Wisnu terkejut melihat Amanda ada di bawah sana bersama Lesti dan Dion. Bahakan tatapan mereka bertemu sejenak tadi. akhir-akhir ini dia memang suka memperhatikan gadis itu. Perasaannya timbul tenggelam jika harus mempertanyakan apakah dia tertarik padanya. Dia masih juga menimbang-nimbang apakah harus membiarkan dirinya jatuh cinta padanya atau mengalihkan saja perasaan itu. Karena tentu di antara mereka ada banyak perbedaan.
Usia Amanda masih sangatlah muda, dia juga terkadang masih terlihat childish. Itu membuat Amanda bukanlah tipe wanita yang diinginkan Wisnu. Terekam dalam sejarah percintaan pria ini bahwa kebanyakana kekasihnya memiliki usia yang lebih tua darinya atau paling tidak seumuran. Kurangnya kasih sayang dari seorang ibu sejak kecil membuatnya ingin melampiaskan kerinduannya pada sosok wanita yang keibuan dan bersikap dewasa.
Karena itu dia menjadi bingung dengan dirinya sendiri, mengapa sekarang tiba-tiba merasa tertarik pada gadis muda itu? Apakah tipenya sudah berubah?
Di bawah sana, Lesti tampak gusar menunggu pesan dari Dion. Setelah notifikasi terdengar, dengan diam-diam dia membaca pesan itu.
Dion : [ Ayo, aku sudah di luar ]
Lesti : [ Iya, ini lagi mengkondisikan situasi ]
Dion : [ Pura-pura saja mau ke toilet kayak aku tadi, begitu sudah agak jauh langsung ambil langkah seribu, hehe ]
Lesti tersenyum sendiri membaca pesan Dion. Amanda menatapnya heran.
“Ngapain senyum-senyum sendiri?”
“Kamu itu kelamaan menjomblo, lihat orang senyum-senyum saja sudah syirik!” tukas Lesti.
“Kali aja lagi merencanakan sesuatu dengan Dion?” ujar Amanda mempermainkan sedotan di gelasnya.
Sebenarnya dia juga merasa menjadi pengganggu mereka. Tapi dia hanya ingin mengusir kesuntukan pikirannya dengan mengganggu kencan kedua temannya itu. sesekali juga tidak masalah lah, mereka masih punya malam Minggu yang lain.
"Aduuh, ayang beb ku kemana kok gak balik-balik?" Lesti memulai aktingnya, "Aku lihat Dion dulu ya, kasihan kan kalau dia kenapa-napa. Habisnya sejak kemarin perutnya bermasalah," ujar Lesti bangkit sambil membawa tasnya.
"Lihat doang kan?" Amanda memicingkan matanya.
"Hemm!" Lesti bangkit.
Karena diawasi Amanda, Lesti pun berjalan ke arah toilet. Tapi begitu Amanda lengah sebentar, dia langsung mengambil jurus langkah seribu berbelok ke pintu keluar. Amanda pun melihatnya.
"Lesti, toiletnya sebelah kanan ngapain kamu kesitu?!" Amanda berteriak melihat temannya berlari keluar.
Sial, dia ditinggal lagi!
Merasa sudah dikerjai temannya, Amanda pun bangkit mengambil tasnya dan buru-buru mengejar Lesti.
"Say, aku duluan yah! Sampai ketemu di rumah!" Lesti melambaikan tangannya dan langsung menghilang dari pandangan Amanda.
"Lesti, awas kamu yah! Kurang ajar aku ditinggal!" Amanda berlari dan nampak kesusahan karena memakai sepatu berhak tinggi. Sebenarnya dia sedikit takut berlari di pinggir kolam renang, karena itu kakinya yang gemetar terpeleset dan terkilir. Tapi demi mengejar temannya dia tidak merasakannya. Dilepasnya sepatu dan masih berusaha mengejar Lesti yang sudah keluar. Sialnya ada pelayan yang mendorong troli berisi minuman yang tiba-tiba muncul. Demi menghindari itu Amanda sampai terbentur tiang besi dan tercebur ke kolam renang.
“To…” Amanda tak berhasil menyelesaikan kata ‘tolong’ nya. Dia sudah merasakan tubuhnya mengejang dan kepalanya berat.
