Minggu pagi yang cerah, Samudra sudah pergi sejak habis Shubuh tadi, katanya sih ada teman yang menawarkan pekerjaan borongan, dan Samudra diajak untuk bantu-bantu.
Daripada dia berdiam diri di rumah, jadi ada baiknya Samudra memanfaatkan waktu liburnya untuk pergi mencari rupiah.Di rumah seperti biasa, Aisha akan berjalan ke depan untuk membeli sayuran di pagi hari setelah dia selesai mencuci pakaian.Hanya saja, ada yang berbeda pagi itu, ketika tiba-tiba Aisha melihat Santi dan suaminya tiba-tiba keluar dari kontrakan mereka sambil membopong tubuh mungil Shaka, putra mereka."Ya ampun, Mbak Santi, Shaka kenapa?" Tanya Aisha yang jadi khawatir karena Shaka terlihat mengeluarkan darah dari hidung dan mulutnya."Aku juga nggak tau, tiba-tiba begini. Aku ke rumah sakit dulu ya Aisha. Titip rumah,""I-iya Mbak, nanti kalau ada apa-apa, kabar-kabarin ya Mbak,""Iya,"Menatap prihatin punggung kedua tetangganya itu, Aisha merasa begitu iba.Akhir-akhir ini, Santi memang seringkali mengeluh padanya perihal kesulitan ekonomi yang dia derita sejak Shaka sering sakit-sakittan.Santi sendiri memang selalu bilang kalau Shaka sakit demam biasa, tapi kenapa jika memang hanya demam biasa, lantas penyakitnya seperti tak kunjung sembuh malah semakin menjadi-jadi.Itulah yang membuat Aisha menjadi bingung.Hari itu, usai memasak, karena Santi dan suaminya juga Shaka belum juga pulang sampai sore hari tiba, Aisha pun lekas menghubungi tetangganya itu.Sayangnya, beberapa panggilan teleponnya tak juga dijawab oleh Santi.Sampai akhirnya, Samudra pulang sesaat sebelum waktu maghrib tiba.Lelaki itu membawa tentengan belanjaan di kedua tangannya."Assalamualaikum,""Waalaikum salam," sambut Aisha seraya membuka pintu. Menerima barang belanjaan yang dibawa sang suami dengan kerutan di keningnya yang menjelas. "Beli apaan nih banyak banget?" Tanya Aisha membawa serta kantong belanjaan itu ke tikar di ruang tamu. "Baju?" Gumamnya ketika melihat isi dari kantong belanjaan itu.Samudra baru selesai melepas sepatu, berjalan menghampiri Aisha yang duduk lesehan di atas tikar."Iya, tadi aku mampir ke pasar dulu sekalian pulang, aku beliin baju gamis buat kamu. Baju-baju kamu itukan udah pada lusuh, makanya aku beli beberapa yang baru, mumpung ada rejeki lebih," ucap Samudra sambil mengeluarkan satu persatu pakaian yang dia beli untuk Aisha."Aku tuh terima kasih banget loh kamu udah perhatian beliin aku baju baru, tapikan baju-bajuku masih layak pakai semua meski udah lusuh Mas. Harusnya kamu simpan aja uang kamu tadi, nggak usah dibuat beli beginian segala. Tetangga kita kena musibah hari ini, Shaka kayaknya dirawat, soalnya dari pagi dibawa ke rumah sakit sama Santi dan Bang Hendrik, tapi sampai sekarang belum balik juga. Kalau tadi kamu simpan uangnya, mungkin bisa buat bantu Mbak Santi kan?"Mendengar ucapan Aisha, Samudra mengesah berat. Sedikit kecewa karena ternyata, niatnya untuk menyenangkan hati Aisha hari ini gagal.Aisha memang berbeda jauh dengan wanita-wanita jaman sekarang yang akan menghalalkan segala cara demi tampil oke di depan umum. Bahkan ketika Samudra tahu jumlah gamis di dalam lemari milik Aisha hanya lima biji, tapi Aisha tak sekali pun mengeluh kekurangan pakaian.Dia selalu bilang..."Nabi Muhammad saja punya pakaian hanya dua pasang seumur hidupnya. Malah dia masih sedekahkan satu pasang untuk orang lain. Jadi, nggak ada alasan aku untuk mengeluh apalagi merasa kekurangan padahal aku punya pakaian lima pasang di