Amanda selesai dengan cepat karena tidak ada kesulitan yang berarti. Dia teringat tantenya yang berencana akan membuka butik di Jakarta lalu merasa tidak ada salahnya jika membantunya. Sekarang dia pergi ke tempat di mana Nola memarkir mobilnya. Tapi dia tidak menadapati mobilnya di sana.‘Ke mana Nola?’ batinnya bertanya dan hendak menghubunginya.Dari arah samping seseorang menghampiri.“Amanda?” sapa seorang pria.“Oh, Edwin?” Amanda terkejut.Edwin adalah teman seangkatannya tapi di semester ke lima Edwin mengajukan cuti karena dia lebih fokus pada kontrak sebuah stasiun televisi terkait program kesehatan. Edwin menjadi salah satu host-nya.“Kau belum selesai juga skripsi?”Edwin menatap map yang dipegang Amanda dan menyimpulkan bahwa Amanda masih ribet dengan tugas akhir.“Haha, iya. Apa kau akan melanjutkan kuliahmu?”“Sepertinya, tapi mungkin aku ambil yang daring saja. Biar bisa tetap lanjut program TV-nya.”“Wah, hebat kamu, Ed! Aku juga sesekali nonton acaramu kok!”“Bagaima
Di area parkir khusus para direksi itu sebenarnya tidak sepi. Banyak mobil hilir mudik dan juga beberapa orang keluar dan masuk mobil. Tapi mereka tidak menyadari, bahwa di dalam mobil sang big bos perusahaan Dianta itu sedang ada sedikit pertikaian yang lumayan membuat tegang. Bagaimana tidak tegang, Amanda duduk di atas paha Wisnu dengan menghadap ke arahnya. Sementara sejak tadi dia tidak mau diam dan terus merangseknya. Wisnu jadi gemas saja pada bocah nakal ini. Dia kira hanya akan menghadapi bocah tua nakal dalam hidupnya, ternyata dia juga harus menghadapi bocah nakal satu ini. Oh, mereka seperti ditakdirkan untuk selalu menguji kesabarannya. “Kita sedang di mobil, Sayangku!” Wisnu berkata dengan nada tidak berdaya. “Kan tadi Mas Wisnu yang bilang mau memperkosaku?” “Mana ada gadis mau diperkosa malah senang begini?” “Aku udah enggak gadis, ada pria bengis yang sudah menodaiku!” Amanda masih bandel saja, dia malah menciumi bibir Wisnu. “Kamu mau?” Akhirnya runtuh juga im
Selesai menikmati keintiman itu, seperti biasa mereka mandi bersama lalu memesan makanan karena merasa sangat lapar. Sambil menunggu pesanan makanan mereka, Amanda menceritakan progres pengerjaan skripsinya. Dia membanggakan dirinya karena tidak terlalu ada kesulitan yang berarti. Dosen pembimbingnya sangat ramah dan langsung memberinya arahan langsung dalam merevisi kesalahannya.“Baguslah kalau tidak ada kendala,” ucap Wisnu membelai rambut kepala istrinya yang sedang rebahan di pangkuannya. Dia senang melihatnya bangga akan pencapaiannya. Meski sejujurnya Wisnu ada dibelakang semua itu.“Besok aku masih butuh beberapa data tambahan dari rumah sakit.”“Ke rumah sakit kita saja, besok aku antar.”“Tidak perlu, Mas. Aku sama Nola saja, Mas Wisnu belakangan ini kan sibuk!”Wisnu jadi teringat tentang Nola. Sampai saat ini Tito belum melaporkan sesuatu padanya. Dia jadi merasa cemas lagi dan geram pada pelaku penganiaayaan Nola. Jika sampai dia tahu sang pelaku dan motifnya ternyata ing
Purwa mengajak Moana berjalan-jalan sejenak di rumah sakit keluarga Dinata sebelum memulai pemeriksaan rutinnya. Dia juga memperkenalkan istrinya itu kepada beberapa jajaran pejabat di rumah sakit. Semua orang yang mengenal Purwa sangat kagum dengan kesetiaan pria itu pada mantan istrinya dulu hingga memutuskan tidak menikah lagi. Setelah mendengar Purwa akhirnya melepas kesendirian selama puluhan tahun dengan menikah lagi, mereka semua ikut bahagia. Mereka tidak tahu saja, bahwa Purwa menikahi wanita yang sama. “Kau ingat? Dulunya ini adalah balai pengobatan biasa yang sering kau datangi bersama Ibu untuk memberikan santunan pada para pasien tidak mampu.” Purwa mengingatkan. “Iya, aku ingat. Kami sering datang ke tempat ini karena Ibu prihatin dengan kondisi masyarakat sekitar kala itu yang tidak menjaga kesehatan dengan baik di tengah wabah muntaber” Kenang Moana. Mertuanya dulu adalah seorang dokter, tapi karena dinikahi Ayah mertuanya yang merupakan seorang pengusaha kaya raya
