Ujang menghampiri majikannya yang bingung sendiri mau pakai baju apa. Hampir semua Isi lemarinya sudah keluar tapi dia belum juga mendapatkan keputusan. Purwa seperti anak muda yang akan pergi berkencan dan merasa harus tampil sempurna.“Pak? Bu Moana sudah menunggu, kita jadi pergi apa tidak?” tanya Ujang.“Aduh, aku pakai baju yang mana nih, Ujang?” Purwa masih memilih.“Boleh saya bantu, Pak?” Ujang menawarkan.“Baiklah, kau pilihkan yang membuat kharismaku keluar.”Ujang dengan cepat mengambil celana bahan hitam dan kemeja longgar, tapi Purwa protes. “Kau kira aku akan melamar kerja? Aku mau kencan!”“Kencan, Pak?” Ujang heran.“Ssst! Aku tidak tahu mau kemana, tapi kalau seorang wanita tiba-tiba mengajakmu ke suatu tempat, apa itu bukan kencan namanya?”Ujang pun memilihkan celana jeans dipadankan dengan kemeja orens menyala. Dia sebenarnya kurang yakin, tapi …“Baiklah, mungkin itu saja aku pakai” tukas Purwa merebut baju itu dari tangan Ujang.“Apa tidak terlalu menyala, ya, Pa
Lesti sudah balik ke Jakarta lagi beberapa hari yang lalu. Dia menerima sebuah paket makanan dari Dion. Katanya ada syukuran di perusahaan.‘Syukuran apa lagi?’ batinnya bertanya-tanya sambil mengirim pesan pada Dion.[Sekretaris Pak Wisnu bilang, itu syukuran untuk kehamilan istri Pak Wisnu] balas Dion untuk pertanyaannya.Tentu saja, Lesti terbelalak dan segera memfoto paket itu dan mengirimkan pesan pada Amanda.[Selamat ya, feelingku benar, kamu ternyata hamil, kan?]Di seberang sana, Amanda yang sedang membuat kudapan untuk makan siang bersama suami tercinta menerima pesan Lesti dan membacanya. Tentu dia tak kalah terkejut melihat pesan Lesti.‘Siapa yang hamil?’Amanda buru-buru menelpon Lesti.“Jangan bercanda, ya! aku tidak hamil,” ujar Amanda merasa Lesti hanya menggodanya.“Lho, ini dari kantor kok, Dion yang kirim ke aku. Katanya syukuran untuk kehamilan istri Pak Wisnu. Istri pak Wisnu kan kamu, emang dia punya istri yang lain?”Amanda bingung sekaligus penasaran. Wisnu ju
Wanita itu sungguh terkejut dan otomatis merasa malu karena sudah nyelonong masuk dan mendapati kedua suami istri itu berciuman mesra. Tapi, dia gengsi jika harus merasa bersalah di depan mantan pembantu itu.“Oh! Maaf, saya sudah mengetuk pintu tadi.” ucap Annisa.Wisnu melirik Amanda, berharap tidak ada salah paham lagi karena Annisa nyelonong saja ke ruangannya. Tapi Amanda hanya terlihat diam.“Ada perlu apa?” tanya Wisnu pada Annisa. Dari nada bicaranya, Wisnu tampak tidak suka dengan sikap Annisa.“Anda tadi meminta proposal proyek ini segera diselesaikan, jadi saya terburu-buru ke sini.” tukas Annisa menguraikan alasan kenapa dia harus ke ruangan Wisnu agar pria itu bisa memaklumi sikapnya. “Kau bisa menyerahkannya pada Abim, tidak perlu harus kepadaku.”Annisa terpaku mendengar ucapan Wisnu yang dingin, dia berpikir pasti karena ada Amanda di sana jadi dia bersikap begitu padanya. Jangan-jangan wanita itu yang meminta Wisnu agar menjauhi dirinya. Takut kalah saingan ya? bati