lemari, iyakan?"Dan jika sudah begitu, Samudra hanya bisa bungkam suara.Tak mampu berkata-kata lagi.Seperti kali ini."Yaudah kalau kamu nggak suka nggak apa-apa, simpan aja bajunya atau kamu sedekahkan lagi ke orang lain," Samudra bangkit dari tikar berjalan menuju kamar mandi untuk bersih-bersih.Melihat raut kecewa dari sang suami, Aisha merasa bersalah atas sikapnya tadi, hingga akhirnya dia pun lekas membawa semua gamis-gamis baru itu ke kamar untuk kemudian dia kenakan salah satu yang menurutnya paling bagus.Saat itu, gamis pilihan Aisha jatuh pada Gamis berwarna hijau tosca.Tak lama, Samudra menyusul masuk ke kamar, hanya dengan handuk yang melilit tubuh bawahnya saja."Gimana Mas, bagus nggak?" Tanya Aisha memamerkan pakaian baru yang dikenakannya pada sang suami."Bagus," jawab Samudra yang masih saja cemberut.Aisha terdiam sejenak, menatap aktifitas Samudra yang sedang berpakaian saat itu. Dari gelagatnya yang acuh tak acuh begitu, Aisha sudah bisa menebak kalau suaminya itu kini sedang ngambek.Itulah sebabnya, Aisha harus berusaha menghibur sang suami agar bisa kembali tersenyum."Mas, aku suka kok sama semua baju yang kamu beli. Jangan tersinggung apalagi salah paham sama omonganku tadi, Maaf..." Ucap Aisha seraya menggamit pergelangan tangan suaminya. Mengajak Samudra duduk di tepi kasur lantai mereka.Samudra hanya diam dan menurut, masih dengan ekspresinya yang datar dan bibir yang memberengut."Jangan marah, senyum dong?" Aisha mencubit gemas pipi chuby sang suami. Membuat Samudra jadi menahan tawa."Astaghfirullah! Aku kan udah wudhu! Kok malah kamu pegang-pegang sih?" Pekik Samudra seraya menepuk jidat.Sontak Aisha langsung menjaga jaraknya dengan Samudra. Wanita itu tertawa kecil. "Yaudah sana wudhu lagi," katanya sambil menepuk bahu sang suami.Samudra hanya mencebikkan bibir masih dengan raut wajahnya yang sewot."Awas ya, tanggung jawab loh habis ini! Udah pegang-pegang aku tadi," ancamnya sambil menahan senyum.Aisha hanya tertawa meladeni ucapan mesum suaminya itu.Selepas melaksanakan shalat maghrib berjamaah, sepasang suami istri itu pun makan malam bersama.Hari ini Aisha memasak masakan kesukaan Samudra yaitu sambal goreng ati kentang.Samudra makan dengan lahap sambil menyuapi Aisha.Inilah salah satu momen berharga yang selalu mereka ciptakan jika sedang makan berdua saja di rumah. Pasti, mereka akan makan satu piring berdua dengan Aisha yang akan meminta Samudra menyuapinya dengan tangan langsung.Bagi Aisha, bisa makan dari suapan tangan suaminya sendiri membuat makanan yang masuk ke mulutnya akan sepuluh kali lipat lebih enak rasanya.Baru masuk suapan ke lima, Aisha lekas menyudahi makannya.Berlari terbirit ke dalam kamar mandi, dan malah memuntahkan kembali isi makanan yang sudah masuk ke dalam perutnya tadi.Samudra yang khawatir langsung menyusul dan membantu Aisha muntah dengan memiijit-mijit lembut leher belakang Aisha."Kamu masuk angin ya? Mau berobat?" Tanya Samudra saat itu.Aisha buru-buru menggeleng.Menatap Samudra lekat setelah dia membersihkan mulutnya lalu meminum air putih yang diberikan Samudra.Aisha mengajak Samudra ke dalam kamar mereka dan memperlihatkan sesuatu."Ini, Mas," ucapnya dengan perasaan tak menentu seraya memberikan sebuah benda putih pipih yang terdapat dua garis berwarna merah di tengahnya.Harap-harap cemas melihat ekspresi sang suami.Hingga sebuah senyuman lebar merekah di wajah Samudra di detik terakhir dia menerima benda pipih tadi, Aisha jadi ikutan tersenyum."Kamu hamil?" Pekik Samudra dengan wajah berbinar.Aisha mengangguk dan menjadi terkejut saat pinggulnya di angkat oleh Samudra dan tubuhnya diputar-putar.Wanita itu menjerit geli."Kita bakal punya anak... Aku nggak sabar, Aisha..." Celoteh Samudra saat itu.Tawa riang bahagia keduanya terdengar memenuhi ruangan.Dan alam semesta pun menjadi saksi akan kebahagiaan mereka saat itu.