"Ya, Allah, Pak. Badan Bapak panas sekali. Demamnya sangat tinggi," kata Gina ketika pelukan yang dilakukan oleh Bara justru membuat ia merasakan hawa tubuh atasannya itu yang sangat panas. "Temani aku, Gina," ucap Bara dengan suara yang lirih sambil terus memeluk tubuh Gina hingga Gina setengah mati menetralisir perasaannya bahwa bukan saatnya ia sekarang merasa tidak karuan, karena Bara melakukan hal itu hanya karena ia sedang sakit.Gina akhirnya berusaha untuk membujuk Bara untuk berbaring di atas tempat tidur, sementara itu Karina yang melihat hal itu luar biasa murka sekaligus cemburu. Bagaimana mungkin Bara menolaknya untuk mengurus pria itu tapi justru ketika Gina mendekati sang mantan suami langsung memeluk ibu susu anaknya tersebut. "Gina! Jauhkan tanganmu dari tubuh Bara! Kamu tidak berhak menyentuh dia!" teriak Karina melihat Gina yang membantu Bara untuk berbaring kembali di atas tempat tidur.Perempuan itu ingin mendekati Gina agar ia bisa menarik Gina menjauh dari Ba
"Saya mau ke dapur dulu, Mbak. Masih banyak pekerjaan saya yang belum saya selesaikan," kata Bi Narsih tanpa peduli dengan Bara yang masih memegang salah satu tangan Gina seolah bos-nya itu tidak ingin ditinggalkan oleh ibu susu anaknya tersebut.Ini sudah menegaskan pada Bi Narsih bahwa, Bara memang menginginkan Gina mengurusnya itu sebabnya sang bos mengigau nama Gina ketika sedang tertidur."Terus, Pak Bara gimana?"Bara mengarahkan pandangannya pada Bi Narsih seolah-olah pria itu memberikan isyarat pada Bi Narsih agar perempuan itu meminta Gina untuk bertahan di kamarnya saja.Bi Narsih paham dengan arti tatapan Bara, hingga ia menatap ke arah Gina yang benar-benar tidak tahu apa yang akan ia lakukan ketika Bara bersikap demikian padanya."Mbak Gina tolong urus Pak Bara dulu, ya. Mbak Gina melihat sendiri, Pak Bara tidak mau diurus oleh Ibu Karina, dan Mbak Gina juga tahu sendiri keadaan Pak Bara sangat tidak baik, jadi Mbak Gina yang urus Pak Bara, ya?" bujuk Bi Narsih yang memb
"Gina! Apa kau tidak menemukan apa yang kau cari? Kenapa lama sekali?" tanya Bara karena ia melihat Gina berdiri mematung di depan lemari pakaiannya yang terbuka."Ah, ketemu, Tuan!" sahut Gina tergagap lalu ia memutuskan untuk tidak mengambil underwear milik Bara karena ia merasa sungkan untuk meminta Bara juga mengganti bagian itu. Hanya saja, apa yang ditemukan Gina di lemari pakaian Bara cukup mengganggu pikiran Gina sekarang ini. Baru saja perasaannya kembali berbunga ketika Bara kukuh menyingkirkan Karina dan menggantikan Karina dengannya, tapi melihat Bara masih menyimpan bra milik Karina, rasanya ada yang menyayat hati Gina sekarang ini dan entah kenapa rasanya Gina jadi sangat kecewa.'Bara itu paling suka bagian dadaku, Gina! Itu sebabnya aku tidak mau menyusui Gavin, karena aku khawatir dadaku ini rusak!'Kata-kata Karina terngiang di telinga Gina hingga perasaan Gina semakin berkecamuk sekarang.Namun, meskipun Gina sekarang merasa kesulitan untuk mengatasi perasaannya, w
"Apa? Saya masak untuk, Tuan?" Gina mencoba untuk memperjelas semuanya, karena lagi-lagi, ia tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Bara. "Kenapa? Tidak mau? Ya, sudah. Tidak perlu melakukan apapun, duduk saja kau di situ!"Setelah menanggapi pertanyaan Gina, Bara langsung memperbaiki posisinya untuk kembali memejamkan mata, namun, Gina mencegah hingga Bara urung untuk kembali tidur. "Tapi, bagaimana dengan makanan yang dibuat Bi Narsih, Tuan? Saya tidak nyaman dengan beliau."Khawatir dianggap menyerobot tugas Bi Narsih yang menyiapkan makanan untuk Bara, Gina langsung membahas itu pada Bara hingga Bara mengarahkan sejenak makanan di atas nampan itu lalu kembali menatap ke arah Gina."Bi Narsih tidak akan berpikir kau menyerobot tugasnya, jika kau ingin aku makan, kau harus masak, jika tidak, aku akan tidur dan kau duduk saja di situ menemani ku."Gina mati kutu. Di satu sisi ia tidak nyaman dengan Bi Narsih karena khawatir perempuan paruh baya itu merasa ia menyerobot tugas
