Gina jadi kesal mendengar apa yang diucapkan oleh Arin karena Arin dianggapnya tidak paham dengan perasaan seorang ibu yang tidak bisa memberikan ASI-nya pada sang anak.Ia yang tadinya hanya menundukkan kepalanya karena sudah kehilangan banyak energi menghadapi situasi yang terjadi padanya belakangan ini mendongakkan kepalanya, dan Gina menemukan Arin sedang menatapnya seolah apa yang tadi dikatakannya adalah sebuah perintah."Raya itu anakku! Dia yang paling berhak mendapatkan ASI milikku, bukan anak orang lain! Bisa-bisanya kamu menganjurkan Raya minum susu formula, sedangkan aku punya ASI, kamu benar-benar enggak paham sama sekali perasaan aku, Rin!" murka Gina dengan raut wajah yang terlihat merah menahan emosi. Namun, Arin tidak terpengaruh dengan kemarahan yang dipancarkan oleh Gina.Ia tetap saja meremehkan perasaan Gina karena menurutnya, akan lebih baik Raya mengalah daripada Gina dan anaknya itu justru menggelandang di jalanan jika dipecat oleh Bara karena dinilai tidak be
Bi Narsih sebenarnya terkejut karena ada orang lain yang melihat apa yang dilakukannya. Akan tetapi, karena yang melihat adalah orang yang sama-sama bekerja dengan Bara juga, perempuan paruh baya itu tidak begitu merasa itu perlu dikhawatirkan, karena ia bisa membujuk orang itu dengan mudah dibandingkan jika bos mereka yang melihat. "Santi, jangan keras-keras, nanti tuan dan nyonya mendengar, tidak enak. Ini hanya sayur biasa, tidak mewah sama sekali seperti hamburger atau pizza, tidak masalah jika Gina ingin makan sayur untuk kelancaran ASI-nya."Bi Narsih meminta Santi untuk tidak mempermasalahkan apa yang dilakukannya, sambil terus menyodorkan mangkuk berisi sayur itu pada Gina yang belum dipegang oleh Gina karena kehadiran pelayan Bara yang lain.Dengan ragu, Gina menerima mangkuk itu tapi ia tidak tahu harus bersikap bagaimana pada pegawai Bara yang memang sejak awal sudah tidak suka padanya itu entah karena apa.Sementara Santi, yang mendengar apa yang dikatakan oleh Bi Narsih
"Kalau ada orang yang ngomong sama kamu, hentikan semua kegiatan kamu, Gina! Kamu tidak paham etika?!" bentak Karina sambil terus menginjak telapak tangan Gina untuk memaksa Gina minta maaf. "Maaf, Nyonya. Maafkan saya," rintih Gina karena pijakan yang dilakukan oleh Karina pada tangannya semakin membuat pecahan mangkuk kaca itu menusuk tangan dan jarinya."Bangun!!" perintah Karina masih dengan nada suara yang meninggi.Pertanda kemarahannya tetap sama seperti tadi, tidak berkurang meskipun Gina meminta maaf berulang kali.Santi yang menyaksikan Gina mendapatkan kemarahan dari Karina diam-diam tersenyum puas, sementara Bi Narsih berusaha untuk membuat Karina tidak memperlakukan Gina dengan kejam, tapi Karina adalah perempuan yang tidak mau kalah apalagi dengan orang yang bekerja di rumahnya, ia membentak Bi Narsih untuk diam saja.Perlahan, Gina bangkit, setelah kaki Karina tidak menginjak telapak tangannya lagi.Kepala Gina tertunduk dalam, perasaan Gina tidak bisa dijabarkan lagi
