Amanda melihat dirinya yang menyedihkan karena tumpahan minuman itu. Kemudian berpikir setidaknya seragam ini bisa menggantikan bajunya yang basah.
Ahirnya dia membuatkan juga dua cangkir kopi, lalu mengantarkan kopi itu ke ruang meeting. Dengan sedikit bertanya, ketemu juga ruang yang dimaksud.
"Permisi?" Amanda masuk setelah mengetuk pintu.
Ada dua pria disana. Amanda bingung harus bagaimana? Diletakan di mana kopinya? Tentu dia juga tidak berani bertanya mengusik keseriusan kedua pria itu. Melihat tampang dingin mereka saja Amanda sudah takut."Maaf Pak, kopinya."
Amanda memberanikan diri menyuguhkan kopi itu di depan mereka.
Saat tangan lentik dan berkutek indah itu terulur menyuguhkan kopi, kedua pria itu tampak teralihkan dan spontan menatap secara bersamaan pada pemilik tangan itu. Amanda tegang tak bergerak mendapat tatapan kedua pria yang tampan itu.
Oh! bukankah salah satu dari pria itu pernah berpapasan dengannya di rumah sakit Dinata waktu itu?!
“Permisi Pak," cepat-cepat Amanda undur diri setelah meletakan kopi di meja.
"Ada OG cantik kok aku tidak pernah liat sebelumnya?" Roy salah satu pria itu berujar setelah Amanda keluar dan menutup pintu.
Sementara Wisnu hanya melengos dan melanjutkan pekerjaannya.
"Hmm, kopinya manis!" Roy menyeruput kopinya.
Hal yang sama dilakukan Wisnu dan dia hanya tersenyum kecil karena kopi yang disuguhkan office girl itu pahit minta ampun. Tidak ada kandungan gulanya sama sekali.
"Kalau dia yang bikin kopi, perusahaan gak perlu sediain gula, sudah terasa manis," bual Roy terbius dengan wajah manis pengantar kopi itu.
Di pantry Lesty terbelalak tak percaya melihat ada Amanda di hadapannya dan memakai seragam seperti dirinya. Dia menarik lengan sahabatnya itu untuk mengintrogasinya.
"Apa-apaan kamu? Ngapain pake seragam ini? Sejak kapan?!"
"Tadi aku cari kamu, eh malah dikira OG" jelas Amanda sambil meletakkan nampan di meja.
"Trus nampan itu buat apa?" Lesty heran Amanda bawa-bawa nampan.
"Disuruh bikin kopi ke ruang meeting, jadi aku bikinin lah," jawab Amanda polos dan merasa tidak ada yang aneh.
"Astaga! Kan bisa bilang kalau kamu bukan OG. Malah bikin kopi segala, dianter lagi. Bukannya ngejelasin malah nurut."Lesty tidak habis pikir dengan sahabatnya itu. Tapi sejenak dia teringat ruang meeting. Di sana ada Wisnu dan Roy, dua petinggi perusahaan ini.
Apa Amanda sudah membuat kopi dengan benar? Jangan sampai ada komplain nih, pasalnya Roy, wakil direkturnya itu sangat bawel.
"Kau yakin bisa buat kopi?" Lesty memastikan.
"Tinggal masukin kopi ke cangkir dan seduh dengan air. Gitu aja ditanyain," sok merasa benar Amanda menjawab pertanyaan Lesti.
"Oke, gulanya?"
Amanda menatap Lesti dan mengingat ingat apa tadi dia menambahkan gula atau tidak. Sepertinya dia melupakan hal itu.
"Ya ampun Amanda, aduuh--gimana ini? Mana yang kamu suguhi tadi Pak Wisnu dan Pak Roy lagi!"
Lesti gusar dan langsung membuat dua cangkir kopi lagi bergegas mengambil meja troli dan keluar pantry dengan tergesa. Meninggalkan Amanda yang terbengong-bengong.
"Permisi pak, ini kopinya, maaf menunggu lama" Lesti yang masuk ruangan itu berlagak seolah kopi pesanan mereka baru dibuat.
"Nih sudah ada kopi, tapi pahit!" Roy protes, sementara Wisnu tampak tak memperdulikan masalah kopi dan masih fokus dengan pekerjaannya.
