Jasad pria malang yang ditemukan di area pemakaman Diagon Alley itu kini berada di ruangan forensik.
"Bagaimana hasilnya, Dokter Raiwin?" Dokter Raiwin kemudian menjelaskan, "Saya sudah memeriksa kondisi korban dan ini membuat saya ingin tahu mengapa dua titik luka ini mampu membunuh seseorangdalam waktu cepat. Logikanya, seseorang bisa kehilangan banyak darah hingga membuat gagal napasdan jantung berhenti berdetak. Itupun membutuhkan waktu yang memakan beberapa menit. "Dengan hati-hati Lucius menggunakan sarung tangan lateks dan mencoba menyentuh titik luka itu.(Dua titik luka ini seperti-)Lucius mengernyitkan kedua alisnya. Ia mencoba mencerna kategori luka yang ia temukan pada korban bernama David."Apakah kau sudah memeriksa luka lainnya?"Tim Forensik B mengatakan bahwa tidak ada luka yang seperti ini. John Mayer menandaskan bahwa ini kejadian di luar nalar,"Jika ini luka gigitan binatang buas, tidak mungkin kondisi jasad masih utuh. ""Aku tak percaya vampir mampu melakukan itu." sergah Lucius dengan cepat."Tapi bagaimana bila memang yang kita hadapi bukanlah manusia, Lucius?" tanya John lebih cepat lagi. Lucius terhenyak sedikit lalu memeriksa lagi dua titik luka di leher bernama David Doe.Dokter Raiwin yang mengamati perdebatan kedua detektif muda itu mencoba meredamnya dengan penjelasan medis," Tuan-tuan yang terhormat, sejauh ini saya sering melihat korban dengan banyak luka tapi untuk yang satu ini, saya akui Sungguh tidak masuk akal bila dimasukkan dalam kategori kekerasan."Baik Lucius maupun John saling berpandangan dan melayangkan tatapan ke Dokter Forensik Raiwin." Maksud Anda, luka ini bukan kategori kekerasan?" tanya Lucius yang tampak bingung. Dokter Raiwin mengajak keduanya melihat lagi jenis luka di leher korban," Perhatikan dua titik luka ini." katanya sambil menunjukkan posisi luka korban."Jika dibandingkan dengan luka gigitan ular, itu sangat mirip. Ular memiliki bisa yang kuat untuk membunuh korbannya. Yang perlu diketahui, senyawa apa yang terkandung dalam gigitan luka ini." jelas Dokter Raiwin sambil memegang kacamatanya sejenak.Lucius menyadari sesuatu tentang dua titik luka itu. Diamatinya lagi dua titi luka itu dengan seksama.(Sepertinya luka tusukan di lehernya yang menjadi penyebab kematian. Tapi bagaimana dua titik luka ini mampu membunuh seseorang?)"Tapi bagaimana bisa seseorang memiliki gigi taring yang tajam dan mampu merobek lapisan kulit manusia, Dok?" tanya Lucius."Kita bandingkan dengan luka antara gigitan ular dengan luka antara gigit kelelawar. Bukankah mereka sama-sama memiliki gigi taring yang tajam, Tuan Damien?"Lucius tertegun mendengar penjelasan Dokter Raiwin yang terlalu 'eksak' baginya.(Sungguh terasa lucu jika aku berhadapan dengan sosok tak kasat mata yang namanya ditakuti banyak orang)" Apakah Anda sudah menemukan senyawa yang terkandung dalam gigitannya, Dokter Raiwin?" tanya Lucius lagi."Tentu, tapi aku harus mengetes darah korban dengan sebuah larutan khusus untuk mengetahui jenis senyawanya. Tapi jika senyawa itu sama dengan senyawa yang berada dalam air liur kelelawar, mungkin saja-" Dokter Raiwin tampak ragu untuk melanjutkan."Mungkin saja?" Lucius menatap sang dokter dengan tatapan serius."Aku menduga senyawa kimia yang berada di dua titik luka ini memiliki kandungan pengencer darah sehingga kemungkinan korban mengalami pendarahan hebat yang menyebabkan korban mengalami gagal jantung. Jantung yang harusnya memompa darah kemudian mendapat perintah dari otak yang menerima rangsangan sensorik dari robeknya jaringan otot di leher korban. Karena gagal jantung, korban mengalami kejang sehingga pasokan darah ke otak tidak sempat dialirkan lagi ke seluruh tubuh. Itu sebabnya kulit korban memucat dengan cepat. " “Bagaimana dengan benda yang ditemukan di dekat mayat? Apakah itu membantu dalam penyelidikan?” tanya Lucius penuh harap pada Tim Forensiknya.