Benturan di kepalanya membuatnya merasa pusing dan ingatan tentang dirinya yang tenggelam di kolam renang sewaktu kecil membuat tubuhnya kaku. Jika papanya disini tentu akan langsung menyelamatkannyanya. Tapi papanya tidak disini. Dan tidak tahu siapa yang akan menyelamatkannya.
‘Papaaa, tolong aku!!!’ Panggil Amanda dalam hati sebelum dia tidak lagi ingat apapun.
Wisnu yang masih mengobrol bersama teman-temannya sekilas melihat Amanda berlari tadi menyusuri kolam renang. Saat menoleh lagi dia tidak melihatnya. Tidak mungkin dia secepat itu keluar apalagi cara larinya seperti tadi. Memelihat ada beberapa orang di dekat kolam renang membuatnya menduga sesuatu terjadi pada Amanda. Spontan dia berjingkat dengan langkah panjang berlari turun kemudian melompat ke dalam kolam renang itu.
Orang-orang tak terlalu memperhatikan dan sibuk dengan urusannya masing-masing. Menganggap gadis sebesar itu tak mungkin tenggelam di kolam renang yang hanya sepundak orang dewasa. Tapi beberapa saat mereka pun mulai panik karena tidak ada pergerakan dari dalam kolam renang. Baru saja seseorang akan melompat ke kolam, Wisnu sudah lebih dulu nyebur.
Teman-teman Wisnu yang penasaran karena dia tiba-tiba berlari turun ke bawah segera tahu setelah melihat Wisnu membopong tubuh seorang gadis dari dalam kolam renang.
"Tolong dia butuh ruang!"
Melihat Amanda terkulai lemas dan tak sadar Wisnu meminta temannya menghalau pengunjung yang mengerumuni mereka di pinggir kolam.
Untungnya malam itu tak terlalu banyak pengunjung sehingga tak butuh waktu lama kafe itu pun menjadi lenggang. Hanya ada Wisnu dan Amanda di pinggir kolam itu sementara temannya yang lain melihat dari jauh.
“Hey, sadarlah!” Wisnu menepuk-nepuk pipi Amanda berusaha menyadarkannya.
Dia kemudian meletakan tubuh Amanda agar dapat berbaring. Dicobanya sekali lagi menyadarkan Amanda tapi tak berhasil. Akhirnya Wisnu melonggarkan dua kancing baju gadis itu kemudian menekan dada dan perut Amanda untuk mengeluarkan air yang masuk ke tubuhnya.
“Kasih napas buatan brow!” teriak Joswa temannya sambil terkekeh.
Pria itu masih bisa juga terkekeh saat ada orang lain kesusahan. Benar-benar teman yang laknat! Batin Wisnu. Tapi idenya boleh juga, Wisnu pun membuka mulut Amanda untuk memberikannya napas buatan.
Tak lama kemudian Amanda terbatuk-batuk dan Wisnu membantu mengangkat tubuhnya agar bisa memuntahkan air.Temannya pemilik kafe itu datang memberikan handuk tebal untuk diselimutkan ke tubuh Amanda.
“Belum sadar dia?” tanya Murni, teman Wisnu.
“Pingsan lagi kayaknya,” ujar Wisnu menggendong tubuh yang sudah berbalut handuk itu masuk ke dalam.
****
Amanda perlahan membuka matanya dan bertanya-tanya di mana dia berada. Langit-langit ruang itu terasa asing. Saat dia menoleh ke arah lain matanya menangkap seorang pria yang bertelanjang dada. Terpampang dada bidang dan otot perutnya yang menawan. Sejenak Amanda menikmati pemandangan itu dan berpikir dirinya sedang bermimpi. Tapi beberapa saat kemudian matanya mulai membesar dan menyadari ini bukan mimpi.
"Astaga, aku dimana?!"
Amanda bangkit menyibak handuk yang masih membelit tubuhnya. Dua kancing bajunya terbuka dan pikirannya sudah tak karuan.
Deg!
Apa yang sudah dilakukan pria itu?
Spontan Amanda menjerit panik, "AAA!"