Mendengar penjelasan yang diberikan oleh Bi Narsih, Bara mengarahkan pandangannya pada Gina yang tertunduk dalam di hadapannya lantaran pikirannya sedang berkecamuk.Laki-laki itu menghela napas berat. Seolah ada sesuatu yang tidak ia sukai."Apa benar begitu, Gina?" tanyanya pada Gina seolah ingin membuktikan sesuatu yang ingin dibuktikannya.Ini membuat Karina kesal, karena suaminya masih saja mendengarkan penjelasan orang lain dibandingkan dirinya sendiri."Iya, Tuan. Apa yang dikatakan oleh Bi Narsih itu benar."Dengan susah payah, Gina menjawab pertanyaan Bara, masih dengan kepala yang tertunduk.Wajah Bara masih terlihat tidak puas, apalagi ia paling benci melihat makanan terbuang seperti sekarang. Meskipun ia punya banyak uang, membuang makanan yang sebenarnya bisa dimakan adalah hal yang paling tabu baginya."Benar yang mana? Air susumu yang tidak ada, atau kau yang ingin membuat air susu milikmu tetap terjaga?" Kembali Bara melontarkan pertanyaan, dengan nada suara yang tega
Saat mengucapkan kata-kata ketus tersebut, terasa sekali perasaan benci Santi pada Gina, hingga Gina tidak mengerti, mengapa pegawai Bara yang satu ini sangat tidak suka padanya.Padahal, mereka tidak saling kenal, hanya bertemu di rumah Bara, tapi kebencian Santi seperti sudah pernah kenal Gina sebelumnya."Maaf, aku enggak ngerti, kenapa kamu begitu benci sama aku, Mbak -""Enggak usah manggil pake, Mbak segala! Aku malas mendengarnya!" potong Santi dengan nada yang masih seperti tadi, masih diselimuti perasaan kesal dan kebencian. Gina menghela napas mendengar apa yang diucapkan oleh Santi."Iya. Maaf. Kenapa kamu benci banget sama aku, San?" Gina mengulang pertanyaannya, sambil merubah cara memanggilnya sesuai keinginan Santi.Pertanyaan yang diajukan oleh Gina, membuat Santi menghentikan gerakannya yang membersihkan pecahan mangkuk sayur di lantai. Ia menatap ke arah Gina dengan sorot mata penuh perasaan tidak bersahabat. Dan Gina sangat jelas melihat kebencian itu."Aku benci o
Namun, ternyata langkah itu tidak sampai ke dapur, sepertinya pemilik langkah itu sedang melakukan sesuatu di ruang lainnya, hingga pembicaraan Bi Narsih dengan Gina tidak terganggu. Sementara itu, mendengar apa yang diucapkan oleh Bi Narsih, Gina terdiam untuk sesaat. Ia sudah berusaha untuk melakukan apa yang dikatakan oleh perempuan paruh baya tersebut. Menegaskan pada dirinya sendiri, bahwa ada Raya yang harus dinafkahi, jadi ia tidak boleh lemah dan harus bertahan. Hanya saja, ia tidak bisa melakukan itu dengan mudah, karena disudutkan terus menerus adalah sesuatu yang paling sulit untuk dihadapi, apalagi dianggap mencari perhatian segala oleh Karina, Gina benar-benar sulit untuk mengatasi perasaan tertekannya karena anggapan itu."Mbak. Pikiran perempuan yang sedang menyusui itu tidak boleh tertekan, dahulu saya juga seperti itu, tertekan karena mantan suami saya tidak bertanggung jawab dengan anak-anak, itu terjadi berulang kali, sampai akhirnya saya memilih untuk bercerai. P
Gina seolah kehilangan keberanian. Sekujur tubuhnya seolah kaku, ia tidak bisa bergerak sama sekali bahkan hanya mengambil nasi yang jaraknya sangat dekat di hadapannya saja, ia tidak sanggup."Cepat makan, tunggu apalagi?" Suara Bara membuat Gina tercekat. Karena kalimat itu diperuntukkan padanya, sebab mata sang bos mengarah ke wajahnya. "I-iya, Tuan," sahut Gina terbata-bata. Gina berusaha untuk membuat dirinya tidak kaku dalam bersikap. Berulang kali, ia mencambuk semangatnya agar ia bisa mengatasi aura Karina yang sangat tidak nyaman itu padanya, sampai kemudian, ia berhasil mengambil nasi, tapi dengan tangan yang gemetar dan itu membuat Bara mengerutkan keningnya."Apa yang kau takutkan? Tanganmu sampai gemetar seperti itu?" tanyanya dengan nada yang datar, seolah tidak tertarik dengan apa yang dialami Gina, tapi terganggu hingga ia harus mengomentari."Saya-saya hanya sedikit canggung, Tuan, karena saya-""Ada aku?!" potong Karina dan itu membuat Gina spontan merasa tertoho
