"A-aku mencoba mengabaikannya, tapi dia hanya semakin gigih. Segera, aku mulai merasakan kehadirannya bahkan saat aku bangun. Rasanya seperti dia selalu ada di sana, memperhatikan aku, menunggumu untuk mengakui."
Lucius Damien mencondongkan tubuhnya, minatnya terpicu oleh cerita tersangka,"Bagaimana wanita itu terlihat?"Mata tersangka membesar ketakutan ketika dia menggambarkan penampilan wanita itu. "Dia tinggi, dengan kulit pucat dan rambut panjang yang mengalir. Matanya dingin dan tak berperasaan, dan dia mengenakan gaun megah yang menyapu tanah. Tapi kalungnya yang paling mencolok. Itu adalah sebuah kalung besar, indah, yang dihiasi dengan berlian dan ruby, dan bersinar seperti mercusuar di kegelapan."Damien mendengarkan dengan penuh perhatian ketika tersangka berbicara, pikirannya berlomba-lomba dengan pertanyaan-pertanyaan.(Siapa wanita ini, dan mengapa dia menghantui tersangka? Apa yang dia inginkan dengan kalungnya?)"Bagaimana, Tuan Damien? Apakah masih bisa kita lanjutkan sesi interogasi ini?" tanya anak buahnya. Lucius menoleh sejenak dan memberi kode bahwa interogasi hari itu belum mendapat jawaban apapun."Kau bilang kau ditemui oleh seseorang yang berpakaian parlente, apakah kau ingat ciri-ciri orang itu?" Lucius menatap tersangka dengan tatapan selidik. Tersangka itu tampak ragu untuk melanjutkan tapi dia masih merasakan ketakutan yang luar biasa hingga tidak mampu mengendalikan dirinya.Menyadari bahwa situasi tidak memungkinkan untuk interogasi, Lucius kemudian memanggil sang anak buah dan berkata, "Bawa tersangka kembali ke selnya sembari menunggu kondisi psikologisnya membaik, baru kita ajak dia bicara lagi.""Baik, Tuan Damien." Lucius menganggukkan kepalanya sebagai tanda persetujuan. ***Interogasi yang pertama berlangsung cukup alot. Lucius memutuskan untuk kembali ke kantor polisi dan mengecek catatan kasus pencurian pendant. Ia menemukan beberapa petunjuk yang menarik dan mulai menyusun hipotesis tentang siapa pelakunya dan bagaimana kejadian ini terjadi.Lucius meninggalkan ruang interogasi dengan perasaan yang tidak enak. Ia merasa bahwa cerita tersangka hanya meninggalkannya dengan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban, dan mimpi yang menghantui tentang wanita misterius masih membekas di dalam benaknya. Lucius merasa ia harus mencari tahu lebih banyak tentang kejadian ini untuk mengungkap misteri di balik kalung dan wanita yang menghantui mimpi buruk tersangka.Dia berjalan keluar dari kantor polisi dan pergi ke perpustakaan kota. Di sana, ia mencari tahu tentang sejarah kastil tua di mana wanita misterius itu dibunuh. Lucius menemukan bahwa kastil itu memiliki sejarah yang gelap dan sering dikaitkan dengan cerita-cerita tentang roh-roh yang menghantui kastil tersebut. Dia mulai merasa bahwa ada kaitan antara kematian wanita itu dengan sejarah kastil tua tersebut.Seminggu kemudian, Lucius kembali menginterogasi tersangka untuk memastikan lagi bahwa kali ini keterangan tersangka memberikan titik terang lagi."Apakah Anda melihat bagaimana rekan Anda meninggal dengan kondisi seperti ini?" tanya Lucius, berharap untuk mengumpulkan lebih banyak detail.Lucius Damien mendengarkan dengan seksama ketika tersangka menggambarkan wanita dalam mimpinya. Dia tertarik dengan ceritanya, dan sebagian dari dirinya percaya bahwa mungkin ada kebenaran di dalamnya. Dia pernah mendengar kasus di mana orang mengalami aktivitas paranormal dan tidak dapat menjelaskannya. Lucius tahu bahwa dia harus menyelidiki ini lebih lanjut untuk