Sella tidak terima karena harus dibantah dan diejek Amanda. Dia hanyalah office girl baru yang bahkan belum sebulan ini bekerja di kantor, tapi sudah berani menantang Sella. Selama ini semua pegawai dan karyawan di kantor sangat menghormatinya. Setidaknya tidak pernah ada yang sampai mengejeknya.
"Bu Bell, hiks … !" Sella play victim dan mengadu pada Bella.
"Ada apa? Ngapain kamu nangis kaya anak kecil begitu?" Bella menatap Sella heran.
"OG itu benar-benar keterlaluan. Dia bilang aku seperti ondel-ondel dan juga ... " Sella memikirkan hal apa yang sekiranya bisa membuat bosnya itu terpancing,"Dia bilang Pak Wisnu masih single dan jika harus berusaha merebut perhatiannya itu bukan hal yang terlarang. Dia juga bilang Bu Bella hanya minder karena dia lebih cantik, jadi takut kalah saing sama dia."
"Apa?! Dia bilang begitu?" Bella naik pitam dan bangkit. "Kurang ajar! Belum tahu saja dia siapa Bella. Awas saja kamu anak ingusan!"
Bella yang mudah terprovokasi itu langsung keluar ruangan dan dengan kesal mencari-cari di mana wanita sialan yang mengatainya takut kalah saiangan itu! Enak saja, punya apa dia bilang seperti itu? Mana ada seorang OG bersaing dengan manajer sepertinya?
"Amanda!" teriak Bella.
"Ya bu, saya di sini!" Amanda ada di belakang Bella dan tampak biasa saja menghadapi wanita ini. Pasti Sella sudah mengadu yang bukan-bukan.
"Apa yang kamu katakan pada Sella?” tanya Bella mengkonfirmasi.
“Dia kemarin di ruangan Pak Wisnu, Bu. Gak tahu ngapain saja mereka di dalam,” sahut Sella agar Bella tak bertanya tentang kalimat provokasinya pada Amanda. Karena memang Amanda tak pernah menyinggung Bella.
“Apa kau gadis murahan seperti itu?” Bella teralihkan dan memandang Amanda dengan tatapan risih.
“Tidak, Bu. Saya hanya membantu Pak Wisnu merapikan meja kerjanya dan mencari beberapa dokumen yang hilang,” jawab Amanda jujur.
“Kenapa harus kamu? Dia kan punya tiga sekretaris dan dua asisten.”
“Maaf Bu, saya tidak tahu,” Amanda menjawab dengan apa adanya karena dia memang tidak berbohong.
“Bu Bel, ingat Amanda juga nantangi Bu Bell kemarin,” Sella mengingatkan Bella sambil berbisik takut Amanda mendengar.
Bella segera teringat dan kembali menatap Amanda dengan tidak suka.
“Kau tahu tidak, sejak dulu tidak ada yang berani menantangku. Kau mau menantangku hah!"
“Tidak Bu, aku tidak pernah begitu,” ucap Amanda merasa memang ini provokasi Sella agar Bella menyerangnya.
“Biasa itu, di depan orangnya bilang tidak tapi di belakang dia nyerang,” sahut Sella masih membuat panas keadaan.
“Maaf, saya banyak kerjaan. Saya harus balik kerja,” ucap Amanda tak tahan harus ada di antara mereka.
“Aku sedang bicara padamu malah kau mau pergi! Tidak sopan sekali kamu!”
Bella tersinggung dengan sikap Amanda, hingga mendorong bahunya dengan keras kebelakang. Tentu saja tubuh Amanda terdorong kebelakang hampir terjatuh, di saat yang tepat Wisnu sedang berjalan di belakang Amanda hingga bisa menangkap dan menahan tubuh kecil itu.
"Wisnu!" Bella melihat Wisnu menahan tubuh Amanda dan dia jadi terlihat sebal.
"Aku tak suka ada keributan di jam kerja, kembalilah ke tempatmu!" Wisnu berujar sembari membantu Amanda berdiri tegak.
“Gadis ini … ” Bella masih belum puas ingin mencecar Amanda.
