencari sesuatu di tasnya.Raut wajahnya berubah membuat Angel bertanya."Kenapa? Kok mukanya tegang gitu?"Nayla tak menggubris pertanyaan temannya itu. Matanya masih fokus melihat ke dalam tas. Sambil kedua tangannya sibuk merogoh tas kecil berwarna hitam."Tusuk kondenya di mana, Ngel?" Suara Nayla mulai panik.Dahi Angel mengernyit. "Tusuk kondenya enggak ada, Nay?""Enggak tau. Tapi di dalam tas enggak ada.""Ketinggalan mungkin. Coba kamu telepon Bunda kamu
Sontak petugas kereta langsung menghubungi polisi dan ambulance. Serta sekitar tempat kejadian langsung di amankan.Kepala Nayla menggeleng perlahan. Dengan pandangannya yang tak lepas dari tubuh laki-laki yang berada di bawah kereta api.Tiba-tiba Nayla terkejut ketika sebuah tepukan mendarat di bahunya. Gadis itu langsung menoleh, yang ternyata adalah Angel yang sudah membuatnya terkejut."Nay, tusuk konde itu ada di saku belakang celanamu.""Apa?" Tangan Nayla langsung mengarah ke belakang. Dan ia kaget menemukan tusuk konde itu di saku celananya.Namun ada yang membuat Nayla dan Angel semakin terbelalak. Batu di tusuk konde itu berubah warna."Jangan-jangan----" Mereka berdua tak melanjutkan ucapannya. Hanya saling menatap seolah apa yang dipikirkan Nayla sama dengan hal yang dipikirkan Angel.Saat Nayla mengalihkan pandangannya pada tubuh lelaki yang terbagi dua itu, matanya membulat lebat.Nayla melihat sosok sintre
Tak lama, seorang lelaki dan perempuan petugas kereta berjalan ke arah gerbong Nayla dan Angel. Sambil membawa beberapa pop mie dan minuman."Mau pop mie?" tawar Angel."Ya deh. Sama minum sekalian."Setelah membayar. Mereka berdua langsung menyantap makanan itu dengan sangat lahap.Hingga laju kereta yang semula kencang, mulai agak melambat. Nayla sangat menikmati kuah pop mie yang masih hangat."Enaak banget ... kenyang aku.""Eehhh ... kok keretanya kayak mau berhenti?""Mungkin berhenti sebentar, ada kereta lain yang lewat juga kali, Ngel."Angel hanya membulatkan bibirnya membentuk huruf O.Beberapa menit berlalu. Nayla dan Angel sudah selesai makan. Mereka berdua bersandar di kursi kereta karena kekenyangan.Pandangan mata Nayla sesekali melihat ke arah jendela. Suasana saat itu sudah sangat gelap. Tak ada lampu penerangan apa pun apalagi rumah-rumah penduduk."Kita ini berhenti di mana si
Angel menoleh ke sebelah. Kembali Angel menelan savalinya."Kamu melihatnya sejak tadi?"Remaja perempuan mengangguk."Sosok makhluk gaib yang memiliki aura berwarna hitam kemerahan, berarti makhluk itu sangat berbahaya dan jahat. Sebab dia sangat membutuhkan tumbal manusia. Selain itu, kekuatan mereka juga sangat susah dikalahkan. Terlebih jika memiliki dendam."Perkataan remaja itu sukses membuat nyali Nayla dan Angel menciut."A-apa kamu tau tentang kejadian di stasiun tadi?"Gadis itu terdiam beberapa detik. Dengan tatapan mata yang tertuju pada Nayla dan Angel bergantian.Kemudian, kepalanya mulai manggut-manggut."Laki-laki yang meninggal di stasiun tadi ...."Remaja itu menoleh ke kaca yg gelap. Jari telunjuknya menunjuk ke arah luar jendela."Disebabkan oleh dia!"Nayla dan Angel melihat arah telunjuk gadis remaja. Di mata mereka berdua, mereka tak melihat apa pun kecuali suasana di luar y