"Ada sedikit kesalahan Pak, ini saya ganti kopinya. Maaf!"
"Sudah, tidak apa-apa. Lanjutkan pekerjaanmu," ucap Wisnu menyudahi drama kopi itu karena merasa terganggu.
Teringat lagi pada Amanda, dirinya jadi sebal sendiri. Lola nya itu lho masih saja sering kambuh. Apa tidak ada obat untuk penyakit yang satu itu? Harusnya menjelaskan kalau dia bukan OG, eh malah nurut saja antar kopi. Tidak tanggung-tanggung, ke Presiden Direktur dan Wakilnya lho.
"Ganti bajumu dan aku akan jelaskan kalau kamu bukan OG di sini!"
Lesti menarik lengan Amanda yang justru santai di meja pantry dan menikmati teh buatanya sendiri.
Bukannya cemas karena bikin kesalahan malah enak-enakan nyruput teh.
"Apaan sih Les, aku masih minum teh lho, tega amat sih kamu!" Amanda protes dan menolak tangan Lesti.
"Astaga, kau kan bisa pulang dan bikin teh dirumah? Ngapain nyasar di tempat sini, emang mau jadi OG?" omel Lesti.
"No problem lah, jadi OG juga ga buruk kok. Daripada manyun di kontrakan."
Amanda cuek seolah melampiaskan resah hatinya. Terlebih teringat liontin mamanya yang sudah dijual di toko perhiasan dan pindah tangan ke makelar. Dia bingung dengan apa dia menebus kalung liontin milik mamanya.
"Ada apa sih? Semua baik baik saja kan?" Lesti melihat Amanda yang resah itu dan menanyakan apa yg terjadi.
"Bagaimana kalau aku tidak baik-baik saja?"
Amanda tertunduk, tapi mendengar ucapannya Lesti justru menahan tawa.
Amanda menatap sahabatnya itu dengan heran, kok bisa tertawa disaat dia bercerita dengan raut muka sedih. "Apa yang lucu? Aku ini sedang sedih!"
"Hehe, itu lirik lagu kali. Cari kata-kata sendiri lah kalau mau curhat," tukas Lesti.
Seperti biasa Amanda sedang loading dan mengingat ingat apakah ada lirik lagu yang sama dengan kata-katanya tadi.
"Sudah gak usah mikirin lirik lagunya, katakan saja apa yang membuatmu tidak baik-baik saja?" Lesti mengajak Amanda ke ruang samping karena sudah masuk waktu istirahat.
"Liontin mama Les. Tadi aku ke toko yang di bilang tante May dan liontin itu memang ada di sana, tapi udah langsung dibeli sama makelar perhiasan gitu."
"Terus?"
"Aku samperin orang yang beli tadi, tahu gak dia patok nominal berapa buat liontin itu?"
"Berapa emang?" Lesti penasaran.
"200 juta!"
"Hah, 200 juta?! Gila apa?! Emang kemarin Raras jual di toko segitu?"
Amanda hanya mengangkat bahunya tanda tidak tahu.
"Liontin segitu mahalnya sama tante Moana disimpan saja, mending dijual dari dulu ketimbang diilangin sama putrinya yang gak bertanggung jawab."
"Lesti! aku masih shock ini jangan dibulli begitu, dong!"
"Oke, terus gimana jadinya liontin itu? Kamu lepas?" Lesti dengan sabar bertanya lagi.
"Ya nggak lah, itu liontin keluarga mama Les, mana bisa aku lepas begitu saja."
Keduanya terdiam seolah memikirkan hal yang sama. 200 juta itu tidak sedikit. Amanda memang pernah diminta untuk menjadi model online shop dan beberapa katalog brand terkenal karena wajahnya yang cantik dan penampilannya juga menarik. Tapi tentu tabungannya tidak sampai menyentuh angka itu.
"Aku kasih dia uang muka dulu, sisanya aku minta waktu. Tante Marina mungkin bisa pinjemin uang, tapi bulan ini dia masih persiapan pernikahannya. Mungkin bulan depan aku baru bisa bilang."
"Maaf, aku tidak bisa bantu apa-apa," ucap Lesti sedih mengelus lengan Amanda.
