"Sepertinya kau dan Ash telah melakukan sesuatu di hutan semalam suntuk. Benar, 'kan?" ucap Malia pada Leona. Malia berusaha membalik keadaan.
Ucapannya terdengar mengintimidasi dalam rungu Leona, membuat Leona bergidik saat manik hazelnya beradu tatap dengan milik Malia. Sepertinya gadis polos ini sudah berubah menjadi gadis psycho. Pikirnya.
"Jangan menggodaku!" pekik Leona.
Malia terbahak di ikuti Rosalie setelahnya.
"Sudah jam makan siang. Kita belum membuat makanan apapun untukmu, Malia." Rosalie menengahi.
Sebagai ibu, Rosalie tahu betul perubahan suasana hati anak perempuannya itu. Leona sudah malas untuk digoda atau pun menggoda. Semuanya mulai menjurus ke arah yang lebih pribadi. Malia tengah berusaha memancing Leona agar mengungkap perasaannya, namun Leona selalu enggan jika diminta atau dipancing untuk membahas hal itu.
Malia pun sadar dengan perbuatannya. Sebelum Leona mengamuk atau menghindarinya, Malia bersegra merangkul Leona
"Biar aku dan Luca yang menyusul Leona." sergah Loui saat Rosalie hendak beranjak, meninggalkan Malia yang sedang berusaha meraih cangkir tehnya.Tanpa menunggu konfirmasi dari Rosalie, Loui melesat menyusul Luca yang telah jauh di depan sana. Loui tahu, Rosalie akan mempercayakan semua padanya juga Luca.Tak butuh waktu lama bagi keduanya untuk menemui Leona. Gadis itu tengah duduk bersandar pada sebuah pohon besar sembari memeluk lututnya."Pulanglah."Perintah singkat Loui berhasil mengaburkan lamunan Leona. Gadis itu menoleh lalu menatap kedua laki-laki yang tengah berdiri di hadapannya secara bergantian. Raut wajah Loui nampak segar seperti biasanya, berbeda dengan Luca yang terlihat terlalu pucat; tidak seperti biasanya."Ayo, kita pulang!" ajak Leona pada keduanya.Terdengar sedikit getaran pada kalimat ajakan tersebut. Bagaimana tidak, Leona nampak khawatir saat melihat wajah Luca yang terlihat begitu pucat. Terlalu pucat. Leona meng
"Kau bilang kita ini berbeda." sahut Ash"Maksudmu?" balas Loui bingung."Kau vampire dan aku serigala" jawab Ash polos. "Berbeda, bukan?"Loui mendesah pasrah sembari mengusap wajahnya. "Kau ini polos atau bagaimana?" keluhnya.Ash mengernyit bingung. Ia memiringkan kepalanya ke sisi kanan, menatap Loui yang mulai terlihat kesal di sebrang sana. "Aku hanya berbicara apa adanya. Kenapa kau kelihatannya kesal?" Ash masih terlihat bingung dengan ucapan dan ekspresi Loui yang nampak bertolak belakang."Sudahlah. Lupakan semua yang kukatakan tadi." anjur Loui pasrah.Meski masih tidak paham dengan situasi sebenarnya, Ash hanya bisa memberi anggukkan dan menuruti perintah Loui. "Hhmmm. Baiklah." jawabnya sepakat.Loui menggeleng, benar-benar tak paham dengan sikap yang ditunjukkan sang Alpha. "Apa kau belum pernah berkencan sampai seumur 18 tahun ini?" se
Leona segera menepis lengan Ash kasar seraya memalingkan wajahnya yang tampak bersemu. "Diam kau! Jangan bersikap manis padaku."Ash mengeleng pelan. "Aku hanya bersikap baik. Bukan bersikap manis seperti anggapanmu." jawabnya.Leona menangkup kedua pipinya sembari menurunkan pandangannya. Malu sekali sudah salah paham seperti ini.Di detik berikutnya Leona memutar tubuhnya –hendak melesat. Namun dengan sigap Ash menahannya karena tempat tersebut cukup ramai pengunjung."Tunggu aku." pintanya seraya merangkul pinggang Leona —membawa Leona menuju bangunan restaurant.Ingin menolak, namun sudah terlanjur malu. Akhirnya ia membiarkan lengan Ash melingkar sempurna di pinggangnya.Hangat. Lengan besar Ash terasa begitu hangat. Sepersekian detik berikutnya Leona menangkap tangan besar Ash, memegangnya erat. Lalu menoleh dan menatapnya lamat-lamat.Ash menghentikan langkahnya lalu menoleh. "Ada apa?" tembak Ash. "Aku hanya berusa
