-Saksi Mata Kedua-
“Aku masih terguncang hingga saat ini, ketika aku menemukan mayat di sekitar kuburan kuno itu. Pertama kali aku melihat objek itu, aku merasa ada yang salah dan mendekatinya dengan hati-hati. Tapi saat aku menyadari bahwa itu adalah mayat manusia, aku merasa takut dan terkejut. Aku melihat dua titik luka di lehernya dan aku langsung menyimpulkan bahwa itu yang menyebabkan kematiannya.”Saksi mata sedang berjalan di sekitar tempat kejadian ketika tiba-tiba dia melihat sesuatu yang mencurigakan. Dia mendekati benda mencurigakan itu dan diarahkannya lampu penerangan yang berada di dalam genggamannya oleh saksi mata hingga membuat objek yang dicurigai itu semakin terlihat jelas.Setelah memastikan bahwa itu adalah mayat, saksi mata langsung memeriksa kondisi mayat pria itu dengan hati-hati. Dia melihat dua titik luka di leher korban dan menduga bahwa itu adalah luka yang mengakibatkan kematian. Saksi mata merasa sangat terkejut dan ketakutan melihat mayat rekan kerjanya dalam kondisi seperti itu.Saksi mata terkejut dan merasa shock melihat mayat rekan Oliver dengan dua titik luka di leher.Saksi mata langsung memanggil polisi dan memberitahukan lokasi kejadian serta kondisi mayat pria malang itu.Polisi segera datang ke tempat kejadian dan melakukan penyelidikan.Saksi mata memberikan keterangan kepada polisi mengenai apa yang dia lihat dan melaporkan bahwa dia tidak melihat siapa yang melakukan hal tersebut.Polisi melakukan pemeriksaan lebih lanjut pada mayat pria yang merupakan rekan tersangka interogasi dan mengumpulkan bukti-bukti di sekitar tempat kejadian.Polisi juga melakukan wawancara dengan orang-orang yang berada di sekitar tempat kejadian pada saat kejadian terjadi.Lucius segera meluncur ke TKP dan menemui tim forensik yang sedang menginvestigasi.“Apa kabar, sudahkah ada kemajuan di sini?” Lucius Damien dengan teliti.Anggota Tim Forensik A menjawab,“Ya, Pak. Kami sudah melakukan pemeriksaan awal di TKP dan menemukan beberapa benda yang mungkin terkait dengan kasus ini.”“Baik, saya ingin melihat hasil kerja kalian. Tolong arahkan saya ke tempat kejadian perkara.”Anggota Tim Forensik B menanggapi,“Tentu saja, Pak. Ikuti saya.”Lucius dan anggota tim forensik berjalan menuju tempat kejadian perkara.“Seperti yang kami sampaikan sebelumnya, kami menemukan sehelai kain putih yang kemungkinan berasal dari baju korban di dekat mayat.” kata anggota tim Forensik A.“Baik, tolong ambil sampel dari kain tersebut dan kirim ke laboratorium.” pinta Lucius.“Apa lagi yang ditemukan?” tanya Lucius lagi.“Kami juga menemukan jejak sepatu di dekat mayat. Sepatu ini memiliki pola khusus dan kami akan mencocokkannya dengan database jejak sepatu untuk melacak pemilik sepatu tersebut.”“Bagus, terus cari petunjuk lainnya. Ada yang melihat kejadian ini?” Lucius mengarahkan pandangannya ke segala arah.“Ada saksi mata yang menemukan mayat pria malang ini. Dia sudah kami wawancarai dan memberikan beberapa petunjuk yang berguna.” jelas anak buah Lucius yang saat itu berada di titik kejadian perkara.Lucius melihat saksi mata perempuan itu dan bertanya pada rekannya, John Mayer, “Siapa saksi mata tersebut dan apa petunjuknya?”John menjelaskan, “Saksi mata itu bernama Maria. Dia mengatakan bahwa dia sedang berjalan-jalan di area kuburan kuno ketika dia melihat sesosok pria yang tergeletak di tanah dengan luka di lehernya. Dia juga melihat seorang pria berlari menjauh dari TKP. Dia mencoba mengikuti pria itu, tetapi dia kehilangan orang tersebut di tengah-tengah keramaian.”