Amanda menatap Lesti seolah memikirkan sesuatu. Setelah menimbang-nimbang, ia pun memutuskan untuk ikut bekerja saja bersama Lesti."Tolong bantu aku biar jadi OG beneran di sini. Aku lagi miskin karena tabuganku kupakai DP dan sekarang sedang tidak punya kerjaan, kuliahku di skorsing dan--papa sepertinya berhenti kerja."Amanda menjabarkan semua penderitaannya yang bertubi-tubi itu agar Lesti tak menolak permintaannya.Lesti jadi terperangah dengan masalah masalah Amanda dan tak bisa berkomentar apapun."Baiklah, aku coba minta tolong Dion. Tapi kamu yakin mau kerja begini? Berat lho, kamu kan gak pernah kerja berat. Belum lagi kalau Tante Moana atau Om Dirja tahu, mereka pasti marah!""Jangan sembarangan kamu Les. Kamu pikir aku ini putri raja yang gak pernah kerjain hal begini doang? Masalah mama dan papa yang penting kamu gak laporan mereka gak bakal tahu kok!""Jadi model saja lah kamu, enak kan sekali potret bisa puluhan juta," saran Lesti karena tidak yakin temannya itu bisa ke
Amanda bernapas lega sambil meregangkan jemarinya setelah menyelesaikan pekerjaan. Dia buru- buru mengambil sweternya dan bersiap hendak pulang. Lesti ada tugas antar barang tadi dan dipastikan tidak balik karena sudah jam pulang. Jadinya Amanda pulang sendirian."Amanda, kau bisa bantu ambil alih kerjaan Pak Mail?" Adoria kepala OB itu menghampiri Amanda."Aduh Bu, ini sudah mau pulang. Memangnya Pak Mail kenapa?""Dia dibawa ke UGD tadi karena tiba-tiba pingsan. Pekerjaannya belum selesai, kamu tolong selesaikan sebentar ya?""Oh, baik Bu!" tukas Amanda meletakkan kembali tas dan sweternya lalu bergegas menyelesaikan pekerjaan Pak Mail, OB senior yang masih gigih bekerja karena memang masih banyak yang harus ditanggungnya.Amanda mengambil alat vacuum cleaner yang masih tergeletak di lantai itu. Pegawai kantor sudah mulai satu persatu pulang. Dan Amanda bingung dengan alat sedot debu yang jelas berbeda dengan yang biasa dia pakai. Bilang saja tidak pernah. Karena memang Amanda jaran
Adoria memanggil Amanda karena Purwa ingin mengobrol dengannya. Sebagai Kepala OB tentu saja Adoria melaksanakan perintah bosnya, membebaskan sementara Amanda tidak melakukan pekerjaan.“Lihat tuh, si OG baru. Wajahnya saja terlihat polos, tapi ganjen juga sama pria tua!” terdengar bisik-bisik rekannya saat Amanda berjalan keluar hendak menemui Purwa.“Gak penting tua atau muda, yang penting kan cuan,” sahut yang lainnya.Miris Amanda mendengarnya. Tapi dia berusaha tidak memperdulikannya. Yang paling penting adalah, dia bukan seperti itu.Amanda tahu dari Lesti bahwa pria yang ditolognya beberapa hari yang lalu itu adalah Apurwa Dinata, pemilik perusahaan Dinata Group yang sudah diambil alih jabatannya oleh Wisnu semenjak dia sakit. Purwa sangat suka mengobrol dengan Amanda karena gadis itu selalu apa adanya tidak seperti yang lain terkesan berhati-hati dan takut salah. "Ini sudah masuk jam istirahat, apa kau sudah makan?" tanya Purwa pada Amanda disela ngobrol mereka.Purwa kemudia