Gadis itu terisak mencoba melepaskan tali yang mengikat kuat di kaki dan tangannya. Gerakannya terlihat begitu frustasi karena sejak semalaman dia tidak bisa melepaskan diri. Berharap para penculik itu sedikit lengah hingga dia bisa diam-diam berusaha melepaskan diri. Dia mencoba menggeser duduknya menghampiri meja kaca di sampingnya. Menggesek-gesekan tali itu, meski sangat lama tapi dengan penuh kesabaran akhirnya simpul tali di tangannya pun terlepas. Sekarang tinggal kakinya. Dengan penuh hati-hati dia mencoba menguraikan tali yang terlilit kuat. Sembari melakukan itu, pandangannya tetap awas ke arah pintu. Jangan-jangan penculik itu tiba-tiba masuk dan justru mengikatnya lebih kencang lagi jika mengetahuinya mencoba melarikan diri. Prang! Bunyi sesuatu terjatuh. Membuat jantungnya berdegup kencang dan berharap tidak ada pergerakan dari luar pintu itu. Namun salah! Pintu itu langsung terbuka dan seorang pria tinggi besar menatapnya dengan penuh murka. “Kau masih mencoba melari
‘Pria ini terkadang sangat menyebalkan dan tidak punya perasaan!’Begitu yang dikatakan Amanda tapi hanya cukup dalam hatinya saja sambil sesaat melirik Wisnu sebal ketika sudah di dalam mobil.“Kau pasti menggerutu dalam hatimu!” ujar Wisnu tanpa melirik Amanda.“Ya!” tukas Amanda dingin.“Aku memang tidak bisa menemukan temanmu itu, apa aku salah mengatakannya?”“Mas Wisnu kan bisa minta Tito atau orang lain membantu mencari tahu keberadaan Naira!”“Oh, ide yang bagus! Aku akan minta tolong mereka mencari tahu keberadaan temanmu itu.”Amanda mendengus lemah dan memutar bola matanya. Pria ini suka sekali membuatnya kesal dengan sok-sokan pura-pura bodoh.“Sekarang kemarikan ponselmu!” Wisnu mengulurkan tangan meminta ponsel Amanda.“Kenapa?”“Semakin kau memperlambat semakin lama aku meminta tolong Tito”“Oh, i-ini!” Amanda segera merogoh tasnya dan menunjukan ponsel itu pada Wisnu.“Bagus! Ponselmu tidak aktif dan kau bahkan tidak menyadarinya” Wisnu melihat ponsel Amanda yang mati.
Di meja makan itu semua makan dengan sangat kaku dan sunyi. Hanya terdengar suara sendok bertalu dengan piring. Mata sang tuan besar menatap tajam ke arah anak bungsunya yang selalu membuat kepalanya tak berhenti pusing. Sementara sang nyonya hanya menatap mereka dengan tegang.Sepertinya tak sabar menanti waktu makan malam berakhir, sang tuan besar langsung mengambil start membuka suara.“Kalau aku tahu semua ini berawal dari sikap bodohmu itu, sudah aku tendang kau ke Makasar. Tinggal sama nenekmu di sana!”“Maksud Papa apa? kenapa menyalahkan Ardi!” Sang Nyonya menyahut.“Tanya sama anakmu, apa yang sudah dia lakukan di apartemen Annete!”“Apa yang kau lakukan pada Annete, Ardi?”“Bukan Annete, Lilian. Tapi wanita lain! Dia membawa wanita itu ke apartemen Annete dan hampir melecehkannya di sana”“Asataga! Kau tidak tahu malu, membawa wanita lain ke apartemen tunanganmu dan hampir melecehkannya? Pria macam apa kamu!” Lilian ikut emosi.Bramastya melihat reaksi putranya itu yang terl
Boy merebut keripik kentang dari tangan Pram. Pria itu hanya menyeringai saat melihat temannya menatap tidak suka karena kripik kentangnya direbut.“Aku ini ketua, kau hanya anak buah!” ucap Boy menyemil kripik kentangnya.“Siapa yang mengangkatmu jadi ketua?”“Kan aku yang mengajakmu, jadi kau adalah anak buahku.”“Alaah, emangnya kita dibayar berapa? Sejak kemarin kripik kentang saja buat rebutan! Pelit amat bos-nya!”“Bos kita itu juga punya bos. Ya sudahlah, kalau kita tidak dibayar besar, setidaknya kita bisa memanfaatkan keadaan.” Boy sedikit mengecilkan suaranya takut ada orang yang mendengar.“Apa rencananmu?”“Wanita itu kan suaminya kaya, kalau bos kita itu pelit, kita minta tebusan saja pada suaminya, setelah itu terserah gimana selanjutnya!”Pram dan Boy saling menatap dan tertawa terbahak-bahak.“Tolong! Lepasin aku! Aku mau pipis… “ teriakan Naira membuat mereka mendengus kesal.“Iya, sebentar! Emang cewek dikit-dikit pipis ya? merepotkan saja!”Naira dilepaskan ikatanny