Sepasang mata mengintai segala pergerakan Malia dan Loui. Pria bersurai hitam ikal itu berada di ruangan yang sama dengan mereka –memperhatikan segala macam hal yang keduanya lakukan.Ia menarik napas panjang setiap kali penciumannya merasakan harumnya darah Malia, aroma yang menyeruak dari balik tubuh gadis yang tak berbalut busana di dalam bilik ruang ganti.TOK... TAK... TOK... TAKSuara ketukan sepatu hak terdengar semakin mendekat. Ia menyembulkan kepalanya dari salah satu deretan pakaian –memperhatikan kemesraan yang ditunjukannya dua sejoli itu.Ia dapat mendengar jelas semua kalimat yang diucapkan Loui dan Malia meski jarak terpaut jauh. Ia terkekeh saat mendengar kalimat yang tengah Loui bisikan pada Malia."Aroma tubuhmu akan memancing mereka mendekat." bisik Loui pada Malia.Sekali lagi, pria bersurai ikal itu terkekeh pelan, namun tatapannya menajam saat tanpa sengaja netra legamnya bertemu dengan milik pria yang ia a
"Haish! Merepotkan sekali!" gerutu Leona.Ia melambatkan langkahnya, berjalan penuh kehati-hatian saat kedua tangannya ia gunakan untuk membawa semangkuk besar air hangat yang ia ambil dari termos yang ada di dapur."Ke mana perginya Bibi Erin dan Gabe?" gumam Leona penasaran.Ia menyapu pandangannya pada deretan foto yang terpajang di sisi kanan dan kiri lorong menuju kamar Ash.Deretan foto keluarga yang terlihat begitu manis dan harmonis tersaji dengan indahnya. Setiap moment yang ada dalam deretan foto tersebut terputar dengan sendirinya dalam sudut pandang Leona.Menyenangkan. Batinnya.Tanpa sadar ia mengulas senyumnya saat dirinya melihat foto Ash kecil yang tengah tersenyum, menampilkan dereta
Gadis bertubuh sintal dan berkulit pucat itu tengah bersedekap sembari memandangi pintu rumah Keluarga Cooper, –menunggu kemunculan seseorang yang ditunggunya sejak satu jam lalu."Holly Molly! Akhirnya kau mau menemuiku." sambut sang gadis setelah mendapati sosok Leona yang muncul dari balik pintu putih yang dipandanginya sejak satu jam lalu."Bukankah kita sudah sepakat untuk tak melacak keberadaan kami?" sergah Leona. "Berani sekali kau mendatangiku ke sini."Irina terkekeh pelan lalu menjawab, "Sepertinya kau lupa seperti apa aku."Giliran Leona yang menertawakan ucapan Irina. Tawanya terdengar sarkas dan provokatif, membuat rahang lawan bicaranya tampak mengeras di ujung sana."Apa kita pernah akrab sebelumnya, hm?" selidik Leona. "Jangankan untuk mengingat seperti apa tingkahmu, mengetahui keberadaanmu di muka bumi ini saja aku tak tahu." sarkas Leona.Irina memejamkan matanya sesaat, sembari menurunkan tensi emosinya yang mulai