“Baik, aku akan mewawancarai Maria lebih lanjut dan pastikan untuk memeriksa rekaman CCTV yang ada di area itu.”“Tentu saja, Pak. Kami akan memeriksa rekaman CCTV dan melaporkan hasilnya secepat mungkin.” tandas anggota Tim Forensik A. “Baik, terima kasih atas informasinya. Saya akan menunggu laporan selanjutnya dan akan memerintahkan anggota tim investigasi untuk mencari dan menginterogasi saksi mata tersebut. Terima kasih atas kerja keras kalian.” kata Lucius tegas. “Sama-sama, Tuan Damien. Kami akan terus bekerja keras untuk menemukan bukti dan petunjuk yang berguna dalam kasus ini. Kami permisi.”Polisi memeriksa rekaman CCTV di sekitar area kejadian dan mencari bukti lainnya yang dapat membantu dalam penyelidikan. Lucius meminta rekaman CCTV itu untuk ia teliti di kantor bersama atasannya.Polisi memeriksa rekaman CCTV di sekitar area kejadian dan mencari bukti lainnya yang dapat membantu dalam penyelidikan. Lucius meminta rekaman CCTV itu untuk ia teliti di kantor bersama atasannya.Dari hasil penyelidikan, polisi kemudian mengambil kesimpulan bahwa rekan tersangka kemungkinan dibunuh dan melanjutkan penyelidikan untuk menemukan pelakunya. Lucius kemudian menghampiri saksi mata dan kembali menanyakan kronologi kejadiannya. Saksi mata kemudian dimintai keterangan ulang untuk memberikan informasi lebih detail tentang kejadian tersebut. “Permisi, apakah Anda saksi mata yang menemukan mayat di kuburan kuno?” tanya Lucius dengan sopan.“Ya, saya yang menemukan mayat pria malang itu.” Maria tampak memegang dadanya dengan tangan kanannya. Meredakan rasa syok yang baru saja ia rasakan setelah melihat sesosok tubuh tak bernyawa di dekat makam kuno.“Saya Lucius, dari tim investigasi. Bisakah Anda memberikan saya beberapa informasi tentang kejadian ini?” balasnya sambil menunjukkan kartu identitas miliknya pada saksi mata bernama Maria. “Tentu saja, saya akan berusaha membantu semampu saya.” “Terima kasih. Pertama, bisakah Anda menjelaskan bagaimana Anda menemukan mayat tersebut?”“Saya sedang berjalan-jalan di kuburan kuno dan melihat ada benda mencurigakan di bawah cahaya bulan. Saya mendekat dan menyadari bahwa itu adalah mayat manusia.” jelas penduduk pertama.“Baik, apakah Anda melihat atau mendengar sesuatu yang mencurigakan sebelum menemukan mayat tersebut?”“Tidak, sebelum menemukan mayat saya tidak melihat atau mendengar apapun yang mencurigakan.” Penduduk kedua menimpali.“Apakah Anda melihat orang lain di sekitar area tersebut?” selidik Lucius.“Tidak, saya tidak melihat orang lain di sekitar area tersebut. Saya tidak berada di TKP karena setelah membereskan lahan saya di dekat kota, saya langsung pulang ke rumah saya, Tuan." kata penduduk ketiga.Lucius menghela napas pelan lalu mengucapkan terima kasih atas keterangan para warga di area itu,"Terima kasih atas keterangannya. "Lucius segera meluncur ke TKP dan menemui tim forensik yang sedang menginvestigasi,“Apa kabar, sudahkah ada kemajuan di sini?” tanya Lucius Damien dengan teliti.Anggota Tim Forensik A menjawab,"Kabar baik, Tuan Damien. Kami sudah melakukan pemeriksaan awal di TKP dan menemukan beberapa benda yang mungkin terkait dengan kasus ini.”“Baik, saya ingin melihat hasil kerja kalian. Tolong arahkan saya ke tempat kejadian perkara.”Anggota Tim Forensik B menanggapi,“Tentu saja, Pak. Ikuti saya.” Lucius dan anggota tim forensik berjalan menuju tempat kejadian perkara.