“Ya, kami menemukan beberapa benda di sekitar mayat. Ada sehelai kain putih yang sepertinya berasal dari baju korban dan ada juga jejak sepatu yang mungkin bisa membantu kami menemukan pelakunya. Tampaknya seseorang membuka paksa sakel ini dengan alat yang ia miliki. Kami tidak menemukan alat lainnya selain ini, Tuan Damien. ” kata Tim Forensik A sambil menyerahkan sebilah linggis yang tampak rusak di ujungnya mata besinya.Lucius kemudian mengambil besi linggis itu dan memperagakan bagaimana pelaku membuka peti mati itu."Aku mengerti sekarang. Seseorang tidak melakukannya sendiri. Tapi dilihat dari bekas peti mati, memang benar peti itu mengalami kerusakan di bagian engsel akibat tekanan benda ini." jelas Lucius pada timnya.Lanjutnya,"Segera beri garis polisi agar tidak ada yang mendekati area pemakaman Diagon Alley selama kita menginvestigasi kasus ini."“Baik, kami akan segera memberitahu tim investigasi.” kata Tim Investigasi sambil berlalu."Dokter Raiwin, kami mengucapkan terima kasih atas semua keterangan forensik Anda. Tanpa bantuan Anda, tidak mungkin saya menemukan titik terang tentang kondisi korban.""Sama-sama, Tuan Damien. Apabila Anda membutuhkan bantuan saya lagi, katakan saja tanpa rasa sungkan."Saat Lucius dan Dokter Forensik sedang terlibat pembicaraan, tiba-tiba ponsel Lucius berbunyi.“Halo, apa kabar?”“Hai, Lucius. Ini aku, Gabriel. Ada kabar baru tentang kasus mayat yang ditemukan di kuburan kuno.” - suara dari seberang-“Oh, ya? Apa kabar terbaru?””Jadi, kami sudah melakukan pemeriksaan forensik pada mayat itu dan menemukan beberapa fakta menarik. Pertama, luka di leher Oliver diakibatkan oleh tusukan yang tajam dan dalam. Kami menemukan bekas tusukan yang sangat mirip dengan senjata tajam seperti pisau.”-suara dari seberang-“Hmm, itu menarik. Apakah itu satu-satunya luka yang ditemukan pada tubuhnya?” tanya Lucius.“Tidak, kami juga menemukan beberapa memar pada tubuhnya. Tapi sepertinya luka tusukan dilehernya yang menjadi penyebab kematian.”-suara dari seberang-Lucius menatap Dokter Raiwin yang tampak memperhatikan pembicaraan teleponnya.“Bagaimana dengan benda yang ditemukan di dekat mayat? Apakah itu membantu dalam penyelidikan?”“Ya, kami menemukan beberapa benda di sekitar mayat. Ada sehelai kain putih yang sepertinya berasal dari baju korban dan ada juga jejak sepatu yang mungkin bisa membantu kami menemukan pelakunya.” - suara dari seberang-“Baik, aku akan segera memberitahu tim investigasi. Terima kasih, Gabriel."" Kutunggu kedatangan kalian di TKP, Lucius. "-suara dari seberang-Dering telepon ditutupnya dengan cepat dan Lucius berpikir untuk segera kembali ke TKP saat itu juga." Baik, Dokter Raiwin, tampaknya aku harus kembali ke TKP lagi untuk investigasi lanjutan.""Apakah kau yakin ini bukan kasus biasa, Tuan Lucius?" Lucius terdiam sejenak."Aku masih belum tahu siapa pelakunya tapi aku yakin kita bisa memecahkan kasus ini sampai tuntas." kata Lucius tegas."Aku harap kau bisa melalui ini, Lucius." Seakan mendapat firasat, Lucius menatap Dokter Raiwin dengan ingin tahu, "Maksud Anda, Dok?""Berhati-hatilah, Nak!" kata Dokter Raiwin pada Lucius bak seorang Bapak yang memperingatkan anaknya.