Prasangka buruk yang semakin memenuhi relung hati membuat gelisah Raya semakin tak terbendung.Kerinduannya yang awalnya membuncah segera berubah kebencian.“Pasti sekarang kamu sudah menikahi anak kyai itu Mas, dan kamu mematikan handphone kamu biar aku nggak bisa ganggu kamu kan?”Raya kembali bermonolog dan mencecar foto Raihan yang tercantum di buku nikah yang masih Raya pegang. Raya semakin terseret dengan praduga yang dibangunnya sendiri, di dalam labirin pikirannya yang sekarang menjadi kian rumit.“Baiklah kalau begitu jika beneran aku hamil, aku akan besarkan anak ini sendirian. Aku akan mendidiknya menjadi ustadz yang lebih hebat dari kamu, kalau bisa jadi kyai sekalian, aku akan tunjukkan sama kamu Mas, biarpun aku nggak anaknya kyai, aku bisa membesarkan anak kita menjadi ustadz yang hebat.”Dengan cepat Raya kembali menyimpan buku nikahnya. Dia sudah menegaskan tekadnya.Saat ini dia berniat untuk ke apotik. Dia harus memastikan segalanya terlebih dahulu. Raya akan membel
Raya melangkah dengan perlahan menuruni anak-anak tangga yang akan mengantarkannya menuju area meja makan langsung.Sebelum mencapai tempat itu telinga Raya mendengar obrolan yang hangat, diselingi dengan tawa renyah yang terdengar akrab.Raya menjadi semakin ingin tahu siapa tamu yang bisa membuat papanya menguarkan aura bahagia yang bahkan sebelumnya sangat jarang Raya temui.Raya sedikit mempercepat langkahnya hingga akhinya di meja makan dia malah bertemu dengan sosok yang sama sekali tak dia duga.Untuk beberapa saat Raya bahkan hanya terperangah diam sembari memandang pada sosok yang sekarang sedang menatapnya dengan tenang.Kegamangan mulai menderanya yang bahkan membuat langkah Raya tertahan hingga dia kuasa untuk sekedar mendekat dan bergabung bersama mereka yang nyatanya sudah menunggunya beberapa waktu lalu.“Ray, ayo sapa Om Rosyid? Kok malah bengong saja di sana,” ucap Andi yang segera mengembalikan kesadaran Raya setelah dia menjadi terlalu kaget dengan kehadiran dosenny
“Katakan saja dengan terang, karena aku bisa merasakan dari perlakuan kalian pada kami.”Darwis kembali mengutarakan apa yang ada di dalam pikirannya.Rosyid dan Andi berpandangan sejenak, sebelum akhirnya mereka tampak menganggukkan kepala secara bersamaan.Raya yang memperhatikan segera berjengit gelisah. Beban di hatinya terasa bertambah lagi. Hatinya menjadi kian pelik bahkan dia menjadi terlalu bingung untuk sekedar berpikir.“Kamu memang terlalu cerdas untuk aku kelabui,” sahut Rosyid kemudian.Pria berambut penuh uban itu lalu terkekeh panjang.“Aku memang ingin kamu dan Raya bisa berjodoh.”Rosyid menambahkan dengan sangat antusias.Andi menjadi perlu untuk menimpali dengan nada yang penuh semangat.“Aku akan menjadi sangat tenang jika aku menyerahkan putriku pada pria seperti kamu.”Kini Raya semakin tak bisa menutupi gelisah, pandangannya terarah semakin intens kepada sang papa.Raya masih terlalu gamang untuk mengungkapkan tentang pernikahannya dan sekarang papanya malah te
