"Bagaimana apanya, Tuan?" tanya Gina tidak paham dengan apa yang dimaksud oleh Bara."Kau ingin rujuk dengan dia?" Bara akhirnya bisa mengucapkan pertanyaan itu tapi masih tidak sambil menatap Gina lantaran masih sulit mengatasi perasaannya."Tidak. Saya tidak akan rujuk dengan dia, Tuan."Perasaan lega Bara membuat pria itu nyaris tersenyum senang hingga Bara menggunakan telapak tangannya untuk mengusap wajahnya agar senyumannya tidak terlihat oleh Gina. 'Dia bertanya seperti itu karena dia tidak mau kamu berhenti bekerja, Gina. Bukan suka!'Suara hati Gina mengingatkan, dan Gina menggigit bibir merasa sempat terlena dengan situasi yang diciptakan oleh Bara sekarang."Aku minta maaf."Gina memalingkan wajahnya ketika Bara justru mengucapkan maaf padanya dengan jelas kali ini. "Tuan kenapa minta maaf?" tanya Gina khawatir perkataan maaf itu hanya sebuah sindiran Bara yang sebenarnya untuk dirinya yang mungkin melakukan kesalahan lalu diminta untuk mengucapkan maaf."Banyak hal yang
"Mas, apa yang kamu lakukan?!"Gina berdiri mematung di depan pintu kamar, napasnya tercekat. Baru saja ia pulang dari posyandu bersama bayi kecilnya, Raya, tetapi yang ia temukan di rumah adalah pengkhianatan.Suaminya, Haris, sedang bersama perempuan lain di ranjang mereka!Wanita berambut pirang panjang itu segera membenahi pakaiannya, karena ia hampir tanpa pakaian saat Gina memergoki ia dan suami Gina di kamar tersebut.Tanpa pikir panjang, Gina mendekat dan menarik wanita itu dengan amarah yang meluap. Namun, tangan Haris dengan cepat menahannya."Cukup, Gina! Jangan sentuh Jessica!" bentak Haris, matanya menatap tajam, bukan dengan rasa bersalah, melainkan kemarahan.Gina mengerjap, hatinya hancur melihat bagaimana suaminya lebih memilih membela wanita lain dibanding dirinya. "Kamu membelanya? Aku istrimu, Mas!""Ya! Karena dia lebih baik darimu!" sahut Haris tanpa ragu. "Aku muak denganmu! Kamu cuma bisa melahirkan anak perempuan!"Gina tersentak. Air matanya menggenang, buka
“Ke mana aku harus pergi,” kata Gina lirih.Gina terus membawa anaknya melangkah tanpa tujuan. Meskipun Gina masih memiliki keluarga di kampung, tetapi Gina tidak mau pulang ke kampung. Selain karena Gina tidak punya uang untuk pulang, ia juga tidak ingin membuat keluarganya khawatir dan terpukul atas apa yang terjadi padanya. Bagaimanapun juga, ayahnya adalah seorang pamong desa yang selalu dipandang baik oleh orang desa. Jika orang-orang tahu bahwa Gina bercerai, jelas itu akan merusak reputasi keluarganya karena orang desa masih menganggap perceraian sebagai sebuah aib.Ketika Gina nyaris putus asa, tiba-tiba Raya menangis.“Raya, maafkan Mama, Nak. Kamu pasti kepanasan, ya?” ucap Gina pada anaknya.Gina bergegas mencari tempat berteduh agar tidak terpapar matahari. Akhirnya, ia berhenti di teras toko lama yang terbengkalai. Dengan penuh kasih sayang, Gina mulai menyusui Raya, sambil terus mengibaskan tangannya pelan, memberi angin untuk Raya.Beruntung ASI Gina sangat banyak sehi
