Wisnu melihat Amanda berjalan ke arahnya dalam balutan kebaya putih yang indah. Gadis itu tampak cantik dan anggun. Hatinya bergetar mengingat betapa perasaannya ini sangat kuat pada Amanda, hingga tidak perlu menunggu lama untuk merasa bahwa dialah pelabuhan cinta terakhirnya. Wisnu sudah letih dan ingin menikmati hari-hari dalam hidupnya dengan malaikat cantiknya ini.Sampai Amanda berdiri di tempat di mana tangan Wisnu bisa menjangkaunya, dia langsung mengulurkan tangan untuk memeluk Amanda. Di dada pria yang sudah membuatnya menderita karena cintanya ini, Amanda kembali mengucurkan airmatanya. Bahunya sampai bergetar dan Wisnu hanya mengelusnya lembut untuk menenangkannya. Dia tahu, Amanda sudah mengalami hari-hari yang tidak mudah, dan akan memastikan di masa depan tidak ingin melihatnya menangis lagi.Dirja, Moana dan Marina tidak sadar menitikan airmata. Mereka terharu akan ketulusan hati putrinya itu yang sebenarnya hanya ingin membuat mereka bahagia. Dan Tuhan memberikan bala
Amanda merasa geli dan malu karena tak sengaja harus menyentuh sesuatu itu. Pria ini apa tidak malu melakukan hal seperti itu.“Coba lihat dirimu, menendang suaminya sendiri di hari pernikahan!”“Aku kan lupa kalau sudah menikah!” Amanda beralasan. “Lagian Mas Wisnu sih pakai curi-curi cium pas aku tidur!”“Ya udah sana mandi, udah mau magrib lho!” tukas Wisnu.Amanda kesulitan bangkit karena masih menggenakan kebaya. Kakinya ribet oleh kain hingga terjatuh ke pelukan Wisnu.“Sabarlah sayang! Jangan terburu-buru. Aku tahu kau masih tampak lelah sekali” tukas Wisnu menahan tubuh Amanda.“Enggak, kok! Aku tersandung kebaya saja tadi.” Amanda seolah tidak terima disangka menginginkan hal itu. Kesannya dia sudah gatel saja. Ish, pria ini!“Haha, gak perlu jaim! Kita ini sudah menikah kok sayang. Sini aku bantu lepas kebayanya biar tidak ribet” tukas Wisnu menahan senyuman melihat wajah Amanda yang kemerahan.Wisnu membuka resleting di punggung Amanda turun sampai kepinggangnya hingga ter
Purwa dalam perjalanan pulang dengan rombongannya. Mereka sudah transit di Istanbul dan harus terhenti karena cuaca buruk. Memutuskan beristirahat di hotel saja sembari menunggu penerbangan kembali di buka. Sambil rebahan Purwa tak sabar ingin melihat-lihat video dan foto pernikahan keponakannya. Bibirnya menyunggingkan senyum melihat Amanda dan Wisnu memamerkan surat nikah mereka dan tersenyum bahagia.Beberapa foto tampak terlewat dari pandangan Purwa namun sekilas Purwa melihat seseorang yang tampak familiar. Dia mengulang beberapa slide dan menahannya. Awalnya dia hanya mencoba melihat lebih jelas, bahkan membesarkan salah satu sudut foto tepat pada seorang wanita. Dan jantungnya tiba-tiba berdebar kencang. Tangannya bergetar hingga menjatuhkan gelas di nakas saat ingin meminum air untuk menenangkan diri.Ujang mendengar keributan segera menghampiri Purwa.“Apa yang terjadi, Pak?”“Ujang!” teriak Purwa. “Sambungkan panggilan ke Wisnu!”Ujang menuruti permintaan tuannya, takut ada
Wisnu tertawa mendengar ucapan Purwa yang sangat yakin bahwa Amanda adalah putrinya. Pria itu masih saja berhalu bahwa istrinya masih hidup. “Anak kurang ajar! Kau malah tertawa seolah semua ini lucu?!” Purwa marah. Sejenak Wisnu terdiam karena Purwa tidak bisa dibecandai jika menyangkut istrinya. “Begini, Om. Amanda usianya bahkan belum genap 22 tahun. Om ingat kan bencana itu sudah terjadi 24 tahun yang lalu. Artinya, kalaupun Mama Moana itu memang istri Om, tapi Amanda sudah dipastikan bukan putri Om. Lagipula, Amanda punya papa” Wisnu masih mencoba membuat Purwa berpikir dengan logika. “Aku merasa harus tahu kejelasannya dulu dan kemungkinan itu tetaplah ada. Dia bisa mengubah namanya, bisa saja dia juga mengubah data Amanda” Wisnu tidak berdaya dengan keras kepala Purwa yang sangat yakin bahwa istrinya masih hidup. “Wisnu! kau masih mendengarku?” Purwa bertanya karena suara Wisnu tidak terdengar. “Iya, Om!” “Jangan sentuh Amanda dulu sebelum semua jelas. Aku serius itu!”