“Seperti yang kami sampaikan sebelumnya, kami menemukan sehelai kain putih yang kemungkinan berasal dari baju korban di dekat mayat.” kata anggota tim Forensik A. “Baik, tolong ambil sampel dari kain tersebut dan kirim ke laboratorium.” pinta Lucius. “Apa lagi yang ditemukan?” tanya Lucius lagi. “Kami juga menemukan jejak sepatu di dekat mayat. Sepatu ini memiliki pola khusus dan kami akan mencocokkannya dengan database jejak sepatu untuk melacak pemilik sepatu tersebut.” “Bagus, terus cari petunjuk lainnya. Ada yang melihat kejadian ini?” Lucius mengarahkan pandangannya ke segala arah. “Ada saksi mata yang menemukan mayat pria malang ini. Dia sudah kami wawancarai dan memberikan beberapa petunjuk yang berguna.” jelas anak buah Lucius yang saat itu berada di titik kejadian perkara. Lucius melihat saksi mata perempuan itu dan bertanya pada rekannya, John Mayer, “Siapa saksi mata tersebut dan apa petunjuknya?” John menjelaskan, “Saksi mata itu bernama Maria. Dia mengatakan bahwa d
Lucius merasa ada kecocokan antara keterangan beberapa penduduk dengan keterangan Nyonya Rupert dan Nona Maria. Dia memutuskan untuk kembali ke rumahnya sejenak untuk memikirkan kembali langkah apa yang harus dia lakukan selanjutnya.Setelah sampai di rumahnya, Lucius duduk di ruang kerjanya dan mulai merenung. Ia memikirkan kembali semua bukti dan keterangan yang telah ia peroleh. Lucius sadar bahwa dia memerlukan waktu untuk memilah dan memproses semua informasi yang telah diperolehnya sebelum melanjutkan penyelidikan.Lucius kemudian membuka catatannya dan mulai menulis ulang semua informasi yang ia dapatkan. Ia mencoba untuk mengaitkan semua bukti dan keterangan yang ia miliki untuk mencari pola.Hanya saja, keningnya berkerut memikirkan kasus aneh ini. (Siapa pelakunya?) Esoknya tim Lucius berusaha memeriksa catatan pengunjung toko milik Tuan Borgins dan menemukan informasi bahwa ada salah satu pemuda yang sempat menjual benda relik pada malam ditemukannya jasad pria malang ber
Pada saat itu, Oliver Brown, seorang pemuda tuna wisma, datang menghadap pengusaha tersebut untuk membahas tentang sebuah artefak kuno yang berasal dari abad 14 yang baru saja ditemukan. Pendant itu diyakini memiliki kekuatan untuk mengendalikan para vampir dan mengubahnya menjadi budak. "Liontin ini sangat berharga, kita bisa menguasai seluruh kota Diagon Alley dengan kekuatan ini," kata pengusaha tersebut dengan penuh semangat,”Tapi kau harus berani mengambilnya di sebuah makam kuno milik bangsawan terkemuka di abad 14, Tuan Brown.” Oliver Brown menatap pengusaha itu dengan tatapan nanar,”Apakah Anda bisa menjamin saya tidak akan berurusan dengan pihak kepolisian? Jika ya, maka saya akan mengambil pendant yang Anda maksud di sebuah makam kuno yang saya ketahui cukup membuat nyali Anda ciut setelah Anda mengetahui siapa pemiliknya.” “Ya, saya memiliki jaringan keamanan untukmu, Anak Muda!” kata pengusaha itu dengan tatapan tajam. “Dan ingat, di sini uanglah yang dapat berbicara ap