*****Penasaran?Vote dan komen yang banyak ya...Salam Herofah...Semenjak tahu bahwa Aisha kini tengah mengandung, sikap Samudra semakin perhatian saja.Apapun keinginan Aisha pasti akan dikabulkannya.Bahkan Samudra meminta Aisha untuk tidak mengerjakan pekerjaan rumah karena Samudra yang akan turun tangan mengerjakan semuanya.Meski hal itu justru seringkali membuat kehidupan rumah tangga mereka kerap dihantui pertengkaran-pertengkaran kecil.Seperti contoh, ketika Samudra melarang Aisha mencuci pakaian, alhasil Samudra sampai kehabisan pakaian ganti karena pakaian-pakaian itu yang belum dicuci."Terus aku pakai baju apa dong kerja?" Tanya Samudra yang jadi kebingungan sendiri."Makanya Mas, jangan lebay! Suruh aku jangan nyuci, tapi kamunya malah nggak nyuci-nyuci juga. Yaudahkan, habis pakaiannya! Nggak mungkinkan kamu ke kerjaan pakai sarung?" Tutur Aisha sambil menyembunyikan senyum. Padahal, Aisha sengaja menyembunyikan pakaian Samudra yang sudah rapi di tempat lain, hanya untuk membuat suaminya itu sadar bahwa dalam rumah tangga itu suami da
Hari yang berlalu kini terasa begitu lambat bagi Samudra.Sejak dirinya mengetahui penyakit yang diderita Aisha, Samudra jadi seperti orang linglung. Seperti kehilangan pijakan saat dirinya harus meniti langkah ke depan.Terseok dalam ketakutan.Terjebak dalam dilema berkepanjangan.Samudra terlalu takut kehilangan.Hingga membuatnya kerap termenung sendirian, menangisi keadaan.Terlebih ketika dia harus melihat Aisha yang merintih kesakitan, meski terkadang Aisha sendiri kerap bersembunyi dari Samudra saat dirinya tengah merasakan sakit itu.Beban dalam hidup Samudra sudah terlalu besar semenjak kehadiran Aisha dalam hidup lelaki itu, lantas, masihkan kini Aisha terus membuat suaminya itu bersedih akibat keadaannya?Sejauh ini, Dokter memang tidak menganjurkan pengobatan fibroid rahim atau tumor jinak selama masa kehamilan. Jika terjadi gejala tertentu, dokter hanya merekomendasikan pereda nyeri ringan, istirahat yang cukup, dan hidrasi.Perawatan intensif baru akan dilakukan setelah
Seperti kata Aisha, Allah tidak akan pernah memberi cobaan di luar batas kemampuan umatnya.Itulah satu hal yang menjadi pegangan Samudra saat ini.Cobaan yang dia alami saat ini memang berat, tapi dia masih diberi akal untuk berpikir dan diberi kemampuan untuk berusaha.Berusaha mencari uang untuk membayar biaya rumah sakit yang jelas tidak sedikit.Pagi itu, setelah mendapat penanganan serius di IGD, Aisya masih diharuskan menjalani rawat inap karena keadaannya yang semakin memburuk.Tumor di rahimnya sudah semakin membesar, itulah yang menyebabkan Aisha kini mengalami pendarahan meski hal tersebut tidak fatal karena lekas mendapat penanganan.Hanya saja, tim medis mengatakan, bahwa Aisha harus segera melakukan Operasi untuk mengangkat tumor, termasuk melakukan persalinan prematur, karena jika dibiarkan dan sampai tumor tersebut pecah di dalam rahim, maka nyawa Aisha dan nyawa sang janin tidak akan bisa diselamatkan.Mungkin, jika Samudra memiliki uang, dia tidak akan berpikir lama