Amanda keluar dari kantin dan menghempaskan napasnya dengan lega setelah tadi dia hanya bernapas setengah-setengah. Dia meruntuki dirinya sendiri kenapa juga harus jadi grogi pada Wisnu. Tidak bisa dibiarkan, dia harus memformat ulang perasaannya. Lagipula yang semalam itu Wisnu membantunya karena merasa kasihan padanya, bukan karena hal lain. Kok dianya malah jadi baper begini?Mungkin ini karmanya karena suka menganggap perempuan-perempuan yang ke-GR-an pada Wisnu itu konyol semua."Tidak Amanda, fokus untuk liontin itu. Lagian kamu cuma OG, gak selevel dengan dirinya," gumam Amanda sambil kembali ke pantry."Wow, hebat ya kamu. Anak baru tapi sudah bisa dekat sama Pak Purwa dan Pak Wisnu!" sindir seorang pegawai HRD yang berpapasan dengannya dengan tatapan sinis.Amanda maunya tidak pedulikan ucapan itu, tapi hatinya tak terima dengan sikap mereka. Sementara beberapa rekan OG nya yang lain tampak menghindarinya dan berisik-bisik dibelakangnya."Udah biarin saja, gak perlu pikirin m
Sella, karyawan di salah satu divisi kantor, memang selalu ingin tahu tentang semua hal yang terjadi. Apalagi itu menyangkut bos besarnya, Wisnu. Sebagai tangan kanan Bella yang notabene teman dekat Wisnu, membuatnya selalu merasa sok berkuasa. Hampir semua karyawan di kantor itu pernah menjadi korban gosip murahan Sella. Tak terkecuali Amanda.Kebetulan Sella memergoki Amanda pagi-pagi sudah masuk ruang kerja Wisnu, dan baru keluar setelah beberapa lamanya. Tentu saja dia seperti mendapatkan informasi berharga sebagai bahan materi gosipnya di kantor. Dan dalam waktu yang tak lama, seluruh kantor sudah sibuk mencibir si office girl cantik itu. khususnya para pegawai wanita."Apa kamu tidak mendengar bahwa seluruh kantor ini sedang membicarakanmu?" ujar Lesti pada Amanda."Kenapa?" Amanda belum peka dengan keadaan juga. Dia masih asyik menyantap makanannya."Mereka membicarakanmu, katanya kau terlalu centil pada Pak Wisnu, belum lagi mereka juga bilang kalau kau sering ngobrol bersama
Sella tidak terima karena harus dibantah dan diejek Amanda. Dia hanyalah office girl baru yang bahkan belum sebulan ini bekerja di kantor, tapi sudah berani menantang Sella. Selama ini semua pegawai dan karyawan di kantor sangat menghormatinya. Setidaknya tidak pernah ada yang sampai mengejeknya."Bu Bell, hiks … !" Sella play victim dan mengadu pada Bella."Ada apa? Ngapain kamu nangis kaya anak kecil begitu?" Bella menatap Sella heran."OG itu benar-benar keterlaluan. Dia bilang aku seperti ondel-ondel dan juga ... " Sella memikirkan hal apa yang sekiranya bisa membuat bosnya itu terpancing,"Dia bilang Pak Wisnu masih single dan jika harus berusaha merebut perhatiannya itu bukan hal yang terlarang. Dia juga bilang Bu Bella hanya minder karena dia lebih cantik, jadi takut kalah saing sama dia.""Apa?! Dia bilang begitu?" Bella naik pitam dan bangkit. "Kurang ajar! Belum tahu saja dia siapa Bella. Awas saja kamu anak ingusan!"Bella yang mudah terprovokasi itu langsung keluar ruangan
Amanda mencoret-coret kertas seolah menghitung-hitung kekurangan uang yang harus dibayar untuk menebus liontin itu. Dia juga sudah mencatat alternatife sumber dana yang akan digunakannya. Menuliskan nama Tante Marina, teman-temannya yang sekiranya bisa bantu, dan bahkan dia membuat kemungkinan pilihan seandainya saja rencananya tidak berhasil.Telpon papanya dan bilang terus terang lebih terasa sebagai pilihan masuk akal karena dia tahu papanya selalu membantunya keluar dari masalah. Namun sekarang dia masih ada masalah besar. Sementara mamanya jangan sampai tahu dulu karena Amanda tidak mau membuatnya sedih, dia akan menjadi orang terakhir yang tahu seandainya dari banyak planning itu tidak ada yang berhasil.Kesalahannya adalah dia membawa liontin itu sedangkan mamanya sudah memperingatkan. Waktu itu dia bilang hanya pinjam dan akan merawatnya dengan baik, saat pulang pasti dikembalikan. Kenyataannya berkata lain. Liontin itu hilang juga."Serius amat, Non!" Lesti menegurnya.Lesti