menentukan apakah ada kebenaran dalam cerita tersangka.Tersangka menutup matanya, mencoba mengingat setiap detail kejadian yang menimpa sahabatnya. Air matanya mulai jatuh dan berderai. Suara penyesalannya terdengar menyayat hati,"Maafkan aku, David. Maafkan aku."Lucius mencatat saat tersangka berbicara. Dia ingin mendokumentasikan setiap detail penampilan keterangan tersangka itu untuk membantunya dalam penyelidikannya. "Apakah dia mengatakan sesuatu lagi pada Anda?" dia bertanya."Dia memanggilku dengan suara yang menyeramkan. Setelah itu...setelah itu, temanku tewas di tangannya." Oliver makin merasakan nyeri di dadanya semakin terasa hingga membuatnya beberapa kali kesulitan bernapas dengan leluasa.Lucius melihat tersangka dengan pemikiran. Dia bertanya-tanya apakah ada kebenaran dalam cerita itu atau jika tersangka hanya mencoba membuat cerita untuk membenarkan tindakannya. Dia memutuskan bahwa dia perlu menyelidiki lebih lanjut untuk menentukan kebenaran."Terima kasih telah berbagi ceritamu dengan aku," kata Lucius, berdiri dari kursinya. "Aku perlu menyelidiki lebih lanjut untuk menentukan kebenaran klaim Anda. Namun, sementara itu, aku menyarankan Anda untuk bekerja sama dengan otoritas dan mengakui kejahatan Anda. Itu adalah hal yang benar untuk dilakukan."Tersangka mengangguk, ekspresinya masih tersiksa. "Aku mengerti.""Petugas, tolong bawa tersangka kembali sampai jadwal interogasi ketiga.""Baik, Tuan Damien. Mari, Oliver." Oliver beranjak bangkit dari kursi interogasinya dan mengatakan,"Terima kasih, Tuan Damien, aku berjanji setelah keluar dari penjara ini, aku akan hidup menjadi manusia yang lebih baik lagi.""Sama-sama, Oliver. Baik, saya permisi dulu." Lucius meninggalkan ruang interogasi, pikirannya berlomba dengan pemikiran tentang cerita tersangka. Dia tahu bahwa dia harus menyelidiki lebih lanjut untuk menentukan kebenaran cerita itu. Dia bertanya-tanya apakah ada catatan tentang kematian wanita di dalam kastil, atau jika ada orang lain yang melaporkan aktivitas paranormal di daerah itu. Dia memutuskan untuk memulai penyelidikannya dengan berbicara dengan sejarawan lokal dan kurator kastil untuk mengumpulkan informasi lebih lanjut.Saat Lucius berjalan keluar dari stasiun, dia merasakan dingin menjalar di tulang belakangnya. Dia bertanya-tanya apakah dia terlalu terlibat dalam cerita tersangka dan apakah layak dikejar. Namun, dia tahu bahwa dia memiliki tugas untuk menyelidiki dan mengungkap kebenaran. Dia bertekad untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di kastil beberapa abad yang lalu dan jika ada hubungannya dengan cerita tersangka.Lucius mengambil nafas dalam-dalam dan mencoba mengosongkan pikirannya. Dia tahu bahwa dia perlu memulai penyelidikan ini dengan pikiran yang terbuka dan mempertimbangkan semua kemungkinan. Dia memutuskan untuk memulai dengan mengumpulkan informasi lebih lanjut tentang sejarah kastil dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di sana.Dia pergi ke perpustakaan setempat dan menghabiskan berjam-jam membaca buku-buku dan dokumen-dokumen tua, mencari petunjuk yang dapat membantunya menyusun kepingan teka-teki. Dia mengetahui bahwa kastil itu memiliki sejarah yang gelap dan berdarah, dengan banyak pertempuran dan pembunuhan terjadi di dalam temboknya.Saat ia melanjutkan penelitiannya, Lucius mulai melihat inkonsistensi aneh dalam catatan resmi. Ada celah dalam kronologi dan informasi yang hilang yang tampaknya sengaja disembunyikan. Dia mulai curiga bahwa ada lebih banyak sejarah