“Kenapa Raya diberi susu formula? ASI aku itu berlimpah, Arin! Aku bisa menyusui dua bayi sekaligus! Aku harus ketemu Raya!" kata Gina dengan kesal.
Gina shock sekaligus marah karena Raya diberikan susu formula tanpa sepengetahuannya. Ia ingin mencari pengasuh yang dikatakan Arin untuk mengambil Raya. Akan tetapi, niat Gina dihentikan oleh Arin, dan temannya itu menatap serius wajah Gina, pertanda ia tidak mau Gina sulit untuk diatur. "Kamu harus tahan diri kamu, Gina! Ini rumah orang yang berkuasa, dia wajib dipatuhi, apa yang dilakukan oleh pengasuh tuan muda itu atas perintah Pak Bara langsung, jadi, kamu enggak usah bereaksi kayak gini, bikin kamu nanti dipecat!" Arin mengucapkan kata-kata itu sambil mencengkram salah satu tangan Gina, agar Gina tidak nekat untuk mencari babysitter Gavin yang sedang menjaga Raya. Akan tetapi, Gina tetap tidak terima, anaknya diberikan susu formula padahal Raya, anak yang paling berhak mendapatkan ASI darinya ketimbang anak orang lain. "Kamu tahu nggak perasaan aku sekarang? Kamu pernah melahirkan dan punya anak, nggak? Bagaimana mungkin aku membiarkan anakku sendiri minum susu formula sementara aku memberikan asiku untuk anak lain? Apa itu adil untuk Raya, Arin? Ibu macam apa aku ini, sampai menelantarkan anak sendiri?" "Jaga ucapan kamu, Gina. Pelankan suara kamu, di rumah ini, enggak ada orang yang bisa merubah keputusan Pak Bara, dia yang mengendalikan semuanya, kamu mau dipecat kalau dia tahu kamu nggak terima dengan apa yang sudah dia putuskan?" Arin masih berusaha untuk membujuk Gina agar Gina tidak mempermasalahkan tentang Raya yang diberikan susu formula oleh pengasuh Gavin. Namun, Gina tetap saja tidak terima anaknya diperlakukan seperti itu oleh Bara sekalipun. "Bawa aku ketemu sama Pak Bara! Aku mau tahu kenapa dia melakukan ini pada anakku, aku merasa ditipu, atau, bawa aku ketemu pengasuh itu, aku akan ambil anakku dan pergi dari sini!" Wajah Arin berubah mendengar apa yang diucapkan oleh Gina padanya. "Kamu itu gila apa? Kamu pikir bisa mudah pergi dari sini setelah kamu diterima kerja oleh Pak Bara?” Perkataan Arin membuat Gina mengerutkan keningnya. Mengapa dari kalimat yang diucapkan oleh Arin, Gina merasa seolah ada unsur pemaksaan yang tersirat? Apakah karena Bara orang kaya hingga Arin saja seperti seorang budak yang sangat takut dengan majikan? Namun, meskipun ada pertanyaan demikian berkelebat di benak Gina, tetap saja, bagi Gina ia harus memperjuangkan hak anaknya bagaimanapun caranya. "Aku ingin memperjuangkan hak anakku, Rin!" ucap Gina, tanpa merespon ucapan Arin tadi untuk membujuk sekaligus menakutinya. Sepasang mata Arin terbelalak mendengar Gina tidak peduli dengan apapun yang diucapkannya. Ditatapnya Gina dengan mata yang masih melotot, seolah dengan tatapan itu, Arin ingin menegaskan, permintaan Gina itu benar-benar gila. "Kamu jangan bercanda, Gina. Aku nggak mau dipecat karena kamu sulit diatur seperti ini!" katanya dengan nada suara yang ditekan walaupun ucapan itu dilontarkannya tidak terlalu lantang karena khawatir ada yang mendengar perdebatan mereka. “Bukan cuma kamu aja yang akan sulit, tapi aku juga, Gin! Aku yang bawa kamu ke sini, tapi kamu malah kayak gini!” lanjut Arin yang semakin tersulut. Gina menantang tatapan mata Arin, meskipun sebenarnya ada rasa khawatir juga di dalam hatinya karena ia tahu berurusan dengan orang kaya yang berkuasa itu