“Aku akan memberimu surat peringatan jika masih ribut di jam kerja,” ujar Wisnnu mengancam pada Bella dan juga Sella.
Bella hanya melirik Amanda dengan tajam lalu menghentakan kaki berlalu pergi. Begitu juga Sella yang membuntutinya.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Wisnu pada Amanda kemudian.
"Tidak Pak, terima kasih." Amanda mengangguk sopan kemudian bergegas undur diri. Jangan sampai ada mata-mata jahat yang melihatnya bersama bosnya ini sehingga akan ada gosip lagi.
"Hey, ada yang tertinggal!" panggil Wisnu pada Amanda yang seolah terburu-buru.
Amanda terhenti dan baru ingat bahwa dia harus mengkopi beberapa document. Dia pun balik dan hendak mengambilnya. Namun Wisnu menghalanginya. Amanda heran, apakah pria ini sengaja menggodanya?
'Aduh, bagaimana nanti kalau ada yang lihat? Dia mah enak tidak mendengar gosip apapun, tapi dirinya selalu digossipkan di depan mata dan telinganya dengan sejelas jelasnya.'
"Maaf Pak?" Amanda tidak mengerti karena beberapa kali hendak melangkah Wisnu menghadang. Dia melangkah ke kanan Wisnu ikut ke kanan, dia melangkah ke kiri Wisnu juga ikut ke kiri. Jadinya dia bingung sendiri.
"Sebentar, ada sesuatu di rambutmu." Wisnu menunjuk ke arah kepala Amanda.
Amanda tentu tak bisa melihat kepalanya sendiri dan tak tahu benda apa yang dimaksud Wisnu. Ahirnya Wisnu mengambil kertas kecilnya yang tadi dia bawa dan karena tiba-tiba harus menahan tubuh Amanda yang terjatuh, kertas itu nyangkut di rambut panjang Amanda yang tergerai itu.
Gerakan jemari Wisnu dari kepala hingga menyisir rambut Amanda ke ujungnya menciptakan sensasi yang berbeda pada gadis itu.
Deg!
'Kenapa tidak langsung diambil saja sih? Apa pria ini sengaja melakukannya, atau karena posisi kertasnya nyelip di rambut hingga harus menelusupkan jemarinya dulu untuk mengambil benda itu?' batin Amanda.
Ekspresi pria itu masih datar dan santai seolah tak ada apapun. Sedangkan Amanda sudah panas dingin saja dan dag-dig-dug tak karuan.
"Aku hanya mau ambil ini!" ujar Wisnu tersenyum menunjukan kertas kecil mungkin berisi catatan nomor hp atau alamat, lalu berlalu meninggalkan Amanda yang bahkan bernapas saja sulit.
Amanda menatap punggung yang tegap itu berlalu, kemudian dengan lemas mendegus. Pria itu! Apa dia mau tanggung jawab kalau sampai dirinya jadi baper?