"Lepaskan aku, Irina!" pekik Damien.Irina buru-buru melepaskan genggamannya dari Damien setelah dirinya berhasil membawa Damien menjauh dari kediaman Keluarga Cooper, senyum asimetris menghiasi wajah keduanya saat saling berhadapan."Jangan ikut campur terhadap urusanku, Irina!" gerutu Damien.Irina terkekeh pelan sembari memberi anggukkan pelan. Benar-benar sudah menduga dengan apa yang akan Damien katakan padanya.Ia maju beberapa langkah, menghapus jarak antara dirinya dan Damien. Ditatapnya Damien lamat-lamat dengan kepala sedikit mendongak. Sesaat, yang Irina lakukan hanya menatap dan memindai semua aspek yang pada Damien, termasuk isi kepala juga hatinya."Tidakkah kau bertingkah seperti orang dungu, Damien?" celetuk Irina terus terang."Kau sudah ditolak mentah-mentah oleh si Gadis Cooper, tapi masih berani menatapnya bahkan melihat apa yang tengah ia lakukan bersama bocah serigala itu." Irina memberi gelengan dan decakan di akhir kalimatn
Irina berhasil membawa Malia ke tengah hutan, salah satu hutan liar di pinggiran Kota Moonwood. Hutan yang berbatasan dengan Northernwood dan Eastwood, tempat yang menjadi tempat kesialan Archie, sahabat Ash yang berhasil diubah menjadi hybrid oleh Damien.Gelap. Tak ada penerangan yang masuk sedikit pun. Bahkan, cahaya sabit tak mampu menyelinap masuk barang setitik pun.Tubuh mungil Malia bergetar hebat. Ia bergidik ngeri saat mendengar bunyi jilatan di sisi kirinya. Kala itu, Irina tengah menjilati sisa darah Malia yang mengotori kuku panjangnya."Sial! Darahmu ternyata seenak ini." gumam Irina.Malia hampir memekik –menangis ketakutan. Segera ia membungkam mulutnya dengan kedua tangan, berusaha menekan segala macam keinginan untuk menangis bahkan berteriak.Berhenti! Berhenti mengatakan tentang darahku. Tolong. Seseorang... Tolong aku. Batin Malia.Irina terkekeh. Ia bisa mendengar jelas suara hati Malia meski gadis itu tak mengatakannya secar
Sejak kejadian hari itu Lyla tak pernah muncul di manapun, bahkan nomer ponselnya tak aktif. Bahkan bibi, paman, juga kakak sepupunya tak pernah tahu Lyla pergi ke mana. Yang mereka tahu, malam itu Lyla hanya berpamitan untuk pergi menemui seseorang dengan berbekal long coath ungu kesayangannya.Tiga bulan lamanya, seluruh anggota kepolisian dikerahkan untuk mencari Lyla. Namun seharipun, segala usaha yang mereka lakukan tak membuahkan hasil. Nihil.Dan pada akhirnya, seluruh anggota Keluarga Justice menyerah untuk mencari Lyla. Namun mereka tetap memasang iklan berbayar yang ditayangkan di seluruh stasiun Televisi Nasional dan Swasta tentang hilangnya salah satu anggota keluarga mereka.Di sisi lain, Archie yang masih belum bisa mengurangi rasa sukanya pada Malia memilih untuk mengencani gadis manapun. Hingga hari ini, identitas baru Archie sebagai seorang Hybrid masih dirahasiakan —tidak diungkapkan secara terang-terangan. Hanya saja, ketika ada yang bertanya, ia akan men
Ash memberikan seluruh atensinya pada Rosalie, mengunci tatapannya pada wanita berpakaian serba merah di hadapannya. Ia tahu, meski Rosalie tampak pasrah, sebagai seorang ibu, Rosalie ingin mengerahkan seluruh kekuatan yang dimilikinya untuk menemukan di mana jasad putri kesayangannya berada.Saat itu juga, setelah masing-masing memberi anggukkan sepakat, mereka berpencar menyusuri hutan pada garis lurus —sejajar demi memudahkan titik temu saat mereka menemukan apa yang mereka cari. *** Di Kastil Skarsgard Gabe bersama dua kawanannya tampak khawatir menyaksikan sebagian gedung kokoh itu ambruk sebagian. Tidak seperti yang dikatakan Loui sebelumnya. Alih-alih dilalap si jago merah, bangunan klasik itu justru luruh sebagian.Sang Beta mengelilingi setiap sudut bangunan kastil, mencari jalan masuk aman sekedar untuk memberikan pertolongan pada si sulung Argent yang masih berada di dalam sana.Saat ia hendak membawa keempat tungkainya memasuki salah