"Hey, ada apa?" Wisnu yang baru mengganti baju menghampirinya."Pak Wisnu? Kau?!" Amanda terkejut melihat bahwa pria yang baru mengenakan baju itu adalah Wisnu. Bos di perusahaan tempatnya bekerja. Apa yang sudah dia lakukan padanya?"Duduklah yang benar, kau bisa jatuh!" Wisnu menghampiri Amanda yang ketakutan di ujung tempat tidur."Pergi! Aaaahh!" Amanda menolak tangan Wisnu yang menolongnya karena hampir terjatuh dari tempat tidur itu. "Pelan-pelan, Brow. Sampe teriak gitu!" Terdengar cuitan pria dari ruang samping sambil terkekeh. Sepertinya ada lebih dari satu orang disana. Amanda masih tidak mengerti. "Tidak ada yang terjadi. Kau lihat pintunya terbuka lebar kan? Dan di luar banyak orang, tidak mungkin aku melakukan hal yang tidak baik padamu," Wisnu menjelaskan pada Amanda karena dia sudah salah faham.Ingatan terahir Amanda adalah dia terjatuh di kolam renang itu. Kepalanya pusing dan kakinya keram membuat tubuhnya kaku tak bisa digerakkan saat di dalam kolam renang tadi.
Amanda tanpa diminta membersihkan meja Sella karena wanita itu pasti akan memanggilnya untuk melakukan pekerjaan kotor sembari dicerca dan dihina. Karenanya sebelum wanita itu sempat memanggilnya dan marah-marah, Amanda sudah lebih dulu membereskan mejanya. Jadi tak ada alasan baginya untuk marah-marah lagi."Tumben amat kamu pagi-pagi sudah beresin mejaku?" ujar Sella yang baru datang."Iya Mbak, sudah beres! Silahkan!" Amanda tersenyum lalu meninggalkan Sella. Yang ditinggalkan merasa diabaikan. Dia kan belum marah-marah. Jadi kurang pas rasanya kalau Amanda pergi begitu saja."Amanda!" teriak Sella.Amanda menoleh dan dengan sabar kembali menghampiri Sella. “Ada apa, Mbak?”"Tolong belikan aku sarapan di warung depan kantor ya, nasi ayam dan orek. Ini uanganya.""Saya belikan di kantin saja ya Mbak, ada kok, di depan kejauhan." Amanda menawar. Dia memang tak berniat membelikan Sella sarapan. Kalau dia mau sopan dan menghargainya, tentu Amanda dengan senang hati melakukan apapun yan
"Sel, data yang aku suruh print kemarin taruh di mejaku!" Bella datang dan tiba-tiba menanyakan kerjaan Sella.Yang ditanya bengong. "Duh, data yang mana ya Bu Bella?" tanya Sella balik."Kamu apa-apaan sih, ya data keuangan kemarin lah! Ini Wisnu udah minta tuh data," ujar Bella mengingatkan."Eng, udah kok bu, tapi aku cari dulu ya ditaruh di mana?""Ya ampun Sellaaaa!" Bella terlihat naik pitam. Sella buru-buru mengalihkan perhatian. Dia tahu apa yang bisa mengalihkan fokus atasannya itu."Iya bu, aku cariin kok, lagian sekarang Pak Wisnu lagi sibuk Bu, ga mungkin nanya nanya tuh data.""Apa maksudmu?""Iya, Pak Wisnu lagi sibuk gitu sama si OG centil itu, Bu Bella tahu sendiri kan kalau sekarang OG centil itu sering dipanggil ke ruang kerjanya Pak Wisnu.""Ya aku tahu itu, tapi aku menanyakan laporan yang aku suruh print kemarin. Jangan mengalihkan pembicaraan, deh!" Bella masih menyinggung kerjaan."Oh, baiklah! Bu Bell kasihan banget sih, terlalu serius mikirin kerjaan sampe ga