Tanpa sadar, hanya tersisa dirinya yang belum dipanggil sementara para wanita tadi yang menurut Gina saingan beratnya dalam mendapatkan pekerjaan tersebut justru ditolak semuanya!‘Mereka semua ditolak, bagaimana dengan aku?’Hati Gina berbisik demikian.Tak lama, seorang pegawai perempuan menuntun Gina untuk masuk ke sebuah ruangan. Di dalamnya, Gina bisa melihat ada seorang pria yang sedang duduk di sofa besar.Pria itu tampak sangat berwibawa dengan kemeja putih dan celana hitam. Namun, tatapannya sangat tajam seolah ingin mengintimidasi siapapun yang ada di hadapannya. Ia tampak mengerutkan dahi ketika melihat Gina masuk membawa bayi di gendongannya, tetapi tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya.“Ini yang terakhir?” tanya pria itu akhirnya pada pegawai perempuan yang membawa Gina masuk. Suaranya terdengar berat, tetapi seolah mampu membuat siapapun yang mendengarnya merasa takluk.“Iya, Tuan. Namanya Gina Nirmala, dia membawa anaknya yang masih bayi, Tuan,” jawab pegaw
“Kenapa Raya diberi susu formula? ASI aku itu berlimpah, Arin! Aku bisa menyusui dua bayi sekaligus! Aku harus ketemu Raya!" kata Gina dengan kesal.Gina shock sekaligus marah karena Raya diberikan susu formula tanpa sepengetahuannya. Ia ingin mencari pengasuh yang dikatakan Arin untuk mengambil Raya. Akan tetapi, niat Gina dihentikan oleh Arin, dan temannya itu menatap serius wajah Gina, pertanda ia tidak mau Gina sulit untuk diatur."Kamu harus tahan diri kamu, Gina! Ini rumah orang yang berkuasa, dia wajib dipatuhi, apa yang dilakukan oleh pengasuh tuan muda itu atas perintah Pak Bara langsung, jadi, kamu enggak usah bereaksi kayak gini, bikin kamu nanti dipecat!"Arin mengucapkan kata-kata itu sambil mencengkram salah satu tangan Gina, agar Gina tidak nekat untuk mencari babysitter Gavin yang sedang menjaga Raya. Akan tetapi, Gina tetap tidak terima, anaknya diberikan susu formula padahal Raya, anak yang paling berhak mendapatkan ASI darinya ketimbang anak orang lain."Kamu tahu
Keduanya beradu pandang, dan Gina semakin merasa, dari tatapan mata Bara yang sekarang menatapnya, pria itu benar-benar ingin menegaskan pada Gina bahwa ia tidak mau ditentang karena ia yang berkuasa atas siapapun di rumah besar tersebut.'Bagaimana ini? Ternyata Arin benar, orang ini nggak mudah untuk dihadapi, tapi aku nggak mau mengorbankan Raya, aku bekerja seperti ini untuk Raya, nggak mungkin aku justru mengabaikan kebutuhan Raya....'Dalam gejolak perasaannya yang merasa sudah diujung tanduk ketika melihat tatapan Bara padanya, Gina mengucapkan kalimat itu di dalam hati seraya terus menguatkan diri bahwa keputusannya itu tidak bisa diubah lagi, meski oleh Bara sekalipun."Aku tanya padamu, Gina, jika aku tidak mau mengabulkan permintaanmu, kamu mau apa? Aku yang membuat aturan di sini, bukan, kau!"Suara Bara yang mengucapkan kalimat itu membuat Gina semakin tercekat di tempatnya berdiri, namun, bayangan wajah Raya berkelebat di benak Gina, dan itu membuat Gina semakin berusaha
Suara Karina melengking bercampur dengan suara tangisan Gavin yang terganggu dengan teriakan ibunya sendiri bercampur pula dengan keinginannya yang ingin mendapatkan ASI dari Gina.Situasi itu begitu kacau hingga membuat Bara datang karena mendengar keributan tersebut."Ada apa ini? Kenapa ribut sekali? Gina! Kenapa Gavin sampai menangis seperti itu?"Bertubi-tubi, Bara melontarkan pertanyaan pada Gina yang kebingungan harus berbuat apa dengan tekanan yang diberikan oleh istri Bara di hadapannya."Mas, aku nggak setuju kamu mempekerjakan ibu susu segala di rumah ini! Perempuan seperti dia nggak pantas untuk Gavin, aku nggak setuju!!" Karina tetap menyampaikan rasa keberatannya pada sang suami, dan itu membuat Gina semakin membisu di tempatnya meskipun ia tidak tega mendengar tangisan Gavin atas perbuatan sang ibu kandung bayi tersebut."Kalau kamu tidak setuju, lakukan tugas itu untuk Gavin!" sahut Bara berusaha tetap tenang walaupun wajahnya menyiratkan kemarahan karena tidak suka h
