Irina berhasil membawa Malia ke tengah hutan, salah satu hutan liar di pinggiran Kota Moonwood. Hutan yang berbatasan dengan Northernwood dan Eastwood, tempat yang menjadi tempat kesialan Archie, sahabat Ash yang berhasil diubah menjadi hybrid oleh Damien.
Gelap. Tak ada penerangan yang masuk sedikit pun. Bahkan, cahaya sabit tak mampu menyelinap masuk barang setitik pun.Tubuh mungil Malia bergetar hebat. Ia bergidik ngeri saat mendengar bunyi jilatan di sisi kirinya. Kala itu, Irina tengah menjilati sisa darah Malia yang mengotori kuku panjangnya."Sial! Darahmu ternyata seenak ini." gumam Irina.Malia hampir memekik –menangis ketakutan. Segera ia membungkam mulutnya dengan kedua tangan, berusaha menekan segala macam keinginan untuk menangis bahkan berteriak.Berhenti! Berhenti mengatakan tentang darahku. Tolong. Seseorang... Tolong aku. Batin Malia.Irina terkekeh. Ia bisa mendengar jelas suara hati Malia meski gadis itu tak mengatakannya secar"Haish! Pasti ada sesuatu!" gumam Leona kesal.Ia berjalan –menghentakkan kedua kakinya setiap kali merasa kesal saat ingat kejadian beberapa menit lalu, saat Malia terang-terangan mengusir dirinya –memintanya untuk ditinggalkan seorang diri di sana."Loui! Kita perlu bicara!" ucap Malia dan Luca bersamaan.Keduanya menoleh, tanpa disadari mereka berdiri sejajar dan entah sejak kapan tiba di depan pintu kamar Loui sembari meneriakkan nama sang kakak."Hey, Luca! Kau tidak tahu kejadiannya?" cecar Leona."Aku bahkan belum menyanyai siapapun, Leona." jawab Luca seadanya."Apa yang sebenarnya terjadi dengan gadis kecil itu, Luca?" Leona memiringkan sedikit kepalanya saat netranya bertemu sejajar dengan milik Luca.Luca menggeleng dan menjawab, "Jawabannya ada pada Loui."Keduanya lalu mengangguk bersamaan. Beberapa detik berikutnya pintu kamar Loui terbuka, ia meminta kedua saudaranya untuk masuk dan berbicara di dalam sana."Jadi, ada apa sebenarnya? Malia s
Ash dan Gabe masih betah menertawakan Archie, bahkan ketika Archie telah mengganti pakaiannya lengkap. Kedua saudara kembar itu masih asyik berbagi tawa setiap kali mereka mengunci tatapannya pada Archie."Benar-benar kurang ajar kalian!" protes Archie. "Tertawalah sampai kalian tersedak jakun!" kutuknya kesal.Maka di detik itu juga Ash dan Gabe berdeham –menekan tawa mereka yang hampir meledak-ledak seperti sebelumnya.Keduanya duduk tegap di tempat masing-masing, lalu memberikan seluruh atensi mereka pada Archie yang tengah merajuk."Maafkan kami." ucap Ash tulus."Tidak. Kalian benar-benar kurang ajar." Archie mendramatisir ucapannya.Tanpa aba-aba, Ash dan Gabe melempar bantal pada Archie. Sebal bercampur jijik, keduanya kembali melemparkan benda lain pada sang sahabat. Tanpa ampun, meski mereka telah mendengar kata ampun dari Archie."Kau benar-benar terlalu mendramatisir ucapanmu, sialan!" pekik Gabe diiringi tawa di akhir kalimat.
SKARSGARD CASTLELucien dan Derick duduk berhadapan, menatap bidak catur masing-masing. Keduanya sama-sama memiliki lima bidak yang sama di atas papan berwarna hitam putih itu."Ayo, taruhan!" seru Derick memecah keheningan."PASS!" Lucien menggeser bidak kecilnya beberapa langkah ke depan.Derick berdecak. "Dasar penakut!" ejek Derick.Lucien menggeleng, lalu menjawab, "Aku sedang bosan mendapat masalah setiap kali kalah taruhan darimu."Derick tertawa sarkas. "Masalah katamu?""Ya. Masalah. Memangnya apalagi?""Bukankah menemui Gadis Argent dan si Alpha Cooper itu menyenangkan?""Seharusnya kita bertukar peran, Derick.""Bertukar peran?" Kedua pangkal alis Derick bertaut, heran bercampur bingung."Kau yang menemui Gadis Argent dan si Alpha Cooper itu. Lalu, akulah yang menemui The Sweet Blood Malia hari itu." jawab Lucien to the point."Apa bedanya? Yang kita lakukan hanya memberi sedikit gangguan. Tidak lebih. Sama-sam