Rosalie hanya mengangguk ketika mendengar segala macam informasi yang disampaikan pria bertubuh tinggi besar di hadapannya.Ia mengabarkan tentang perkelahian yang terjadi antara Ash, Damien dan Leona. Dan sang gadis menjadi satu-satunya korban dalam kejadian tersebut.Sementara Stefan juga Charles hanya bisa menghela napas, Malia menjadi satu-satunya yang meneteskan air mata, serta Luca tampak begitu marah ketika mendengar seluruh rentetan kejadiannya."Bagaimana dengan Loui?" tanya Malia pada pria besar di hadapan mereka.Sang gadis tampak begitu mengkhawatirkan keadaan si Sulung Argent yang kini telah menjadi bagian dari Keluarga Skarsgard."Apakah Loui baik-baik saja di sana?" tanya Malia lagi.Pria itu bungkam, tak bisa memberikan jawaban pasti pada gadis bertubuh mungil di hadapannya, sebab ia belum sempat memasuki Kastil Skarsgard ketika tiba di depan perbatasan.Di sepersekian detik berikutnya ia mengendikkan bahunya, lantas memberikan sebu
Dengan tenang Loui melepas cengkraman Irina dalam satu kali sentakan, lantas menarik selembar penutup besi di sisi tungku —menutup lubang tersebut dengan segera.Dalam sekejap lubang besar itu tertutup sempurna. Loui hanya bisa mendengar teriakan Irina setelah tungku perapian itu berhasil disumpal lembaran besi tebal."Maaf, Irina. Ini bukanlah hari kematianku." monolog Loui sebelum akhirnya ia beranjak menuruni tangga dan mencari sisa penghuni kastil tersebut. Lucien, dan Victoria tentunya.***Hutan yang sebelumnya dijadikan tempat bertarung oleh Ash dan Damien kembali hening seperti sebelum tersentuh oleh keduanya. Hanya terdengar suara kicauan burung hantu ketika malam bertugas menggantikan segala kicauan riang yang hanya muncul ketika langit terang.Sepasang kaki memasuki hutan, sesekali menghentikan langkahnya sembari memperhatikan sekitar —memindai setiap sudut yang ada.Sang pemilik tungkai kembali bergerak menuju sat
CRASH!Damien memisahkan kepala sang gadis dari tubuhnya dalam satu tarikan kuat. Di saat yang sama Ash berbalik. Tubuhnya mematung melihat sebelah tangan Damien memegangi kepala sang gadis yang telah terpisah dari tubuhnya."Take this!" Damien melemparkan kepala sang gadis pada Ash yang tengah mematung di sebrang sana. "Have fun with her!"Damien tertawa. Suara husky-nya menguar, memenuhi segala keheningan dan kegelapan yang mulai menyelimuti hutan.Ia masih enggan meninggalkan tempat tersebut —ingin melihat reaksi seperti apa yang akan ditunjukkan sang Alpha ketika melihat gadisnya sudah tak bernyawa karena ulahnya.Ash spontan menangkap apa yang dilemparkan Damien ke hadapannya. Dipeluknya, lantas dipandanginya wajah sang gadis yang terlihat jauh lebih pucat. Diusapnya kelopak mata sang gadis yang semula tertutup.Beberapa detik setelah Ash membawa tungkainya ke tempat di mana tubuh sang gadis tumbang. Dengan tangannya yang gemetar, san