“Kurasa kamu menginginkannya juga kan Ray,” ucap Darwis yang kemudian mengunggah rasa percaya dirinya ketika dia mendapati tatapan Raya yang tampak terlalu pasrah.Bahkan sosok yang biasanya selalu membantah dan terlalu banyak bicara itu sekarang mendadak menjadi sangat pendiam.“Kamu menginginkan perjodohan ini juga.”Darwis membuat kesimpulan dengan terlalu mudah mengabaikan tatapan Raya yang sebenarnya menyiratkan kebimbangan.Raya mendesah panjang. Wanita itu menunjukkan ketidakberdayaannya. Untuk ke sekian kalinya dia berpikir lagi. Dia benar-benar tak akan menjadi gampang gegabah.Raya merasa malam ini bukan saat yang tepat untuk mengatakan semuanya. Raya akan memendamnya sendiri dulu, sampai dia menemukan saat yang tepat untuk mengatakan semuanya secara gamblang.“Bapak terlalu percaya diri,” tegas Raya sembari menarik tatapannya, dan Raya mulai menjatuhkan tatapannya ke arah lampu taman di depannya.Raya memalingkan wajah seraya kembali menarik nafas panjang.“Bahkan sampai sa
Gina dan Dania terperanjat resah ketika mendengar ketegasan Raya yang tidak pernah mereka duga.“Ray, bukannya kamu sudah memaafkan mama?”Gina tak berhenti untuk membujuk Raya lagi.“Iya, aku memang sudah memaafkan kalian. Itu kan yang sudah kalian mau?”Dania dan Gina langsung berpandangan tampak kebingungan.“Tapi kenapa kamu nggak ngijinin kami masuk ke dalam rumah Ray?” Gina mulai mengunggah keresahannya.“Memaafkan tapi bukan berarti aku harus mengulangi kebodohan yang sama seperti sebelumnya.”Raya berucap semakin tegas.Kegelisahan Gina semakin tak terelakkan. Harapannya kembali meredup sekarang.“Ray, apa maksud kamu sayang?”Gina terus berusaha membujuk Raya dengan kata-katanya yang lembut.Raya masih bergeming meski Gina sedikit membungkukkan badannya kembali merendahkan diri di depan anak dari mantan suaminya yang kini tampak begitu membencinya.“Aku tak perlu menjelaskan apapun pada kalian, sekarang sebaiknya kalian pergi. Bukankah kalian sudah mendapatkan maafku?”Gina l
Raya benar-benar tak kuasa menolak untuk berangkat ke masjid bersama dengan dosennya yang mengesalkan itu, yang nyatanya sekarang akan menjadi calon tunangannya.Perjalanan menuju masjid yang singkat membuat Raya yang sekarang menjadi bergelimang keresahan tak kuasa untuk menyampaikan sesuatu yang dianggapnya harus diketahui oleh sosok yang sangat tak diduganya bisa menerima perjodohan mereka ini dengan sangat mudah.Sesampainya di masjid Raya bergegas keluar dari dalam mobil dan langsung bergabung dengan barisan para wanita yang disediakan di tempat yang agak jauh dari barisan pra pria, hingga akhirnya Raya dan Darwis kemudian terpisah.Darwis yang sebenarnya ingin menyampaikan sesuatu juga pada Raya harus menahan dirinya setidaknya sampai acara yang mereka hadiri sekarang usai.Nyatanya Raya bersikukuh untuk menunggu sampai waktu isya’ untuk bisa menjalankan sholat berjamaah di masjid megah yang letaknya tak terlalu jauh dari kompleks rumah yang ditinggalinya.Setelah usai barulah R
“Apa Bapak mulai menyukai aku?” tanya Raya tanpa ragu.Sejak awal Raya memang seperti itu selalu saja apa adanya, dengan gaya bicaranya yang selalu ceplas ceplos.Sebaliknya pertanyaan Raya segera membuat Darwis terperangah gelisah, bahkan dia sampai terbatuk-batuk saking kagetnya mendengar pertanyaan Raya yang terlalu gamblang.Dengan cepat Darwis segera meletakkan gelas minumnya untuk bisa mengelap mulutnya yang terkena cipratan air.Raya refleks berusaha membantu, meski dia tak tahu harus melakukan apa kecuali langsung bangkit untuk sekedar menepuk pundak dosennya dengan lembut.Apa yang dilakukan Raya segera memancing kecanggungan Darwis yang segera mengusik rasa percaya dirinya.Tanpa sadar Darwis langsung memandang tajam ke arah Raya yang menjadi terlalu dekat dengannya.Tatapan Darwis yang tegas segera menyadarkan Raya hingga Raya kembali lagi duduk di tempatnya semula.Untuk sejenak tatapan mereka kemudian saling beradu sampai Darwis memangkas tatapan mereka dengan mengalihkan