-Pengakuan Tersangka- "Semuanya dimulai ketika saya lewat di dekat kuburan pada malam hari. Saya mendengar suara seorang wanita yang memanggil saya. Saya berbalik, tapi tidak ada siapa-siapa di sana. Suara itu terus menjadi lebih keras dan lebih insisten sampai akhirnya saya melihatnya. Dia adalah sosok hantu, berpakaian putih, dan dia menuntut agar saya mengembalikan kalungnya yang saya ambil dari makamnya." *** Oliver Brown adalah seorang pemuda miskin yang tinggal di sebuah tuna wisma di kota kecil. Dia memiliki pekerjaan sambilan sebagai pelayan di restoran setempat untuk menghidupi dirinya sendiri. Oliver bangun pagi-pagi buta untuk mempersiapkan diri dan pergi ke restoran untuk bekerja. Dia biasanya bekerja hingga larut malam dan setiap hari pulang dengan uang yang cukup untuk makan dan membayar sewa tempat tinggalnya. Suatu hari, ketika Oliver sedang pulang dari bekerja, dia dihentikan oleh seorang pria tua yang menawarkan untuk membeli pendant yang bernama vampir dari lela
"Itu bukan masalah, Oliver. Hanya saja firasatku mengatakan hanya kau yang bisa-" David terhenti sejenak. Sebuah perasaan gamang dirasakannya lebih dalam. David kembali memastikan niat Oliver hari itu, "Kau yakin akan membuka sakel itu?Membuka sakel dari sosok yang dipercaya para penduduk sebagai vampir tidak semudah kita mengelas besi, Oliver. Pikirkan lagi bila ingin bermain nyawa. " "Hei, ada apa dengan kepalamu, Teman? Apakah bir sudah membuatmu semakin bodoh sehingga kau sudah tidak menginginkan uang?" tanya Oliver jengah sedikit. David tahu bahwa Oliver adalah tipikal orang yang 'kurang perhitungan'. "Aku hanya tidak ingin bermain dengan nyawa jika kau membuat sebuah kesalahan." kata David. Dia tampak kewalahan menghadapi sifat keras kepala seorang Oliver Brown yang mudah tergiur oleh berbagai tawaran menyangkut 'kebebasan finansial'. "Sakel itu adalah penanda khusus di abad ke-14, Oliver." tandas David. "Lalu?" tanya Oliver sedikit meremehkan 'isi otak' David. David kemba
Sebuah suara robekan dari objek tajam mengoyak leher David yang meronta DENGAN keras. Berusaha membebaskan diri dari cengkeraman Sang Lady yang kini menjadi vampir.Namun, ia merasa terhenti oleh kekuatan magis yang terasa begitu kuat dan menghalanginya untuk mendekati lebih dekat. Ia tidak bisa melakukan apa-apa selain menyaksikan Sang Lady Vampir menyeret David ke dalam kegelapan. Oliver merasakan adrenalinnya meningkat tajam ketika ia melihat temannya ditarik oleh Sang Lady Vampir dengan kekuatan sihirnya. Ia berlari mendekati mereka dengan kecepatan penuh, mencoba untuk menyelamatkan David dari cengkeraman Sang Lady Vampir.David merasa panik dan takut ketika Lady Celeste menghisap darahnya tanpa ampun. Ketika ia memanggil nama Oliver Brown, suaranya penuh dengan ketegangan dan ketakutan. Mungkin ada rasa putus asa dalam suaranya, karena David merasa terjebak dalam situasi yang mengerikan dan tidak tahu harus berbuat apa. Kemungkinan ia juga merasakan rasa sakit yang hebat ketika
Atasan Lucius sedang mendiskusikan penyelidikannya terhadap sebuah makam kuno. Ketika mereka sedang memeriksa dokumen dari semua tersangka pencurian artefak, seorang rekan Bell masuk dan membuka percakapan, "Lucius telah bekerja di makam kuno itu selama berminggu-minggu. Ada kabar terbaru tentang apa yang dia temukan?" -BERITA HARI INI- "TELAH DITEMUKAN TUBUH TAK BERNYAWA DI AREA PEMAKAMAN KUNO DIAGON ALLEY. DIDUGA KORBAN MENGALAMI PENYERANGAN BRUTAL DAN MENINGGAL AKIBAT PENDARAHAN HEBAT." Hari itu beberapa karyawan di Saluran Kepolisian Diagon Alley membicarakan berita pagi yang masuk dalam topik trending. Tuan Bell juga membaca isi berita yang saat itu tengah disiarkan di televisi. "Ya, saya sudah berbicara dengannya kemarin. Dia membuat beberapa penemuan menarik. Sepertinya makam itu milik seorang bangsawan kaya dari abad ke-14 sebelum masehi." Tuan Bell berkata dengan tenang. "Menarik. Apa lagi yang dia temukan?" "Ada beberapa artefak yang dia temukan. Termasuk sebuah peti m