"Ya ampun, Muti mana ada uang segini banyak Kak?" Pekik Mutiara saat Samudra baru saja memberitahunya bahwa dia membutuhkan sejumlah uang untuk membayar biaya operasi Aisha. "Kakak kan tau Muti masih sekolah. Paling Papa biasa kasih Muti uang untuk pegangan jajan sama ongkos sebulan aja. Selebihnya uang biaya sekolah ya Papa sendiri yang urus," tambahnya dengan wajah yang tampak prihatin.Mutiara mengeluarkan Kartu ATM dari dompetnya dan memberikannya pada Samudra. "Kayaknya masih sisa empat jutaan sih di sini. Nih, Kakak pakai aja, nanti Muti minta lagi sama Mama. Tapi, kalau untuk kasih tau Mama soal ini, Muti nggak janji ya Kak, soalnya kondisi kesehatan Mama juga lagi nggak stabil. Muti takut Mama jadi tambah down kalau tau keadaan Kak Sam sekarang,"Samudra mengesah. Jadi serba salah.Keadaan saat ini memang benar-benar sedang menghimpitnya.Setelah mencoba berpikir jernih, akhirnya Samudra memutuskan untuk tidak merepotkan Mutiara lebih jauh.Mendorong kembali ATM yang tadi diso
Hari itu, Santi sudah menemani Aisha seharian di rumah sakit, namun sampai hari menjelang malam, Samudra tak kunjung menunjukkan batang hidungnya di rumah sakit.Bahkan setelah Santi sudah berulang kali menghubungi tetangganya itu, Samudra tak sama sekali membalas pesan yang dikirim Santi.Sampai akhirnya, Santi pun memutuskan untuk pulang karena dia pun khawatir akan kondisi Shaka di rumah, sementara Hendrik suaminya harus berangkat bekerja malam ini."Aisha, Mbak pulang dulu ya? Shaka nggak ada yang jagain di rumah, gimana ini?" Ucap Santi yang jadi tak enak hati. Tapi mau bagaimana lagi, dia tak punya pilihan lain, Shaka jelas membutuhkannya di rumah.Aisha yang memang sudah sadar sejak tadi siang hanya mengangguk pelan. Kondisinya masih sangat lemah.Setelah menitipkan Aisha pada suster jaga, Santi pun pulang meski saat itu dia sendiri berat meninggalkan Aisha sendirian.Untungnya, di depan rumah sakit, sewaktu Santi sedang menunggu angkutan umum, dia melihat Samudra di kejauhan y
Satu minggu berlalu sejak hari di mana Samudra ditangkap polisi atas tuduhan pencurian, Samudra tak sama sekali diizinkan keluar dari sel tahanan meski dia sudah berkali-kali memohon, menghiba hingga membuat onar dengan menjerit-jerit seperti orang gila, tetap saja, tak ada yang memperdulikannya.Frustasi, Samudra sampai tega melukai salah satu teman satu selnya dan menjadikannya tawanan, sebagai alat ancaman agar para polisi itu bersedia melepaskannya. Sebuah tali yang dia dapatkan dari tempat sampah, dia gunakan untuk mencekik leher salah satu napi itu, meski pada akhirnya, Samudra justru harus menerima hukuman di ruangan isolasi yang pengap dan berbau.Di dalam ruangan isolasi itu, Samudra yang sudah putus asa hanya bisa menangis. Bahkan dia sempat menyalahkan Tuhan atas takdir dan penderitaan yang harus dia lalui saat ini.Samudra sama sekali tak memperdulikan dirinya, karena sejauh ini, yang ada dalam pikiran Samudra hanyalah, bagaimana kondisi Aisha sekarang.Itu saja."Ya Allah
LIMA TAHUN KEMUDIAN...Hari ini keadaan pasar ikan di Penjaringan, Muara Baru, terlihat agak sepi.Semenjak pihak Pemerintah DKI melakukan survei tempat dan lokasi untuk perencanaan pembangunan Pasar Ikan Modern, mau tidak mau semua nelayan dan para penjual ikan terpaksa diungsikan ke tempat baru.Sayangnya, di tempat baru ini mereka banyak kehilangan para pelanggan karena akses jalan yang sempit, serta kesan kumuh dan jorok yang menjadikan pasar ikan dadakan itu kini sepi pengunjung.Para konsumen lebih memilih untuk pergi ke supermarket yang higienis dan nyaman, ketimbang bersusah payah datang ke tempat berbau amis yang dipenuhi lalat-lalat menjijikan seperti di pasar ikan dadakan ini.Banyak para pedagang yang mengeluh karena ikan-ikan mereka pada akhirnya busuk karena tidak segera di konsumsi."Ya mau gimana lagi, harus sabar-sabarlah, nanti kalau pasar ikan modern udah jadi, kita-kita juga yang enakkan?" ujar Pak Slamet salah satu nelayan ikan yang biasa menjajakan hasil tangkapa