Wisnu terkejut melihat Amanda ada di bawah sana bersama Lesti dan Dion. Bahakan tatapan mereka bertemu sejenak tadi. akhir-akhir ini dia memang suka memperhatikan gadis itu. Perasaannya timbul tenggelam jika harus mempertanyakan apakah dia tertarik padanya. Dia masih juga menimbang-nimbang apakah harus membiarkan dirinya jatuh cinta padanya atau mengalihkan saja perasaan itu. Karena tentu di antara mereka ada banyak perbedaan. Usia Amanda masih sangatlah muda, dia juga terkadang masih terlihat childish. Itu membuat Amanda bukanlah tipe wanita yang diinginkan Wisnu. Terekam dalam sejarah percintaan pria ini bahwa kebanyakana kekasihnya memiliki usia yang lebih tua darinya atau paling tidak seumuran. Kurangnya kasih sayang dari seorang ibu sejak kecil membuatnya ingin melampiaskan kerinduannya pada sosok wanita yang keibuan dan bersikap dewasa. Karena itu dia menjadi bingung dengan dirinya sendiri, mengapa sekarang tiba-tiba merasa tertarik pada gadis muda itu? Apakah tipenya sudah be
Annisa banyak salah dan dosa pada Amanda. Anak itu sejak pertama sudah dibuat tidak menyukainya. Sekarang apa dia bisa begitu saja memaafkannya dan membiarkan papanya menyetujui hubungan mereka? Pundaknya mulai turun dan dia merasa tidak mungkin Amanda rela membiarkan Dirja menikah dengannya. Dia kembali melihat sosok Dirja yang masih dengan sabar mendengarkan kata-kata putrinya. Jikapun pria itu diminta memilih dia atau putrinya, sudah bisa dipastikan Dirja akan memilih putrinya daripada Annisa. Karma itu memang ada. Dulu dia sangat membenci Amanda dan selalu berusaha membuatnya terluka. Sekarang, di saat dirinya sudah sangat yakin bahwa hanya pria yang baik dan penuh perhatian itulah yang bisa menerima semua kekurangannya dan sanggup menjadi imamnya dalam mengarungi kehidupan barunya, dia harus juga dibenci oleh Amanda. “Ya sudahlah, mungkin ini hukmuna dari tuhan untukmu, Annisa!” gumam Annisa pada dirinya sendiri sambil mengusap air mata di sudut matanya. “Kalau Papa memang men
Amanda tidak bisa memejamkan matanya mengingat apa yang sudah di sampaikan Wisnu padanya tadi sore. Dia ingin menelpon mamanya, namun sudah larut malam waktu Milan. Artinya di Jakarta saat ini menjelang subuh. Tentu dia harus bersabar menunggu pagi agar bisa menghubungi mamanya.Keresahan Amanda tentu bisa dirasakan Wisnu karena beberapa kali harus mengganti posisi tidurnya. “Kau tidak bisa tidur?” tanyanya.“Oh, Maaf! Aku pasti mengganggu tidur, Mas Wisnu” ucap Amanda sedih.“Mana yang tidak nyaman, biar aku usap.” Wisnu memeriksa Amanda. Lalu dengan lembut dia mengusap punggung Amanda agar membuatnya lebih nyaman. “Katanya besok mau belanja di Galerria, tapi selarut ini kau belum tidur juga?”“Aku terus kepikiran papa, Mas!”“Kenapa?”Amanda tidak menyahut, Wisnu pasti juga tahu apa yang sedang dipikirkannya. Kemudian Wisnu mendekatkan tubuhnya dan memeluk Amanda. “Ya sudah jangan dipikirkan dulu, nanti malah bikin kamu stress. Gak bagus kan buat perkembangan baby kita!”“Papa itu s