Marina melihat mobil Wisnu masuk halaman segera menyambut pengantin baru itu. Dia segera menghampiri Amanda sementara Wisnu membawa buah yang tadi mereka beli di jalan ke dalam rumah.“Bagaimana malam pertamamu?” goda Marina“Apaan sih tante!”“Sudah belum?” Marina masih menggoda.“Mas Wisnu masih sibuk” Amanda tak memperpanjang pembahasan dan segera masuk ke dalam. Marina kecewa, harusnya dia bisa menggoda ponakannya itu.“Kebetulan Mama sudah masak, kita sarapan dulu” Moana menyambut mereka.“Ma, kan aku sudah bilang Mama gak boleh capek-capek!” Amanda protes.“Jangan terlalu berlebihan menghawatirkan Mama, aku baik-baik saja,” tukas Moana tersenyum menunjukan dirinya sehat.Wisnu memperhatikan wanita itu sambil berpikir apakah dia mengenalinya sebagai tantenya? Tapi ingatannya memang buruk. Mudah-mudahan Purwa hanya salah kira saja.“Sayang, aku ke kamar dulu,” ucap Amanda pada Wisnu.“Iya, aku akan bicara pada Mama sebentar,” tukas Wisnu dan Moana yang masih di tempat hanya tersen
Setelah menemani Moana, Amanda termenung sejenak di depan pintu kamar mamanya itu. ada banyak hal yang terlintas di kepalanya. Masa lalu orang tuanya dan juga hubungannya dengan Wisnu. dia tidak habis pikir apa yang terjadi selama ini ternyata relate dengan hubungan mereka. Perjuangan menebus liontin itu, kisah cintanya dengan Wisnu, dan sekarang mereka sudah menikah.Sekilas terbentik di kepalanya, akankah Purwa dan Moana kembali bersama? Amanda tahu, Purwa sangat mencintai istrinya, dan Amanda juga ingat, Moana sangat menjaga liontin itu sampai-sampai marah saat Amanda menghilangkannya. Bisa jadi keduanya memang masih saling mencintai.Lalu bagaimana dengan Dirja? Teringat tentang papanya yang hingga sekarang belum menemukan pendamping hidup, Amanda jadi kepikiran lagi. Ah, sudahlah. Biarkan saja semua berjalan sesuai takdir mereka.Amanda berjalan menaiki tangga menuju kamarnya. Melihat Wisnu yang berdiri di balkon, lalu menghampirinya.“Mama baik-baik saja?” tanya Wisnu saat Amand
Pagi itu Wisnu bangun dan melihat pemandangan yang indah dari atas balkon kamar Amanda. tinggal di daerah pegunungan memang sangat tenang. Jauh dari kebisingan dan polusi kota yang sering memicu stress.Di bawah sana, dia melihat Moana yang sepertinya hendak jalan-jalan pagi. Dia ingin banyak mengobrol dengan Moana. Karena itu dia pun bergegas turun dan mengikutinya.Moana tersenyum melihat menantunya berlari-lari menyusul di belakangnya. Sekarang dia melihatnya bukan hanya sekedar menantu, tapi juga keponakannya. Keponakan dari mantan suaminya dulu. Masih teringat, betapa anak ini sangat lucu dan menggemaskan saat kecilnya dulu. Sekarang sudah segede ini.Sembari berjalan-jalan, Moana menceritakan tentang banyak hal setelah berpisah dengan Purwa.“Saat itu aku sedang menemui seorang teman di kota lain, tiba-tiba ada berita tentang bencana tsunami. Sambungan komunikasi juga transportasi terhenti total. Aku bahkan tidak tahu bagaimana nasib keluargaku. Keesokan harinya aku baru mendapa
Wisnu mendapat panggilan dari Ujang yang menyampaikan mereka sudah ada di Surabaya. Rencananya mereka datang besok pagi-pagi, namun diluar perkiraan sore ini sudah tiba di Surabaya.Wisnu mencari istrinya untuk pamit karena harus segera menjemput Purwa. Lagi pula ada banyak hal yang harus dia bicarakan dulu dengan Purwa sebelum pria itu bertemu dengan Moana.“Bukannya Mas Wisnu bilang, Om Purwa datang besok?” tanya Amanda heran karena tiba-tiba saja mendengar Purwa sudah di Surabaya.“Mungkin, Om ambil penerbangan tercepat, tahu sendiri kan bagaimana dia kalau punya keinginan?”“Tunggu sebentar, aku ganti baju dulu.” Amanda bergegas membuka lemari untuk berganti baju.“Sayang, sebaiknya kamu di rumah saja. Biar aku saja yang menjemputnya. Kau temani mama saja” “Oh, begitu?”Amanda tahu Mamanya tentu kepikiran di detik-detik dia harus bertemu dengan mantan suaminya dulu. Amanda tidak boleh membiarkan Moana stress, karena itu dia menyetujui ucapan suaminya. Lagi pula pasti ada banyak