Ketika melihat momen itu, Ujang yang ada di mobil segera mencari hp-nya dan membidikan kamera menangkap pemandangan tuan besarnya dengan wanita yang dicintainya. Dia langsung mengirimkan hasil jepretannya pada Wisnu.Sementara Purwa masih menatap Moana yang merapikan bajunya, dengan tidak berkedip.“Cie… cie…, ada yang pacaran di kuburan!” Seorang bocah laki-laki melintas sempat mencandai Moana dan Purwa.Purwa baru saja hendak menegurnya, tapi datang ibu bocah itu dan meminta maaf.“Maaf, Pak, Buk. Anak jaman sekarang memang gak ada sopan-sopannya!” Kemudian berlalu menyeret tangan bocah itu. Masih terdengar suara ibunya, “Mereka itu pasti suami istri, masa sudah tua kok pacaran!”Kalimat pertama melambungkan Purwa sedangkan kalimat terakhir membuatnya tersindir. ‘Ibu dan anak sama saja!’“Di kampung tidak ada standar baju untuk memasuki pemakaman,” tukas Moana lalu balik jalan lagi.“Kita mau ke makam siapa?” tanya Purwa penasaran.Moana tidak menyahut tapi tetap berjalan di sela-se
Amanda berniat jalan-jalan pagi. Dia sudah siap dengan kaos spandex berkerah V, dipadukan rok pendek dan sepatu sneaker membuat penampilannya terlihat sangat menawan. Dia sengaja tidak membangunkan Wisnu, suaminya itu baru tidur sehabis subuh karena ada hal yang harus diselesaikannya semalam di ruang kerjanya.Semalam Amanda sebenarnya menemani sambil menabung bab-bab skripsinya, tapi hanya sampai jam 12 malam dia sudah mengantuk dan tertidur. Jadinya Wisnu harus membopongnya ke tempat tidur dan melanjutkan pekerjaannya sendiri.Di samping apartemen ada jogging track dan play ground yang cukup nyaman untuk sekedar jogging dan berjalan-jalan santai. Setelah merasa tubuhnya mengeluarkan keringat, Amanda mencari bangku untuk duduk sekedar rehat.“Kau ada di sini?” sapa seseorang lalu tanpa permisi duduk di samping Amanda.Mengetahui siapa yang menyapa dan duduk di sampingnya, Amanda hampir berjingkat karena terkejut. Tapi pria itu memintanya tenang.“Aku tidak akan menyakitimu, ini tempa
Sekretaris Wisnu menghadap ke ruangannya dan menyampaikan bahwa perwakilan dari perusahaan Bramastya ingin membuat janji bertemu. Wisnu dengan tegas mengatakan bahwa dirinya sedang ada urusan lebih penting dari sekedar menemui perwakilannya saja. Lalu wanita itu pun keluar ruangan.“Maaf, Pak. Pak Wisnu sudah banyak agenda dalam waktu dekat ini.” Lenny, sekretaris Wisnu berusaha ramah pada perwakilan perusahaan itu.“Baiklah, tolong agendakan ulang ya, Tuan Bram sendirilah yang nanti akan menemui Bosmu itu. Katakan pada beliau kami mengharap sedikit waktunya demi menerima kerjasama dari kami.”“Baik, Pak. Akan saya kabari jika Pak Wisnu sudah longgar.”Lenny baru saja menghela napas lega karena perwakilan dari grup Bramastya berlalu, tiba-tiba Annisa datang ingin menemui Wisnu.“Sebentar, Bu. Pak Wisnu sedang sangat sibuk, tadi saja perwakilan grup Bramastya tidak di terimanya. Beliau tidak ingin diganggu sekarang,” papar Lenny.“Oh, Baiklah!” ujar Annisa kecewa dan berlalu. Sementara
Seorang pelayan berteriak saat melihat ada yang terkulai lemas dan jatuh. Beberapa orang langsung heboh dan berkerumun.“Ya Allah, kasihan! Dia tadi sendirian gak ada teman,” suara seseorang terdengar.“Coba chek hp-nya, barangkali ada yang bisa dihubungi,” ucap yang lain.“Bawa ke rumah sakit saja!” suara-suara lainnya.Wisnu yang sedianya hendak masuk penasaran ikut menyibak kerumunan itu dan terkejut karena orang yang pingsan itu adalah Annisa. Sebagi orang yang mengenalnya tentu Wisnu langsung bertindak membopongnya dan langsung membawanya keluar ke dalam mobil untuk dilarikan ke rumah sakit terdekat.Dari tempat yang tidak jauh, Amanda menyaksikan itu dengan perasaan yang teriris. Melihat Wisnu begitu cemas dan tergesa-gesa menyelamatkan Annisa, seolah hatinya tercubit. Sekali lagi di depan matanya Amanda menyaksikan suaminya begitu sigap menolong wanita yang memiliki perasaan padanya.“Nda, kamu tidak apa-apa?” tanya Lesti yang melihat sahabatnya merana.Amanda tak sanggup berka