tidak mungkin mudah. Juga mungkin akan berimbas pada Arin, tetapi Raya adalah segalanya bagi Gina, itu sebabnya meskipun sangat perlu dengan pekerjaan itu, Gina ingin tetap memperjuangkan hak anaknya bagaimanapun caranya. “Kamu gak tahu rasanya karena kamu belum punya anak, Rin,” ucap Gina lirih. Ia benar-benar tidak rela jika harus membiarkan Raya diperlakukan seperti itu. “Aku tahu, Gina, aku tahu itu berat. Tapi kamu gak bisa seenaknya sendiri di sini. Akhirnya, karena Gina bersikeras untuk tetap ingin bertemu dengan Bara. Arin terpaksa mengabulkan permintaan Gina dengan berat hati. Teman satu kampung Gina itu segera mengantarkan Gina ke ruang Bara, dan berharap apa yang dilakukan oleh Gina tidak berimbas pada dirinya juga jika kemudian Bara merasa Gina sulit untuk diatur. Ketika sudah dipersilakan untuk masuk, Gina merasa sedikit gugup karena ternyata keberaniannya yang tadi berkobar-kobar saat mengatakan ingin bicara dengan Bara seolah musnah setelah sekarang ia sudah berhadapan langsung dengan ayah Gavin tersebut. 'Kamu harus bisa, Gina! Demi Raya, katakan apa yang kau ingin katakan pada pria kaya itu, agar dia juga tidak seenaknya padamu!' Gina bicara demikian di dalam hati, untuk menyemangati dirinya sendiri yang seolah kehilangan keberanian setelah berhadapan dengan Bara. "Ada apa?" Suara Bara membuat Gina yang sedang berusaha mengumpulkan kekuatan terusik oleh suara berat Bara yang terdengar menyuarakan bahwa ia sedikit terganggu dengan kedatangan Gina. Gina menautkan jemari tangannya dengan erat, untuk mengatasi perasaan gugup yang membuat ia sulit untuk bicara. Sampai akhirnya.... "Maaf, Tuan, jika mungkin apa yang saya katakan ini kedengarannya terlalu lancang, tapi saya harus menanyakan masalah ini karena saya ingin memperjuangkan hak anak saya...." Sedikit terbata, Gina akhirnya berhasil untuk mengucapkan kalimat tersebut di hadapan Bara, meskipun sekarang jantungnya berdetak kencang khawatir reaksi Bara tidak terima dengan apa yang ia sampaikan. "Saya keberatan anak saya diberi susu formula …" lanjut Gina. "Aku yang memberikan perintah itu, apa kamu masih keberatan?" potong Bara dengan tegas. "Maaf, Tuan, maaf sekali lagi maaf, saya tetap keberatan, Tuan, bukan bermaksud ingin menentang peraturan dari Tuan, tapi sebelum saya melamar pekerjaan ini, saya pastikan bisa memberikan ASI untuk dua anak sekaligus!" Gina berusaha untuk menjelaskan se-sopan mungkin pada Bara, meskipun ia sekarang sedang melakukan aksi protesnya. "Memangnya kau yakin bisa melakukan hal itu? Aku mau Gavin dicukupi kebutuhan susunya, jika ia berbagi dengan anak kamu, aku tidak yakin anakku bisa mendapatkan ASI yang cukup, Gina!" Nada suara Bara terdengar mulai meninggi, pertanda pria itu mulai diselimuti perasaan tidak suka. "Tapi, saya berani menjamin, ASI saya cukup untuk mereka berdua, Tuan. Tolong percaya pada saya, saya akan memenuhi kebutuhan ASI mereka berdua tanpa ada salah satu yang harus mengalah." Meskipun tahu, Bara seperti ragu padanya, Gina tetap berusaha untuk memperjuangkan hak sang anak, di hadapan ayah Gavin tersebut meskipun masih sambil menggenggam jemarinya sendiri satu sama lain pertanda ia juga sebenarnya sangat gugup melakukan hal itu. "Kalau aku tidak mau, kau mau apa?" Mendengar apa yang diucapkan oleh Bara, Gina mengangkat wajahnya yang sejak tadi hanya menunduk setelah ia mengucapkan kalimat aksi protesnya pada