“Pak, kita mau apa ke sini?” tanya Raya ketika mendapati Darwis malah menghentikan mobilnya di sebuah rumah sakit.Raya terus mengikuti langkah panjang Darwis yang mulai memasuki area rumah sakit.Hatinya terus disergap rasa ingin tahu.Sebaliknya Darwis kembali dalam mode dinginnya, nyaris mengabaikan Raya yang terus berusaha menyamakan langkah dengan sepasang kakinya yang menjadi agak terseok, karena Darwis melangkah terlalu cepat.“Ada seseorang yang harus kamu temui,” jawab Darwis sekenanya tanpa merasa perlu untuk memperlambat langkahnya.Raya mulai kesal dengan sikap dosennya yang kembali seperti stelan awalnya, acuh dan angkuh. Raya bisa memastikan sikap Darwis menjadi seperti itu ketika dia berusaha untuk berterus terang tentang isi hatinya meski dia juga belum sepenuhnya jujur dengan belum menyebutkan fakta tentang pernikahannya.“Siapa ya Pak?” tanya Raya penasaran.Nyatanya Darwis sama sekali tak berniat untuk menjawab. Lelaki itu tetap saja melenggang cepat hingga akhirnya
Raihan langsung tanggap ketika melihat istrinya kesakitan. Tanpa menpedulikan apapun lagi, Raihan langsung membopong tubuh istrinya dan berlari menuju mobilnya yang terparkir di luar.Sementara orang-orang di pesta pernikahan itu ikut melihat dengan cemas. Walau banyak juga yang melontarkan pujian untuk Raihan yang malah terlihat begitu jantan ketika mengangkat tubuh Raya begitu saja."Dik, kamu bisa kan menahan rasa sakitnya? Aku usahakan untuk secepatnya sampai di rumah sakit."Raihan tak bisa menyembunyikan kecemasannya ketika mulai menyalakan mesin mobil.Sebaliknya Raya malah tersenyum simpul meski saat ini wajahnya terlihat pucat karena serangan rasa sakit yang menyergapnya saat ini.Raya merasa wajah suaminya yang saat ini tegang penuh kecemasan malah terkesan lucu.Sampai kemudian Raya malah dikagetkan dengan kemahiran suaminya menyetir mobil.Raya yang selama ini tak pernah sekalipun melihat Raihan mengendarai mobil sekarang justru melihat suaminya bisa melajukan mobil yang s
Suara itu langsung mengalihkan perhatian Raihan dan Raya.Ternyata saat ini Darwis datang bersama dengan Andi, karena memang mereka berdua kebetulan sempat menghadiri sebuah acara bersama-sama dan Darwis sengaja mampir untuk menyampaikan ucapan perpisahan pada Raya."Pak Darwis?!"Raya sedikit terperangah mendapati kedatangan dosennya yang sangat tidak diduganya.Semenjak Raya mengajukan cuti beberapa hari lalu dari kampus untuk persiapan masa persalinannya, Raya tak pernah lagi berjumpa dengan sosok yang selama ini banyak membantunya itu."Apa kabar Darwis?" sapa Raihan kemudian, yang sekarang memang telah menjadi kolega dari lelaki itu semenjak Raihan ikut mengajar di kampus yang sama sebagai seorang dosen tamu.Darwis langsung memberikan senyuman lebarnya menanggapi sapaan Raya dan Raihan. Sementara Andi menampilkan ekspresinya yang datar.Semenjak perdebatan terakhir mereka kemarin Andi masih belum bisa menghentikan kekecewaannya yang membuatnya masih saja menampakkan kedongkolann