Bayangan wanita itu muncul dalam pikirannya. Saat dia berpura-pura terjatuh dan meminta perhatian Wisnu. Kemudian selintas peristiwa, di mana Wisnu dengan terburu-buru membopongnya ke dalam mobil. Terpampang nyata wajah wanita itu tersenyum lebar menatapnya dengan penuh ledekan. Lalu mendekat menampakan tampang yang sangat menyebalkan berkata, “Kasihan sekali dirimu!” sambil tertawa terbahak-bahak. “TIDAAAK!”Amanda terbangun merasakan tubuhnya dingin. Dia tersadar dirinya masih tergeletak di lantai. Hatinya pilu karena suaminya tidak selalu ada untuk menolongnya, tapi selalu bisa menolong wanita lain.Kepalanya masih sedikit pusing, tapi dia berusaha bangkit dan berjalan tertatih keluar kamar mandi. Kemudian meraih hp-nya. Ada banyak panggilan tidak terjawab dari Wisnu. tapi dia tidak peduli lagi padanya.“Halo, Amanda, ada apa?” terdengar suara Lesti menyahut panggilannya.“Les, tolong aku! Kepalaku pusing sekali, aku tadi pingsan di kamar mandi,” ucap Amanda terdengar lesu.“Ast
Annisa banyak salah dan dosa pada Amanda. Anak itu sejak pertama sudah dibuat tidak menyukainya. Sekarang apa dia bisa begitu saja memaafkannya dan membiarkan papanya menyetujui hubungan mereka? Pundaknya mulai turun dan dia merasa tidak mungkin Amanda rela membiarkan Dirja menikah dengannya. Dia kembali melihat sosok Dirja yang masih dengan sabar mendengarkan kata-kata putrinya. Jikapun pria itu diminta memilih dia atau putrinya, sudah bisa dipastikan Dirja akan memilih putrinya daripada Annisa. Karma itu memang ada. Dulu dia sangat membenci Amanda dan selalu berusaha membuatnya terluka. Sekarang, di saat dirinya sudah sangat yakin bahwa hanya pria yang baik dan penuh perhatian itulah yang bisa menerima semua kekurangannya dan sanggup menjadi imamnya dalam mengarungi kehidupan barunya, dia harus juga dibenci oleh Amanda. “Ya sudahlah, mungkin ini hukmuna dari tuhan untukmu, Annisa!” gumam Annisa pada dirinya sendiri sambil mengusap air mata di sudut matanya. “Kalau Papa memang men
Amanda tidak bisa memejamkan matanya mengingat apa yang sudah di sampaikan Wisnu padanya tadi sore. Dia ingin menelpon mamanya, namun sudah larut malam waktu Milan. Artinya di Jakarta saat ini menjelang subuh. Tentu dia harus bersabar menunggu pagi agar bisa menghubungi mamanya.Keresahan Amanda tentu bisa dirasakan Wisnu karena beberapa kali harus mengganti posisi tidurnya. “Kau tidak bisa tidur?” tanyanya.“Oh, Maaf! Aku pasti mengganggu tidur, Mas Wisnu” ucap Amanda sedih.“Mana yang tidak nyaman, biar aku usap.” Wisnu memeriksa Amanda. Lalu dengan lembut dia mengusap punggung Amanda agar membuatnya lebih nyaman. “Katanya besok mau belanja di Galerria, tapi selarut ini kau belum tidur juga?”“Aku terus kepikiran papa, Mas!”“Kenapa?”Amanda tidak menyahut, Wisnu pasti juga tahu apa yang sedang dipikirkannya. Kemudian Wisnu mendekatkan tubuhnya dan memeluk Amanda. “Ya sudah jangan dipikirkan dulu, nanti malah bikin kamu stress. Gak bagus kan buat perkembangan baby kita!”“Papa itu s