Sebenarnya Wisnu cukup terkejut saat Bella memanggil nama Amanda ke ruangnya. Namun seperti biasa dia bisa menyembunyikan perasaannya dengan baik. Dia bahkan melengos demi tidak menatap Amanda."Tolong kasihkan ke Pak Wisnu ya!" ujar Bella pada Amanda.Dan Amanda melakukan seperti yang disuruh. Menyerahkannya pada Wisnu. Wisnu menerimanya dan tanpa ada kata-kata lagi dia pun balik badan dan keluar ruang kerja Bella.Bella menatap itu dengan sangat puas. Ahirnya office girl itu mendengar sendiri dari mulut Wisnu bahwa dia tak mungkin menyukainya. Bella berharap Amanda tahu diri dan tidak besar kepala setelah ini. Bukan berarti jika Wisnu sering memanggil dirinya ke ruang kerjanya, lantas dia merasa Wisnu menyukainya."Kau dengar sendiri itu Amanda?" Bella begitu cepat merubah raut mukanya yang tadi manis kembali menjadi raut muka sinis."Maaf, Bu. Saya tidak mengerti.""Dungu kamu! Tuli ya? Wisnu tadi bilang dia tidak menyukaimu, jadi jangan sok kecentilan lagi di depan Wisnu!"“Aku …
Beberapa hari ini Wisnu tidak melihat Amanda. Biasanya gadis itu mengantar kopi pagi-pagi keruangannya. Membantu sekretarisnya mengantar atau mengkopi beberapa dokumen, atau sekedar berpapasan di kantor. Apa dia sakit?"Kopinya Pak!" ujar Lesty menyodorkan kopi itu.Wisnu kecewa mengapa bukan Amanda yang mengantarnya. Tapi dia ingat, Lesti teman Amanda pasti tahu kemana perginya anak itu."Terima kasih Lesty," tukas Wisnu dan menahan Lesti sejenak sebelum dia undur diri. "Aku tidak melihat Amanda akhir-akhir ini, apa temanmu itu sakit?" "Tidak Pak, Amanda masuk setiap hari kok," ucap Lesty. Setelah dirasa sudah tidak lagi dibutuhkan, dia pun keluar.Jadi Amanda masuk tiap hari?Tapi kenapa dia tidak melihatnya di kantor?Padahal beberapa hari ini dia anteng di kantor dan tidak pergi-pergi meeting ke luar.Wisnu teringat terahir kali mereka bertemu di ruangan Bella dan melihat gadis itu ada disana. Dia jadi berpikir apa Amanda merasa sedih dengan ucapannya saat itu? Suasana hati Wis
Amanda mendapat pesan yang masuk dari nomor seseorang, bahwa liontin yang dulu sudah di DP-nya itu akan dijual karena dia belum juga memberikan kepastian kapan akan melunasi kekurangannya. Terkejut dia pun langsung menghubungi nomor itu."Pak, ini saya yang punya liontin itu.""Oh, bagaimana? Ini sudah ada yang nawar lebih tinggi dari kamu. Nanti aku balikin saja uang kamu ya?""Tunggu pak, Bapak ada di mana sekarang? Saya akan datang.""Boleh, kau datang saja ke Restoran Kenanga.""Oke, Pak. Ini Pak Bondan ya?" tanya Amanda memastikan agar dia tak salah orang nanti saat mencarinya."Yuuuuk!" jawab pria itu dan menutup telponnya.Amanda belum punya uang, tapi mendengar liontin mamanya akan dilepas ke orang lain dia tak bisa membiarkannya. Pria itu bilang akan menyanggupi menunggu sisa pembayarannya. Tapi ternyata dia tergiur juga melepasnya ke orang lain. Mungkin ditawar lebih tinggi.Bagaimanapun juga Amanda tidak akan membiarkan liontin itu dijual ke orang lain. Sesampai di Restora
Bondan menimbang-nimbang apakah pria ini berkata serius atau hanya sebuah gertakan. Penampilannya pun terkesan mahal. Kemudian melihat wajah Wisnu dia seolah pernah melihatnya. Nalurinya sebagai pebisnis mengatakan bahwa pria ini memang orang kaya dan tidak bisa diremehkan. Otak liciknya pun bekerja agar mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi lagi. Apalagi sepertinya dia menyukai gadis itu."Maaf Pak, sangat tidak etis dan tidak sopan sekali jika harus membatalkannya, lagipula pasti nyonya tadi sudah keluar." Bondan tampak mengutarakan keberatannya."Aku akan membelinya lebih tinggi dari wanita tadi, sekarang ambil liontin itu dan bawa kemari secepatnya!" ujar Wisnu dengan gaya bossy-nya.Bondan membelalakan matanya mendapat tawaran dari Wisnu. Dia pun tak banyak berpikir dan segera bersama Jon berlalu untuk mengejar wanita itu. Kemungkinan mereka belum beranjak pergi dari restoran.Amanda yang melihat itu benar-benar tak percaya. Pria ini ternyata selalu bisa membuat orang lain mel