kastil daripada yang diketahui publik.Lucius juga mencari para sejarawan dan ahli arsitektur dan sejarah abad pertengahan setempat, berharap untuk mendapatkan wawasan lebih dalam tentang masa lalu kastil. Dia mengetahui bahwa ada rumor tentang lorong rahasia dan kamar-kamar tersembunyi di dalam kastil, dan bahwa beberapa dinding mungkin telah dibangun untuk menyembunyikan fitur-fitur ini.Saat Lucius semakin dalam menyelidiki, ia mulai merasa bahwa dia semakin dekat dengan kebenaran. Tapi dia juga tahu bahwa semakin banyak yang ia temukan, semakin berbahaya situasinya bisa menjadi. Dia harus berjalan hati-hati dan mempertimbangkan konsekuensi potensial dari tindakannya.Meskipun berisiko, Lucius bertekad untuk menyelesaikan penyelidikan ini hingga akhir. Dia tahu bahwa kebenaran itu layak untuk diungkapkan, tidak peduli apa harganya. Lucius teguh dalam melanjutkan penyelidikannya, meskipun itu menimbulkan beberapa risiko baginya. Dia percaya bahwa penting untuk menemukan kebenaran, bahkan jika melibatkan bahaya atau kesulitan. Dia berkomitmen untuk mengungkap fakta di balik sebuah kasus atau isu tertentu, dan dia tidak bersedia menyerah meskipun menghadapi tantangan. Keberaniannya mungkin didorong oleh rasa keadilan atau keinginan untuk kebenaran terungkap. ***Saat interogasi ketiga, Lucius kembali bertanya pada tersangka,“Aku ingin bicara denganmu tentang sesuatu yang serius. Kamu tahu tentang kasus pembunuhan yang terjadi beberapa hari yang lalu, bukan?” “Ya, aku mendengarnya.” jawab tersangka. “Baiklah, kami memiliki informasi bahwa kamu memiliki koneksi dengan korban. Dia adalah rekanmu dan kami menemukan foto kalian berdua bersama di ponsel
-Flashback on-[Teman Oliver tampak merasakan sesuatu yang tidak biasa berkata,"Tapi, aku merasa seperti kita tidak seharusnya mengambil ini. Apa yang kita lakukan adalah salah." "Apa yang kita lakukan adalah untuk tujuan yang baik, teman. Kita bisa mendapatkan banyak uang dari barang ini dan itu akan membuat hidup kita lebih baik. Kita tidak membunuh orang untuk mendapatkan sesuatu, bukan?" "Tapi, ini bisa membawa bahaya pada kita. Mungkin ada orang yang melihat kita tadi malam." "Jangan khawatir, kita akan berhati-hati dan tidak akan membuat kesalahan. Kita hanya perlu menjual barang ini secepat mungkin dan mengambil uangnya."] -Flashback off-"Apa yang kau lakukan setelah itu?" tanya Lucius pada tersangka. "Aku membuka sakel pengunci leher wanita bangsawan yang terletak di dalam peti kubur. Ketika sakel itu terbuka, aku dengan cepat meraih liontin vampir yang ada di dalamnya. Tanpa menghiraukan wanita bangsawan yang terbaring di dalam peti, akupun berbalik untuk pergi dari kubu
Jasad pria malang yang ditemukan di area pemakaman Diagon Alley itu kini berada di ruangan forensik. "Bagaimana hasilnya, Dokter Raiwin?" Dokter Raiwin kemudian menjelaskan, "Saya sudah memeriksa kondisi korban dan ini membuat saya ingin tahu mengapa dua titik luka ini mampu membunuh seseorangdalam waktu cepat. Logikanya, seseorang bisa kehilangan banyak darah hingga membuat gagal napasdan jantung berhenti berdetak. Itupun membutuhkan waktu yang memakan beberapa menit. "Dengan hati-hati Lucius menggunakan sarung tangan lateks dan mencoba menyentuh titik luka itu. (Dua titik luka ini seperti-) Lucius mengernyitkan kedua alisnya. Ia mencoba mencerna kategori luka yang ia temukan pada korban bernama David. "Apakah kau sudah memeriksa luka lainnya?" Tim Forensik B mengatakan bahwa tidak ada luka yang seperti ini. John Mayer menandaskan bahwa ini kejadian di luar nalar,"Jika ini luka gigitan binatang buas, tidak mungkin kondisi jasad masih utuh. " "Aku tak percaya vampir mampu melaku