Amanda mencoret-coret kertas seolah menghitung-hitung kekurangan uang yang harus dibayar untuk menebus liontin itu. Dia juga sudah mencatat alternatife sumber dana yang akan digunakannya. Menuliskan nama Tante Marina, teman-temannya yang sekiranya bisa bantu, dan bahkan dia membuat kemungkinan pilihan seandainya saja rencananya tidak berhasil.Telpon papanya dan bilang terus terang lebih terasa sebagai pilihan masuk akal karena dia tahu papanya selalu membantunya keluar dari masalah. Namun sekarang dia masih ada masalah besar. Sementara mamanya jangan sampai tahu dulu karena Amanda tidak mau membuatnya sedih, dia akan menjadi orang terakhir yang tahu seandainya dari banyak planning itu tidak ada yang berhasil.Kesalahannya adalah dia membawa liontin itu sedangkan mamanya sudah memperingatkan. Waktu itu dia bilang hanya pinjam dan akan merawatnya dengan baik, saat pulang pasti dikembalikan. Kenyataannya berkata lain. Liontin itu hilang juga."Serius amat, Non!" Lesti menegurnya.Lesti
Wisnu terkejut melihat Amanda ada di bawah sana bersama Lesti dan Dion. Bahakan tatapan mereka bertemu sejenak tadi. akhir-akhir ini dia memang suka memperhatikan gadis itu. Perasaannya timbul tenggelam jika harus mempertanyakan apakah dia tertarik padanya. Dia masih juga menimbang-nimbang apakah harus membiarkan dirinya jatuh cinta padanya atau mengalihkan saja perasaan itu. Karena tentu di antara mereka ada banyak perbedaan. Usia Amanda masih sangatlah muda, dia juga terkadang masih terlihat childish. Itu membuat Amanda bukanlah tipe wanita yang diinginkan Wisnu. Terekam dalam sejarah percintaan pria ini bahwa kebanyakana kekasihnya memiliki usia yang lebih tua darinya atau paling tidak seumuran. Kurangnya kasih sayang dari seorang ibu sejak kecil membuatnya ingin melampiaskan kerinduannya pada sosok wanita yang keibuan dan bersikap dewasa. Karena itu dia menjadi bingung dengan dirinya sendiri, mengapa sekarang tiba-tiba merasa tertarik pada gadis muda itu? Apakah tipenya sudah be
"Hey, ada apa?" Wisnu yang baru mengganti baju menghampirinya."Pak Wisnu? Kau?!" Amanda terkejut melihat bahwa pria yang baru mengenakan baju itu adalah Wisnu. Bos di perusahaan tempatnya bekerja. Apa yang sudah dia lakukan padanya?"Duduklah yang benar, kau bisa jatuh!" Wisnu menghampiri Amanda yang ketakutan di ujung tempat tidur."Pergi! Aaaahh!" Amanda menolak tangan Wisnu yang menolongnya karena hampir terjatuh dari tempat tidur itu. "Pelan-pelan, Brow. Sampe teriak gitu!" Terdengar cuitan pria dari ruang samping sambil terkekeh. Sepertinya ada lebih dari satu orang disana. Amanda masih tidak mengerti. "Tidak ada yang terjadi. Kau lihat pintunya terbuka lebar kan? Dan di luar banyak orang, tidak mungkin aku melakukan hal yang tidak baik padamu," Wisnu menjelaskan pada Amanda karena dia sudah salah faham.Ingatan terahir Amanda adalah dia terjatuh di kolam renang itu. Kepalanya pusing dan kakinya keram membuat tubuhnya kaku tak bisa digerakkan saat di dalam kolam renang tadi.