"Pulanglah. Aku tahu apa yang harus kuperbuat."Suara baritone itu terdengar tegas dan dalam. Lain dari biasanya. Tidak seperti Ash yang dikenalnya. Bahkan sorot tajamnya tampak lain. Gelap. Seperti yang ditunjukkan Damien ketika menyaksikan segala keintiman yang mereka tunjukkan di hadapannya.Tanpa mengatakan apapun kedua pemuda itu bergeser dan berbondong-bondong menuju hutan pinus di belakang perbukitan.Leona mengejar, namun dengan sigap —tanpa mempertimbangkan segala macam resikonya Damien mengibakan sebelah tangannya pada gadis yang tengah berusaha membututinya dan Sang Alpha.Sang gadis terlempar jauh —berguling dari puncak bukit. Di sepersekian detik berikutnya Damien kembali mengibaskan tangannya, lantas membuat sebuah gerakan seperti tengah mengikat sesuatu dari kejauhan. Di saat yang sama Leona mengerang ketika tubuhnya terasa seperti diikat.Ash berbalik, melompat ke udara dengan sebagian tubuhnya yang mulai ditumbuhi bulu abu-abu, l
"I said, can't you stop talking?"Untuk kesekian kali Leona kembali mengulangi ucapannya. Ia menginginkan hal lain daripada mengobrol dengan pemuda yang tengah berada dalam rengkuhannya."Will do. But, can you promise me something?"Sorot mata Ash tampak begitu serius. Lain dari yang ia tunjukkan sebelumnya. Ia tengah bersungguh-sungguh dengan ucapannya, menginginkan sang gadis untuk menjanjikannya sesuatu.Leona menarik napas panjang sebelum kembali bersuara dan menjawab permintaan sang Alpha. "Go on. Say it." tantangnya."Let me set you free. Will you?" balas sang Alpha dengan segala kesungguhan yang dituangkannya melalui tatapan.Leona mengernyit bingung. Kedua pangkal alisnya hampir menyatu —bertemu di titik yang sama. Ia tergugu-gugu. Bukan enggan menjawab, hanya saja, ia tahu maksud sesungguhnya dari ucapan sang Alpha.Leona sadar bahwa Ash tahu apa yang tengah di hadapinya saat ini. Melalui sorot tajamnya, ia memberikan sebuah tanda ya
Hening. Gadis di hadapannya itu tak memberikan jawaban apapun. Bahkan tatapannya tampak kosong tanpa ekspresi apapun. Terlihat dingin dan menyeramkan dalam satu waktu.Sadar dengan atmosfir tersebut, Ash memilih memakaikan sebuah helm ke atas kepala Leona dengan sangat hati-hati hingga terpasang dengan benar —melindungi salah satu bagian berharga di tubuh sang gadis.Setelah berhasil memakai pelindung kepala, Ash naik ke atas motornya —menyalakan mesin, lantas mengulurkan tangan kanannya ke hadapan sang gadis dengan maksud memberi bantuan untuk menaiki kuda besinya yang berperawakan tinggi besar, agak sulit untuk dinaiki para gadis.Ash menancap gas setelah Leona duduk dengan aman di balik punggungnya sembari memeluknya dari belakang. Gadis itu bungkam, tak mengatakan apapun, bahkan wajahnya tak hidup seperti sebelumnya. Meski tak merasa melakukan sesuatu hal yang menyinggung bahkan menyakiti hati Leona, Ash memilih menepi di bahu jalan dan mengajaknya ber
Ash terus menerus mengulas senyum —memandangi pantulan dirinya di cermin, sudah 15 menit lamanya ia melakukan hal tersebut. Ia terus memandangi seluruh aspek yang ada pada dirinya, dari ujung kepala hingga ujung kaki —termasuk pakaian yang melekat di tubuhnya saat itu.Jika bergeser sedikit ke belakang, persis di balik punggungnya Ash menyembunyikan setumpuk pakaian yang telah dicobanya sejak 30 menit yang lalu.Ia benar-benar sibuk memilah pakaian dan tampilan apa yang cocok ia gunakan untuk menemui Leona, melakukan segala macam hal dengan sang gadis selama satu hari penuh, seperti yang ia janjikan padanya beberapa hari lalu.***"Bisakah kita piknik ke perbukitan —tempat favorit kedua orang tuamu, Leona?"Sepasang mata bulat Leona memicing, mencurigai sesuatu. "Apa kau sedang berusaha mengajakku berkencan?" selidik Leona percaya diri.Tanpa ragu Ash mengangguk, lalu memberi respon, "Jika ya, apa kau akan menolak?"Alis