-Saksi Mata Kedua- “Aku masih terguncang hingga saat ini, ketika aku menemukan mayat di sekitar kuburan kuno itu. Pertama kali aku melihat objek itu, aku merasa ada yang salah dan mendekatinya dengan hati-hati. Tapi saat aku menyadari bahwa itu adalah mayat manusia, aku merasa takut dan terkejut. Aku melihat dua titik luka di lehernya dan aku langsung menyimpulkan bahwa itu yang menyebabkan kematiannya.” Saksi mata sedang berjalan di sekitar tempat kejadian ketika tiba-tiba dia melihat sesuatu yang mencurigakan. Dia mendekati benda mencurigakan itu dan diarahkannya lampu penerangan yang berada di dalam genggamannya oleh saksi mata hingga membuat objek yang dicurigai itu semakin terlihat jelas. Setelah memastikan bahwa itu adalah mayat, saksi mata langsung memeriksa kondisi mayat pria itu dengan hati-hati. Dia melihat dua titik luka di leher korban dan menduga bahwa itu adalah luka yang mengakibatkan kematian. Saksi mata merasa sangat terkejut dan ketakutan melihat mayat rekan kerj
“Seperti yang kami sampaikan sebelumnya, kami menemukan sehelai kain putih yang kemungkinan berasal dari baju korban di dekat mayat.” kata anggota tim Forensik A. “Baik, tolong ambil sampel dari kain tersebut dan kirim ke laboratorium.” pinta Lucius. “Apa lagi yang ditemukan?” tanya Lucius lagi. “Kami juga menemukan jejak sepatu di dekat mayat. Sepatu ini memiliki pola khusus dan kami akan mencocokkannya dengan database jejak sepatu untuk melacak pemilik sepatu tersebut.” “Bagus, terus cari petunjuk lainnya. Ada yang melihat kejadian ini?” Lucius mengarahkan pandangannya ke segala arah. “Ada saksi mata yang menemukan mayat pria malang ini. Dia sudah kami wawancarai dan memberikan beberapa petunjuk yang berguna.” jelas anak buah Lucius yang saat itu berada di titik kejadian perkara. Lucius melihat saksi mata perempuan itu dan bertanya pada rekannya, John Mayer, “Siapa saksi mata tersebut dan apa petunjuknya?” John menjelaskan, “Saksi mata itu bernama Maria. Dia mengatakan bahwa d
Lucius merasa ada kecocokan antara keterangan beberapa penduduk dengan keterangan Nyonya Rupert dan Nona Maria. Dia memutuskan untuk kembali ke rumahnya sejenak untuk memikirkan kembali langkah apa yang harus dia lakukan selanjutnya.Setelah sampai di rumahnya, Lucius duduk di ruang kerjanya dan mulai merenung. Ia memikirkan kembali semua bukti dan keterangan yang telah ia peroleh. Lucius sadar bahwa dia memerlukan waktu untuk memilah dan memproses semua informasi yang telah diperolehnya sebelum melanjutkan penyelidikan.Lucius kemudian membuka catatannya dan mulai menulis ulang semua informasi yang ia dapatkan. Ia mencoba untuk mengaitkan semua bukti dan keterangan yang ia miliki untuk mencari pola.Hanya saja, keningnya berkerut memikirkan kasus aneh ini. (Siapa pelakunya?) Esoknya tim Lucius berusaha memeriksa catatan pengunjung toko milik Tuan Borgins dan menemukan informasi bahwa ada salah satu pemuda yang sempat menjual benda relik pada malam ditemukannya jasad pria malang ber