Seorang Laki-laki bersetelan jas casual dengan gayanya yang terlihat maskulin, berjalan menuju sebuah kawasan kumuh di pinggir pelabuhan.Dia sangat hati-hati dalam melangkah, seolah takut sepatu hitam mengkilatnya kotor terkena lumpur. Sebab sepatu ini dia beli dengan harga yang cukup mahal dan baru dia pakai satu minggu belakangan ini.Langkah kaki laki-laki itu terhenti tepat di sebuah pemukiman yang menurutnya sama sekali tak layak dihuni oleh manusia. Selain tempatnya yang kotor, pemukiman itu seolah kelebihan muatan.Penghuninya banyak, sedang lahan yang mereka huni sangat pas-pasan. Jadilah mereka terlihat seperti hewan ternak yang hidup dalam satu kandang. Pasti tidur pun mereka harus terpaksa saling berdesak-desakan.Laki-laki itu menghela napas berat. Dia jadi tak bisa membayangkan jika dirinya berada di posisi Samudra sekarang, sudah pasti dia tidak akan sanggup."Permisi Bang, saya ada perlu dengan Samudra, orangnya ada?" tanya laki-laki itu pada salah satu penghuni yang s
Menghirup udara pagi di Switzerland yang asri dengan pemandangan perbukitan landai di sepanjang mata memandang.Rumput hijau bak permadani, bunga warna-warni yang bermekaran, serta suara gemericik aliran air sungai yang merdu.Puncak pegunungan Alpen yang tertutup salju, danau biru berkilauan, lembah zamrud, gletser, dan dusun kecil tepi danau yang indah menghiasi negara daratan ini.Sungguh ajaib ciptaan-Nya.Ini adalah pagi pertama aku bisa menikmati keindahan alam kota Swiss bersama Ibu.Bersama menaiki sepeda sambil berolahraga. Tawa ceria ibu terus terdengar dengan begitu banyak ceritanya tentang keindahan alam Swiss yang bisa dia nikmati saat ini.Kesehatan mental Ibuku sudah jauh lebih baik sejak para pelaku kejahatan terhadap kami mendapat ganjaran atas kesalahannya. Bahkan, ibuku sudah bisa terlepas dari obat penenang yang selama ini dia konsumsi secara rutin.Melihat keadaan ibuku yang sudah jauh lebih baik saat ini, aku sangat bahagia."Ibu nggak pernah mimpi bisa tinggal di
Setiap manusia di muka bumi, pasti akan merasakan yang namanya cinta.Entah itu cinta terhadap keluarga atau pun pasangan, yang pasti setiap cinta yang telah dihadirkan Allah untuk hambanya akan terasa indah di hati."Meski setiap manusia dapat merasakan cinta, jangan sampai perasaan cinta terhadap sesama, melebihi rasa cintamu kepada Allah. Niatkan mencintai seseorang karena Allah, untuk mencapai ketenangan hati yang sempurna," ucap Aisha saat dirinya, Samudra dan Angkasa baru saja selesai menunaikan Shalat Isya berjamaah.Seperti biasa, Aisha akan senantiasa berceramah sesuai dengan ilmu agama yang dipahaminya sejauh ini.Dan tema ceramah Aisha malam ini adalah tentang Cinta seorang hamba kepada Tuhannya.Samudra dan Angkasa mendengarkan dengan seksama. Angkasa tampak nyaman duduk di atas pangkuan lelaki dewasa yang kini senantiasa ada untuknya. Menemani kesehariannya, menjadi rekan bermainnya, serta menjadi partnernya dalam menggoda sang ibunda.Keberadaan Samudra dalam kehidupan A