Dirja sebenarnya juga akan memberikan kejutan pada putri dan menantunya itu tentang rencana mengakhiri masa sendirinya. Tapi dia juga dibuat kecewa lantaran Wisnu dan Amanda tidak di rumah.Dia sudah memikirkan betul keputusannya. Beberapa bulan dekat dengan Annisa dan merasa wanita itu sepertinya memiliki hati untuknya, Dirja kemudian memikirkan pendapat Marina dan Moana agar dirinya menikah lagi. Jika dulu dia masih betah sendiri karena menghargai perasaan Moana dan Amanda, sekarang semuanya sudah berjalan baik. Moana sudah menikah lagi, dan putrinya bahkan sebentar lagi akan memberinya cucu. Tidak ada alasan baginya untuk sendiri terus.Mirzha tentu sudah mengenal Dirja sebagai ayah Amanda karena datang dan berbincang langsung dengan Dirja saat pernikahan Wisnu. Mirzha mengakui Dirja memang sosok yang matang dan juga mapan. Tentu itu adalah hal yang penting untuk putrinya yang bisa dibilang terkadang labil itu. Annisa memang membutuhkan sosok yang dewasa, matang dan bisa membimbi
Amanda menjadi sedih karena Wisnu menolak keinginanya. Suasana hatinya mulai buruk dan dia bangkit sambil mendorong beberapa map hingga jatuh berserakan ke lantai. Dengan langkah kasar keluar dari ruang kerja Wisnu.Wisnu menghela napas dan menutup laptopnya. Lalu bergegas membuntuti istrinya yang sedang ngambek.Pintu kamar tertutup dengan kasar.“Sayang, kondisimu masih lemah, aku takut malah menyakitimu dan baby kita,” Wisnu mencoba menjelaskan meski pintu tertutup.“Iya, aku udah jelek, gendut, Mas Wisnu udah gak bergairah lagi!” Amanda berteriak sebal.“Ya udah, buka dulu! Gak enak kan di dengar orang ngobrol sambil teriak-teriak.”“Gak mau! Udah sana pergi ke kantor, ketemu sama cewek-cewek cantik, gak usah mikirin wanita yang gendut dan jelek ini!”“Siapa yang gendut dan jelek? Kamu cantik kok!”Sesaat tidak terdengar suara dari dalam. Wisnu berpikir Amanda akan membukakan pintu untuknya. Pintu memang terbuka, tapi karena Amanda ingin melepar bantal dan selimut.“Tidur saja di
Wisnu sudah datang dan sangat tergesa langsung menuju kamar untuk bisa melihat kondisi istrinya. Saat masuk kamar, Marina mengingatkan Wisnu untuk membersihkan diri dulu. Banyak virus di tempat umum, tidak baik untuk ibu hamil.Amanda sebenarnya menolak pergi ke rumah sakit. Bau disinfektan sangat membuatnya pusing. Bisa-bisa dia malah muntah-muntah hebat lagi. Tapi melihat kondisi istrinya yang lemas, Wisnu tidak mau ambil resiko. Dia langsung menggendongnya ke mobil dan meminta Abduh menyupir ke rumah sakit.Setelah dipasang infus, Amanda mulai terlihat segar lagi. Dia mungkin saja mengalami dehidrasi karena banyak cairan yang keluar tapi tidak bisa memasukan makanan atau minuman ke dalam tubuhnya. Wisnu nampak sangat cemas.“Masih istirahat, Bu Amanda?” tanya dokter Ririn, spesialis obgyn, yang diminta Wisnu menjadi dokter pribadi istrinya.“Apa ada masalah dengan kehamilannya, dokter? Kenapa dia mengalami mual dan muntah yang hebat?” Wisnu tak sabar menanyakan tentang kesehatan is
Abim menemani Wisnu mengunjungi kantor perusahaan di Surabaya. Dia bertemu Annisa yang sedang mengerjakan sesuatu di ruangannya. Lalu Abim memberanikan diri menghampirinya.“Eh, Abim! Kok tiba-tiba Ke Surabaya?” Annisa sedikit terkejut melihat Abim.“Ada sedikit urusan, kau betah pindah kerja di sini?” Abim senang melihat Annisa yang terlihat ramah itu. Sama seperti dulu saat pertama dia kerja di kantor Jakarta.Mereka sudah duduk dan menikmati minuman sambil berbincang-bincang.“Apa kabar Naira?” tanya Annisa.“Baik,” jawab Abim.“Kau tampak lebih bahagia di sini?”“Ya iyalah, kerjaan di sini tidak seruwet di Jakarta. Lagi pula Pak Dirja baik sekali. Aku jadi betah kerja di Surabaya”“Baguslah! Aku senang melihatmu lebih baik!” ucap Abim menatap Annisa dengan tatapan yang sulit dimengerti.“Terima kasih, Abim! Aku minta maaf ya, kalau sering buat kamu sakit hati!”Abim sedikit terkejut mendengar permintaan maaf Annisa. Artinya dia memang serius ingin berubah. Seperti yang dikatakanny