Selesai menghabiskan makan malam mereka tidak langsung berlalu dari restoran itu. Suasana lengang dan hanya ada mereka berdua. Sebuah lagu romantis pun mengalun lembut dengan volum yang sesuai. apalagi pemandangan malam hari dari atas lantai 2 ini terlihat nyaman dipandang. Tapi kenapa restoran tiba-tiba sepi?“Ada apa?” tanya Wisnu melihat Amanda keheranan.“Tadi sepertinya restoran ini masih ramai, kok sekarang jadi tinggal kita berdua ya?”“Iya juga ya?” Wisnu pura-pura ikut heran."Apa anda juga selalu sebaik ini pada semua orang?" tanya Amanda seperti belum bisa terima tentang liontin itu."Tidak juga!" jawab Wisnu singkat. Ya kali dia selalu baik seperti itu ke semua orang. Gadis ini apa tidak berfikir kalau hanya orang yang menyukainya yang akan melakukan hal itu."Kalau begitu? Mengapa anda baik sekali padaku?"Tuh, kan! Dia memang tidak peka."AKU MENYUKAIMU!" Wisnu akhirnya memang harus mengatakannya.Astaga, ini pertama kali dalam sejarah dirinya mengucapkan langsung kata i
Annisa banyak salah dan dosa pada Amanda. Anak itu sejak pertama sudah dibuat tidak menyukainya. Sekarang apa dia bisa begitu saja memaafkannya dan membiarkan papanya menyetujui hubungan mereka? Pundaknya mulai turun dan dia merasa tidak mungkin Amanda rela membiarkan Dirja menikah dengannya. Dia kembali melihat sosok Dirja yang masih dengan sabar mendengarkan kata-kata putrinya. Jikapun pria itu diminta memilih dia atau putrinya, sudah bisa dipastikan Dirja akan memilih putrinya daripada Annisa. Karma itu memang ada. Dulu dia sangat membenci Amanda dan selalu berusaha membuatnya terluka. Sekarang, di saat dirinya sudah sangat yakin bahwa hanya pria yang baik dan penuh perhatian itulah yang bisa menerima semua kekurangannya dan sanggup menjadi imamnya dalam mengarungi kehidupan barunya, dia harus juga dibenci oleh Amanda. “Ya sudahlah, mungkin ini hukmuna dari tuhan untukmu, Annisa!” gumam Annisa pada dirinya sendiri sambil mengusap air mata di sudut matanya. “Kalau Papa memang men
Amanda tidak bisa memejamkan matanya mengingat apa yang sudah di sampaikan Wisnu padanya tadi sore. Dia ingin menelpon mamanya, namun sudah larut malam waktu Milan. Artinya di Jakarta saat ini menjelang subuh. Tentu dia harus bersabar menunggu pagi agar bisa menghubungi mamanya.Keresahan Amanda tentu bisa dirasakan Wisnu karena beberapa kali harus mengganti posisi tidurnya. “Kau tidak bisa tidur?” tanyanya.“Oh, Maaf! Aku pasti mengganggu tidur, Mas Wisnu” ucap Amanda sedih.“Mana yang tidak nyaman, biar aku usap.” Wisnu memeriksa Amanda. Lalu dengan lembut dia mengusap punggung Amanda agar membuatnya lebih nyaman. “Katanya besok mau belanja di Galerria, tapi selarut ini kau belum tidur juga?”“Aku terus kepikiran papa, Mas!”“Kenapa?”Amanda tidak menyahut, Wisnu pasti juga tahu apa yang sedang dipikirkannya. Kemudian Wisnu mendekatkan tubuhnya dan memeluk Amanda. “Ya sudah jangan dipikirkan dulu, nanti malah bikin kamu stress. Gak bagus kan buat perkembangan baby kita!”“Papa itu s