Untuk sesaat, Bara hanya diam mematung di tempatnya dengan tangan yang masih memegang handle pintu kamar Gavin, seolah sekarang ia berubah menjadi sebuah arca tidak bisa bergerak, hanya melotot lurus ke arah dada Gina yang terlihat di matanya.Sebenarnya, Bara yang ke kamar Gavin memang berniat untuk menenangkan diri di kamar anaknya. Setelah pertengkarannya dengan sang istri yang terjadi beberapa saat yang lalu di depan Gina, Bara menjadi merasa tidak enak, karena tidak seharusnya masalah rumah tangganya diketahui oleh orang lain. Sebab itulah, pikirannya menjadi sedikit gusar. Namun, begitu tiba di kamar Gavin, ia justru melihat sesuatu yang seharusnya tidak ia lihat."Maaf, lanjutkan saja, setelah itu, ke ruang makan untuk makan!" ucap Bara setelah berhasil menguasai keterkejutannya. Ia memalingkan wajahnya sejenak, lalu kembali menutup pintu dan melangkah pergi. Walaupun terkejut, Bara mampu tetap bersikap tenang hingga Gina merasa hanya dirinya yang terkejut karena bagian tubuh
"Bagaimana apanya, Tuan?" tanya Gina tidak paham dengan apa yang dimaksud oleh Bara."Kau ingin rujuk dengan dia?" Bara akhirnya bisa mengucapkan pertanyaan itu tapi masih tidak sambil menatap Gina lantaran masih sulit mengatasi perasaannya."Tidak. Saya tidak akan rujuk dengan dia, Tuan."Perasaan lega Bara membuat pria itu nyaris tersenyum senang hingga Bara menggunakan telapak tangannya untuk mengusap wajahnya agar senyumannya tidak terlihat oleh Gina. 'Dia bertanya seperti itu karena dia tidak mau kamu berhenti bekerja, Gina. Bukan suka!'Suara hati Gina mengingatkan, dan Gina menggigit bibir merasa sempat terlena dengan situasi yang diciptakan oleh Bara sekarang."Aku minta maaf."Gina memalingkan wajahnya ketika Bara justru mengucapkan maaf padanya dengan jelas kali ini. "Tuan kenapa minta maaf?" tanya Gina khawatir perkataan maaf itu hanya sebuah sindiran Bara yang sebenarnya untuk dirinya yang mungkin melakukan kesalahan lalu diminta untuk mengucapkan maaf."Banyak hal yang
"Kau ingin pulang?" tanya Bara pada Gina dengan wajah datar. Setengah mati, Bara berusaha untuk mengatasi perasaannya yang bergemuruh, tidak mau Gina tahu bahwa ia sekarang merasa kesal dan cemburu melihat mantan suami perempuan tersebut datang."Tidak, Tuan. Saya tidak mau pulang?""Lalu, kenapa dia datang ke sini untuk menjemput? Dia tahu kau di sini?"Gina tertunduk dalam. Jemari tangannya saling bertaut pertanda ia bingung dan gelisah, bagaimana caranya ia menjelaskan pada Bara bahwa ia tidak tahu mengapa Haris tiba-tiba datang dan memintanya untuk ikut pulang.Perempuan itu merasa, Bara sekarang sedang marah, hingga Gina gugup lantaran aura kemarahan Bara terasa sangat tajam menusuknya."Sudahlah. Mungkin kau masih punya perasaan padanya, itu bukan hakku, aku hanya tidak mau, kau melanggar kontrak. Aku tidak suka kau main pergi tanpa alasan yang jelas karena Gavin sangat memerlukan mu, Gina!"Setelah bicara seperti itu pada Gina, Bara berbalik dan melangkah meninggalkan Gina yan
