"Haish! Merepotkan sekali!" gerutu Leona.
Ia melambatkan langkahnya, berjalan penuh kehati-hatian saat kedua tangannya ia gunakan untuk membawa semangkuk besar air hangat yang ia ambil dari termos yang ada di dapur.
"Ke mana perginya Bibi Erin dan Gabe?" gumam Leona penasaran.
Ia menyapu pandangannya pada deretan foto yang terpajang di sisi kanan dan kiri lorong menuju kamar Ash.
Deretan foto keluarga yang terlihat begitu manis dan harmonis tersaji dengan indahnya. Setiap moment yang ada dalam deretan foto tersebut terputar dengan sendirinya dalam sudut pandang Leona.
Menyenangkan. Batinnya.
Tanpa sadar ia mengulas senyumnya saat dirinya melihat foto Ash kecil yang tengah tersenyum, menampilkan dereta
Gadis bertubuh sintal dan berkulit pucat itu tengah bersedekap sembari memandangi pintu rumah Keluarga Cooper, –menunggu kemunculan seseorang yang ditunggunya sejak satu jam lalu."Holly Molly! Akhirnya kau mau menemuiku." sambut sang gadis setelah mendapati sosok Leona yang muncul dari balik pintu putih yang dipandanginya sejak satu jam lalu."Bukankah kita sudah sepakat untuk tak melacak keberadaan kami?" sergah Leona. "Berani sekali kau mendatangiku ke sini."Irina terkekeh pelan lalu menjawab, "Sepertinya kau lupa seperti apa aku."Giliran Leona yang menertawakan ucapan Irina. Tawanya terdengar sarkas dan provokatif, membuat rahang lawan bicaranya tampak mengeras di ujung sana."Apa kita pernah akrab sebelumnya, hm?" selidik Leona. "Jangankan untuk mengingat seperti apa tingkahmu, mengetahui keberadaanmu di muka bumi ini saja aku tak tahu." sarkas Leona.Irina memejamkan matanya sesaat, sembari menurunkan tensi emosinya yang mulai
"Lepaskan aku, Irina!" pekik Damien.Irina buru-buru melepaskan genggamannya dari Damien setelah dirinya berhasil membawa Damien menjauh dari kediaman Keluarga Cooper, senyum asimetris menghiasi wajah keduanya saat saling berhadapan."Jangan ikut campur terhadap urusanku, Irina!" gerutu Damien.Irina terkekeh pelan sembari memberi anggukkan pelan. Benar-benar sudah menduga dengan apa yang akan Damien katakan padanya.Ia maju beberapa langkah, menghapus jarak antara dirinya dan Damien. Ditatapnya Damien lamat-lamat dengan kepala sedikit mendongak. Sesaat, yang Irina lakukan hanya menatap dan memindai semua aspek yang pada Damien, termasuk isi kepala juga hatinya."Tidakkah kau bertingkah seperti orang dungu, Damien?" celetuk Irina terus terang."Kau sudah ditolak mentah-mentah oleh si Gadis Cooper, tapi masih berani menatapnya bahkan melihat apa yang tengah ia lakukan bersama bocah serigala itu." Irina memberi gelengan dan decakan di akhir kalimatn
Irina berhasil membawa Malia ke tengah hutan, salah satu hutan liar di pinggiran Kota Moonwood. Hutan yang berbatasan dengan Northernwood dan Eastwood, tempat yang menjadi tempat kesialan Archie, sahabat Ash yang berhasil diubah menjadi hybrid oleh Damien.Gelap. Tak ada penerangan yang masuk sedikit pun. Bahkan, cahaya sabit tak mampu menyelinap masuk barang setitik pun.Tubuh mungil Malia bergetar hebat. Ia bergidik ngeri saat mendengar bunyi jilatan di sisi kirinya. Kala itu, Irina tengah menjilati sisa darah Malia yang mengotori kuku panjangnya."Sial! Darahmu ternyata seenak ini." gumam Irina.Malia hampir memekik –menangis ketakutan. Segera ia membungkam mulutnya dengan kedua tangan, berusaha menekan segala macam keinginan untuk menangis bahkan berteriak.Berhenti! Berhenti mengatakan tentang darahku. Tolong. Seseorang... Tolong aku. Batin Malia.Irina terkekeh. Ia bisa mendengar jelas suara hati Malia meski gadis itu tak mengatakannya secar
"Haish! Pasti ada sesuatu!" gumam Leona kesal.Ia berjalan –menghentakkan kedua kakinya setiap kali merasa kesal saat ingat kejadian beberapa menit lalu, saat Malia terang-terangan mengusir dirinya –memintanya untuk ditinggalkan seorang diri di sana."Loui! Kita perlu bicara!" ucap Malia dan Luca bersamaan.Keduanya menoleh, tanpa disadari mereka berdiri sejajar dan entah sejak kapan tiba di depan pintu kamar Loui sembari meneriakkan nama sang kakak."Hey, Luca! Kau tidak tahu kejadiannya?" cecar Leona."Aku bahkan belum menyanyai siapapun, Leona." jawab Luca seadanya."Apa yang sebenarnya terjadi dengan gadis kecil itu, Luca?" Leona memiringkan sedikit kepalanya saat netranya bertemu sejajar dengan milik Luca.Luca menggeleng dan menjawab, "Jawabannya ada pada Loui."Keduanya lalu mengangguk bersamaan. Beberapa detik berikutnya pintu kamar Loui terbuka, ia meminta kedua saudaranya untuk masuk dan berbicara di dalam sana."Jadi, ada apa sebenarnya? Malia s