Ditinggalkan begitu saja oleh sang suami, membuat Karina benar-benar kesal, apalagi, rencananya untuk membuat Gina buruk di mata Bara tidak berhasil sama sekali.Karina jadi berpikir keras, apalagi yang akan ia lakukan untuk membuat Gina bisa mendapatkan nilai minus di mata suaminya.Sementara itu, Gina sudah di kamar Gavin. Ia tidak henti-hentinya mengucapkan rasa syukur yang tidak terhingga atas apa yang baru saja dialaminya. Setidaknya, ia tidak membuat Bara curiga tentang air susunya yang sekarang ini tersendat, itu yang paling penting untuknya saat ini."Sabar, ya, Sayang. Mama pasti akan membuat kamu tidak kekurangan ASI lagi, Mama akan berusaha keras untuk mengembalikan ASI Mama menjadi banyak lagi seperti semula."Gina mengucapkan kalimat tersebut sambil mengusap puncak kepala Raya yang saat itu masih tertidur di samping Gavin. Bayi mungil itu tidur lelap meskipun ia tidak puas dengan air susu Gina yang tidak bisa ia sedot sampai ia kenyang.Hati Gina menjadi terenyuh melih
Perempuan paruh baya itu mengurungkan niatnya untuk keluar kamar mencari bantuan. Ia ingin memastikan lagi pendengarannya benar atau salah tentang Bara yang menyebut nama Gina seperti tadi."Tuan," panggil Bi Narsih dengan suara yang perlahan, khawatir Bara terkejut karena kelihatannya bos-nya itu belum terbangun dari tidurnya."Gina, tolong jangan pergi."Telapak tangan Bi Narsih menekap mulut ketika kali ini ia benar-benar mendengar Bara menyebut nama Gina, dan sekarang Bi Narsih mendengarnya dengan jelas!"Pak Bara memang mengigau menyebut nama Gina. Baiklah. Kalau begitu, aku panggil Gina saja untuk bisa merawat Pak Bara!"Setelah mengucapkan kalimat tersebut seraya memperbaiki selimut yang menutupi bagian tubuh Bara. Bi Narsih buru-buru keluar dari kamar dan segera mencapai kamar Gavin untuk menemui Gina. "Mbak, Gina!" panggil Bi Narsih ketika ia sudah membuka pintu kamar Gavin dan bergegas masuk. Gina yang sedang membenarkan posisi Gavin yang tertidur terkejut karena melihat B
Mendadak, Gina merasa sangat gugup ketika Bara menatapnya sedemikian rupa hingga ia merasa canggung dan sangat gelisah.Namun, hatinya berulang kali menyadarkan Gina bahwa ia tidak boleh terlalu banyak berharap lantaran ia dan Bara sangat sulit disejajarkan karena ia sadar dirinya siapa. Sebab itulah, Gina menegaskan pada dirinya sendiri, ia tidak mau berpikir macam-macam hanya ingin fokus pada tujuannya yaitu membuat kehidupan Raya terjamin sampai Raya besar dan menikah dengan pria pilihannya."Tentang apa yang dikatakan oleh Bu Karina yang bilang kalau saya mengabaikan Tuan Muda Gavin, dan hanya fokus pada Raya saja, itu tidak benar, Tuan karena -""Sudahlah, tidak perlu diteruskan!"Bara memotong penjelasan Gina lalu berbalik dan melangkah menuju pintu kamar Gavin dengan luapan rasa kecewanya yang memuncak.Hal yang sangat ditunggu Bara, bahwa Gina akan mengklarifikasi tentang apa yang dikatakan oleh Karina bahwa perempuan itu tidak mau menikah lagi lantaran terlalu mencintai mant