-Saksi Mata Kedua- “Aku masih terguncang hingga saat ini, ketika aku menemukan mayat di sekitar kuburan kuno itu. Pertama kali aku melihat objek itu, aku merasa ada yang salah dan mendekatinya dengan hati-hati. Tapi saat aku menyadari bahwa itu adalah mayat manusia, aku merasa takut dan terkejut. Aku melihat dua titik luka di lehernya dan aku langsung menyimpulkan bahwa itu yang menyebabkan kematiannya.” Saksi mata sedang berjalan di sekitar tempat kejadian ketika tiba-tiba dia melihat sesuatu yang mencurigakan. Dia mendekati benda mencurigakan itu dan diarahkannya lampu penerangan yang berada di dalam genggamannya oleh saksi mata hingga membuat objek yang dicurigai itu semakin terlihat jelas. Setelah memastikan bahwa itu adalah mayat, saksi mata langsung memeriksa kondisi mayat pria itu dengan hati-hati. Dia melihat dua titik luka di leher korban dan menduga bahwa itu adalah luka yang mengakibatkan kematian. Saksi mata merasa sangat terkejut dan ketakutan melihat mayat rekan kerj
“Seperti yang kami sampaikan sebelumnya, kami menemukan sehelai kain putih yang kemungkinan berasal dari baju korban di dekat mayat.” kata anggota tim Forensik A. “Baik, tolong ambil sampel dari kain tersebut dan kirim ke laboratorium.” pinta Lucius. “Apa lagi yang ditemukan?” tanya Lucius lagi. “Kami juga menemukan jejak sepatu di dekat mayat. Sepatu ini memiliki pola khusus dan kami akan mencocokkannya dengan database jejak sepatu untuk melacak pemilik sepatu tersebut.” “Bagus, terus cari petunjuk lainnya. Ada yang melihat kejadian ini?” Lucius mengarahkan pandangannya ke segala arah. “Ada saksi mata yang menemukan mayat pria malang ini. Dia sudah kami wawancarai dan memberikan beberapa petunjuk yang berguna.” jelas anak buah Lucius yang saat itu berada di titik kejadian perkara. Lucius melihat saksi mata perempuan itu dan bertanya pada rekannya, John Mayer, “Siapa saksi mata tersebut dan apa petunjuknya?” John menjelaskan, “Saksi mata itu bernama Maria. Dia mengatakan bahwa d
Lucius merasa ada kecocokan antara keterangan beberapa penduduk dengan keterangan Nyonya Rupert dan Nona Maria. Dia memutuskan untuk kembali ke rumahnya sejenak untuk memikirkan kembali langkah apa yang harus dia lakukan selanjutnya.Setelah sampai di rumahnya, Lucius duduk di ruang kerjanya dan mulai merenung. Ia memikirkan kembali semua bukti dan keterangan yang telah ia peroleh. Lucius sadar bahwa dia memerlukan waktu untuk memilah dan memproses semua informasi yang telah diperolehnya sebelum melanjutkan penyelidikan.Lucius kemudian membuka catatannya dan mulai menulis ulang semua informasi yang ia dapatkan. Ia mencoba untuk mengaitkan semua bukti dan keterangan yang ia miliki untuk mencari pola.Hanya saja, keningnya berkerut memikirkan kasus aneh ini. (Siapa pelakunya?) Esoknya tim Lucius berusaha memeriksa catatan pengunjung toko milik Tuan Borgins dan menemukan informasi bahwa ada salah satu pemuda yang sempat menjual benda relik pada malam ditemukannya jasad pria malang ber