Pada saat itu, Oliver Brown, seorang pemuda tuna wisma, datang menghadap pengusaha tersebut untuk membahas tentang sebuah artefak kuno yang berasal dari abad 14 yang baru saja ditemukan. Pendant itu diyakini memiliki kekuatan untuk mengendalikan para vampir dan mengubahnya menjadi budak. "Liontin ini sangat berharga, kita bisa menguasai seluruh kota Diagon Alley dengan kekuatan ini," kata pengusaha tersebut dengan penuh semangat,”Tapi kau harus berani mengambilnya di sebuah makam kuno milik bangsawan terkemuka di abad 14, Tuan Brown.” Oliver Brown menatap pengusaha itu dengan tatapan nanar,”Apakah Anda bisa menjamin saya tidak akan berurusan dengan pihak kepolisian? Jika ya, maka saya akan mengambil pendant yang Anda maksud di sebuah makam kuno yang saya ketahui cukup membuat nyali Anda ciut setelah Anda mengetahui siapa pemiliknya.” “Ya, saya memiliki jaringan keamanan untukmu, Anak Muda!” kata pengusaha itu dengan tatapan tajam. “Dan ingat, di sini uanglah yang dapat berbicara ap
-Pengakuan Tersangka- "Semuanya dimulai ketika saya lewat di dekat kuburan pada malam hari. Saya mendengar suara seorang wanita yang memanggil saya. Saya berbalik, tapi tidak ada siapa-siapa di sana. Suara itu terus menjadi lebih keras dan lebih insisten sampai akhirnya saya melihatnya. Dia adalah sosok hantu, berpakaian putih, dan dia menuntut agar saya mengembalikan kalungnya yang saya ambil dari makamnya." *** Oliver Brown adalah seorang pemuda miskin yang tinggal di sebuah tuna wisma di kota kecil. Dia memiliki pekerjaan sambilan sebagai pelayan di restoran setempat untuk menghidupi dirinya sendiri. Oliver bangun pagi-pagi buta untuk mempersiapkan diri dan pergi ke restoran untuk bekerja. Dia biasanya bekerja hingga larut malam dan setiap hari pulang dengan uang yang cukup untuk makan dan membayar sewa tempat tinggalnya. Suatu hari, ketika Oliver sedang pulang dari bekerja, dia dihentikan oleh seorang pria tua yang menawarkan untuk membeli pendant yang bernama vampir dari lela
"Itu bukan masalah, Oliver. Hanya saja firasatku mengatakan hanya kau yang bisa-" David terhenti sejenak. Sebuah perasaan gamang dirasakannya lebih dalam. David kembali memastikan niat Oliver hari itu, "Kau yakin akan membuka sakel itu?Membuka sakel dari sosok yang dipercaya para penduduk sebagai vampir tidak semudah kita mengelas besi, Oliver. Pikirkan lagi bila ingin bermain nyawa. " "Hei, ada apa dengan kepalamu, Teman? Apakah bir sudah membuatmu semakin bodoh sehingga kau sudah tidak menginginkan uang?" tanya Oliver jengah sedikit. David tahu bahwa Oliver adalah tipikal orang yang 'kurang perhitungan'. "Aku hanya tidak ingin bermain dengan nyawa jika kau membuat sebuah kesalahan." kata David. Dia tampak kewalahan menghadapi sifat keras kepala seorang Oliver Brown yang mudah tergiur oleh berbagai tawaran menyangkut 'kebebasan finansial'. "Sakel itu adalah penanda khusus di abad ke-14, Oliver." tandas David. "Lalu?" tanya Oliver sedikit meremehkan 'isi otak' David. David kemba
Sebuah suara robekan dari objek tajam mengoyak leher David yang meronta DENGAN keras. Berusaha membebaskan diri dari cengkeraman Sang Lady yang kini menjadi vampir.Namun, ia merasa terhenti oleh kekuatan magis yang terasa begitu kuat dan menghalanginya untuk mendekati lebih dekat. Ia tidak bisa melakukan apa-apa selain menyaksikan Sang Lady Vampir menyeret David ke dalam kegelapan. Oliver merasakan adrenalinnya meningkat tajam ketika ia melihat temannya ditarik oleh Sang Lady Vampir dengan kekuatan sihirnya. Ia berlari mendekati mereka dengan kecepatan penuh, mencoba untuk menyelamatkan David dari cengkeraman Sang Lady Vampir.David merasa panik dan takut ketika Lady Celeste menghisap darahnya tanpa ampun. Ketika ia memanggil nama Oliver Brown, suaranya penuh dengan ketegangan dan ketakutan. Mungkin ada rasa putus asa dalam suaranya, karena David merasa terjebak dalam situasi yang mengerikan dan tidak tahu harus berbuat apa. Kemungkinan ia juga merasakan rasa sakit yang hebat ketika