Bara.Keduanya beradu pandang, dan Gina semakin merasa, dari tatapan mata Bara yang sekarang menatapnya, pria itu benar-benar ingin menegaskan pada Gina bahwa ia tidak mau ditentang karena ia yang berkuasa atas siapapun di rumah besar tersebut.'Bagaimana ini? Ternyata Arin benar, orang ini nggak mudah untuk dihadapi, tapi aku nggak mau mengorbankan Raya, aku bekerja seperti ini untuk Raya, nggak mungkin aku justru mengabaikan kebutuhan Raya....'Dalam gejolak perasaannya yang merasa sudah diujung tanduk ketika melihat tatapan Bara padanya, Gina mengucapkan kalimat itu di dalam hati seraya terus menguatkan diri bahwa keputusannya itu tidak bisa diubah lagi, meski oleh Bara sekalipun."Aku tanya padamu, Gina, jika aku tidak mau mengabulkan permintaanmu, kamu mau apa? Aku yang membuat aturan di sini, bukan, kau!"Suara Bara yang mengucapkan kalimat itu membuat Gina semakin tercekat di tempatnya berdiri, namun, bayangan wajah Raya berkelebat di benak Gina, dan itu membuat Gina semakin berusaha
Suara Karina melengking bercampur dengan suara tangisan Gavin yang terganggu dengan teriakan ibunya sendiri bercampur pula dengan keinginannya yang ingin mendapatkan ASI dari Gina.Situasi itu begitu kacau hingga membuat Bara datang karena mendengar keributan tersebut."Ada apa ini? Kenapa ribut sekali? Gina! Kenapa Gavin sampai menangis seperti itu?"Bertubi-tubi, Bara melontarkan pertanyaan pada Gina yang kebingungan harus berbuat apa dengan tekanan yang diberikan oleh istri Bara di hadapannya."Mas, aku nggak setuju kamu mempekerjakan ibu susu segala di rumah ini! Perempuan seperti dia nggak pantas untuk Gavin, aku nggak setuju!!" Karina tetap menyampaikan rasa keberatannya pada sang suami, dan itu membuat Gina semakin membisu di tempatnya meskipun ia tidak tega mendengar tangisan Gavin atas perbuatan sang ibu kandung bayi tersebut."Kalau kamu tidak setuju, lakukan tugas itu untuk Gavin!" sahut Bara berusaha tetap tenang walaupun wajahnya menyiratkan kemarahan karena tidak suka h
Untuk sesaat, Bara hanya diam mematung di tempatnya dengan tangan yang masih memegang handle pintu kamar Gavin, seolah sekarang ia berubah menjadi sebuah arca tidak bisa bergerak, hanya melotot lurus ke arah dada Gina yang terlihat di matanya.Sebenarnya, Bara yang ke kamar Gavin memang berniat untuk menenangkan diri di kamar anaknya. Setelah pertengkarannya dengan sang istri yang terjadi beberapa saat yang lalu di depan Gina, Bara menjadi merasa tidak enak, karena tidak seharusnya masalah rumah tangganya diketahui oleh orang lain. Sebab itulah, pikirannya menjadi sedikit gusar. Namun, begitu tiba di kamar Gavin, ia justru melihat sesuatu yang seharusnya tidak ia lihat."Maaf, lanjutkan saja, setelah itu, ke ruang makan untuk makan!" ucap Bara setelah berhasil menguasai keterkejutannya. Ia memalingkan wajahnya sejenak, lalu kembali menutup pintu dan melangkah pergi. Walaupun terkejut, Bara mampu tetap bersikap tenang hingga Gina merasa hanya dirinya yang terkejut karena bagian tubuh
