(Reinkarnasi itu apa?) Seorang pria tampan sedang berjalan di sebuah sabana lavender. Dia tidak ingat bagaimana terakhir ia mati. (Aku memang telah mati. Tapi aku mati demi menyelamatkan kekasihku.) Sambil merentangkan kedua tangannya, ia mencoba menikmati hangatnya cuaca dengan memejamkan mata. Mata yang saat terbuka dengan lebar ketika seorang pria yang telah menjadi inspektur di sebuah kepolisian menyadari bahwa ia memiliki tugas penting hari itu. (Perlu waktu selama 20 tahun untuk tidak menembak seseorang…) Pria tampan itu kemudian berangsuk menuju kamar mandi. Dia membuka saluran air dari shower dan mulai memperlihatkan lekukan otot-ototnya yang terbentuk dari hasil latihannya selama ini. (Menjadi seorang inspektur kepolisian merupakan cita-citaku sejak kecil.) Suara air yang mengalir deras dari shower menghantam setiap beban psikologis yang ditanggungnya. Otaknya terus berpikir bahwa hari itu ia dapat memecahkan suatu kasus yang melibatkan orang penting. Matanya menyalan
"Tentunya untuk menemui seseorang yang sangat penting. Mari ikut aku!” ajak Tuan Bell. Lucius menatap Tuan Bell dengan heran. “Siapa yang kau maksud?” Tuan Bell tersenyum dan menjawab, “Seorang saksi mata yang mungkin bisa membantumu dalam menyelidiki kasus ini. Namanya Nyonya Agnes dari keluarga Rupert. Ya, dia adalah seorang nenek yang tinggal di dekat pemakaman itu. Dia menyaksikan sesuatu pada malam kejadian yang mungkin bisa membantumu.” Lucius mengangguk dan mengikuti Tuan Bell keluar dari ruangan. Mereka pergi ke mobil Tuan Bell dan pergi ke rumah Nyonya Agnes dari keluarga terpandang, Rupert. Nyonya Rupert sedang menyiram tanaman anggrek pemberian menantunya yang beberapa kali mengunjunginya sebelum kejadian makam kuno itu terjadi. Suara bel pintu terdengar hingga salah satu cucunya membuka pintu. Lucius terperanjat dengan sesosok anak kecil yang berumur 5 tahun itu. Dengan sopan, Lucius bertanya pada sang anak,”Nak, apakah ini tempat Nyonya Agnes dari keluarga Rupert?” A
Tuan Bell yang mencatat detail kemudian berkata,“Apakah Nyonya Agnes Rupert memiliki informasi tentang ciri-ciri fisik kedua orang tersebut?” tanya petugas polisi itu lagi. Nyonya Agnes Rupert mengangguk, “Ya, mereka terlihat seperti dua orang yang masih muda, satu orang memiliki rambut pendek, dan yang lainnya berambut panjang. Mereka berdua memakai kemeja hitam dan celana jeans biru.”“Terima kasih atas informasinya, Nyonya. Kami akan segera memeriksa daftar pencurian yang terjadi di sekitar wilayah itu dan melakukan penyelidikan lebih lanjut,” kata Lucius. Nyonya Agnes Rupert merasa lega karena telah melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwajib. Dia berharap petugas polisi akan segera menangkap kedua orang pencuri itu dan mencegah terjadinya kejahatan selanjutnya di wilayah tersebut,"Apakah semua akan baik-baik saja?" "Tentu, kami akan menjadi tombak keselamatan bagi yang membutuhkan. Jangan sungkan-sungkan menghubungi kami bila ada informasi penting untuk kasus ini, Nyony