Atasan Lucius sedang mendiskusikan penyelidikannya terhadap sebuah makam kuno. Ketika mereka sedang memeriksa dokumen dari semua tersangka pencurian artefak, seorang rekan Bell masuk dan membuka percakapan, "Lucius telah bekerja di makam kuno itu selama berminggu-minggu. Ada kabar terbaru tentang apa yang dia temukan?" -BERITA HARI INI- "TELAH DITEMUKAN TUBUH TAK BERNYAWA DI AREA PEMAKAMAN KUNO DIAGON ALLEY. DIDUGA KORBAN MENGALAMI PENYERANGAN BRUTAL DAN MENINGGAL AKIBAT PENDARAHAN HEBAT." Hari itu beberapa karyawan di Saluran Kepolisian Diagon Alley membicarakan berita pagi yang masuk dalam topik trending. Tuan Bell juga membaca isi berita yang saat itu tengah disiarkan di televisi. "Ya, saya sudah berbicara dengannya kemarin. Dia membuat beberapa penemuan menarik. Sepertinya makam itu milik seorang bangsawan kaya dari abad ke-14 sebelum masehi." Tuan Bell berkata dengan tenang. "Menarik. Apa lagi yang dia temukan?" "Ada beberapa artefak yang dia temukan. Termasuk sebuah peti m
Setelah pertemuan dengan Lucius, situasi di rumah sakit jiwa St. Dymphna semakin tegang. Frank Flanders, meskipun sempat merasa lega karena telah menceritakan tentang liontin kepada Lucius, tetap dihantui oleh mimpi-mimpi buruk yang mengerikan setiap malam. Suara-suara yang berbisik dalam mimpinya semakin kuat, memerintahkannya untuk melakukan hal-hal yang tak terbayangkan.Suatu malam, saat petugas rumah sakit berpatroli di lorong-lorong yang sunyi, Frank tampak lebih tenang dari biasanya. Para petugas mengira obat penenang yang diberikan akhirnya bekerja. Namun, di dalam kamar isolasinya, Frank memandang sekeliling dengan mata yang gelap dan penuh keputusasaan. Di sudut ruangan, sebuah kain putih, bekas tirai yang telah disobek, tergeletak tak terpakai. Frank menghela napas dalam-dalam, merasakan beban berat di dadanya. Ia merasa tidak ada lagi jalan keluar dari mimpi-mimpi buruk ini. Dengan tangan gemetar, ia meraih kain tersebut dan mulai mengikatkan salah satu ujungn
Lucius merasa putus asa setelah pertemuannya dengan Adrian tidak membuahkan hasil. Liontin yang begitu penting baginya ternyata sudah dicuri oleh Frank Flanders, seorang pria yang kini dirundung mimpi buruk setiap malam. Mimpi-mimpi itu begitu mengerikan hingga membuat Frank kehilangan akal sehatnya dan akhirnya harus dirawat di rumah sakit jiwa. Di rumah sakit jiwa, Frank terus meracau tentang liontin yang memanggilnya dalam mimpi, meminta untuk dikembalikan kepada pemiliknya. Kondisinya semakin memburuk, dan meskipun para dokter berusaha memahami keadaannya, mereka tidak dapat menghilangkan mimpi-mimpi buruk yang menghantuinya. Lucius, yang merasa bahwa liontin itu bukan hanya barang berharga tapi juga memiliki kekuatan mistis, sadar bahwa dia harus menemukan cara untuk mendapatkan kembali liontin itu. Dia tahu bahwa hanya dengan mengembalikan liontin kepada pemilik yang sah, kutukan ini dapat diakhiri. Namun, pertanyaannya adalah, bagaimana cara masuk ke rumah sakit