Gina diminta keluar oleh Bara lewat Arin yang melintas. Arin segera melakukan perintah Bara tanpa banyak kata lantaran masalahnya dengan Karina belum terselesaikan sebab Bi Narsih dan ia masih menunggu momen yang tepat untuk membeberkan tentang apa yang diinginkan Karina lewat Arin.Sebab itulah, sembari menunggu situasi yang tepat untuk bicara, Arin berusaha untuk tidak banyak tingkah. Beberapa saat kemudian, Gina keluar. Dan Bara terpaksa menyingkir untuk membiarkan Gina dan Haris bicara. Namun, Bara tidak benar-benar pergi dari ruang tamu, ia mengawasi keduanya dari ruang tengah meskipun kesal tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang dikatakan oleh Haris begitu Gina keluar, tapi dari paras pria itu saja, Bara bisa membuat kesimpulan bahwa, Haris senang bertemu dengan Gina dan ada rasa kesal dirasakan Bara menyadari hal itu.Rasa kesal Bara membuat telapak tangannya mengepal. 'Padahal, aku sedang berusaha mencari momen yang tepat untuk mengatakan perasaanku pada Gina, karena set
Sekujur tubuh Arin gemetar menerima uang dalam jumlah yang banyak yang diberikan oleh Karina. Hatinya bergulat seketika, antara merasa girang dan juga menolak. Girang karena ia sedang gelisah memikirkan bagaimana caranya mendapatkan uang karena tidak berani bicara dengan Bara untuk berhutang, dan sekarang ia justru mendapatkan uang itu dalam jumlah yang banyak. Akan tetapi, hati Arin juga ada keinginan untuk menolak, karena ia khawatir itu akan membuat ia mendapatkan masalah lalu nasibnya akan berakhir seperti Santi. Dua perasaan itu membuat Arin jadi diam saja di tempatnya. Hanya bisa menatap uang di tangannya, tapi Karina tidak peduli dengan raut ragu Arin. Perempuan itu terus mendesak Arin agar ia mau melakukan apa yang dikatakan olehnya, hingga akhirnya Arin jadi menerima apa yang diberikan oleh Karina diikuti janji yang diucapkannya yang akan berusaha untuk melakukan apa yang diinginkan oleh Karina sebisanya.Arin keluar dari mobil Karina dan Karina segera menstater mobilnya
Wajah Jessica berubah mendengar apa yang dikatakan oleh Karina. "Kamu becanda, kan?" katanya sambil menatap Karina tanpa berkedip. "Memangnya aku terlihat seperti bercanda? Aku tidak punya waktu untuk bercanda hal-hal seperti ini.""Lalu, apa untungnya untukmu? Kamu juga bukan tipe orang yang peduli dengan orang yang tidak akrab dengan kamu, kan?"Jessica masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Karina padanya, hingga perempuan itu melontarkan pertanyaan seperti itu pada Karina. "Ya, meskipun ucapanmu itu menyebalkan, aku tidak akan membantah. Itu memang benar, aku memang bukan perempuan yang baik, dan tidak akan baik jika tidak ada imbalan, tentu saja aku ingin imbalan dan kurasa itu sebanding dengan apa yang akan aku berikan padamu."Mendengar apa yang dikatakan oleh Karina senyum kecut Jessica terkembang. Seolah sudah paham dengan apa yang dimaksud oleh Karina. "Apa maumu?" tanyanya dengan kedua tangan yang dilipat di dada. "Aku masih ingin rujuk dengan Bara, masalah
"Guna-guna? Karina, kau ini seperti orang yang tidak beragamanya saja, memangnya anakku itu tidak bisa membentengi dirinya sendiri dari ilmu ilmu semacam itu? Sudahlah, kau masuk ke rumah orang membuat keributan, pergilah jangan sampai aku meminta para penjaga keamanan untuk membawamu keluar paksa!"Telapak tangan Karina mengepal mendengar apa yang diucapkan oleh mantan ibu mertuanya. Ia ingin marah, tapi ia khawatir usahanya untuk meyakinkan sang ibu mertua tentang Gina yang kemungkinan memakai ilmu hitam tidak berhasil. "Tante. Bara itu tidak mudah untuk diatur, jika dia memutuskan maka keputusannya itu tidak bisa dirubah, belakangan ini aku perhatikan sikap Bara berbeda, Bara seperti bukan Bara, Tante! Itu sangat aneh!""Sudahlah, sekarang ini situasi di rumah ini sedang tidak nyaman, kau tidak perlu menambahnya dengan isu-isu seperti itu, pulanglah, Karina! Aku tidak mau kehadiran kamu membuat Gavin dan Bara tidak nyaman!" Nada suara Indira meninggi ketika mengucapkan kalimat t