Amanda tanpa diminta membersihkan meja Sella karena wanita itu pasti akan memanggilnya untuk melakukan pekerjaan kotor sembari dicerca dan dihina. Karenanya sebelum wanita itu sempat memanggilnya dan marah-marah, Amanda sudah lebih dulu membereskan mejanya. Jadi tak ada alasan baginya untuk marah-marah lagi."Tumben amat kamu pagi-pagi sudah beresin mejaku?" ujar Sella yang baru datang."Iya Mbak, sudah beres! Silahkan!" Amanda tersenyum lalu meninggalkan Sella. Yang ditinggalkan merasa diabaikan. Dia kan belum marah-marah. Jadi kurang pas rasanya kalau Amanda pergi begitu saja."Amanda!" teriak Sella.Amanda menoleh dan dengan sabar kembali menghampiri Sella. “Ada apa, Mbak?”"Tolong belikan aku sarapan di warung depan kantor ya, nasi ayam dan orek. Ini uanganya.""Saya belikan di kantin saja ya Mbak, ada kok, di depan kejauhan." Amanda menawar. Dia memang tak berniat membelikan Sella sarapan. Kalau dia mau sopan dan menghargainya, tentu Amanda dengan senang hati melakukan apapun yan
"Sel, data yang aku suruh print kemarin taruh di mejaku!" Bella datang dan tiba-tiba menanyakan kerjaan Sella.Yang ditanya bengong. "Duh, data yang mana ya Bu Bella?" tanya Sella balik."Kamu apa-apaan sih, ya data keuangan kemarin lah! Ini Wisnu udah minta tuh data," ujar Bella mengingatkan."Eng, udah kok bu, tapi aku cari dulu ya ditaruh di mana?""Ya ampun Sellaaaa!" Bella terlihat naik pitam. Sella buru-buru mengalihkan perhatian. Dia tahu apa yang bisa mengalihkan fokus atasannya itu."Iya bu, aku cariin kok, lagian sekarang Pak Wisnu lagi sibuk Bu, ga mungkin nanya nanya tuh data.""Apa maksudmu?""Iya, Pak Wisnu lagi sibuk gitu sama si OG centil itu, Bu Bella tahu sendiri kan kalau sekarang OG centil itu sering dipanggil ke ruang kerjanya Pak Wisnu.""Ya aku tahu itu, tapi aku menanyakan laporan yang aku suruh print kemarin. Jangan mengalihkan pembicaraan, deh!" Bella masih menyinggung kerjaan."Oh, baiklah! Bu Bell kasihan banget sih, terlalu serius mikirin kerjaan sampe ga
Sebenarnya Wisnu cukup terkejut saat Bella memanggil nama Amanda ke ruangnya. Namun seperti biasa dia bisa menyembunyikan perasaannya dengan baik. Dia bahkan melengos demi tidak menatap Amanda."Tolong kasihkan ke Pak Wisnu ya!" ujar Bella pada Amanda.Dan Amanda melakukan seperti yang disuruh. Menyerahkannya pada Wisnu. Wisnu menerimanya dan tanpa ada kata-kata lagi dia pun balik badan dan keluar ruang kerja Bella.Bella menatap itu dengan sangat puas. Ahirnya office girl itu mendengar sendiri dari mulut Wisnu bahwa dia tak mungkin menyukainya. Bella berharap Amanda tahu diri dan tidak besar kepala setelah ini. Bukan berarti jika Wisnu sering memanggil dirinya ke ruang kerjanya, lantas dia merasa Wisnu menyukainya."Kau dengar sendiri itu Amanda?" Bella begitu cepat merubah raut mukanya yang tadi manis kembali menjadi raut muka sinis."Maaf, Bu. Saya tidak mengerti.""Dungu kamu! Tuli ya? Wisnu tadi bilang dia tidak menyukaimu, jadi jangan sok kecentilan lagi di depan Wisnu!"“Aku …
Beberapa hari ini Wisnu tidak melihat Amanda. Biasanya gadis itu mengantar kopi pagi-pagi keruangannya. Membantu sekretarisnya mengantar atau mengkopi beberapa dokumen, atau sekedar berpapasan di kantor. Apa dia sakit?"Kopinya Pak!" ujar Lesty menyodorkan kopi itu.Wisnu kecewa mengapa bukan Amanda yang mengantarnya. Tapi dia ingat, Lesti teman Amanda pasti tahu kemana perginya anak itu."Terima kasih Lesty," tukas Wisnu dan menahan Lesti sejenak sebelum dia undur diri. "Aku tidak melihat Amanda akhir-akhir ini, apa temanmu itu sakit?" "Tidak Pak, Amanda masuk setiap hari kok," ucap Lesty. Setelah dirasa sudah tidak lagi dibutuhkan, dia pun keluar.Jadi Amanda masuk tiap hari?Tapi kenapa dia tidak melihatnya di kantor?Padahal beberapa hari ini dia anteng di kantor dan tidak pergi-pergi meeting ke luar.Wisnu teringat terahir kali mereka bertemu di ruangan Bella dan melihat gadis itu ada disana. Dia jadi berpikir apa Amanda merasa sedih dengan ucapannya saat itu? Suasana hati Wis