Mendengar Bara yang memberikan perintah seolah tidak mau dibantah, Gina semakin bingung. Sekarang ia tidak tahu harus bagaimana, melakukan perintah Bara, tapi perutnya pasti tidak akan terima, atau menolak yang pasti berujung membuat sang atasan marah.Sekarang, Gina bukan hanya merasa canggung saja, tapi juga ketakutan karena sudah membuat Bara sepertinya sangat tersulut emosi."Kenapa tidak dimakan juga? Apa kau benar-benar termasuk perempuan yang cerewet dengan berat badan sendiri?!"Bentakan yang diberikan oleh Bara membuat nyali Gina semakin menciut. Ia sekarang benar-benar tidak menyangka, acara makan yang biasanya sangat ia sukai justru sekarang berubah menjadi sebuah momok menakutkan untuknya."Sungguh, saya tidak seperti itu, Tuan. Saya … saya–""Ah sudahlah. Habiskan makanan itu kalau memang kamu tidak bermaksud seperti yang aku katakan tadi!" potong Bara dengan suaranya yang sama seperti tadi, penuh kemarahan meskipun sekarang nadanya sudah diturunkan sedikit.Gina kembali
Ucapan dingin itu dibisikkan oleh Karina dengan disertai cengkraman tangan Karina yang semakin erat mencengkram pundak Gina. Gina mengernyit menahan sakit karena perbuatan istri Bara tersebut, tapi ia tidak berani melepaskan cengkraman itu lantaran khawatir akan makin membuat Karina marah."Maaf, Nyonya, saya tidak bermaksud untuk demikian, saya juga tidak mungkin bersaing dengan Nyonya karena saya ke sini untuk bekerja bukan melakukan hal yang lain. Tolong percaya pada saya."Sembari menahan rasa sakit akibat cengkraman yang dilakukan oleh Karina pada pundaknya, Gina berusaha untuk menjelaskan agar kemarahan ibunya Gavin itu tidak semakin berkobar.Namun, Karina yang sudah kepalang marah sekaligus cemburu tidak peduli dengan penjelasan dan ekspresi kesakitan yang ada di wajah Gina, ia justru menikmati karena ia tidak suka dianggap remeh. "Suamiku itu tampan, aku pun mengakuinya, kau pasti sedang mencari cara untuk membuat dia lebih memperhatikan kamu, kan? Aku sudah banyak menemuka
Mendengar apa yang dikatakan oleh Karina, Bara semakin marah. Ia berharap, Karina bisa sedikit demi sedikit berubah jika ia terus mempermasalahkan hal itu pada sang istri, tapi ternyata, Karina justru semakin lupa diri bahkan berani menentangnya hingga Bara jadi hilang kesabaran. Laki-laki itu segera beranjak menuju lemari pakaian yang ada di sudut kamar. Setelah itu ia menurunkan koper yang ada di atas lemari tersebut hingga Karina terkejut setengah mati melihat apa yang dilakukan oleh sang suami. Belum lagi Karina melontarkan pertanyaan kenapa sang suami menurunkan koper itu segala, Bara sudah mendorong koper itu ke hadapannya dengan wajah yang terlihat menahan amarah. "Kalau kamu tidak bisa menerima apa yang menjadi aturanku ketika kamu menjadi istriku, lebih baik kamu pergi dari sini!" kata Bara memberikan perintah setelah koper itu ada di hadapan Karina karena dorongan keras yang dilakukannya. Wajah putih Karina memucat. Tidak hanya sebuah perintah, Bara juga sampai membe
"Apa? Kena denda?" ulang Gina sambil membelalakkan matanya pertanda sangat terkejut dengan apa yang baru saja ia dengar. "Iya! Ada denda diberlakukan kalau kamu dipecat oleh Pak Bara!" jawab Arin dengan wajah yang terlihat sangat serius, untuk meyakinkan pada Gina, bahwa apa yang dikatakannya itu memang benar-benar sebuah kenyataan. 'Gawat. Ternyata, keluarga Pak Bara itu memang keluarga yang menakutkan, aku pikir hanya istrinya saja yang menakutkan sikapnya, tapi juga suaminya....' Gina membatin, sambil mencengkram lututnya, seolah shock dengan apa yang sekarang ia dengar dari teman satu kampungnya tersebut. "Gina, aku nggak mau kamu sampai dipecat. Di sini kamu nggak punya siapa-siapa lagi, kalau kamu sampai kehilangan pekerjaan ini, gimana kamu akan menghidupi Raya? Selain itu, kalau kamu dipecat, kemungkinan aku juga akan kena, Gina!” Suara Arin kembali terdengar, dan itu membuat Gina semakin tenggelam dalam kecemasan. Gina menghela napas panjang, ia menatap Arin deng