Lucius memutuskan untuk melanjutkan pencariannya dan akhirnya menemukan informasi tentang kalung itu. Ia mengetahui bahwa kalung tersebut merupakan barang berharga yang berasal dari abad ke-14 dan kemudian hilang selama beberapa abad. Lucius menyadari bahwa kalung itu mungkin memiliki hubungan dengan kematian wanita misterius dan ia perlu mencari tahu lebih lanjut tentang bagaimana kalung itu bisa sampai di tangan tersangka. Sambil mengumpulkan petunjuk-petunjuk yang terkait dengan kasus ini. Ia berbicara dengan saksi-saksi dan mengumpulkan bukti-bukti untuk membentuk gambaran yang lebih jelas tentang kejadian ini. Lambat laun, Lucius mulai mengungkap fakta-fakta baru tentang kasus ini dan menemukan hubungan antara kalung, kastil tua, dan kematian wanita misterius. Saat interogasi berlangsung, Lucius merasa seperti ia sedang terjebak dalam misteri yang lebih besar. Ia merasa seperti ada sesuatu yang terkait dengan mimpi aneh yang ia alami semalam dan kejadian pencurian pendant di ma
"A-aku mencoba mengabaikannya, tapi dia hanya semakin gigih. Segera, aku mulai merasakan kehadirannya bahkan saat aku bangun. Rasanya seperti dia selalu ada di sana, memperhatikan aku, menunggumu untuk mengakui." Lucius Damien mencondongkan tubuhnya, minatnya terpicu oleh cerita tersangka,"Bagaimana wanita itu terlihat?"Mata tersangka membesar ketakutan ketika dia menggambarkan penampilan wanita itu. "Dia tinggi, dengan kulit pucat dan rambut panjang yang mengalir. Matanya dingin dan tak berperasaan, dan dia mengenakan gaun megah yang menyapu tanah. Tapi kalungnya yang paling mencolok. Itu adalah sebuah kalung besar, indah, yang dihiasi dengan berlian dan ruby, dan bersinar seperti mercusuar di kegelapan." Damien mendengarkan dengan penuh perhatian ketika tersangka berbicara, pikirannya berlomba-lomba dengan pertanyaan-pertanyaan. (Siapa wanita ini, dan mengapa dia menghantui tersangka? Apa yang dia inginkan dengan kalungnya?) "Bagaimana, Tuan Damien? Apakah masih bisa kita lanju
Meskipun berisiko, Lucius bertekad untuk menyelesaikan penyelidikan ini hingga akhir. Dia tahu bahwa kebenaran itu layak untuk diungkapkan, tidak peduli apa harganya. Lucius teguh dalam melanjutkan penyelidikannya, meskipun itu menimbulkan beberapa risiko baginya. Dia percaya bahwa penting untuk menemukan kebenaran, bahkan jika melibatkan bahaya atau kesulitan. Dia berkomitmen untuk mengungkap fakta di balik sebuah kasus atau isu tertentu, dan dia tidak bersedia menyerah meskipun menghadapi tantangan. Keberaniannya mungkin didorong oleh rasa keadilan atau keinginan untuk kebenaran terungkap. ***Saat interogasi ketiga, Lucius kembali bertanya pada tersangka,“Aku ingin bicara denganmu tentang sesuatu yang serius. Kamu tahu tentang kasus pembunuhan yang terjadi beberapa hari yang lalu, bukan?” “Ya, aku mendengarnya.” jawab tersangka. “Baiklah, kami memiliki informasi bahwa kamu memiliki koneksi dengan korban. Dia adalah rekanmu dan kami menemukan foto kalian berdua bersama di ponsel
-Flashback on-[Teman Oliver tampak merasakan sesuatu yang tidak biasa berkata,"Tapi, aku merasa seperti kita tidak seharusnya mengambil ini. Apa yang kita lakukan adalah salah." "Apa yang kita lakukan adalah untuk tujuan yang baik, teman. Kita bisa mendapatkan banyak uang dari barang ini dan itu akan membuat hidup kita lebih baik. Kita tidak membunuh orang untuk mendapatkan sesuatu, bukan?" "Tapi, ini bisa membawa bahaya pada kita. Mungkin ada orang yang melihat kita tadi malam." "Jangan khawatir, kita akan berhati-hati dan tidak akan membuat kesalahan. Kita hanya perlu menjual barang ini secepat mungkin dan mengambil uangnya."] -Flashback off-"Apa yang kau lakukan setelah itu?" tanya Lucius pada tersangka. "Aku membuka sakel pengunci leher wanita bangsawan yang terletak di dalam peti kubur. Ketika sakel itu terbuka, aku dengan cepat meraih liontin vampir yang ada di dalamnya. Tanpa menghiraukan wanita bangsawan yang terbaring di dalam peti, akupun berbalik untuk pergi dari kubu