Dirja sebenarnya juga akan memberikan kejutan pada putri dan menantunya itu tentang rencana mengakhiri masa sendirinya. Tapi dia juga dibuat kecewa lantaran Wisnu dan Amanda tidak di rumah.Dia sudah memikirkan betul keputusannya. Beberapa bulan dekat dengan Annisa dan merasa wanita itu sepertinya memiliki hati untuknya, Dirja kemudian memikirkan pendapat Marina dan Moana agar dirinya menikah lagi. Jika dulu dia masih betah sendiri karena menghargai perasaan Moana dan Amanda, sekarang semuanya sudah berjalan baik. Moana sudah menikah lagi, dan putrinya bahkan sebentar lagi akan memberinya cucu. Tidak ada alasan baginya untuk sendiri terus.Mirzha tentu sudah mengenal Dirja sebagai ayah Amanda karena datang dan berbincang langsung dengan Dirja saat pernikahan Wisnu. Mirzha mengakui Dirja memang sosok yang matang dan juga mapan. Tentu itu adalah hal yang penting untuk putrinya yang bisa dibilang terkadang labil itu. Annisa memang membutuhkan sosok yang dewasa, matang dan bisa membimbi
Amanda menjadi sedih karena Wisnu menolak keinginanya. Suasana hatinya mulai buruk dan dia bangkit sambil mendorong beberapa map hingga jatuh berserakan ke lantai. Dengan langkah kasar keluar dari ruang kerja Wisnu.Wisnu menghela napas dan menutup laptopnya. Lalu bergegas membuntuti istrinya yang sedang ngambek.Pintu kamar tertutup dengan kasar.“Sayang, kondisimu masih lemah, aku takut malah menyakitimu dan baby kita,” Wisnu mencoba menjelaskan meski pintu tertutup.“Iya, aku udah jelek, gendut, Mas Wisnu udah gak bergairah lagi!” Amanda berteriak sebal.“Ya udah, buka dulu! Gak enak kan di dengar orang ngobrol sambil teriak-teriak.”“Gak mau! Udah sana pergi ke kantor, ketemu sama cewek-cewek cantik, gak usah mikirin wanita yang gendut dan jelek ini!”“Siapa yang gendut dan jelek? Kamu cantik kok!”Sesaat tidak terdengar suara dari dalam. Wisnu berpikir Amanda akan membukakan pintu untuknya. Pintu memang terbuka, tapi karena Amanda ingin melepar bantal dan selimut.“Tidur saja di
Wisnu sudah datang dan sangat tergesa langsung menuju kamar untuk bisa melihat kondisi istrinya. Saat masuk kamar, Marina mengingatkan Wisnu untuk membersihkan diri dulu. Banyak virus di tempat umum, tidak baik untuk ibu hamil.Amanda sebenarnya menolak pergi ke rumah sakit. Bau disinfektan sangat membuatnya pusing. Bisa-bisa dia malah muntah-muntah hebat lagi. Tapi melihat kondisi istrinya yang lemas, Wisnu tidak mau ambil resiko. Dia langsung menggendongnya ke mobil dan meminta Abduh menyupir ke rumah sakit.Setelah dipasang infus, Amanda mulai terlihat segar lagi. Dia mungkin saja mengalami dehidrasi karena banyak cairan yang keluar tapi tidak bisa memasukan makanan atau minuman ke dalam tubuhnya. Wisnu nampak sangat cemas.“Masih istirahat, Bu Amanda?” tanya dokter Ririn, spesialis obgyn, yang diminta Wisnu menjadi dokter pribadi istrinya.“Apa ada masalah dengan kehamilannya, dokter? Kenapa dia mengalami mual dan muntah yang hebat?” Wisnu tak sabar menanyakan tentang kesehatan is
Abim menemani Wisnu mengunjungi kantor perusahaan di Surabaya. Dia bertemu Annisa yang sedang mengerjakan sesuatu di ruangannya. Lalu Abim memberanikan diri menghampirinya.“Eh, Abim! Kok tiba-tiba Ke Surabaya?” Annisa sedikit terkejut melihat Abim.“Ada sedikit urusan, kau betah pindah kerja di sini?” Abim senang melihat Annisa yang terlihat ramah itu. Sama seperti dulu saat pertama dia kerja di kantor Jakarta.Mereka sudah duduk dan menikmati minuman sambil berbincang-bincang.“Apa kabar Naira?” tanya Annisa.“Baik,” jawab Abim.“Kau tampak lebih bahagia di sini?”“Ya iyalah, kerjaan di sini tidak seruwet di Jakarta. Lagi pula Pak Dirja baik sekali. Aku jadi betah kerja di Surabaya”“Baguslah! Aku senang melihatmu lebih baik!” ucap Abim menatap Annisa dengan tatapan yang sulit dimengerti.“Terima kasih, Abim! Aku minta maaf ya, kalau sering buat kamu sakit hati!”Abim sedikit terkejut mendengar permintaan maaf Annisa. Artinya dia memang serius ingin berubah. Seperti yang dikatakanny