Amanda mendapat pesan yang masuk dari nomor seseorang, bahwa liontin yang dulu sudah di DP-nya itu akan dijual karena dia belum juga memberikan kepastian kapan akan melunasi kekurangannya. Terkejut dia pun langsung menghubungi nomor itu."Pak, ini saya yang punya liontin itu.""Oh, bagaimana? Ini sudah ada yang nawar lebih tinggi dari kamu. Nanti aku balikin saja uang kamu ya?""Tunggu pak, Bapak ada di mana sekarang? Saya akan datang.""Boleh, kau datang saja ke Restoran Kenanga.""Oke, Pak. Ini Pak Bondan ya?" tanya Amanda memastikan agar dia tak salah orang nanti saat mencarinya."Yuuuuk!" jawab pria itu dan menutup telponnya.Amanda belum punya uang, tapi mendengar liontin mamanya akan dilepas ke orang lain dia tak bisa membiarkannya. Pria itu bilang akan menyanggupi menunggu sisa pembayarannya. Tapi ternyata dia tergiur juga melepasnya ke orang lain. Mungkin ditawar lebih tinggi.Bagaimanapun juga Amanda tidak akan membiarkan liontin itu dijual ke orang lain. Sesampai di Restora
Annisa banyak salah dan dosa pada Amanda. Anak itu sejak pertama sudah dibuat tidak menyukainya. Sekarang apa dia bisa begitu saja memaafkannya dan membiarkan papanya menyetujui hubungan mereka? Pundaknya mulai turun dan dia merasa tidak mungkin Amanda rela membiarkan Dirja menikah dengannya. Dia kembali melihat sosok Dirja yang masih dengan sabar mendengarkan kata-kata putrinya. Jikapun pria itu diminta memilih dia atau putrinya, sudah bisa dipastikan Dirja akan memilih putrinya daripada Annisa. Karma itu memang ada. Dulu dia sangat membenci Amanda dan selalu berusaha membuatnya terluka. Sekarang, di saat dirinya sudah sangat yakin bahwa hanya pria yang baik dan penuh perhatian itulah yang bisa menerima semua kekurangannya dan sanggup menjadi imamnya dalam mengarungi kehidupan barunya, dia harus juga dibenci oleh Amanda. “Ya sudahlah, mungkin ini hukmuna dari tuhan untukmu, Annisa!” gumam Annisa pada dirinya sendiri sambil mengusap air mata di sudut matanya. “Kalau Papa memang men
Amanda tidak bisa memejamkan matanya mengingat apa yang sudah di sampaikan Wisnu padanya tadi sore. Dia ingin menelpon mamanya, namun sudah larut malam waktu Milan. Artinya di Jakarta saat ini menjelang subuh. Tentu dia harus bersabar menunggu pagi agar bisa menghubungi mamanya.Keresahan Amanda tentu bisa dirasakan Wisnu karena beberapa kali harus mengganti posisi tidurnya. “Kau tidak bisa tidur?” tanyanya.“Oh, Maaf! Aku pasti mengganggu tidur, Mas Wisnu” ucap Amanda sedih.“Mana yang tidak nyaman, biar aku usap.” Wisnu memeriksa Amanda. Lalu dengan lembut dia mengusap punggung Amanda agar membuatnya lebih nyaman. “Katanya besok mau belanja di Galerria, tapi selarut ini kau belum tidur juga?”“Aku terus kepikiran papa, Mas!”“Kenapa?”Amanda tidak menyahut, Wisnu pasti juga tahu apa yang sedang dipikirkannya. Kemudian Wisnu mendekatkan tubuhnya dan memeluk Amanda. “Ya sudah jangan dipikirkan dulu, nanti malah bikin kamu stress. Gak bagus kan buat perkembangan baby kita!”“Papa itu s