Frank merasa terhina oleh komentar tersebut dan menjawab dengan rasa tidak sabar, "Kamu tidak tahu siapa yang kamu lawan, Wanita. Kamu hanya menghadapi kesialan besar." Namun, sebelum Frank dapat melanjutkan lagi, wanita itu tiba-tiba menghilang dalam sebuah sigil emas yang muncul di bawah kakinya. Frank hanya bisa menatap terkejut pada tempat di mana wanita itu berada, bertanya-tanya siapa sebenarnya wanita itu dan bagaimana ia bisa menghilang begitu saja. Frank Flanders, lalu tanpa berkata apa-apa, keduanya meninggalkan ruangan untuk menghadapi masalah yang lebih besar.***Dr. Jones melihat peti mati di depannya dengan tatapan penasaran. "Lihat, saya yakin peti mati ini memiliki kisah menarik. Kita harus mencari tahu siapa pemiliknya dan apa yang ada di dalamnya." Asisten pertama mengangguk setuju. "Baiklah, Pak. Ini akan menjadi penemuan yang luar biasa jika kita berhasil menemukan sesuatu yang berharga di dalamnya." Asisten kedua menambahkan, "Tapi apakah membuka peti mati itu
Setelah pertemuan dengan Lucius, situasi di rumah sakit jiwa St. Dymphna semakin tegang. Frank Flanders, meskipun sempat merasa lega karena telah menceritakan tentang liontin kepada Lucius, tetap dihantui oleh mimpi-mimpi buruk yang mengerikan setiap malam. Suara-suara yang berbisik dalam mimpinya semakin kuat, memerintahkannya untuk melakukan hal-hal yang tak terbayangkan.Suatu malam, saat petugas rumah sakit berpatroli di lorong-lorong yang sunyi, Frank tampak lebih tenang dari biasanya. Para petugas mengira obat penenang yang diberikan akhirnya bekerja. Namun, di dalam kamar isolasinya, Frank memandang sekeliling dengan mata yang gelap dan penuh keputusasaan. Di sudut ruangan, sebuah kain putih, bekas tirai yang telah disobek, tergeletak tak terpakai. Frank menghela napas dalam-dalam, merasakan beban berat di dadanya. Ia merasa tidak ada lagi jalan keluar dari mimpi-mimpi buruk ini. Dengan tangan gemetar, ia meraih kain tersebut dan mulai mengikatkan salah satu ujungn
Lucius merasa putus asa setelah pertemuannya dengan Adrian tidak membuahkan hasil. Liontin yang begitu penting baginya ternyata sudah dicuri oleh Frank Flanders, seorang pria yang kini dirundung mimpi buruk setiap malam. Mimpi-mimpi itu begitu mengerikan hingga membuat Frank kehilangan akal sehatnya dan akhirnya harus dirawat di rumah sakit jiwa. Di rumah sakit jiwa, Frank terus meracau tentang liontin yang memanggilnya dalam mimpi, meminta untuk dikembalikan kepada pemiliknya. Kondisinya semakin memburuk, dan meskipun para dokter berusaha memahami keadaannya, mereka tidak dapat menghilangkan mimpi-mimpi buruk yang menghantuinya. Lucius, yang merasa bahwa liontin itu bukan hanya barang berharga tapi juga memiliki kekuatan mistis, sadar bahwa dia harus menemukan cara untuk mendapatkan kembali liontin itu. Dia tahu bahwa hanya dengan mengembalikan liontin kepada pemilik yang sah, kutukan ini dapat diakhiri. Namun, pertanyaannya adalah, bagaimana cara masuk ke rumah sakit