Dirja sebenarnya juga akan memberikan kejutan pada putri dan menantunya itu tentang rencana mengakhiri masa sendirinya. Tapi dia juga dibuat kecewa lantaran Wisnu dan Amanda tidak di rumah.Dia sudah memikirkan betul keputusannya. Beberapa bulan dekat dengan Annisa dan merasa wanita itu sepertinya memiliki hati untuknya, Dirja kemudian memikirkan pendapat Marina dan Moana agar dirinya menikah lagi. Jika dulu dia masih betah sendiri karena menghargai perasaan Moana dan Amanda, sekarang semuanya sudah berjalan baik. Moana sudah menikah lagi, dan putrinya bahkan sebentar lagi akan memberinya cucu. Tidak ada alasan baginya untuk sendiri terus.Mirzha tentu sudah mengenal Dirja sebagai ayah Amanda karena datang dan berbincang langsung dengan Dirja saat pernikahan Wisnu. Mirzha mengakui Dirja memang sosok yang matang dan juga mapan. Tentu itu adalah hal yang penting untuk putrinya yang bisa dibilang terkadang labil itu. Annisa memang membutuhkan sosok yang dewasa, matang dan bisa membimbi
Amanda menjadi sedih karena Wisnu menolak keinginanya. Suasana hatinya mulai buruk dan dia bangkit sambil mendorong beberapa map hingga jatuh berserakan ke lantai. Dengan langkah kasar keluar dari ruang kerja Wisnu.Wisnu menghela napas dan menutup laptopnya. Lalu bergegas membuntuti istrinya yang sedang ngambek.Pintu kamar tertutup dengan kasar.“Sayang, kondisimu masih lemah, aku takut malah menyakitimu dan baby kita,” Wisnu mencoba menjelaskan meski pintu tertutup.“Iya, aku udah jelek, gendut, Mas Wisnu udah gak bergairah lagi!” Amanda berteriak sebal.“Ya udah, buka dulu! Gak enak kan di dengar orang ngobrol sambil teriak-teriak.”“Gak mau! Udah sana pergi ke kantor, ketemu sama cewek-cewek cantik, gak usah mikirin wanita yang gendut dan jelek ini!”“Siapa yang gendut dan jelek? Kamu cantik kok!”Sesaat tidak terdengar suara dari dalam. Wisnu berpikir Amanda akan membukakan pintu untuknya. Pintu memang terbuka, tapi karena Amanda ingin melepar bantal dan selimut.“Tidur saja di
Wisnu sudah datang dan sangat tergesa langsung menuju kamar untuk bisa melihat kondisi istrinya. Saat masuk kamar, Marina mengingatkan Wisnu untuk membersihkan diri dulu. Banyak virus di tempat umum, tidak baik untuk ibu hamil.Amanda sebenarnya menolak pergi ke rumah sakit. Bau disinfektan sangat membuatnya pusing. Bisa-bisa dia malah muntah-muntah hebat lagi. Tapi melihat kondisi istrinya yang lemas, Wisnu tidak mau ambil resiko. Dia langsung menggendongnya ke mobil dan meminta Abduh menyupir ke rumah sakit.Setelah dipasang infus, Amanda mulai terlihat segar lagi. Dia mungkin saja mengalami dehidrasi karena banyak cairan yang keluar tapi tidak bisa memasukan makanan atau minuman ke dalam tubuhnya. Wisnu nampak sangat cemas.“Masih istirahat, Bu Amanda?” tanya dokter Ririn, spesialis obgyn, yang diminta Wisnu menjadi dokter pribadi istrinya.“Apa ada masalah dengan kehamilannya, dokter? Kenapa dia mengalami mual dan muntah yang hebat?” Wisnu tak sabar menanyakan tentang kesehatan is
Abim menemani Wisnu mengunjungi kantor perusahaan di Surabaya. Dia bertemu Annisa yang sedang mengerjakan sesuatu di ruangannya. Lalu Abim memberanikan diri menghampirinya.“Eh, Abim! Kok tiba-tiba Ke Surabaya?” Annisa sedikit terkejut melihat Abim.“Ada sedikit urusan, kau betah pindah kerja di sini?” Abim senang melihat Annisa yang terlihat ramah itu. Sama seperti dulu saat pertama dia kerja di kantor Jakarta.Mereka sudah duduk dan menikmati minuman sambil berbincang-bincang.“Apa kabar Naira?” tanya Annisa.“Baik,” jawab Abim.“Kau tampak lebih bahagia di sini?”“Ya iyalah, kerjaan di sini tidak seruwet di Jakarta. Lagi pula Pak Dirja baik sekali. Aku jadi betah kerja di Surabaya”“Baguslah! Aku senang melihatmu lebih baik!” ucap Abim menatap Annisa dengan tatapan yang sulit dimengerti.“Terima kasih, Abim! Aku minta maaf ya, kalau sering buat kamu sakit hati!”Abim sedikit terkejut mendengar permintaan maaf Annisa. Artinya dia memang serius ingin berubah. Seperti yang dikatakanny