Bara ingin membentak Santi lebih lanjut seperti biasanya jika ia sedang marah dengan orang yang bekerja dengannya. Akan tetapi, tiba-tiba saja kata-kata Gina terngiang di telinganya di mana, Gina mengatakan bahwa ia sebenarnya pria yang baik dan bukan pria yang tidak punya perasaan. Berpikir sampai di sana, Bara berusaha menahan diri untuk tidak membentak lebih lanjut Santi sampai ia harus mengepalkan telapak tangannya untuk menahan diri agar tidak melakukan hal itu."Kali ini kau kuberikan kesempatan, tapi jika terulang kembali, kau benar-benar tidak akan aku beri ampun, Santi!" ucapnya setelah itu berbalik meninggalkan Santi tanpa peduli perempuan itu masih bersimpuh seperti tadi di tempatnya.Santi membeku di tempatnya, sampai kemudian, Arin menemukannya dan berjongkok membantunya untuk bangkit. "Ada apa? Kamu kena marah Pak Bara?" tanyanya pada Santi karena tadi ia sempat melihat sosok Bara yang menghilang dari balik pintu ruang tengah.Santi mengangkat wajahnya dan menatap ke
"Apa kamu bilang? Gina lebih baik daripada aku? Lebih baik dari segi mana? Dia itu diceraikan suaminya! Lebih baik dari segi mana si Gina itu daripada aku?!"Tidak terima dikatakan lebih buruk dari pada Gina, Karina mengucapkan kalimat tersebut dengan nada meninggi di hadapan Bara. Ini membuat Gavin dan Raya terusik suara kerasnya hingga membuat kedua bayi itu menangis. Melihat hal itu, Bara murka. Ia segera meminta Karina untuk keluar dari kamar anaknya karena tidak suka kehadiran Karina membuat dua bayi di kamar itu menangis.Namun, Karina yang tidak suka dianggap buruk daripada Gina tidak mau keluar begitu saja dari kamar tersebut. Ia melangkahkan kakinya mendekati sang mantan suami dan berhenti tepat di hadapan suaminya itu dengan jarak yang begitu dekat. "Hanya karena dia menjadi ibu susu anak kita, kamu lupa kalau aku adalah ibunya Gavin? Kamu menyebut dia lebih baik daripada aku padahal dia hanya memanfaatkan kamu, Bara!"Ucapan yang dilontarkan oleh Karina terdengar jelas
Melihat perubahan wajah Gina, Karina mengutuk perempuan itu di dalam hati, sebab, ia sekarang yakin Gina pasti menyukai mantan suaminya tersebut.Hingga membuat Karina semakin kesal dengan Gina yang saat itu duduk menyamping karena menyusui Raya seolah tidak mau dadanya terlihat mata Karina."Wajahmu berubah, mendengar Bara memintaku untuk bertemu dengan Gavin, itu berarti dugaanku selama ini benar, kamu datang ke sini bukan hanya untuk bekerja, tapi juga ingin mengambil hati Bara, iya, kan?" ucap Karina tanpa peduli rengekan Gavin yang benar-benar terganggu dengan apa yang diucapkannya pada sang ibu susu penggantinya tersebut.Gina memperhatikan Gavin yang gelisah, dan ia sebenarnya khawatir anak Bara itu akan menangis lantaran Karina justru fokus mengomelinya tapi mengabaikan keadaan anaknya sendiri seperti itu.Namun, ia tidak bisa berbuat apapun untuk sekarang karena Raya sendiri masih asyik menyedot puting susunya lantaran anaknya itu merasa belum puas mendapatkan jatah itu sekar
"Heem, baiklah. Jangan bersikap dingin pada perempuan yang sudah memberikanmu anak, Bara. Biar bagaimanapun, aku tetap ibu dari Gavin, kamu tidak bisa menyangkal hal itu."Karina mengingatkan sesuatu yang tidak boleh dilupakan oleh Bara, hingga Bara menghela napas mendengarnya."Apa yang kau mau?" tanyanya dengan nada yang masih datar. "Aku sudah mengatakannya, apakah aku perlu mengulang?""Aku akan meminta Gina membawa Gavin untukmu!""Tunggu!" Langkah Bara terhenti ketika Karina mencegahnya untuk beranjak setelah ia selesai mengatakan akan meminta Gina untuk membawa Gavin untuknya."Aku ingin ke kamar Gavin sendiri, memangnya tidak boleh?"Kembali Bara menghela napas. Sejujurnya ia tidak suka Karina masuk ke dalam kamar Gavin, hanya saja karena ia sadar, Karina adalah ibunya Gavin, mau tidak mau ia tidak bisa bersikap terlalu keras mencegah apa yang diinginkan oleh perempuan tersebut hingga akhirnya, Bara terpaksa mengizinkan meskipun setengah hati."Jangan membuat keonaran, Karin