"Kenapa kamu gitu?" Kali ini Angel memberanikan diri untuk bertanya.Sang gadis remaja berambut sebahu itu tak langsung menjawab. Ia berdehem sejenak lalu kembali meneguk botol air."Sejauh ini tusuk konde ini sudah membunuh tiga perempuan dan dua laki-laki. Laki-laki yang Mbak katakan. Dan sekarang tusuk konde ini mengincar nyawa seorang perempuan."Nayla dan Angel melotot dan terkejut dengan apa yang dikatakan Dina tersebut. Mereka tidak percaya dengan yang dikatakan Dina."Enggak mungkin sebanyak itu! Tusuk konde ini membunuh pemilik dari tusuk konde itu sendiri dan dia seorang perempuan!" tegas Nayla."Iya! Kamu pasti ngawur!" seru Angel juga tak percaya."Memang yang aku lihat seperti itu, Mbak. Dan tusuk konde ini tidak bisa dibuang atau dibakar saja. Harus dibuang ke laut agar tidak mencari korban.""Dibuang ke laut?" ujar Nayla dan Angel bersamaan dengan pandangan mata tak lepas dari Dina."Iya, Mbak! Meskip
Hanya beberapa detik, sesosok bayangan hitam besar muncul dari dalam sendang. Sosok hitam itu sangat mengerikan. Kedua matanya merah menyala dan seluruh tubuhnya di tumbuhi bulu hitam yang menutupi seluruh badan."Hahahahahaha ... ternyata kau Mijan. Ada apa kau membangunkanku?" Suara sosok hitam itu menggema dan terdengar menyeramkan.Kedua tangan laki-laki itu saling menyatu di depan dada. Dengan kepala yang menunduk. Seperti sangat menghormati sosok hitam.Sayangnya Dina tak bisa mendengar suara laki-laki berpakaian hitam itu. Sampai akhirnya sesuatu mengerikan terjadi. Dan membuat kedua mata Dina terbelalak lebar."Tidak mungkin!"Dina mundur beberapa langkah karena takut melihat yang terjadi di depannya.Karena tak hati-hati, ia tersandung akar pohon sehingga membuatnya terjatuh.Dalam sekejap Dina kembali ke dalam raganya. Kedua matanya langsung membuka lebar dengan napas yang ngos-ngosan.
Tak terasa kereta api sudah tiba di stasiun tujuan terakhir yaitu stasiun Malang. Nayla terlihat sedang melamun. Sehingga tidak mendengar suara petugas kereta yang terdengar dari pengeras suara di setiap gerbong untuk mengingatkan penumpang agar tidak lupa dengan barang bawaannya."Nay kita sudah sampai ini!" Angel menggoyangkan bahu Nayla. Nayla langsung gelagapan dan buru-buru mengambil koper miliknya yang berada tepat di atas tempat duduk mereka.Dina yang akan turun, berpamitan pada Nayla dan Angel."Mbak saya turun duluan ya. Mbak harus hati-hati. Karena sinden itu selalu mengikuti Mbak kemana pun." Manik matanya yang hitam melihat ke luar jendela.Angel yang penasaran mengikuti arah pandangan Dina."Apa yang kamu lihat, Din?" tanya Angel."Sinden itu, Mbak. Ada di sana!" tunjuk Dina memajukan sedikit dagunya.Sontak pandangan mata Nayla dan Angel mengikuti arah yang ditunjuk oleh Dina.Angel tak melihat sinden terse
"Aku enggak salah. Aku benar-benar dengar jelas sosok hitam itu memanggil dengan Mijan bukan Darto." Dina pun tak mau mengalah."Kok namanya berbeda?" ujar Nayla.Dina menggeleng."Nay! Apa Kakek kamu punya dua nama? Yang kamu dan sekeluarga memang tidak tahu namanya?" ucap Angel yang sedari tadi hanya melihat dan mendengar perdebatan antara Dina dan Nayla."Enggak ahh!""Coba ingat-ingat atau tanya Nek Sami kalau enggak Tante kamu, Nay!" usul Angel.Terdengar nada panggilan HP Nayla. Ia langsung melihat siapa yang meneleponnya. Tertera nama Tante Dewi di layar HP. Buru-buru Nayla menggeser tombol hijau."Halo assalamualaikum.""Waalaikum salam. Sayang, kamu sudah sampai di stasiun?""Sudah, Tan. Baru saja turun dari kereta.""Tante sama Rahma lagi di jalan. Kamu tunggu dulu ya.""Iya, Tante."Telepon pun berakhir. Dina juga berpamitan pada Nayla dan Angel. Mereka berjalan keluar stasiun.