Lucius meninggalkan rumah Elara dengan berbagai pikiran berkecamuk di benaknya. Perpustakaan tua itu menjadi tujuan berikutnya. Mengemudi melalui jalan-jalan kota yang mulai sepi, ia berusaha mengingat setiap detail yang telah didapatkan sejauh ini. Perpustakaan tua itu terletak di ujung jalan yang jarang dilalui orang. Bangunan batu dengan jendela-jendela tinggi dan pintu kayu besar tampak berdiri megah di bawah cahaya bulan. Lucius memasuki perpustakaan, di dalamnya suasana tenang dan berdebu terasa menyelimutinya. Rak-rak buku yang tinggi dan lampu redup menciptakan suasana yang hampir magis.Di belakang meja kayu besar di tengah ruangan, seorang pria tua dengan rambut abu-abu pendek dan kacamata bundar sedang membaca sebuah buku tebal. Lucius mendekatinya dengan hati-hati. "Victor?" tanya Lucius dengan suara rendah agar tidak mengganggu keheningan perpustakaan. Pria tua itu mengangkat pandangannya dan tersenyum tipis. "Ya, saya Victor. Ada yang bisa saya bantu?" Lucius
Setelah mengucapkan terima kasih kepada pria tua itu, Lucius bergerak dengan tujuan yang lebih jelas. Dia memindai kerumunan di bar sekali lagi, mencoba menemukan wanita bernama Alicia. Ia memutuskan untuk bertanya pada bartender, yang mungkin lebih mengenal para pelanggan tetap di sana.Lucius mendekati bar dan memanggil perhatian bartender, seorang pria dengan kumis tebal dan tatapan tajam. "Permisi, apakah Anda tahu di mana aku bisa menemukan seorang wanita bernama Alicia? Aku diberitahu bahwa dia sering berada di sini." Bartender itu menatap Lucius sejenak sebelum menjawab, "Alicia, ya? Dia ada di sini tadi. Sepertinya dia sedang duduk di pojok sana, di dekat jendela." Lucius mengikuti arah pandangan bartender dan melihat seorang wanita muda dengan rambut hitam panjang dan mata tajam yang duduk sendirian. Dia sedang menatap keluar jendela, tampaknya tenggelam dalam pikirannya sendiri.Dengan langkah mantap, Lucius mendekati meja Alicia dan memberanikan diri untuk berbicara.
Lucius menatap layar ponselnya sejenak setelah mengirim pesan balasan kepada Alena. Keheningan jalanan malam yang terhampar di sekitar Knockturn Alley menambah suasana misterius di sekitarnya. Cahaya lampu jalan yang redup menyala samar-samar di antara bangunan-bangunan kuno yang menjulang tinggi, memberi sentuhan dramatis pada suasana malam itu.Ia menarik napas dalam-dalam saat melangkah keluar dari gedung penyelidikan. Udara dingin malam London menusuk tulang, membuatnya lebih berhati-hati saat berjalan di sepanjang trotoar yang gelap. Langkahnya mantap meskipun hatinya dipenuhi dengan rasa was-was dan antisipasi akan apa yang akan dihadapinya dalam perjalanan ini.Dengan kunci mobilnya yang digenggam erat, Lucius melangkah menuju kendaraannya. Cahaya lampu mobil menyinari jalanan yang sepi saat ia membuka pintu mobil dan masuk ke dalam. Sejenak, ia duduk di dalam mobilnya, membiarkan dirinya meresapi ketenangan sejenak sebelum melanjutkan perjalanan. Setelah memastikan bahw
[Marcus:]"Hai Lucius, ada waktu untuk ngobrol sebentar?"[Lucius:]"Halo Marcus, tentu. Ada apa?"[Marcus:]"Aku turut berduka cita atas kematian atasan kita,Tuan Grissham Bell. Bisa ketemu sebentar di tempat biasa?"[Lucius:]"Bisa. Ada masalah apa?"[Marcus:]"Aku ingin mendiskusikan proyek baru. Ada beberapa hal yang perlu dipecahkan."[Lucius:]"Baiklah, aku akan ke sana dalam 15 menit."[Marcus:]"Terima kasih, Lucius. Sampai nanti."[Lucius:]"Sampai nanti, Marcus."Lucius kemudian bangkit dari peraduannya lalu pergi membersihkan dirinya. Dia sadar bobot tubuhnya sudah menurun sedikit namun perut abs-nya tetap terbentuk sempurna. Setelah berpakaian rapi, Lucius keluar dari rumahnya dan menuju tempat pertemuan yang biasa mereka gunakan, sebuah kafe kecil di sudut kota yang tenang.[Kafe Kecil di Sudut Kota]Marcus sudah duduk di meja sudut, menatap ke luar jendela dengan secangkir kopi di tangannya. Ketika melihat Lucius masuk, dia melambaikan tangan dan tersenyum tipis."Lucius,