Sementara itu, mendengar ayahnya memarahi Gina, tangisan Gavin semakin kuat. Bayi itu seperti marah pada sang ayah karena ayahnya memarahi perempuan yang beberapa hari ini menyusuinya.Bayi itu menangis kencang tanpa peduli sang ayah yang berusaha untuk menenangkannya dengan cara menepuk-nepuk bokongnya."Nak, kenapa kamu semakin menangis, ini Papi...."Bara berusaha untuk membujuk sang anak untuk berhenti menangis, tapi itu tidak membuat Gavin menghentikan tangisannya hingga Bara dibuat bingung. Sedangkan Gina saat melihat Gavin yang terus menangis, sebenarnya Gina ingin sekali menggendong anak tersebut. Ia bisa melihat, Gavin justru tidak menyukai berada di dalam gendongan sang ayah.Namun, Gina tidak berani menawarkan diri untuk menenangkan Gavin, khawatir Bara semakin marah padanya, hingga Gina kini sama bingung apa yang harus ia lakukan sekarang selain berdiri mematung di tempatnya.'Bagaimana ini, gara-gara aku, Gavin sampai menangis seperti itu, aku enggak tega melihat dia kay
"Bagaimana apanya, Tuan?" tanya Gina tidak paham dengan apa yang dimaksud oleh Bara."Kau ingin rujuk dengan dia?" Bara akhirnya bisa mengucapkan pertanyaan itu tapi masih tidak sambil menatap Gina lantaran masih sulit mengatasi perasaannya."Tidak. Saya tidak akan rujuk dengan dia, Tuan."Perasaan lega Bara membuat pria itu nyaris tersenyum senang hingga Bara menggunakan telapak tangannya untuk mengusap wajahnya agar senyumannya tidak terlihat oleh Gina. 'Dia bertanya seperti itu karena dia tidak mau kamu berhenti bekerja, Gina. Bukan suka!'Suara hati Gina mengingatkan, dan Gina menggigit bibir merasa sempat terlena dengan situasi yang diciptakan oleh Bara sekarang."Aku minta maaf."Gina memalingkan wajahnya ketika Bara justru mengucapkan maaf padanya dengan jelas kali ini. "Tuan kenapa minta maaf?" tanya Gina khawatir perkataan maaf itu hanya sebuah sindiran Bara yang sebenarnya untuk dirinya yang mungkin melakukan kesalahan lalu diminta untuk mengucapkan maaf."Banyak hal yang
"Kau ingin pulang?" tanya Bara pada Gina dengan wajah datar. Setengah mati, Bara berusaha untuk mengatasi perasaannya yang bergemuruh, tidak mau Gina tahu bahwa ia sekarang merasa kesal dan cemburu melihat mantan suami perempuan tersebut datang."Tidak, Tuan. Saya tidak mau pulang?""Lalu, kenapa dia datang ke sini untuk menjemput? Dia tahu kau di sini?"Gina tertunduk dalam. Jemari tangannya saling bertaut pertanda ia bingung dan gelisah, bagaimana caranya ia menjelaskan pada Bara bahwa ia tidak tahu mengapa Haris tiba-tiba datang dan memintanya untuk ikut pulang.Perempuan itu merasa, Bara sekarang sedang marah, hingga Gina gugup lantaran aura kemarahan Bara terasa sangat tajam menusuknya."Sudahlah. Mungkin kau masih punya perasaan padanya, itu bukan hakku, aku hanya tidak mau, kau melanggar kontrak. Aku tidak suka kau main pergi tanpa alasan yang jelas karena Gavin sangat memerlukan mu, Gina!"Setelah bicara seperti itu pada Gina, Bara berbalik dan melangkah meninggalkan Gina yan