Waktu sudah menunjukkan pukul delapan kurang lima belas menit. Setelah membayar taxi online, Nayla dan Rasti langsung berlari masuk ke dalam gedung yang cukup mewah di mana mereka mengikuti training. Sepatu pantofel hitam dengan heels 3 cm yang mereka pakai sangat tak nyaman digunakan berlari. Tapi karna takut terlambat, mau tak mau Nayla dan Rasti berlari walau harus pandai-pandai menjaga keseimbangan badannya. "Nay, benerin dulu rambut kamu. Berantakan tuh!""Oh ya!" Nayla langsung membenarkan helai rambut yang keluar dan menggulung rambutnya dengan rapi. Tak lupa mereka berdua saling mengingatkan dan mengamati penampilan satu sama lain. Sampai di depan resepsionis. Nayla dan Angel menunjukkan kartu anggota training. Setelah mendapatkan jadwal dan di mana ruangan mereka hari itu, dengan berjalan cepat keduanya segera menuju ruangan yang berada di lantai 5.Lift pagi itu terlihat tak terlalu banyak orang. Tanpa berpikir macam-macam keduanya langsung masuk. Apalagi saat Nayla mel
"Terimakasih, Bu. Rejeki pagi-pagi," ujar satpam budi kegirangan. "Mau di kubur di mana, Bu?""Terserah, Pak. Asal jangan di sini.""Oh baik, Bu."Setelah Tante Dewi mengunci semua pintu rumah. Satpam Budi yang masih berada di rumah itu sedang mencari sebuah kantong keresek. Dimasukkan bangkai itu ke dalam kantong. Ketika akan keluar dari rumah, Budi kembali menoleh ke belakang. "Lagi ada saudaranya ya,Bu di rumah?" tanya tiba-tiba satpam Budi. "Hah? Enggak ada saudara, Pak," jawab Tante Dewi sambil menoleh ke belakang. Tak hanya Tante Dewi. Nayla dan Rahma pun juga ikut menoleh melihat ke arah yang di lihat satpam tersebut. "Itu ada perempuan, Bu sedang melihat ke sini.""Haaah?" Tante Dewi, Rahma dan Nayla hanya bisa mengangnga kaget. Kecuali Rasti. Gadis itu seperti melihat seseorang di dalam rumah. Menyadari matahari yang semakin tinggi, Tante Dewi menyuruh anak dan keponakannya itu untuk segera berangkat agar tidak terlambat. Begitu juga si satpam yang sudah berhasil mend
Dan karena rasa ngantuk, tak terasa mereka semua tertidur dengan berdempetan di kasur. Tetapi Nayla dan Rasti tertidur di karpet lantai. Sinar matahari pagi menembus sela-sela jendela. Tante Dewi terbangun sambil mengucek kedua matanya. Ia terkejut saat melihat jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Buru-buru wanita itu membangunkan Nayla, Rasti dan Rahma. "Ayo bangun! Bangun Rahma, Nayla, Rasti. Sudah pagi. Kalian terlambat nanti!"Tampak Nayla yang terlebih dahulu mulai