Pada saat itu, Oliver Brown, seorang pemuda tuna wisma, datang menghadap pengusaha tersebut untuk membahas tentang sebuah artefak kuno yang berasal dari abad 14 yang baru saja ditemukan. Pendant itu diyakini memiliki kekuatan untuk mengendalikan para vampir dan mengubahnya menjadi budak. "Liontin ini sangat berharga, kita bisa menguasai seluruh kota Diagon Alley dengan kekuatan ini," kata pengusaha tersebut dengan penuh semangat,”Tapi kau harus berani mengambilnya di sebuah makam kuno milik bangsawan terkemuka di abad 14, Tuan Brown.” Oliver Brown menatap pengusaha itu dengan tatapan nanar,”Apakah Anda bisa menjamin saya tidak akan berurusan dengan pihak kepolisian? Jika ya, maka saya akan mengambil pendant yang Anda maksud di sebuah makam kuno yang saya ketahui cukup membuat nyali Anda ciut setelah Anda mengetahui siapa pemiliknya.” “Ya, saya memiliki jaringan keamanan untukmu, Anak Muda!” kata pengusaha itu dengan tatapan tajam. “Dan ingat, di sini uanglah yang dapat berbicara ap
-Pengakuan Tersangka- "Semuanya dimulai ketika saya lewat di dekat kuburan pada malam hari. Saya mendengar suara seorang wanita yang memanggil saya. Saya berbalik, tapi tidak ada siapa-siapa di sana. Suara itu terus menjadi lebih keras dan lebih insisten sampai akhirnya saya melihatnya. Dia adalah sosok hantu, berpakaian putih, dan dia menuntut agar saya mengembalikan kalungnya yang saya ambil dari makamnya." *** Oliver Brown adalah seorang pemuda miskin yang tinggal di sebuah tuna wisma di kota kecil. Dia memiliki pekerjaan sambilan sebagai pelayan di restoran setempat untuk menghidupi dirinya sendiri. Oliver bangun pagi-pagi buta untuk mempersiapkan diri dan pergi ke restoran untuk bekerja. Dia biasanya bekerja hingga larut malam dan setiap hari pulang dengan uang yang cukup untuk makan dan membayar sewa tempat tinggalnya. Suatu hari, ketika Oliver sedang pulang dari bekerja, dia dihentikan oleh seorang pria tua yang menawarkan untuk membeli pendant yang bernama vampir dari lela
Setelah pertemuan dengan Lucius, situasi di rumah sakit jiwa St. Dymphna semakin tegang. Frank Flanders, meskipun sempat merasa lega karena telah menceritakan tentang liontin kepada Lucius, tetap dihantui oleh mimpi-mimpi buruk yang mengerikan setiap malam. Suara-suara yang berbisik dalam mimpinya semakin kuat, memerintahkannya untuk melakukan hal-hal yang tak terbayangkan.Suatu malam, saat petugas rumah sakit berpatroli di lorong-lorong yang sunyi, Frank tampak lebih tenang dari biasanya. Para petugas mengira obat penenang yang diberikan akhirnya bekerja. Namun, di dalam kamar isolasinya, Frank memandang sekeliling dengan mata yang gelap dan penuh keputusasaan. Di sudut ruangan, sebuah kain putih, bekas tirai yang telah disobek, tergeletak tak terpakai. Frank menghela napas dalam-dalam, merasakan beban berat di dadanya. Ia merasa tidak ada lagi jalan keluar dari mimpi-mimpi buruk ini. Dengan tangan gemetar, ia meraih kain tersebut dan mulai mengikatkan salah satu ujungn
Lucius merasa putus asa setelah pertemuannya dengan Adrian tidak membuahkan hasil. Liontin yang begitu penting baginya ternyata sudah dicuri oleh Frank Flanders, seorang pria yang kini dirundung mimpi buruk setiap malam. Mimpi-mimpi itu begitu mengerikan hingga membuat Frank kehilangan akal sehatnya dan akhirnya harus dirawat di rumah sakit jiwa. Di rumah sakit jiwa, Frank terus meracau tentang liontin yang memanggilnya dalam mimpi, meminta untuk dikembalikan kepada pemiliknya. Kondisinya semakin memburuk, dan meskipun para dokter berusaha memahami keadaannya, mereka tidak dapat menghilangkan mimpi-mimpi buruk yang menghantuinya. Lucius, yang merasa bahwa liontin itu bukan hanya barang berharga tapi juga memiliki kekuatan mistis, sadar bahwa dia harus menemukan cara untuk mendapatkan kembali liontin itu. Dia tahu bahwa hanya dengan mengembalikan liontin kepada pemilik yang sah, kutukan ini dapat diakhiri. Namun, pertanyaannya adalah, bagaimana cara masuk ke rumah sakit