Gina diminta keluar oleh Bara lewat Arin yang melintas. Arin segera melakukan perintah Bara tanpa banyak kata lantaran masalahnya dengan Karina belum terselesaikan sebab Bi Narsih dan ia masih menunggu momen yang tepat untuk membeberkan tentang apa yang diinginkan Karina lewat Arin.Sebab itulah, sembari menunggu situasi yang tepat untuk bicara, Arin berusaha untuk tidak banyak tingkah. Beberapa saat kemudian, Gina keluar. Dan Bara terpaksa menyingkir untuk membiarkan Gina dan Haris bicara. Namun, Bara tidak benar-benar pergi dari ruang tamu, ia mengawasi keduanya dari ruang tengah meskipun kesal tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang dikatakan oleh Haris begitu Gina keluar, tapi dari paras pria itu saja, Bara bisa membuat kesimpulan bahwa, Haris senang bertemu dengan Gina dan ada rasa kesal dirasakan Bara menyadari hal itu.Rasa kesal Bara membuat telapak tangannya mengepal. 'Padahal, aku sedang berusaha mencari momen yang tepat untuk mengatakan perasaanku pada Gina, karena set
Sekujur tubuh Arin gemetar menerima uang dalam jumlah yang banyak yang diberikan oleh Karina. Hatinya bergulat seketika, antara merasa girang dan juga menolak. Girang karena ia sedang gelisah memikirkan bagaimana caranya mendapatkan uang karena tidak berani bicara dengan Bara untuk berhutang, dan sekarang ia justru mendapatkan uang itu dalam jumlah yang banyak. Akan tetapi, hati Arin juga ada keinginan untuk menolak, karena ia khawatir itu akan membuat ia mendapatkan masalah lalu nasibnya akan berakhir seperti Santi. Dua perasaan itu membuat Arin jadi diam saja di tempatnya. Hanya bisa menatap uang di tangannya, tapi Karina tidak peduli dengan raut ragu Arin. Perempuan itu terus mendesak Arin agar ia mau melakukan apa yang dikatakan olehnya, hingga akhirnya Arin jadi menerima apa yang diberikan oleh Karina diikuti janji yang diucapkannya yang akan berusaha untuk melakukan apa yang diinginkan oleh Karina sebisanya.Arin keluar dari mobil Karina dan Karina segera menstater mobilnya
Wajah Jessica berubah mendengar apa yang dikatakan oleh Karina. "Kamu becanda, kan?" katanya sambil menatap Karina tanpa berkedip. "Memangnya aku terlihat seperti bercanda? Aku tidak punya waktu untuk bercanda hal-hal seperti ini.""Lalu, apa untungnya untukmu? Kamu juga bukan tipe orang yang peduli dengan orang yang tidak akrab dengan kamu, kan?"Jessica masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Karina padanya, hingga perempuan itu melontarkan pertanyaan seperti itu pada Karina. "Ya, meskipun ucapanmu itu menyebalkan, aku tidak akan membantah. Itu memang benar, aku memang bukan perempuan yang baik, dan tidak akan baik jika tidak ada imbalan, tentu saja aku ingin imbalan dan kurasa itu sebanding dengan apa yang akan aku berikan padamu."Mendengar apa yang dikatakan oleh Karina senyum kecut Jessica terkembang. Seolah sudah paham dengan apa yang dimaksud oleh Karina. "Apa maumu?" tanyanya dengan kedua tangan yang dilipat di dada. "Aku masih ingin rujuk dengan Bara, masalah
"Guna-guna? Karina, kau ini seperti orang yang tidak beragamanya saja, memangnya anakku itu tidak bisa membentengi dirinya sendiri dari ilmu ilmu semacam itu? Sudahlah, kau masuk ke rumah orang membuat keributan, pergilah jangan sampai aku meminta para penjaga keamanan untuk membawamu keluar paksa!"Telapak tangan Karina mengepal mendengar apa yang diucapkan oleh mantan ibu mertuanya. Ia ingin marah, tapi ia khawatir usahanya untuk meyakinkan sang ibu mertua tentang Gina yang kemungkinan memakai ilmu hitam tidak berhasil. "Tante. Bara itu tidak mudah untuk diatur, jika dia memutuskan maka keputusannya itu tidak bisa dirubah, belakangan ini aku perhatikan sikap Bara berbeda, Bara seperti bukan Bara, Tante! Itu sangat aneh!""Sudahlah, sekarang ini situasi di rumah ini sedang tidak nyaman, kau tidak perlu menambahnya dengan isu-isu seperti itu, pulanglah, Karina! Aku tidak mau kehadiran kamu membuat Gavin dan Bara tidak nyaman!" Nada suara Indira meninggi ketika mengucapkan kalimat t