Pada akhirnya, semua kejahatan harus dibayar dengan hukuman yang setimpal.Pengadilan baru saja menjatuhi hukuman seumur hidup bagi Talia dan Dawis sebagai terdakwa kasus pembunuhan terencana yang dialami oleh Rika dan Narendra berpuluh-puluh tahun silam, di mana kejadian itu awalnya diduga karena sebuah kecelakaan biasa.Sementara Alden, hanya dijatuhi hukuman delapan tahun penjara karena dia hanya lah orang suruhan untuk membantu terjadinya tindak pidana.Bersamaan dengan hukuman pidana yang diterima Alden, tak ingin membuang banyak waktu, Senja yang sudah tahu bagaimana busuk suaminya selama ini, langsung menggugat cerai Alden ke pengadilan.Meski Alden menolak, namun dia tak memiliki kuasa apa pun lagi untuk menampik semua kesalahan-kesalahan yang telah dia lakukan. Hingga akhirnya, pengadilan pun menyetujui gugatan Senja dan meresmikan perceraian mereka beberapa bulan setelahnya.Hari itu, saat Senja datang ke lapas untuk memberikan akta cerai pada Alden, perut Senja sudah terlih
Untuk Aisha...Ini adalah surat ketiga yang ku tulis untukmu, setelah surat pertama dan kedua gagal kuberikan hingga harus berakhir dengan sobekan kecil di tempat sampah.Surat ini tak akan kuberikan selama aku masih bernapas, karena aku tak ingin ada siapa pun yang mengetahui perasaanku selama ini, apalagi Samudra.Itu artinya, jika sampai surat ini jatuh ke tanganmu, maka aku pastikan bahwa aku sudah tiada lagi di dunia ini.Sebut aku pengecut karena terlalu takut untuk mengutarakan isi hatiku yang sebenarnya selama ini, terhadapmu, Aisha.Itulah sebabnya, aku hanya mampu mengungkapkannya dalam bentuk tulisan tanpa sanggup mengucapkannya melalui lisan.Entah bagaimana caranya aku memulai karena perasaan ini sudah jelas tidak mungkin bisa terbalas dengan sempurna.Kamu memang pernah mengatakan bahwa kamu mencintaiku. Impianmu adalah menikah denganku. Akan tetapi, semua itu kamu ucapkan dalam keadaan dirimu yang tidak utuh Aisha. Kamu hilang ingatan, dan karena dalam kehidupan barumu
Begitu tahu Riki berhasil melarikan diri keluar dari area rumah sakit, sementara pihak kepolisian dan Gara turut mengejar, Samudra pun tak tinggal diam dan langsung menaiki kendaraan roda empatnya bersama Riko.Ponsel Gara yang dipegang Riko tampak berbunyi, ternyata itu adalah kiriman pesan yang berisi share-loc dari ponsel Samudra yang kini sudah berada di tangan Gara.Sudirman yang sudah memberikan ponsel Samudra pada Gara saat Gara bertemu Airish dan Sudirman di ruang radiologi tadi.Cepet bawa polisi ke sini, Riki ada di tempat ini sekarang.Itulah isi pesan dari Gara selanjutnya.Memutar balik arah mencari jalan pintas, Samudra pun langsung memacu kendaraannya dengan kecepatan penuh, tentunya setelah dia meminta Riko untuk mengirimkan lokasi yang dimaksud kepada pihak kepolisian.*****Sampai di sebuah rumah mewah yang sepertinya sudah lama tak berpenghuni, Gara melihat kendaraan yang dikendarai Riki terparkir di sana.Dari cara mengemudinya yang sangat ugal-ugalan tadi, Gara ya
"Mama sudah tidur?" tanya Samudra pada Mutiara."Sudah Kak. Tadi, habis ditemani Angkasa menggambar, terus Angkasa tidur, Mama juga ikut tidur," jawab adiknya yang paling bungsu itu. "Tadi Angkasa ngeluh laper, Muti teleponin Kakak nggak di angkat-angkat," keluh Mutiara kemudian.Reflek Samudra pun meraba saku celana jeansnya, dan baru ingat jika ponselnya sepertinya tertinggal di ruang rawat Airish tadi."Memang Bi Murni kemana?""Bi Murni izin pulang tadi, malam ini dia nggak bisa jagain Mama di sini, karena anaknya sakit.""Oh begitu. Yaudah malam ini kamu yang jaga Mama berarti. Hp Kakak ketinggalan di tempat Airish kayaknya, Kakak ambil dulu ya. Nanti Kakak ke sini lagi bawakan makanan, tapi mau ke ICU dulu lihat Aisha," ucap Samudra sebelum hengkang dari hadapan Mutiara.Samudra masih berjalan hendak menuju lift, ketika seseorang keluar dari lift samping dan langsung menghentikan langkah tergesa begitu melihat keberadaan Samudra."Sam," panggilnya seraya membuka masker wajah yan