Lucius meninggalkan rumah Elara dengan berbagai pikiran berkecamuk di benaknya. Perpustakaan tua itu menjadi tujuan berikutnya. Mengemudi melalui jalan-jalan kota yang mulai sepi, ia berusaha mengingat setiap detail yang telah didapatkan sejauh ini. Perpustakaan tua itu terletak di ujung jalan yang jarang dilalui orang. Bangunan batu dengan jendela-jendela tinggi dan pintu kayu besar tampak berdiri megah di bawah cahaya bulan. Lucius memasuki perpustakaan, di dalamnya suasana tenang dan berdebu terasa menyelimutinya. Rak-rak buku yang tinggi dan lampu redup menciptakan suasana yang hampir magis.Di belakang meja kayu besar di tengah ruangan, seorang pria tua dengan rambut abu-abu pendek dan kacamata bundar sedang membaca sebuah buku tebal. Lucius mendekatinya dengan hati-hati. "Victor?" tanya Lucius dengan suara rendah agar tidak mengganggu keheningan perpustakaan. Pria tua itu mengangkat pandangannya dan tersenyum tipis. "Ya, saya Victor. Ada yang bisa saya bantu?" Lucius
Setelah mengucapkan terima kasih kepada pria tua itu, Lucius bergerak dengan tujuan yang lebih jelas. Dia memindai kerumunan di bar sekali lagi, mencoba menemukan wanita bernama Alicia. Ia memutuskan untuk bertanya pada bartender, yang mungkin lebih mengenal para pelanggan tetap di sana.Lucius mendekati bar dan memanggil perhatian bartender, seorang pria dengan kumis tebal dan tatapan tajam. "Permisi, apakah Anda tahu di mana aku bisa menemukan seorang wanita bernama Alicia? Aku diberitahu bahwa dia sering berada di sini." Bartender itu menatap Lucius sejenak sebelum menjawab, "Alicia, ya? Dia ada di sini tadi. Sepertinya dia sedang duduk di pojok sana, di dekat jendela." Lucius mengikuti arah pandangan bartender dan melihat seorang wanita muda dengan rambut hitam panjang dan mata tajam yang duduk sendirian. Dia sedang menatap keluar jendela, tampaknya tenggelam dalam pikirannya sendiri.Dengan langkah mantap, Lucius mendekati meja Alicia dan memberanikan diri untuk berbicara.
Lucius menatap layar ponselnya sejenak setelah mengirim pesan balasan kepada Alena. Keheningan jalanan malam yang terhampar di sekitar Knockturn Alley menambah suasana misterius di sekitarnya. Cahaya lampu jalan yang redup menyala samar-samar di antara bangunan-bangunan kuno yang menjulang tinggi, memberi sentuhan dramatis pada suasana malam itu.Ia menarik napas dalam-dalam saat melangkah keluar dari gedung penyelidikan. Udara dingin malam London menusuk tulang, membuatnya lebih berhati-hati saat berjalan di sepanjang trotoar yang gelap. Langkahnya mantap meskipun hatinya dipenuhi dengan rasa was-was dan antisipasi akan apa yang akan dihadapinya dalam perjalanan ini.Dengan kunci mobilnya yang digenggam erat, Lucius melangkah menuju kendaraannya. Cahaya lampu mobil menyinari jalanan yang sepi saat ia membuka pintu mobil dan masuk ke dalam. Sejenak, ia duduk di dalam mobilnya, membiarkan dirinya meresapi ketenangan sejenak sebelum melanjutkan perjalanan. Setelah memastikan bahw