Beberapa minggu berlalu, tak ada sesuatu yang berarti dan terjadi, selain Malia yang masih menjaga jarak, serta Lyla yang bertingkah semaunya tanpa tahu malu. *** Siang itu, kediaman Keluarga Argent terasa begitu sepi, lebih sepi dari biasanya. Semua orang sibuk dengan kegiatannya masing-masing, tanpa terkecuali Malia.Gadis itu sibuk mengolah berbagai macam bahan makanan di dapur besar Keluarga Argent, ditemani seorang Maid yang sengaja dipekerjakan Stefan Argent. Sengaja, agar Malia tak merasa menjadi satu-satunya manusia yang ada di rumah itu.Sejak kejadian hari itu, Malia banyak berubah –tidak seceria dulu. Maka, demi mengembalikan keceriaan Malia, Stefan berkeliling Kota Moonwood, mencari seorang Maid yang kompeten –bisa dijadikan pekerja sekaligus teman Malia.Sayangnya, keberadaan Maid tak bisa membantu mengembalikan segala keceriaan Malia. Dan hari itu adalah hari terakhir sang Maid bekerja untuk Keluarga Argent. Dan Malia bersedia bersusah-susah me
"Are you okay?" lirih Loui. Akhirnya ia kembali bersuara. Menyuarakan beberapa hal yang sengaja ditahannya selama beberapa saat. "Cause you're the one who needed space, Malia." imbuh Loui lirih.Tanpa mengatakan apapun, Malia kembali tersenyum. Diusapnya kedua sisi muka Loui lembut. Meski ragu, Loui memberanikan diri mengusap punggung tangan Malia sembari memejamkan mata –merasakan perasaan yang Malia coba tumpahkan dalam sentuhannya."I miss you, Loui." lirih Malia.Ia ikut memejamkan matanya, merasakan sentuhan Loui yang terasa begitu lembut dan... Menenangkan. "I miss you so bad." lanjut Malia, tak kalah lirih dari sebelumnya.Loui menggeleng. "Aku bukan orang yang tepat untuk kau rindukan, Malia." sahut Loui.Giliran Malia menggeleng. "Tanpa perlu kuucapkan, saat ini, kau tahu bahwa aku sangat merindukanmu, Loui." bisiknya.Satu langkah, dua langkah, Malia mendekat –menghapus jarak antara dirinya dan Loui. Lalu, tiga detik berikutn
Leona menyelesaikan makan malamnya setelah Malia dan Loui beranjak lebih dulu. Setelah berpamitan pada semua orang, ia bergegas kembali kamarnya –mengambil ponsel, juga jaket denim kesayangannya.Ia pun melesat menuju hutan, lantas memilih tinggal di depan kabin, tempat ia biasa menghabiskan waktunya bersama Ash.Ia segera menggelengkan kepala saat ingatannya tentang Ash kembali muncul. Di mana ia dan Ash saling mencumbu di depan Irina juga Damien."Sial!" umpat Leona. "Kenapa aku tak bisa melupakan kejadian hari itu?"Ia menyapu pandangannya ke sekitar kabin, lalu mendongak –memberikan seluruh atensinya pada sabit yang bersinar terang di atas sana."Hey! Kenapa kau selalu muncul di saat seperti ini?" protes Leona. Seolah tengah memarahi anak kecil yang begitu mengganggu. Ia kembali menurunkan pandangannya, lalu kembali menyisir keadaan sekitarnya.Gadis itu menghela napas gusarnya saat netranya menemukan sosok lain selain dirinya di sana.
Di kediaman Keluarga ArgentMalia masih setia memunggungi Loui bahkan ketika Loui secara terang-terangan memeluknya dari belakang."Malia?" panggil Loui."Ya...?" jawab Malia malas."Ada yang ingin kutanyakan,""Tanya saja."Loui menarik napas panjang sebelum akhirnya bertanya. "Apa yang Irina katakan padamu malam itu?" tanya Loui terus terang.Malia mengendikkan bahunya, lalu menjawab, "Entahlah. Aku lupa." Malia terang-terangan berbohong.Kalimatnya berhasil mengundang tawa Loui. "Malia, aku tidak ingin membaca isi kepalamu sembarangan." jelas Loui. "Itu sebabnya aku bertanya."Malia mendesah pasrah. Lima detik berikutnya ia memberanikan diri berbalik setelah berhasil melepaskan tangan Loui yang melingkari pinggangnya. Ia mendongak, menatap Loui sendu."Irina adalah mantan kekasihmu. Dan ia akan kembali membawamu bersamanya. Itu saja." jelas Malia seadanya.Loui menggeleng lantas mengulas senyum asimetris, membuat bulu roma
"Selamat pagi, Bibi Erin." sapa Leona saat ia berhasil memijakkan kedua kakinya di anak tangga terakhir menuju dapur.Erin yang kala itu tengah sibuk meletakkan beberapa piring di atas meja pun menoleh –menghentikan kegiatannya, lantas membalas senyum hangat Leona."Oh? Hai, Leona?" balas Erin ramah.Tanpa merasa canggung, Leona segera membantu Erin menata meja makan serta menjajakan beberapa macam menu makanan untuk sarapan."Apa kau bermalam?" tanya Erin to the point.Leona spontan mengangguk, lalu menjawab, "Aku tidur di sofa. Dan kami tidak melakukan apapun. Percayalah." Leona memperjelas keadaan sebenarnya.Erin menggeleng lalu terkekeh. "Tak perlu dijelaskan, Leona." katanya. "Biar itu menjadi urusan dan tanggung jawab kalian berdua," ujar Erin santai.Leona tersenyum simpul. "Percayalah. Kami tidak melakukan apapun." jelas Leona lagi.Erin mengangguk pasrah sembari menahan tawanya. "Baiklah... Baiklah. Aku percaya." jawab Erin sea