Lucius meninggalkan rumah Elara dengan berbagai pikiran berkecamuk di benaknya. Perpustakaan tua itu menjadi tujuan berikutnya. Mengemudi melalui jalan-jalan kota yang mulai sepi, ia berusaha mengingat setiap detail yang telah didapatkan sejauh ini. Perpustakaan tua itu terletak di ujung jalan yang jarang dilalui orang. Bangunan batu dengan jendela-jendela tinggi dan pintu kayu besar tampak berdiri megah di bawah cahaya bulan. Lucius memasuki perpustakaan, di dalamnya suasana tenang dan berdebu terasa menyelimutinya. Rak-rak buku yang tinggi dan lampu redup menciptakan suasana yang hampir magis.Di belakang meja kayu besar di tengah ruangan, seorang pria tua dengan rambut abu-abu pendek dan kacamata bundar sedang membaca sebuah buku tebal. Lucius mendekatinya dengan hati-hati. "Victor?" tanya Lucius dengan suara rendah agar tidak mengganggu keheningan perpustakaan. Pria tua itu mengangkat pandangannya dan tersenyum tipis. "Ya, saya Victor. Ada yang bisa saya bantu?" Lucius
Setelah mengucapkan terima kasih kepada pria tua itu, Lucius bergerak dengan tujuan yang lebih jelas. Dia memindai kerumunan di bar sekali lagi, mencoba menemukan wanita bernama Alicia. Ia memutuskan untuk bertanya pada bartender, yang mungkin lebih mengenal para pelanggan tetap di sana.Lucius mendekati bar dan memanggil perhatian bartender, seorang pria dengan kumis tebal dan tatapan tajam. "Permisi, apakah Anda tahu di mana aku bisa menemukan seorang wanita bernama Alicia? Aku diberitahu bahwa dia sering berada di sini." Bartender itu menatap Lucius sejenak sebelum menjawab, "Alicia, ya? Dia ada di sini tadi. Sepertinya dia sedang duduk di pojok sana, di dekat jendela." Lucius mengikuti arah pandangan bartender dan melihat seorang wanita muda dengan rambut hitam panjang dan mata tajam yang duduk sendirian. Dia sedang menatap keluar jendela, tampaknya tenggelam dalam pikirannya sendiri.Dengan langkah mantap, Lucius mendekati meja Alicia dan memberanikan diri untuk berbicara.
Lucius menatap layar ponselnya sejenak setelah mengirim pesan balasan kepada Alena. Keheningan jalanan malam yang terhampar di sekitar Knockturn Alley menambah suasana misterius di sekitarnya. Cahaya lampu jalan yang redup menyala samar-samar di antara bangunan-bangunan kuno yang menjulang tinggi, memberi sentuhan dramatis pada suasana malam itu.Ia menarik napas dalam-dalam saat melangkah keluar dari gedung penyelidikan. Udara dingin malam London menusuk tulang, membuatnya lebih berhati-hati saat berjalan di sepanjang trotoar yang gelap. Langkahnya mantap meskipun hatinya dipenuhi dengan rasa was-was dan antisipasi akan apa yang akan dihadapinya dalam perjalanan ini.Dengan kunci mobilnya yang digenggam erat, Lucius melangkah menuju kendaraannya. Cahaya lampu mobil menyinari jalanan yang sepi saat ia membuka pintu mobil dan masuk ke dalam. Sejenak, ia duduk di dalam mobilnya, membiarkan dirinya meresapi ketenangan sejenak sebelum melanjutkan perjalanan. Setelah memastikan bahw
[Marcus:]"Hai Lucius, ada waktu untuk ngobrol sebentar?"[Lucius:]"Halo Marcus, tentu. Ada apa?"[Marcus:]"Aku turut berduka cita atas kematian atasan kita,Tuan Grissham Bell. Bisa ketemu sebentar di tempat biasa?"[Lucius:]"Bisa. Ada masalah apa?"[Marcus:]"Aku ingin mendiskusikan proyek baru. Ada beberapa hal yang perlu dipecahkan."[Lucius:]"Baiklah, aku akan ke sana dalam 15 menit."[Marcus:]"Terima kasih, Lucius. Sampai nanti."[Lucius:]"Sampai nanti, Marcus."Lucius kemudian bangkit dari peraduannya lalu pergi membersihkan dirinya. Dia sadar bobot tubuhnya sudah menurun sedikit namun perut abs-nya tetap terbentuk sempurna. Setelah berpakaian rapi, Lucius keluar dari rumahnya dan menuju tempat pertemuan yang biasa mereka gunakan, sebuah kafe kecil di sudut kota yang tenang.[Kafe Kecil di Sudut Kota]Marcus sudah duduk di meja sudut, menatap ke luar jendela dengan secangkir kopi di tangannya. Ketika melihat Lucius masuk, dia melambaikan tangan dan tersenyum tipis."Lucius,