Bandara Diagon Alley kini dalam kondisi siaga satu. Petugas keamanan dikerahkan ke setiap sudut, memastikan tidak ada celah bagi pelarian. Kabar tentang hilangnya liontin vampir dari museum membuat situasi semakin tegang. Setiap penumpang yang hendak berangkat maupun baru tiba diperiksa dengan ketat, tidak ada yang luput dari pengawasan.Di tengah keramaian yang penuh dengan ketegangan, terdengar bunyi langkah berat dari sepatu-sepatu bot militer yang menggetarkan lantai bandara. Kepolisian Diagon Alley, yang kini menjalankan operasi militer, menyusuri setiap sudut dengan senjata terhunus. Kapten Marcus, pemimpin operasi, memberikan instruksi tegas kepada timnya melalui radio:"Semua unit, pastikan setiap titik keluar dijaga ketat. Tidak ada yang masuk atau keluar tanpa izin saya. Siapkan pemeriksaan intensif di semua pintu gerbang dan terminal."Frank Flanders, yang baru saja mendengar instruksi melalui radio seluler yang diselundupkan, merasa jantungnya berdetak lebih cepat. Dia meny
"Oliver yang malang, mengapa kau tidak memunculkan batang hidungmu di depanku?" dengus pria parlente itu.Frank Flanders duduk sendiri di ruang gelap, merenungi kegagalannya. Walaupun penuh dengan keyakinan awalnya, dia akhirnya tersadar bahwa dia sendirian dalam pencarian Oliver. Dalam kesendirian dan keputusasaan, dia terus mencari dengan tekad yang semakin melemah. Namun, hasilnya tetap nihil. Kegagalan itu menghancurkan semangatnya, meninggalkan dia dalam kesedihan dan penyesalan yang mendalam.Mendengar Oliver Brown tertangkap oleh Kepolisian Diagon Alley, pria gempal itu kemudian bersiap-siap untuk mengambil jalur Britania Raya untuk melarikan diri dari masalah yang diperbuat oleh Oliver Brown. Namun tak disangka, seluruh satuan Kepolisian Diagon Alley telah mencium keberadaannya."CH, sial!" geramnya, menggertakkan giginya dengan frustrasi. Ia tahu bahwa pelarian kali ini akan lebih sulit dari yang pernah dibayangkannya. Dengan setiap langkah yang diambil, bayang-bayang kegelapa
Lucius melangkah keluar dari kamar tidurnya, meninggalkan kehangatan selimut untuk menghadapi hawa dingin malam. Ia menuju ruang kerjanya yang penuh dengan buku-buku tua dan artefak berdebu, peninggalan dari berbagai penelitian yang pernah ia lakukan. Di sudut ruangan, sebuah sakel rusak yang disebutkan dalam mimpinya tergeletak di atas meja, setengah terkubur di bawah tumpukan dokumen.Dengan hati-hati, Lucius membersihkan permukaan sakel, memperhatikan ukiran-ukiran halus yang menghiasi permukaannya. Ia mencoba mengingat setiap detail dari mimpi tadi, berharap menemukan petunjuk yang bisa membantunya membuka sakel ini dalam dunia nyata.(Tidak mungkin ini hanya kebetulan,) pikirnya. (Mimpi itu pasti ada artinya.)Lucius kemudian mengingatkan dirinya pada satu nama: Profesor Aldric, seorang ahli sejarah yang pernah ia temui dalam salah satu konferensi. Profesor Aldric dikenal sebagai seorang yang memiliki pengetahuan mendalam tentang artefak kuno. Dengan cepat, Lucius memutuskan untu