Jasad pria malang yang ditemukan di area pemakaman Diagon Alley itu kini berada di ruangan forensik. "Bagaimana hasilnya, Dokter Raiwin?" Dokter Raiwin kemudian menjelaskan, "Saya sudah memeriksa kondisi korban dan ini membuat saya ingin tahu mengapa dua titik luka ini mampu membunuh seseorangdalam waktu cepat. Logikanya, seseorang bisa kehilangan banyak darah hingga membuat gagal napasdan jantung berhenti berdetak. Itupun membutuhkan waktu yang memakan beberapa menit. "Dengan hati-hati Lucius menggunakan sarung tangan lateks dan mencoba menyentuh titik luka itu. (Dua titik luka ini seperti-) Lucius mengernyitkan kedua alisnya. Ia mencoba mencerna kategori luka yang ia temukan pada korban bernama David. "Apakah kau sudah memeriksa luka lainnya?" Tim Forensik B mengatakan bahwa tidak ada luka yang seperti ini. John Mayer menandaskan bahwa ini kejadian di luar nalar,"Jika ini luka gigitan binatang buas, tidak mungkin kondisi jasad masih utuh. " "Aku tak percaya vampir mampu melaku
Setelah pertemuan dengan Lucius, situasi di rumah sakit jiwa St. Dymphna semakin tegang. Frank Flanders, meskipun sempat merasa lega karena telah menceritakan tentang liontin kepada Lucius, tetap dihantui oleh mimpi-mimpi buruk yang mengerikan setiap malam. Suara-suara yang berbisik dalam mimpinya semakin kuat, memerintahkannya untuk melakukan hal-hal yang tak terbayangkan.Suatu malam, saat petugas rumah sakit berpatroli di lorong-lorong yang sunyi, Frank tampak lebih tenang dari biasanya. Para petugas mengira obat penenang yang diberikan akhirnya bekerja. Namun, di dalam kamar isolasinya, Frank memandang sekeliling dengan mata yang gelap dan penuh keputusasaan. Di sudut ruangan, sebuah kain putih, bekas tirai yang telah disobek, tergeletak tak terpakai. Frank menghela napas dalam-dalam, merasakan beban berat di dadanya. Ia merasa tidak ada lagi jalan keluar dari mimpi-mimpi buruk ini. Dengan tangan gemetar, ia meraih kain tersebut dan mulai mengikatkan salah satu ujungn
Lucius merasa putus asa setelah pertemuannya dengan Adrian tidak membuahkan hasil. Liontin yang begitu penting baginya ternyata sudah dicuri oleh Frank Flanders, seorang pria yang kini dirundung mimpi buruk setiap malam. Mimpi-mimpi itu begitu mengerikan hingga membuat Frank kehilangan akal sehatnya dan akhirnya harus dirawat di rumah sakit jiwa. Di rumah sakit jiwa, Frank terus meracau tentang liontin yang memanggilnya dalam mimpi, meminta untuk dikembalikan kepada pemiliknya. Kondisinya semakin memburuk, dan meskipun para dokter berusaha memahami keadaannya, mereka tidak dapat menghilangkan mimpi-mimpi buruk yang menghantuinya. Lucius, yang merasa bahwa liontin itu bukan hanya barang berharga tapi juga memiliki kekuatan mistis, sadar bahwa dia harus menemukan cara untuk mendapatkan kembali liontin itu. Dia tahu bahwa hanya dengan mengembalikan liontin kepada pemilik yang sah, kutukan ini dapat diakhiri. Namun, pertanyaannya adalah, bagaimana cara masuk ke rumah sakit