Dirja sebenarnya juga akan memberikan kejutan pada putri dan menantunya itu tentang rencana mengakhiri masa sendirinya. Tapi dia juga dibuat kecewa lantaran Wisnu dan Amanda tidak di rumah.Dia sudah memikirkan betul keputusannya. Beberapa bulan dekat dengan Annisa dan merasa wanita itu sepertinya memiliki hati untuknya, Dirja kemudian memikirkan pendapat Marina dan Moana agar dirinya menikah lagi. Jika dulu dia masih betah sendiri karena menghargai perasaan Moana dan Amanda, sekarang semuanya sudah berjalan baik. Moana sudah menikah lagi, dan putrinya bahkan sebentar lagi akan memberinya cucu. Tidak ada alasan baginya untuk sendiri terus.Mirzha tentu sudah mengenal Dirja sebagai ayah Amanda karena datang dan berbincang langsung dengan Dirja saat pernikahan Wisnu. Mirzha mengakui Dirja memang sosok yang matang dan juga mapan. Tentu itu adalah hal yang penting untuk putrinya yang bisa dibilang terkadang labil itu. Annisa memang membutuhkan sosok yang dewasa, matang dan bisa membimbi
Amanda menjadi sedih karena Wisnu menolak keinginanya. Suasana hatinya mulai buruk dan dia bangkit sambil mendorong beberapa map hingga jatuh berserakan ke lantai. Dengan langkah kasar keluar dari ruang kerja Wisnu.Wisnu menghela napas dan menutup laptopnya. Lalu bergegas membuntuti istrinya yang sedang ngambek.Pintu kamar tertutup dengan kasar.“Sayang, kondisimu masih lemah, aku takut malah menyakitimu dan baby kita,” Wisnu mencoba menjelaskan meski pintu tertutup.“Iya, aku udah jelek, gendut, Mas Wisnu udah gak bergairah lagi!” Amanda berteriak sebal.“Ya udah, buka dulu! Gak enak kan di dengar orang ngobrol sambil teriak-teriak.”“Gak mau! Udah sana pergi ke kantor, ketemu sama cewek-cewek cantik, gak usah mikirin wanita yang gendut dan jelek ini!”“Siapa yang gendut dan jelek? Kamu cantik kok!”Sesaat tidak terdengar suara dari dalam. Wisnu berpikir Amanda akan membukakan pintu untuknya. Pintu memang terbuka, tapi karena Amanda ingin melepar bantal dan selimut.“Tidur saja di
Wisnu sudah datang dan sangat tergesa langsung menuju kamar untuk bisa melihat kondisi istrinya. Saat masuk kamar, Marina mengingatkan Wisnu untuk membersihkan diri dulu. Banyak virus di tempat umum, tidak baik untuk ibu hamil.Amanda sebenarnya menolak pergi ke rumah sakit. Bau disinfektan sangat membuatnya pusing. Bisa-bisa dia malah muntah-muntah hebat lagi. Tapi melihat kondisi istrinya yang lemas, Wisnu tidak mau ambil resiko. Dia langsung menggendongnya ke mobil dan meminta Abduh menyupir ke rumah sakit.Setelah dipasang infus, Amanda mulai terlihat segar lagi. Dia mungkin saja mengalami dehidrasi karena banyak cairan yang keluar tapi tidak bisa memasukan makanan atau minuman ke dalam tubuhnya. Wisnu nampak sangat cemas.“Masih istirahat, Bu Amanda?” tanya dokter Ririn, spesialis obgyn, yang diminta Wisnu menjadi dokter pribadi istrinya.“Apa ada masalah dengan kehamilannya, dokter? Kenapa dia mengalami mual dan muntah yang hebat?” Wisnu tak sabar menanyakan tentang kesehatan is
Abim menemani Wisnu mengunjungi kantor perusahaan di Surabaya. Dia bertemu Annisa yang sedang mengerjakan sesuatu di ruangannya. Lalu Abim memberanikan diri menghampirinya.“Eh, Abim! Kok tiba-tiba Ke Surabaya?” Annisa sedikit terkejut melihat Abim.“Ada sedikit urusan, kau betah pindah kerja di sini?” Abim senang melihat Annisa yang terlihat ramah itu. Sama seperti dulu saat pertama dia kerja di kantor Jakarta.Mereka sudah duduk dan menikmati minuman sambil berbincang-bincang.“Apa kabar Naira?” tanya Annisa.“Baik,” jawab Abim.“Kau tampak lebih bahagia di sini?”“Ya iyalah, kerjaan di sini tidak seruwet di Jakarta. Lagi pula Pak Dirja baik sekali. Aku jadi betah kerja di Surabaya”“Baguslah! Aku senang melihatmu lebih baik!” ucap Abim menatap Annisa dengan tatapan yang sulit dimengerti.“Terima kasih, Abim! Aku minta maaf ya, kalau sering buat kamu sakit hati!”Abim sedikit terkejut mendengar permintaan maaf Annisa. Artinya dia memang serius ingin berubah. Seperti yang dikatakanny