"Ayo keluar, Gina sedang menyusui Gavin, jangan mengganggu," kata Indira pada Bara sambil memberikan isyarat pada sang anak untuk ikut dengannya dan Bara patuh mengikuti perintah ibunya setelah melirik ke arah Gina yang menutupi dadanya dengan rambutnya agar Bara tidak melihat dadanya meskipun pria itu juga sudah pernah melihat bahkan memegangnya hingga sampai saat inipun, Gina masih sulit bersikap biasa pada Bara jika mengingat itu semua.Sesampainya di luar, Indira mengajak Bara ke taman samping rumah Bara agar para pekerja di rumah Bara tidak mendengar apa yang sedang mereka bicarakan. "Kamu tidak pernah seperti ini sebelumnya, Bara. Mengaku salah padahal Gina itu hanya seseorang yang bekerja dengan kamu saja di rumah ini."Indira langsung bicara seperti itu ketika mereka sudah ada di taman samping rumah Bara. "Mi. Mami memikirkan apa memangnya? Aku merasa bersalah, karena memang aku yang salah, aku meremehkan apa yang selama ini aku lihat mudah. Aku melihat sendiri, betapa sulit
Mendengar apa yang diucapkan oleh sang ibu, Bara terdiam. Perasaannya semakin tidak menentu. Namun, ia patuh juga dengan apa yang dikatakan oleh sang ibu, bahwa ia harus menarik napas dalam-dalam dulu karena sekarang Bara merasa dadanya memang sesak hingga wajahnya mengeluarkan keringat dingin.{Bara. Kamu seperti ini karena Gina, kamu terdengar sangat khawatir padanya, katakan pada Mami, apa kamu suka padanya?}Suara sang ibu kembali terdengar membuat Bara semakin merasa sesak lantaran ia bingung apa yang harus ia katakan untuk menjawab pertanyaan dari sang ibu tentang sikapnya yang mengawatirkan Gina. {Apakah perempuan yang pernah kau katakan sangat menyita pikiran kamu belakangan ini itu adalah, Gina?}Lagi, suara ibunya terdengar kembali meskipun pertanyaan pertanyaan yang diajukan oleh sang ibu belum dijawab oleh Bara dengan baik.{Mi. Gina adalah orang yang memberikan ASI untuk Gavin. Wajar aku sangat khawatir dengan keadaannya. Aku seperti ini karena khawatir dengan Gavin.}A
"Astaghfirullah, Rin. Kenapa kamu sampai berpikir sejauh itu sama aku? Kita kenal, dan kamu sangat tahu aku enggak mungkin seperti itu!" bantah Gina yang mendadak pusing mendengar apa yang diucapkan oleh Arin padanya.Ia sudah lelah, mengantuk dan kurang istirahat, tapi Arin justru menambah semua rasa lelahnya itu dengan dugaan yang menurutnya tidak masuk akal."Aku cuma ingin tahu, Gina! Justru karena kita teman, aku ingin aku tahu apa yang terjadi sebenarnya, Santi dipecat sambil bicara seperti itu, aku ingin menyangkal tapi sikap Pak Bara sama kamu itu beda! Dia enggak mungkin suka sama kamu!"Dia enggak mungkin suka sama kamu!Dia enggak mungkin suka sama kamu!Dia enggak mungkin suka sama kamu!Kalimat terakhir yang diucapkan oleh Arin cukup membuat Gina tertohok lantaran terus berulang di otaknya.Jemari tangan Gina mencengkram ujung pakaiannya menahan diri agar tidak terpancing emosi dengan apa yang diucapkan oleh Arin. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa kalimat terakhir Arin