Pov AISHA DEWI MAHARANI"Saya terima nikah dan kawinnya, Aisha Dewi Maharani Binti Zainudin Alkahfi, dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.""Bagaimana saksi?""Sah.""Sah.""Alhamdulillah.*"Apakah kamu menyesal sudah menikah denganku, Mas?""Tidak Aisha. Aku sama sekali tidak menyesal. Semua keputusan yang sudah diambil, harus ada pertanggung jawabannya. Dan sebagai seorang istri, kamu adalah tanggung jawabku sekarang. Jadilah bidadari surga untukku di dunia dan akhirat, Aisha..."*"Kalau nanti anak kita lahir siapa yang mau kasih nama, Mas?""Ya kita? Masa Mbak Santi?"Aisha tertawa."Gimana kalau anak kita laki-laki, kamu yang beri nama, tapi kalau perempuan, aku yang beri nama, setuju?""Oke.""Terus, kamu mau kasih nama siapa kalau anak kita lahir laki-laki nanti, Mas?""Hm, siapa ya?""Muhammad?""Boleh.""Kepanjangannya?""Muhammad Angkasa, gimana?""Boleh, bagus kok.""Terus kalau perempuan, kamu mau kasih nama dia siapa?""Zahra. Az-Zahra Chairunnisa."*"Nanti kamu bali
Malam ini bintang bersinar cerah di angkasa.Cahayanya indah memenuhi langit dengan titik-titik kecil berwarna emas.Saking indah dan cerahnya langit malam ini, Airish pun tergoda untuk menyaksikan langit dari alam terbuka.Dan kebetulan sekali, Samudra datang menjenguknya.Sejak dua hari dirinya dirawat di rumah sakit yang sama dengan Aisha, ini adalah kali kedua Samudra mendatanginya, setelah lelaki itu menengok keadaannya pasca dipindah ke ruang rawat dua hari yang lalu.Airish berusaha untuk memaklumi meski dalam hati, dia merasa begitu sedih dan kecewa.Sialnya, Airish hanya bisa memendam kesedihan dan kekecewaannya itu dalam hati, karena dia sadar akan posisinya yang memang tak sama sekali memiliki peran penting apa pun dalam kehidupan Samudra.Bagi Airish, Samudra masih mengingatnya saja itu sudah lebih dari cukup membuatnya merasa senang.Airish tak ingin berharap terlalu muluk, apalagi jika masih berharap bahwa pernikahannya dengan Samudra akan tetap berlangsung. Sungguh, itu
"Aisha hilang ingatan, Sam," beritahu Gara saat keduanya sedang menikmati makan siang bersama di salah satu restoran cepat saji yang berada di lantai dasar Rumah Sakit."Apa? Jadi, sekarang dia tidak ingat padaku?" tanya Samudra dengan perasaannya yang kian remuk redam.Setelah apa yang Samudra dengar dari Angkasa mengenai ucapan Aisha tentang Gara semalam, perasaan Samudra jadi tak tenang. Itulah sebabnya, dia meminta Gara ke rumah sakit saat jam makan siang kantor."Ya, benar. Aisha tak mengingat siapa pun pasca kejadian kecelakaan yang menimpanya empat tahun silam. Aisha koma dan ketika dia terbangun dari koma, dokter menyatakan bahwa Aisha amnesia," tambah Gara lebih lanjut.Mendengar hal itu, dunia Samudra yang sudah hancur lebur kembali harus dihancurkan lagi hingga berkeping-keping.Pantas sejak kemarin, Samudra merasa tatapan Aisha begitu aneh kepadanya. Seolah Samudra adalah orang asing baginya.Nyatanya, semua itu karena Aisha yang memang tidak ingat siapa Samudra sebenarnya