Ash dan Gabe masih betah menertawakan Archie, bahkan ketika Archie telah mengganti pakaiannya lengkap. Kedua saudara kembar itu masih asyik berbagi tawa setiap kali mereka mengunci tatapannya pada Archie."Benar-benar kurang ajar kalian!" protes Archie. "Tertawalah sampai kalian tersedak jakun!" kutuknya kesal.Maka di detik itu juga Ash dan Gabe berdeham –menekan tawa mereka yang hampir meledak-ledak seperti sebelumnya.Keduanya duduk tegap di tempat masing-masing, lalu memberikan seluruh atensi mereka pada Archie yang tengah merajuk."Maafkan kami." ucap Ash tulus."Tidak. Kalian benar-benar kurang ajar." Archie mendramatisir ucapannya.Tanpa aba-aba, Ash dan Gabe melempar bantal pada Archie. Sebal bercampur jijik, keduanya kembali melemparkan benda lain pada sang sahabat. Tanpa ampun, meski mereka telah mendengar kata ampun dari Archie."Kau benar-benar terlalu mendramatisir ucapanmu, sialan!" pekik Gabe diiringi tawa di akhir kalimat.
SKARSGARD CASTLELucien dan Derick duduk berhadapan, menatap bidak catur masing-masing. Keduanya sama-sama memiliki lima bidak yang sama di atas papan berwarna hitam putih itu."Ayo, taruhan!" seru Derick memecah keheningan."PASS!" Lucien menggeser bidak kecilnya beberapa langkah ke depan.Derick berdecak. "Dasar penakut!" ejek Derick.Lucien menggeleng, lalu menjawab, "Aku sedang bosan mendapat masalah setiap kali kalah taruhan darimu."Derick tertawa sarkas. "Masalah katamu?""Ya. Masalah. Memangnya apalagi?""Bukankah menemui Gadis Argent dan si Alpha Cooper itu menyenangkan?""Seharusnya kita bertukar peran, Derick.""Bertukar peran?" Kedua pangkal alis Derick bertaut, heran bercampur bingung."Kau yang menemui Gadis Argent dan si Alpha Cooper itu. Lalu, akulah yang menemui The Sweet Blood Malia hari itu." jawab Lucien to the point."Apa bedanya? Yang kita lakukan hanya memberi sedikit gangguan. Tidak lebih. Sama-sam
Beberapa minggu berlalu, tak ada sesuatu yang berarti dan terjadi, selain Malia yang masih menjaga jarak, serta Lyla yang bertingkah semaunya tanpa tahu malu. *** Siang itu, kediaman Keluarga Argent terasa begitu sepi, lebih sepi dari biasanya. Semua orang sibuk dengan kegiatannya masing-masing, tanpa terkecuali Malia.Gadis itu sibuk mengolah berbagai macam bahan makanan di dapur besar Keluarga Argent, ditemani seorang Maid yang sengaja dipekerjakan Stefan Argent. Sengaja, agar Malia tak merasa menjadi satu-satunya manusia yang ada di rumah itu.Sejak kejadian hari itu, Malia banyak berubah –tidak seceria dulu. Maka, demi mengembalikan keceriaan Malia, Stefan berkeliling Kota Moonwood, mencari seorang Maid yang kompeten –bisa dijadikan pekerja sekaligus teman Malia.Sayangnya, keberadaan Maid tak bisa membantu mengembalikan segala keceriaan Malia. Dan hari itu adalah hari terakhir sang Maid bekerja untuk Keluarga Argent. Dan Malia bersedia bersusah-susah me
"Are you okay?" lirih Loui. Akhirnya ia kembali bersuara. Menyuarakan beberapa hal yang sengaja ditahannya selama beberapa saat. "Cause you're the one who needed space, Malia." imbuh Loui lirih.Tanpa mengatakan apapun, Malia kembali tersenyum. Diusapnya kedua sisi muka Loui lembut. Meski ragu, Loui memberanikan diri mengusap punggung tangan Malia sembari memejamkan mata –merasakan perasaan yang Malia coba tumpahkan dalam sentuhannya."I miss you, Loui." lirih Malia.Ia ikut memejamkan matanya, merasakan sentuhan Loui yang terasa begitu lembut dan... Menenangkan. "I miss you so bad." lanjut Malia, tak kalah lirih dari sebelumnya.Loui menggeleng. "Aku bukan orang yang tepat untuk kau rindukan, Malia." sahut Loui.Giliran Malia menggeleng. "Tanpa perlu kuucapkan, saat ini, kau tahu bahwa aku sangat merindukanmu, Loui." bisiknya.Satu langkah, dua langkah, Malia mendekat –menghapus jarak antara dirinya dan Loui. Lalu, tiga detik berikutn