"Kalau begitu Papa maunya gimana?"Raya menjadi tak bisa menahan kekesalannya."Tadi Mas Raihan udah ngasih solusi yang terbaik, tapi kenapa Papa nggak ngerti juga sih?"Raihan langsung menyentuh lengan istrinya dengan lembut, memberi isyarat pada Raya untuk bisa lebih tenang."Dik jangan seperti itu kalau ngomong sama Papa," lerai Raihan dengan sabar.Raya mendesah jengah dan setelah itu diam sembari melirik pada suaminya.Kini ganti Raihan yang berusaha mengajak mertuanya berbicara dari hati ke hati."Kami tidak akan langsung kembali ke desa lagi dalam waktu dekat ini. Lagipula kami dalam dua bulan ke depan juga akan punya bayi."Tapi Andi tetap terlihat tak bisa menerima."Tetep aja kamu akan bawa anak dan cucuku pergi."Andi menjadi kian sewot.Dia tak terlalu nyaman saat berbicara dengan menantunya sendiri. Meski di dalam hatinya pria paruh baya itu mengakui jika pada dasarnya Raihan selalu memiliki sifat yang bijak.Ketakutannya akan rasa sepi yang membuat pria itu bersikeras un
"Apa aku melewatkan pestanya?"Perhatian Andi langsung tertuju pada pria berpenampilan dandy itu yang kini menebarkan senyuman pada orang-orang yang sedang menyapanya sekarang.Andi, Rosyid juga Darwis ikut menyapa.Bobby Darmawan menjawab dengan sekedarnya karena saat ini perhatian lelaki itu lebih tertuju pada Raihan yang tak langsung menyadari keberadaannya.Namun ketika salah seorang teman Raihan mulai mengetahui tentang kedatangan sosok penting itu, Raihan kemudian ikut mendekat demi bisa menyapa seseorang yang bisa dikatakan adalah teman lamanya."Lihatlah sosok yang membanggakan ini, kamu terlihat semakin mempesona saat akan menjadi seorang ayah," seloroh Bobby dengan sangat antusias.Keakraban Bobby dengan Raihan jelas memancing perhatian Andi. Dalam hatinya menjadi tak bisa lagi menampik rasa bangga pada menantunya sendiri yang sebelumnya masih sulit untuk dia terima."Terima kasih, aku memang bahagia karena Tuhan sudah menganugerahkan sesuatu yang sangat berharga untukku jug
“Bilang saja ke mana Raya dan Raihan pergi?”Andi bertanya dengan penuh penekanan.Tapi sebelum Dara memberikan jawaban dari arah pintu terdengar suara langkah kaki dan suara salam yang begitu nyaring.Dara dan Andi spontan menoleh bersamaan dan mereka mendapati sekarang Raya dan Raihan sedang berjalan beriringan untuk mendekat.“Papa kok udah di rumah? Katanya tadi akan pulang sampai larut malam?” Raya langsung melontarkan tanya ketika melihat sosok sang papa yang sekarang sudah berada di depannya.Andi tak langsung menjawab, diam sejenak dengan tatapan dia arahkan lurus pada Raihan yang sedang menggandeng tangan Raya dengan penuh kelembutan.“Ray, tadi Papa kamu nyariin kamu,” sahut Dara yang kemudian malah menimpali dengan cepat.Setelah itu dia melirik ke arah Raihan."Juga nyariin Mas Ustadz, menantu kesayangan."Nada bicara Dara terdengar menyindir.Andi langsung mendengus kesal."Sudah sana kamu ke dalam Dar, aku mau ngomong sama anak juga menantuku."Kini Andi mulai melirik ca