Lucius meninggalkan rumah Elara dengan berbagai pikiran berkecamuk di benaknya. Perpustakaan tua itu menjadi tujuan berikutnya. Mengemudi melalui jalan-jalan kota yang mulai sepi, ia berusaha mengingat setiap detail yang telah didapatkan sejauh ini. Perpustakaan tua itu terletak di ujung jalan yang jarang dilalui orang. Bangunan batu dengan jendela-jendela tinggi dan pintu kayu besar tampak berdiri megah di bawah cahaya bulan. Lucius memasuki perpustakaan, di dalamnya suasana tenang dan berdebu terasa menyelimutinya. Rak-rak buku yang tinggi dan lampu redup menciptakan suasana yang hampir magis.Di belakang meja kayu besar di tengah ruangan, seorang pria tua dengan rambut abu-abu pendek dan kacamata bundar sedang membaca sebuah buku tebal. Lucius mendekatinya dengan hati-hati. "Victor?" tanya Lucius dengan suara rendah agar tidak mengganggu keheningan perpustakaan. Pria tua itu mengangkat pandangannya dan tersenyum tipis. "Ya, saya Victor. Ada yang bisa saya bantu?" Lucius
Setelah mengucapkan terima kasih kepada pria tua itu, Lucius bergerak dengan tujuan yang lebih jelas. Dia memindai kerumunan di bar sekali lagi, mencoba menemukan wanita bernama Alicia. Ia memutuskan untuk bertanya pada bartender, yang mungkin lebih mengenal para pelanggan tetap di sana.Lucius mendekati bar dan memanggil perhatian bartender, seorang pria dengan kumis tebal dan tatapan tajam. "Permisi, apakah Anda tahu di mana aku bisa menemukan seorang wanita bernama Alicia? Aku diberitahu bahwa dia sering berada di sini." Bartender itu menatap Lucius sejenak sebelum menjawab, "Alicia, ya? Dia ada di sini tadi. Sepertinya dia sedang duduk di pojok sana, di dekat jendela." Lucius mengikuti arah pandangan bartender dan melihat seorang wanita muda dengan rambut hitam panjang dan mata tajam yang duduk sendirian. Dia sedang menatap keluar jendela, tampaknya tenggelam dalam pikirannya sendiri.Dengan langkah mantap, Lucius mendekati meja Alicia dan memberanikan diri untuk berbicara.
Lucius menatap layar ponselnya sejenak setelah mengirim pesan balasan kepada Alena. Keheningan jalanan malam yang terhampar di sekitar Knockturn Alley menambah suasana misterius di sekitarnya. Cahaya lampu jalan yang redup menyala samar-samar di antara bangunan-bangunan kuno yang menjulang tinggi, memberi sentuhan dramatis pada suasana malam itu.Ia menarik napas dalam-dalam saat melangkah keluar dari gedung penyelidikan. Udara dingin malam London menusuk tulang, membuatnya lebih berhati-hati saat berjalan di sepanjang trotoar yang gelap. Langkahnya mantap meskipun hatinya dipenuhi dengan rasa was-was dan antisipasi akan apa yang akan dihadapinya dalam perjalanan ini.Dengan kunci mobilnya yang digenggam erat, Lucius melangkah menuju kendaraannya. Cahaya lampu mobil menyinari jalanan yang sepi saat ia membuka pintu mobil dan masuk ke dalam. Sejenak, ia duduk di dalam mobilnya, membiarkan dirinya meresapi ketenangan sejenak sebelum melanjutkan perjalanan. Setelah memastikan bahw
[Marcus:]"Hai Lucius, ada waktu untuk ngobrol sebentar?"[Lucius:]"Halo Marcus, tentu. Ada apa?"[Marcus:]"Aku turut berduka cita atas kematian atasan kita,Tuan Grissham Bell. Bisa ketemu sebentar di tempat biasa?"[Lucius:]"Bisa. Ada masalah apa?"[Marcus:]"Aku ingin mendiskusikan proyek baru. Ada beberapa hal yang perlu dipecahkan."[Lucius:]"Baiklah, aku akan ke sana dalam 15 menit."[Marcus:]"Terima kasih, Lucius. Sampai nanti."[Lucius:]"Sampai nanti, Marcus."Lucius kemudian bangkit dari peraduannya lalu pergi membersihkan dirinya. Dia sadar bobot tubuhnya sudah menurun sedikit namun perut abs-nya tetap terbentuk sempurna. Setelah berpakaian rapi, Lucius keluar dari rumahnya dan menuju tempat pertemuan yang biasa mereka gunakan, sebuah kafe kecil di sudut kota yang tenang.[Kafe Kecil di Sudut Kota]Marcus sudah duduk di meja sudut, menatap ke luar jendela dengan secangkir kopi di tangannya. Ketika melihat Lucius masuk, dia melambaikan tangan dan tersenyum tipis."Lucius,