Amanda tampak melamun dan tidak bernapsu makan, sejak tadi hanya mempermainkan sumpit di atas mangkuk yang berisi cah kangkung yang sudah disiapkan atas keinginanya. Sejak Amanda masih bekerja di rumah ini dulu, dia yang menyusun menu makan selama seminggu dan Titik yang bagian mengeksekusinya bersama Amanda. Di minggu berikutnya Amanda akan membuat daftar menu baru lagi. Semua itu dilakukan untuk mendukung program diet sehat Purwa yang waktu itu sedang sakit. Agar Purwa tidak merasa sedang diet dan tidak tergoda makanan kurang sehat, maka semua orang di rumah pun memakan menu yang sama.“Kenapa melamun?” Wisnu yang sedang makan terganggu dengan wajah melamun istrinya.Amanda hanya bergeming sedikit lalu mengambil cah kangkung untuk dipindah ke dalam piringnya. “Apa bimbinganmu bermasalah?”“Tidak” jawab Amanda tak bersemangat.“Lalu apa?”“Gak ada apa-apa”“Jangan bohong!”“Ya udahlah, gak usah dibahas juga!” Amanda mencoba memasukan makanan ke mulutnya.“Kalau kau tidak bilang, ak
Saat itu Wisnu baru selesai mengadakan pertemuan dengan beberapa pejabat penting grup Bramastya terkait kerjasama keduanya. Dia berbesar hati untuk melonggarkan persaingan di antara mereka. Tentu saja setelah Purwa yang menelpon sendiri dan menasehati Wisnu agar tidak terlalu keras dalam berbisnis. Purwa waktu itu ditemui langsung Bramastya di Jerman demi mengembalikan hubungan baik kedua perusahaan yang sebelumnya juga saling bekerja sama itu. Bram tahu, Wisnu hanya bisa mendengar ucapan pamannya. Peristiwa penculikan itu sama sekali tidak tersinggung di permukaan. Hanya mereka yang terlibatlah yang tahu. Seperti sebuah kode etik satu sama lain untuk saling merahasiakan agar tidak ada pihak hukum yang ikut campur urusan sesama mereka sendiri. Keduanya sudah menyepakati banyak hal setelah penculikan itu. “Anda yakin untuk melakukan semua ini?” Tio asisten yang lebih fokus urusan ke dalam perusahaan memastikan sekali lagi. karena dalam pemikirannya, yang sangat diuntungkan adalah pih
Tadinya Annisa mencoba mengejar Abim setelah sedikit perdebatannya di kantor mengenai beberapa data perusahaan yang dicurigai bocor. Abim benar-benar marah pada Annisa dan dengan terang-terangan menuduhnya sengaja membocorkan. Annisa tidak terima dan malah menuduh Abim tidak objektif dengan menuduhnya.“Kau hanya sedang sakit hati padaku! Karena itu kau mencari-cari kesalahanku untuk melampiaskan kekesalanmu,” ujar Annisa pada Abim waktu masih di kantor.“HHG, KAMU SAKIT ANNISA!” tukas Abim tersenyum miring pada Annisa. “Aku sarankan padamu, buatlah janji dengan psikiater, kau perlu mengisi ulang otakmu yang tinggal separuh itu!”“Kau hanya iri denganku, Abim!”“Teruslah dengan delusimu. Tapi jangan menghalangi kewajibanku!”“Pak Wisnu tidak akan percaya padamu, dia akan percaya padaku?”“Bagaimana kau bisa seyakin itu? Apa kau pikir Pak Wisnu mencintaimu?”“Kau tidak perlu ikut campur urusan kami, perasaanku dan dia hanya kami yang tahu.”“GILA!” “Kamu yang gila! Kamu gila karena ak