"Ayo keluar, Gina sedang menyusui Gavin, jangan mengganggu," kata Indira pada Bara sambil memberikan isyarat pada sang anak untuk ikut dengannya dan Bara patuh mengikuti perintah ibunya setelah melirik ke arah Gina yang menutupi dadanya dengan rambutnya agar Bara tidak melihat dadanya meskipun pria itu juga sudah pernah melihat bahkan memegangnya hingga sampai saat inipun, Gina masih sulit bersikap biasa pada Bara jika mengingat itu semua.Sesampainya di luar, Indira mengajak Bara ke taman samping rumah Bara agar para pekerja di rumah Bara tidak mendengar apa yang sedang mereka bicarakan. "Kamu tidak pernah seperti ini sebelumnya, Bara. Mengaku salah padahal Gina itu hanya seseorang yang bekerja dengan kamu saja di rumah ini."Indira langsung bicara seperti itu ketika mereka sudah ada di taman samping rumah Bara. "Mi. Mami memikirkan apa memangnya? Aku merasa bersalah, karena memang aku yang salah, aku meremehkan apa yang selama ini aku lihat mudah. Aku melihat sendiri, betapa sulit
Mendengar apa yang diucapkan oleh sang ibu, Bara terdiam. Perasaannya semakin tidak menentu. Namun, ia patuh juga dengan apa yang dikatakan oleh sang ibu, bahwa ia harus menarik napas dalam-dalam dulu karena sekarang Bara merasa dadanya memang sesak hingga wajahnya mengeluarkan keringat dingin.{Bara. Kamu seperti ini karena Gina, kamu terdengar sangat khawatir padanya, katakan pada Mami, apa kamu suka padanya?}Suara sang ibu kembali terdengar membuat Bara semakin merasa sesak lantaran ia bingung apa yang harus ia katakan untuk menjawab pertanyaan dari sang ibu tentang sikapnya yang mengawatirkan Gina. {Apakah perempuan yang pernah kau katakan sangat menyita pikiran kamu belakangan ini itu adalah, Gina?}Lagi, suara ibunya terdengar kembali meskipun pertanyaan pertanyaan yang diajukan oleh sang ibu belum dijawab oleh Bara dengan baik.{Mi. Gina adalah orang yang memberikan ASI untuk Gavin. Wajar aku sangat khawatir dengan keadaannya. Aku seperti ini karena khawatir dengan Gavin.}A
"Astaghfirullah, Rin. Kenapa kamu sampai berpikir sejauh itu sama aku? Kita kenal, dan kamu sangat tahu aku enggak mungkin seperti itu!" bantah Gina yang mendadak pusing mendengar apa yang diucapkan oleh Arin padanya.Ia sudah lelah, mengantuk dan kurang istirahat, tapi Arin justru menambah semua rasa lelahnya itu dengan dugaan yang menurutnya tidak masuk akal."Aku cuma ingin tahu, Gina! Justru karena kita teman, aku ingin aku tahu apa yang terjadi sebenarnya, Santi dipecat sambil bicara seperti itu, aku ingin menyangkal tapi sikap Pak Bara sama kamu itu beda! Dia enggak mungkin suka sama kamu!"Dia enggak mungkin suka sama kamu!Dia enggak mungkin suka sama kamu!Dia enggak mungkin suka sama kamu!Kalimat terakhir yang diucapkan oleh Arin cukup membuat Gina tertohok lantaran terus berulang di otaknya.Jemari tangan Gina mencengkram ujung pakaiannya menahan diri agar tidak terpancing emosi dengan apa yang diucapkan oleh Arin. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa kalimat terakhir Arin