menggerakkan badannya."Jam berapa ini, Te?" tanya Nayla sambil mengangkat kedua tangannya ke atas. "Hah? Kesiangan ini, Te!""Makanya! Cepet kamu bantu Tante bangunin mereka!"Tiga puluh menit kemudian. Di ruang tamu, semuanya sudah tampak rapi dengan pakaian yang mereka kenakan. Karena mereka semua bangun kesiangan pagi itu semuanya berangkat tanpa sarapan."Kalian udah siap semua? Rahma kamu nanti pulang jam berapa?" tanya Tante Dewi."Jam lima Ma, bisa juga lebih. Soalnya ada kerja kelompok nanti d
"Tumbal para laki-laki, Mbak?" celetuk Rahma. "Iya benar." Wajah Nayla tertunduk dan berubah sedih. Dia teringat akan Wisnu sang pujaan hati yang sudah meninggal. Nayla masih sangat menyesal dan masih belum bisa maafkan dirinya sendiri atas kematian sang kekasih. Seandainya Nayla tak menemukan dan mengambil tusuk konde itu, mungkin saat ini dia masih bisa bersama Wisnu dan tak dihantui seperti ini. "Ras, kayaknya aku tau siapa pocong itu." Tiba-tiba Nayla mengangkat kepalanya dan menatap Rasti di samping. Kedua bola mata mereka saling beradu pandang."Siapa?"Semua yang ada di ruangan saat itu menatap ke arah Nayla dengan tajam. "Dano!""Siapa Dano itu, Mbak?"Rasti memicingkan mata kanannya. Mencoba mengingat-ingat siapa nama yang disebut Nayla."Oh! Dia korban yang belum lama ini?" cetus Rasti. Dengan cepat kepala Nayla mengangguk beberapa kali."Maksudnya gimana, Nay?" tanya Tante Dewi yang tak mengerti apa yang dibicarakan keponakannya itu. "Jadi saat Nayla dan Angel akan k
"Oh ya kamu kok belum tidur?" tanya Dion. "Iya Rasti tadi lihat penampakan pocong.""Pocong! Kok bisa?""Gak tau. Tapi sepertinya pocong itu adalah tumbal dari tusuk konde ini, Yon.""Gila! Tusuk konde itu harus benar-benar di musnahkan. Sebelum makin banyak korban.""Iya. Eh, lanjut besok ya, Yon. Kasihan Rasti, aku harus temenin dia dulu.""Oke."Telepon pun terputus. Dion kembali berbaring di kasur, sampai akhirnya kedua matanya pun dapat terpejam dan Dion terlelap dalam tidurnya. Sementari itu di rumah Tante Dewi.Semuanya jadi terbangun karena teriakan Rasti. Mereka duduk di ruang tamu. Selesai telepon, Nayla kembali ke ruang tamu sambil membawa segelas air untuk temannya itu. "Minum dulu, Ras." "Makasih, Nay.""Memangnya tadi apa yang membuat kamu teriak, Nduk?" tanya Tante Dewi lembut. Rasti terdiam beberapa saat, sampai Nayla menyenggol lengannya. Membuat Rasti gelagapan. "Kok diam? ditanya Tante, Ras!""Oh maaf, Tante." Rasti memalingkan pandangannya pada kamar Nayla.