Amanda tampak melamun dan tidak bernapsu makan, sejak tadi hanya mempermainkan sumpit di atas mangkuk yang berisi cah kangkung yang sudah disiapkan atas keinginanya. Sejak Amanda masih bekerja di rumah ini dulu, dia yang menyusun menu makan selama seminggu dan Titik yang bagian mengeksekusinya bersama Amanda. Di minggu berikutnya Amanda akan membuat daftar menu baru lagi. Semua itu dilakukan untuk mendukung program diet sehat Purwa yang waktu itu sedang sakit. Agar Purwa tidak merasa sedang diet dan tidak tergoda makanan kurang sehat, maka semua orang di rumah pun memakan menu yang sama.“Kenapa melamun?” Wisnu yang sedang makan terganggu dengan wajah melamun istrinya.Amanda hanya bergeming sedikit lalu mengambil cah kangkung untuk dipindah ke dalam piringnya. “Apa bimbinganmu bermasalah?”“Tidak” jawab Amanda tak bersemangat.“Lalu apa?”“Gak ada apa-apa”“Jangan bohong!”“Ya udahlah, gak usah dibahas juga!” Amanda mencoba memasukan makanan ke mulutnya.“Kalau kau tidak bilang, ak
Saat itu Wisnu baru selesai mengadakan pertemuan dengan beberapa pejabat penting grup Bramastya terkait kerjasama keduanya. Dia berbesar hati untuk melonggarkan persaingan di antara mereka. Tentu saja setelah Purwa yang menelpon sendiri dan menasehati Wisnu agar tidak terlalu keras dalam berbisnis. Purwa waktu itu ditemui langsung Bramastya di Jerman demi mengembalikan hubungan baik kedua perusahaan yang sebelumnya juga saling bekerja sama itu. Bram tahu, Wisnu hanya bisa mendengar ucapan pamannya. Peristiwa penculikan itu sama sekali tidak tersinggung di permukaan. Hanya mereka yang terlibatlah yang tahu. Seperti sebuah kode etik satu sama lain untuk saling merahasiakan agar tidak ada pihak hukum yang ikut campur urusan sesama mereka sendiri. Keduanya sudah menyepakati banyak hal setelah penculikan itu. “Anda yakin untuk melakukan semua ini?” Tio asisten yang lebih fokus urusan ke dalam perusahaan memastikan sekali lagi. karena dalam pemikirannya, yang sangat diuntungkan adalah pih
Tadinya Annisa mencoba mengejar Abim setelah sedikit perdebatannya di kantor mengenai beberapa data perusahaan yang dicurigai bocor. Abim benar-benar marah pada Annisa dan dengan terang-terangan menuduhnya sengaja membocorkan. Annisa tidak terima dan malah menuduh Abim tidak objektif dengan menuduhnya.“Kau hanya sedang sakit hati padaku! Karena itu kau mencari-cari kesalahanku untuk melampiaskan kekesalanmu,” ujar Annisa pada Abim waktu masih di kantor.“HHG, KAMU SAKIT ANNISA!” tukas Abim tersenyum miring pada Annisa. “Aku sarankan padamu, buatlah janji dengan psikiater, kau perlu mengisi ulang otakmu yang tinggal separuh itu!”“Kau hanya iri denganku, Abim!”“Teruslah dengan delusimu. Tapi jangan menghalangi kewajibanku!”“Pak Wisnu tidak akan percaya padamu, dia akan percaya padaku?”“Bagaimana kau bisa seyakin itu? Apa kau pikir Pak Wisnu mencintaimu?”“Kau tidak perlu ikut campur urusan kami, perasaanku dan dia hanya kami yang tahu.”“GILA!” “Kamu yang gila! Kamu gila karena ak