Bandara Diagon Alley kini dalam kondisi siaga satu. Petugas keamanan dikerahkan ke setiap sudut, memastikan tidak ada celah bagi pelarian. Kabar tentang hilangnya liontin vampir dari museum membuat situasi semakin tegang. Setiap penumpang yang hendak berangkat maupun baru tiba diperiksa dengan ketat, tidak ada yang luput dari pengawasan.Di tengah keramaian yang penuh dengan ketegangan, terdengar bunyi langkah berat dari sepatu-sepatu bot militer yang menggetarkan lantai bandara. Kepolisian Diagon Alley, yang kini menjalankan operasi militer, menyusuri setiap sudut dengan senjata terhunus. Kapten Marcus, pemimpin operasi, memberikan instruksi tegas kepada timnya melalui radio:"Semua unit, pastikan setiap titik keluar dijaga ketat. Tidak ada yang masuk atau keluar tanpa izin saya. Siapkan pemeriksaan intensif di semua pintu gerbang dan terminal."Frank Flanders, yang baru saja mendengar instruksi melalui radio seluler yang diselundupkan, merasa jantungnya berdetak lebih cepat. Dia meny
"Oliver yang malang, mengapa kau tidak memunculkan batang hidungmu di depanku?" dengus pria parlente itu.Frank Flanders duduk sendiri di ruang gelap, merenungi kegagalannya. Walaupun penuh dengan keyakinan awalnya, dia akhirnya tersadar bahwa dia sendirian dalam pencarian Oliver. Dalam kesendirian dan keputusasaan, dia terus mencari dengan tekad yang semakin melemah. Namun, hasilnya tetap nihil. Kegagalan itu menghancurkan semangatnya, meninggalkan dia dalam kesedihan dan penyesalan yang mendalam.Mendengar Oliver Brown tertangkap oleh Kepolisian Diagon Alley, pria gempal itu kemudian bersiap-siap untuk mengambil jalur Britania Raya untuk melarikan diri dari masalah yang diperbuat oleh Oliver Brown. Namun tak disangka, seluruh satuan Kepolisian Diagon Alley telah mencium keberadaannya."CH, sial!" geramnya, menggertakkan giginya dengan frustrasi. Ia tahu bahwa pelarian kali ini akan lebih sulit dari yang pernah dibayangkannya. Dengan setiap langkah yang diambil, bayang-bayang kegelapa
Lucius melangkah keluar dari kamar tidurnya, meninggalkan kehangatan selimut untuk menghadapi hawa dingin malam. Ia menuju ruang kerjanya yang penuh dengan buku-buku tua dan artefak berdebu, peninggalan dari berbagai penelitian yang pernah ia lakukan. Di sudut ruangan, sebuah sakel rusak yang disebutkan dalam mimpinya tergeletak di atas meja, setengah terkubur di bawah tumpukan dokumen.Dengan hati-hati, Lucius membersihkan permukaan sakel, memperhatikan ukiran-ukiran halus yang menghiasi permukaannya. Ia mencoba mengingat setiap detail dari mimpi tadi, berharap menemukan petunjuk yang bisa membantunya membuka sakel ini dalam dunia nyata.(Tidak mungkin ini hanya kebetulan,) pikirnya. (Mimpi itu pasti ada artinya.)Lucius kemudian mengingatkan dirinya pada satu nama: Profesor Aldric, seorang ahli sejarah yang pernah ia temui dalam salah satu konferensi. Profesor Aldric dikenal sebagai seorang yang memiliki pengetahuan mendalam tentang artefak kuno. Dengan cepat, Lucius memutuskan untu