Tangannya sibuk mengeluarkan satu per satu barang yang ada di dalam laci tersebut. Sampai raut wajah Dion berubah melihat sebuah foto usang yang masih hitam putih. "Ini yang aku cari. Ini foto aku saat aku umur 5 tahun. Dan ini Mas Agung, lalu perempuan ini." Kalimatnya terhenti. Dion duduk di pinggir ranjang. Foto usang itu masih di lihatnya dengan serius. Dahinya mengerut mencoba mengingat-ingat kejadian yang telah lama terjadi. "Perempuan ini yang namanya Mawar, gadis yang dicintai Mas Agung, tapi enggak mendapat restu Mama Papa."Lalu Dion membalik foto usang itu. Tepat di pojok kanan bawah terdapat sebuah tulisan yang tintanya hampir pudar. Dion pun mencoba mengeja tulisan yang samar tersebut."Wo ... no ... giri?""Apa desa Nayla di Wonogiri ya? Kalau bener, bisa jadi sinden merah yang mengikuti Nayla adalah Mawar yang dulu pernah dicintai Mas Agung."Dengan cepat Dion langsung membereskan semua pakaian dan barang-barang miliknya. Semuanya dia kembalikan ke dalam lemari. Men
Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Rahma, Rasti, Nayla dan Tante Dewi masih berkumpul di ruang tv. Terdengar suara tawa mereka yang memecah keheningan malam. Acara komedi tersebut membuat Nayla dan Rasti merasa terhibur. Setelah acara pun selesai. Tante Dewi menyuruh mereka bertiga untuk langsung masuk ke dalam kamar dan tidur. Agar besok kembali segar saat beraktivitas. Rasti mengikuti langkah Nayla menuju kamar. Saat itu pandangan mata Rasti tak sengaja melihat ke arah jendela yang tirainya belum tertutup. "Nay, itu tirainya belum di tutup!""Oh ya, lupa kali Tante Dewi. Aku tutup dulu deh!" Nayla berjalan ke arah jendela sambil menyisir rambutnya dengan jari tangan. Sementara itu Rasti masih berdiri di depan pintu kamar Nayla. Matanya masih menatap ke arah Nayla yang kini sudah berada di depan jendela. Nayla menarik pengait tirai. Tiba-tiba Rasti terkejut bahkan hampir teriak. Namun buru-buru Rasti menutup mulutnya dan menyembunyikan rasa kagetnya. Rasti tak mau kalau jeri
Perempuan itu pun terjatuh ke tanah. Kedua kakinya seperti tak mampu menopang tubuhnya sendiri. Tatapan matanya masih melihat punggung laki-laki yang baru saja meninggalkan dirinya. "Kenapa kamu tega, Mas." Dion hanya terdiam. Ia merasa kasihan pada perempuan yang tak dikenalnya itu. Walaupun ia tak tahu persis apa yang terjadi, namun ia juga membenarkan apa yang dikatakan perempuan itu pada Kakaknya. Hingga Dion mendengar suara yang tak asing baginya. Ia merasa tubuhnya seperti sedang digoyang-goyang. Sampai dirinya mulai terbangun. "Nak, kamu kenapa? Kenapa bisa di sini?" Dion tersentak kaget. Hingga membuat wanita setengah baya yang memakai baju tidur itu juga ikut kaget."Mama!""Kamu kenapa, hah?""Ehh ... "Dion menoleh ke kanan dan ke kiri. Membuat Mamanya makin keheranan dengan kelakuan anak laki-lakiny itu."Cari siapa?""Anuu ... Ini di rumah, Ma?""Loh iya! Ini di rumah. Emang kamu kira di mana? Di hutan?!"Dion hanya terdiam sambil celingukan. "Dion! Kamu kenapa sih?
Melihat gelagat Dion yang aneh, Mas Agung kembali bertanya. Hingga membuat Mama Dion juga ikut penasaran."Kenapa? Ada apa di depan?""Enggak, Mas.""Tapi wajah kamu kok kayak habis lihat setan?" Dion terhenyak dengan kalimat kakaknya itu. 'Iya, dia sinden tusuk konde itu. Sinden yang mengikuti Nayla. Tapi kenapa dia sekarang juga mengikuti aku? Padahal aku belum berbuat apa-apa,' batin Dion sendiri. "Dion!" panggil sang Mama yang sedang berjalan mendekati putra bungsunya. Wanita itu sedikit melongok keluar. Pintu yang mau ditutup Dion dibuka oleh Mamanya. "Enggak ada orang Dion. Siapa yang kamu lihat?""Memang gak ada, Ma. Ya sudah ayo masuk, Ma, udah malem." Dion langsung memeluk Mamanya dan mengajaknya masuk ke dalam rumah.Setelah mengantar sang Mama ke dalam kamar. Dion berniat untuk ke kamarnya yang berada di lantai dua.Baru menaiki beberapa anak tangga, Dion melihat sekelebat bayangan dari arah dapur yang lampunya sudah dimatikan. Sejenak Dion menghentikan langkahnya. Di