Amanda tampak melamun dan tidak bernapsu makan, sejak tadi hanya mempermainkan sumpit di atas mangkuk yang berisi cah kangkung yang sudah disiapkan atas keinginanya. Sejak Amanda masih bekerja di rumah ini dulu, dia yang menyusun menu makan selama seminggu dan Titik yang bagian mengeksekusinya bersama Amanda. Di minggu berikutnya Amanda akan membuat daftar menu baru lagi. Semua itu dilakukan untuk mendukung program diet sehat Purwa yang waktu itu sedang sakit. Agar Purwa tidak merasa sedang diet dan tidak tergoda makanan kurang sehat, maka semua orang di rumah pun memakan menu yang sama.“Kenapa melamun?” Wisnu yang sedang makan terganggu dengan wajah melamun istrinya.Amanda hanya bergeming sedikit lalu mengambil cah kangkung untuk dipindah ke dalam piringnya. “Apa bimbinganmu bermasalah?”“Tidak” jawab Amanda tak bersemangat.“Lalu apa?”“Gak ada apa-apa”“Jangan bohong!”“Ya udahlah, gak usah dibahas juga!” Amanda mencoba memasukan makanan ke mulutnya.“Kalau kau tidak bilang, ak
Saat itu Wisnu baru selesai mengadakan pertemuan dengan beberapa pejabat penting grup Bramastya terkait kerjasama keduanya. Dia berbesar hati untuk melonggarkan persaingan di antara mereka. Tentu saja setelah Purwa yang menelpon sendiri dan menasehati Wisnu agar tidak terlalu keras dalam berbisnis. Purwa waktu itu ditemui langsung Bramastya di Jerman demi mengembalikan hubungan baik kedua perusahaan yang sebelumnya juga saling bekerja sama itu. Bram tahu, Wisnu hanya bisa mendengar ucapan pamannya. Peristiwa penculikan itu sama sekali tidak tersinggung di permukaan. Hanya mereka yang terlibatlah yang tahu. Seperti sebuah kode etik satu sama lain untuk saling merahasiakan agar tidak ada pihak hukum yang ikut campur urusan sesama mereka sendiri. Keduanya sudah menyepakati banyak hal setelah penculikan itu. “Anda yakin untuk melakukan semua ini?” Tio asisten yang lebih fokus urusan ke dalam perusahaan memastikan sekali lagi. karena dalam pemikirannya, yang sangat diuntungkan adalah pih
Tadinya Annisa mencoba mengejar Abim setelah sedikit perdebatannya di kantor mengenai beberapa data perusahaan yang dicurigai bocor. Abim benar-benar marah pada Annisa dan dengan terang-terangan menuduhnya sengaja membocorkan. Annisa tidak terima dan malah menuduh Abim tidak objektif dengan menuduhnya.“Kau hanya sedang sakit hati padaku! Karena itu kau mencari-cari kesalahanku untuk melampiaskan kekesalanmu,” ujar Annisa pada Abim waktu masih di kantor.“HHG, KAMU SAKIT ANNISA!” tukas Abim tersenyum miring pada Annisa. “Aku sarankan padamu, buatlah janji dengan psikiater, kau perlu mengisi ulang otakmu yang tinggal separuh itu!”“Kau hanya iri denganku, Abim!”“Teruslah dengan delusimu. Tapi jangan menghalangi kewajibanku!”“Pak Wisnu tidak akan percaya padamu, dia akan percaya padaku?”“Bagaimana kau bisa seyakin itu? Apa kau pikir Pak Wisnu mencintaimu?”“Kau tidak perlu ikut campur urusan kami, perasaanku dan dia hanya kami yang tahu.”“GILA!” “Kamu yang gila! Kamu gila karena ak