Amanda tampak melamun dan tidak bernapsu makan, sejak tadi hanya mempermainkan sumpit di atas mangkuk yang berisi cah kangkung yang sudah disiapkan atas keinginanya. Sejak Amanda masih bekerja di rumah ini dulu, dia yang menyusun menu makan selama seminggu dan Titik yang bagian mengeksekusinya bersama Amanda. Di minggu berikutnya Amanda akan membuat daftar menu baru lagi. Semua itu dilakukan untuk mendukung program diet sehat Purwa yang waktu itu sedang sakit. Agar Purwa tidak merasa sedang diet dan tidak tergoda makanan kurang sehat, maka semua orang di rumah pun memakan menu yang sama.“Kenapa melamun?” Wisnu yang sedang makan terganggu dengan wajah melamun istrinya.Amanda hanya bergeming sedikit lalu mengambil cah kangkung untuk dipindah ke dalam piringnya. “Apa bimbinganmu bermasalah?”“Tidak” jawab Amanda tak bersemangat.“Lalu apa?”“Gak ada apa-apa”“Jangan bohong!”“Ya udahlah, gak usah dibahas juga!” Amanda mencoba memasukan makanan ke mulutnya.“Kalau kau tidak bilang, ak
Saat itu Wisnu baru selesai mengadakan pertemuan dengan beberapa pejabat penting grup Bramastya terkait kerjasama keduanya. Dia berbesar hati untuk melonggarkan persaingan di antara mereka. Tentu saja setelah Purwa yang menelpon sendiri dan menasehati Wisnu agar tidak terlalu keras dalam berbisnis. Purwa waktu itu ditemui langsung Bramastya di Jerman demi mengembalikan hubungan baik kedua perusahaan yang sebelumnya juga saling bekerja sama itu. Bram tahu, Wisnu hanya bisa mendengar ucapan pamannya. Peristiwa penculikan itu sama sekali tidak tersinggung di permukaan. Hanya mereka yang terlibatlah yang tahu. Seperti sebuah kode etik satu sama lain untuk saling merahasiakan agar tidak ada pihak hukum yang ikut campur urusan sesama mereka sendiri. Keduanya sudah menyepakati banyak hal setelah penculikan itu. “Anda yakin untuk melakukan semua ini?” Tio asisten yang lebih fokus urusan ke dalam perusahaan memastikan sekali lagi. karena dalam pemikirannya, yang sangat diuntungkan adalah pih
Tadinya Annisa mencoba mengejar Abim setelah sedikit perdebatannya di kantor mengenai beberapa data perusahaan yang dicurigai bocor. Abim benar-benar marah pada Annisa dan dengan terang-terangan menuduhnya sengaja membocorkan. Annisa tidak terima dan malah menuduh Abim tidak objektif dengan menuduhnya.“Kau hanya sedang sakit hati padaku! Karena itu kau mencari-cari kesalahanku untuk melampiaskan kekesalanmu,” ujar Annisa pada Abim waktu masih di kantor.“HHG, KAMU SAKIT ANNISA!” tukas Abim tersenyum miring pada Annisa. “Aku sarankan padamu, buatlah janji dengan psikiater, kau perlu mengisi ulang otakmu yang tinggal separuh itu!”“Kau hanya iri denganku, Abim!”“Teruslah dengan delusimu. Tapi jangan menghalangi kewajibanku!”“Pak Wisnu tidak akan percaya padamu, dia akan percaya padaku?”“Bagaimana kau bisa seyakin itu? Apa kau pikir Pak Wisnu mencintaimu?”“Kau tidak perlu ikut campur urusan kami, perasaanku dan dia hanya kami yang tahu.”“GILA!” “Kamu yang gila! Kamu gila karena ak