112.“Apa Anda mengenal menantu saya?”Andi mulai mengunggah rasa penasarannya.Bobby malah tersenyum penuh arti.“Siapa yang tidak tahu seorang Raihan?”Andi langsung mengernyitkan keningnya. Dia masih tak percaya dengan apa yang sudah dia dengar.“Bagaimana Anda mengenalnya?”“Kami pertama kali bertemu di Jerman,” jawab Bobby enteng.Tapi jawaban Bobby langsung membuat kedua mata Andi terbeliak.Andi benar-benar tidak percaya dengan apa yang sudah dia dengar. Selama ini dia selalu menganggap jika menantunya hanya pria kampung biasa, dan sama sekali tak memiliki keistimewaan.Meski Raya sempat menyampaikan jika Raihan pernah bersekolah di luar negeri, tapi Andi masih enggan untuk percaya. Dia menganggap apa yang dikatakan Raya hanyalah bualan semata.“Jerman?!”Kini ganti Bobby yang memandang heran ke arah Andi yang tampak kaget dengan apa yang sudah dia ucapkan.“Apa Raihan tak pernah menceritakan apapun?”Andi mendesah gelisah sedikit tergeragap.Bobby langsung menanggapi dengan ke
111. Menjadi Penasaran“Bagaimana menurut Papa?” Raihan terdengar tak ragu untuk menanyakan tentang pendapat mertuanya.Andi menelisik jengah. Dalam hatinya dia beranggapan Raihan terlalu percaya diri untuk ukuran seorang pria kampung biasa, yang bisa dengan sangat santai mengajaknya berbincang bahkan meminta pendapatnya.Sebagai seorang menantu yang tak dianggap Andi malah berpikir Raihan tidak akan berani mendekat apalagi membuka percakapan dengannya, dengan kapasitas yang cuma ustadz kampung yang selalu Andi anggap tak sepadan dengan keluarganya.Andi menjadi tak bisa menutupi kejengahannya, yang membuatnya enggan menentang tatapan Raihan yang sayangnya telah terlanjur menjadi menantunya yang bahkan sudah mendapatkan cinta dari putrinya.Fakta bahwa sekarang Raya sedang mengandung benih dari pria itu semakin memuakkan untuk Andi yang selalu sulit untuk bisa menerima Raihan.“Kenapa kamu mesti menanyakan pendapatku?” sergah Andi yang tak bisa menahan kekesalannya.Raihan masih saja
“Selamat siang!”Semua perhatian langsung tertuju pada sosok yang sekarang sudah berdiri di depan pintu.Kemudian mereka semua saling berpandangan ketika mendapati siapa sosok yang datang ke rumah Raya saat ini.Sampai akhirnya Raya mulai berdiri untuk mendekati sosok yang sedang memandangnya dengan luruh di ambang pintu.“Dania?!”Raya tak bisa mengabaikan rasa simpatinya mendapati mantan saudara tirinya yang keadaannya sangat memprihatinkan seperti sekarang.Wanita muda itu tampak jauh lebih tua dari usianya. Apalagi saat ini Dania sedang menggendong anaknya yang belum genap satu tahun. Balita itu tampak terlalu mungil dan lemah.Raya bisa dengan mudah mengabaikan semua kemarahannya yang dulu yang membuatnya tak ragu untuk mempersilakan Dania masuk ke dalam rumahnya meski sebelumnya dia pernah mengusir sosok mant
Nyatanya Raihan malah menyunggingkan senyumnya ke arah Darwis yang saat ini tampak jelas sedang memindainya.“Terima kasih, karena Anda telah mendampingi istri saya ketika saya tidak ada di sampingnya.”Setelah itu Raihan mulai melirik ke arah Raya yang sekarang sedang tersenyum lembut padanya.“Raya sudah menceritakan padaku, kalau selama ini Anda telah sangat baik pada dia.”Darwis mendesah kecewa. Harapannya dapat membuat seorang Raihan cemburu ternyata tak berjalan mulus. Darwis menganggap jika lelaki yang dihadapinya sekarang memiliki sikap dewasa juga pengendalian emosi yang sangat baik.Raihan jelas bukan seorang Reno yang mudah terpancing emosi. Bahkan Darwis bisa melihat kecerdasan yang terpancar dari sorot mata Raihan ketika mereka saling berbicara seperti saat ini.Pada akhirnya Darwis mengedikkan bahu tipis.“Jelas aku harus menjaga Raya karena memang awalnya dia adalah calon istriku.”Darwis malah menimpali dengan sarkas tapi tetap saja ditanggapi oleh Raihan dengan tenan