[Marcus:]"Hai Lucius, ada waktu untuk ngobrol sebentar?"[Lucius:]"Halo Marcus, tentu. Ada apa?"[Marcus:]"Aku turut berduka cita atas kematian atasan kita,Tuan Grissham Bell. Bisa ketemu sebentar di tempat biasa?"[Lucius:]"Bisa. Ada masalah apa?"[Marcus:]"Aku ingin mendiskusikan proyek baru. Ada beberapa hal yang perlu dipecahkan."[Lucius:]"Baiklah, aku akan ke sana dalam 15 menit."[Marcus:]"Terima kasih, Lucius. Sampai nanti."[Lucius:]"Sampai nanti, Marcus."Lucius kemudian bangkit dari peraduannya lalu pergi membersihkan dirinya. Dia sadar bobot tubuhnya sudah menurun sedikit namun perut abs-nya tetap terbentuk sempurna. Setelah berpakaian rapi, Lucius keluar dari rumahnya dan menuju tempat pertemuan yang biasa mereka gunakan, sebuah kafe kecil di sudut kota yang tenang.[Kafe Kecil di Sudut Kota]Marcus sudah duduk di meja sudut, menatap ke luar jendela dengan secangkir kopi di tangannya. Ketika melihat Lucius masuk, dia melambaikan tangan dan tersenyum tipis."Lucius,
Bandara Diagon Alley kini dalam kondisi siaga satu. Petugas keamanan dikerahkan ke setiap sudut, memastikan tidak ada celah bagi pelarian. Kabar tentang hilangnya liontin vampir dari museum membuat situasi semakin tegang. Setiap penumpang yang hendak berangkat maupun baru tiba diperiksa dengan ketat, tidak ada yang luput dari pengawasan.Di tengah keramaian yang penuh dengan ketegangan, terdengar bunyi langkah berat dari sepatu-sepatu bot militer yang menggetarkan lantai bandara. Kepolisian Diagon Alley, yang kini menjalankan operasi militer, menyusuri setiap sudut dengan senjata terhunus. Kapten Marcus, pemimpin operasi, memberikan instruksi tegas kepada timnya melalui radio:"Semua unit, pastikan setiap titik keluar dijaga ketat. Tidak ada yang masuk atau keluar tanpa izin saya. Siapkan pemeriksaan intensif di semua pintu gerbang dan terminal."Frank Flanders, yang baru saja mendengar instruksi melalui radio seluler yang diselundupkan, merasa jantungnya berdetak lebih cepat. Dia meny
"Oliver yang malang, mengapa kau tidak memunculkan batang hidungmu di depanku?" dengus pria parlente itu.Frank Flanders duduk sendiri di ruang gelap, merenungi kegagalannya. Walaupun penuh dengan keyakinan awalnya, dia akhirnya tersadar bahwa dia sendirian dalam pencarian Oliver. Dalam kesendirian dan keputusasaan, dia terus mencari dengan tekad yang semakin melemah. Namun, hasilnya tetap nihil. Kegagalan itu menghancurkan semangatnya, meninggalkan dia dalam kesedihan dan penyesalan yang mendalam.Mendengar Oliver Brown tertangkap oleh Kepolisian Diagon Alley, pria gempal itu kemudian bersiap-siap untuk mengambil jalur Britania Raya untuk melarikan diri dari masalah yang diperbuat oleh Oliver Brown. Namun tak disangka, seluruh satuan Kepolisian Diagon Alley telah mencium keberadaannya."CH, sial!" geramnya, menggertakkan giginya dengan frustrasi. Ia tahu bahwa pelarian kali ini akan lebih sulit dari yang pernah dibayangkannya. Dengan setiap langkah yang diambil, bayang-bayang kegelapa
Lucius melangkah keluar dari kamar tidurnya, meninggalkan kehangatan selimut untuk menghadapi hawa dingin malam. Ia menuju ruang kerjanya yang penuh dengan buku-buku tua dan artefak berdebu, peninggalan dari berbagai penelitian yang pernah ia lakukan. Di sudut ruangan, sebuah sakel rusak yang disebutkan dalam mimpinya tergeletak di atas meja, setengah terkubur di bawah tumpukan dokumen.Dengan hati-hati, Lucius membersihkan permukaan sakel, memperhatikan ukiran-ukiran halus yang menghiasi permukaannya. Ia mencoba mengingat setiap detail dari mimpi tadi, berharap menemukan petunjuk yang bisa membantunya membuka sakel ini dalam dunia nyata.(Tidak mungkin ini hanya kebetulan,) pikirnya. (Mimpi itu pasti ada artinya.)Lucius kemudian mengingatkan dirinya pada satu nama: Profesor Aldric, seorang ahli sejarah yang pernah ia temui dalam salah satu konferensi. Profesor Aldric dikenal sebagai seorang yang memiliki pengetahuan mendalam tentang artefak kuno. Dengan cepat, Lucius memutuskan untu