Bandara Diagon Alley kini dalam kondisi siaga satu. Petugas keamanan dikerahkan ke setiap sudut, memastikan tidak ada celah bagi pelarian. Kabar tentang hilangnya liontin vampir dari museum membuat situasi semakin tegang. Setiap penumpang yang hendak berangkat maupun baru tiba diperiksa dengan ketat, tidak ada yang luput dari pengawasan.Di tengah keramaian yang penuh dengan ketegangan, terdengar bunyi langkah berat dari sepatu-sepatu bot militer yang menggetarkan lantai bandara. Kepolisian Diagon Alley, yang kini menjalankan operasi militer, menyusuri setiap sudut dengan senjata terhunus. Kapten Marcus, pemimpin operasi, memberikan instruksi tegas kepada timnya melalui radio:"Semua unit, pastikan setiap titik keluar dijaga ketat. Tidak ada yang masuk atau keluar tanpa izin saya. Siapkan pemeriksaan intensif di semua pintu gerbang dan terminal."Frank Flanders, yang baru saja mendengar instruksi melalui radio seluler yang diselundupkan, merasa jantungnya berdetak lebih cepat. Dia meny
"Oliver yang malang, mengapa kau tidak memunculkan batang hidungmu di depanku?" dengus pria parlente itu.Frank Flanders duduk sendiri di ruang gelap, merenungi kegagalannya. Walaupun penuh dengan keyakinan awalnya, dia akhirnya tersadar bahwa dia sendirian dalam pencarian Oliver. Dalam kesendirian dan keputusasaan, dia terus mencari dengan tekad yang semakin melemah. Namun, hasilnya tetap nihil. Kegagalan itu menghancurkan semangatnya, meninggalkan dia dalam kesedihan dan penyesalan yang mendalam.Mendengar Oliver Brown tertangkap oleh Kepolisian Diagon Alley, pria gempal itu kemudian bersiap-siap untuk mengambil jalur Britania Raya untuk melarikan diri dari masalah yang diperbuat oleh Oliver Brown. Namun tak disangka, seluruh satuan Kepolisian Diagon Alley telah mencium keberadaannya."CH, sial!" geramnya, menggertakkan giginya dengan frustrasi. Ia tahu bahwa pelarian kali ini akan lebih sulit dari yang pernah dibayangkannya. Dengan setiap langkah yang diambil, bayang-bayang kegelapa
Lucius melangkah keluar dari kamar tidurnya, meninggalkan kehangatan selimut untuk menghadapi hawa dingin malam. Ia menuju ruang kerjanya yang penuh dengan buku-buku tua dan artefak berdebu, peninggalan dari berbagai penelitian yang pernah ia lakukan. Di sudut ruangan, sebuah sakel rusak yang disebutkan dalam mimpinya tergeletak di atas meja, setengah terkubur di bawah tumpukan dokumen.Dengan hati-hati, Lucius membersihkan permukaan sakel, memperhatikan ukiran-ukiran halus yang menghiasi permukaannya. Ia mencoba mengingat setiap detail dari mimpi tadi, berharap menemukan petunjuk yang bisa membantunya membuka sakel ini dalam dunia nyata.(Tidak mungkin ini hanya kebetulan,) pikirnya. (Mimpi itu pasti ada artinya.)Lucius kemudian mengingatkan dirinya pada satu nama: Profesor Aldric, seorang ahli sejarah yang pernah ia temui dalam salah satu konferensi. Profesor Aldric dikenal sebagai seorang yang memiliki pengetahuan mendalam tentang artefak kuno. Dengan cepat, Lucius memutuskan untu