Pertanyaan Bara yang selanjutnya jadi membuat Gina semakin dalam terpaku di tempatnya.Jika ia menjawab dengan jujur pertanyaan itu, apakah akan mempengaruhi sikap Bara padanya nanti? Dan jika ia berbohong, apakah itu adalah jalan keluar yang baik?"Kau tidak mau menjawab, karena kau tidak suka urusan pribadimu diketahui oleh orang lain?"Suara Bara membuyarkan pergulatan batin Gina yang lagi-lagi terjadi setelah tadi ia sempat merasa lega karena sudah berhasil menjawab pertanyaan Bara dengan baik."Bukan seperti itu, Tuan.""Kalau begitu, kenapa tidak dijawab? Kau diceraikan atau minta cerai?"Bara mendesak, hingga Gina merasa terdesak. Pendapat Bara menyikapi perempuan yang diceraikan pasti buruk karena pria itu sendiri menceraikan Karina. Apakah jika ia jujur menjawab bahwa ia diceraikan, Bara juga akan menganggapnya buruk?'Gina. Kau sudah dianggap baik dalam bekerja, masalah kehidupan pribadimu buruk atau tidak, itu bukan masalah orang lain, kau tidak perlu takut untuk jujur, se
"Itu....""Katakan saja, katakan apa yang ada di dalam otakmu tentangku. Apakah menurutmu, aku adalah pria yang tidak punya perasaan?" desak Bara, semakin tidak sabar untuk mengetahui apa yang dipikirkan oleh Gina tentangnya.Gina tertunduk dalam, merasa bingung didesak jujur oleh Bara tapi jika ia jujur, ia khawatir, akan membuat Bara marah.Akan tetapi, apakah ia bisa untuk tidak menjawab? Sepertinya juga tidak akan bisa karena Bara pasti tidak akan memberikan kesempatan itu padanya. "Menurut saya, Tuan itu...."Kalimat Gina terhenti di kerongkongan seolah ada batu yang menyumbat mulutnya hingga ia tidak bisa mengatakan semuanya dengan lancar."Lanjutkan! Kenapa berhenti? Kau ingin membuat Raya dan Gavin menangis karena kau terlalu lama di sini?"Kembali Bara mendesak, dan hal ini membuat Gina semakin sulit untuk menguasai dirinya sendiri. "Kau tidak mau bicara juga, Gina?" Suara Bara membuyarkan lamunan Gina yang bergulat sendiri dengan perasaannya agar ia memiliki kekuatan untu
"Ya, saya percaya, Mbak. Mbak bukan perempuan yang suka berbohong, saya tahu itu."Gina mengucapkan syukur tidak terhingga mendengar apa yang diucapkan oleh Bi Narsih. Tidak bisa ia ungkapkan kata-kata lagi perasaan syukur Gina selain mengucapkan terima kasih berkali-kali pada Bi Narsih dengan mata yang mulai berkaca-kaca lantaran ia terharu, Bi Narsih percaya dengan apa yang dikatakannya."Ajak Pak Bara bicara, biar semuanya jadi jelas, tidak apa-apa, saya yakin, Pak Bara tidak akan marah," dukung Bi Narsih sebelum akhirnya ia keluar dari kamar itu setelah mengingatkan Gina yang harus meminum minuman kemasan instan sari kacang hijau yang tadi dibawanya.***"Tuan."Bara menghentikan langkahnya ketika Santi memanggilnya. Tanpa bersuara, ia meminta Santi mengatakan apa yang ingin dikatakan oleh perempuan itu dengan isyarat saja, dan melihat isyarat itu, Santi memandang berkeliling untuk memastikan bahwa di sekitar mereka tidak ada orang lain."Anu, Tuan. Begini, tadi tidak sengaja mend