Arin tertawa mendengar apa yang diucapkan oleh Santi. Kedua matanya sampai berair hingga Santi kesal bukan main ditertawakan sedemikian rupa oleh Arin."Santi! Jangan mimpi kamu! Mana mungkin kamu bisa jadi nyonya di rumah ini! Bu Karina yang cantik dan punya body oke aja diceraikan, apalagi kamu, udahlah! Kerja itu enggak usah yang aneh-aneh, nanti malah jatuh ke bawah, sakitnya minta ampun!"Setelah bicara seperti itu pada Santi, Arin berlalu sambil berusaha menghentikan tawanya. Membuat Santi benar-benar kesal karena Arin meremehkannya seperti itu. "Awas kamu, Arin dan Gina! Kalian perempuan perempuan satu kampung akan aku pecat paling pertama kalau aku sudah menjadi istri Pak Bara!" geramnya lalu ia beranjak pula untuk masuk ke dalam khawatir ada yang curiga jika ia kelamaan di luar.Satu jam berlalu, Gina sudah selesai dengan masakannya, dan ia langsung membawa makanan itu ke kamar Bara agar ia bisa membuat Bara makan supaya bosnya itu bisa minum obat.Melihat Gina benar-benar m
"Maaf, Tuan. Jangan pecat saya, saya hanya ingin merawat, Tuan. Saya tahu, Tuan punya harga diri yang sangat tinggi, jadi saya berinisiatif sendiri untuk melakukan hal ini, tujuan saya hanya satu, saya ingin merawat Tuan karena Tuan tidak ada yang merawat dengan baik."Meskipun Bara sudah memecatnya, Santi tetap berusaha memperjuangkan apa yang sudah ia niatkan untuk Bara.Santi melakukan hal itu karena mengingat tempo hari, Bara tidak memecatnya ketika ia berbuat kesalahan, itu sebabnya ia berpikir Bara menaruh hati padanya lantaran tidak biasanya sang bos bersikap seperti itu pada orang yang sedang melakukan kesalahan.Imajinasi Santi sudah sampai ke mana-mana hingga perempuan itu sangat percaya diri bahwa Bara menganggapnya spesial sampai ia yakin Bara sebenarnya tidak memecatnya meskipun pria itu sudah mengatakan hal itu padanya.'Ini pasti karena ada Bi Narsih, Pak Bara jadi gengsi melakukan hal seperti waktu itu, bersikap lunak dan manis padaku, aku tidak boleh terpengaruh denga
"Mas, apa yang kamu lakukan?!"Gina berdiri mematung di depan pintu kamar, napasnya tercekat. Baru saja ia pulang dari posyandu bersama bayi kecilnya, Raya, tetapi yang ia temukan di rumah adalah pengkhianatan.Suaminya, Haris, sedang bersama perempuan lain di ranjang mereka!Wanita berambut pirang panjang itu segera membenahi pakaiannya, karena ia hampir tanpa pakaian saat Gina memergoki ia dan suami Gina di kamar tersebut.Tanpa pikir panjang, Gina mendekat dan menarik wanita itu dengan amarah yang meluap. Namun, tangan Haris dengan cepat menahannya."Cukup, Gina! Jangan sentuh Jessica!" bentak Haris, matanya menatap tajam, bukan dengan rasa bersalah, melainkan kemarahan.Gina mengerjap, hatinya hancur melihat bagaimana suaminya lebih memilih membela wanita lain dibanding dirinya. "Kamu membelanya? Aku istrimu, Mas!""Ya! Karena dia lebih baik darimu!" sahut Haris tanpa ragu. "Aku muak denganmu! Kamu cuma bisa melahirkan anak perempuan!"Gina tersentak. Air matanya menggenang, buka
“Ke mana aku harus pergi,” kata Gina lirih.Gina terus membawa anaknya melangkah tanpa tujuan. Meskipun Gina masih memiliki keluarga di kampung, tetapi Gina tidak mau pulang ke kampung. Selain karena Gina tidak punya uang untuk pulang, ia juga tidak ingin membuat keluarganya khawatir dan terpukul atas apa yang terjadi padanya. Bagaimanapun juga, ayahnya adalah seorang pamong desa yang selalu dipandang baik oleh orang desa. Jika orang-orang tahu bahwa Gina bercerai, jelas itu akan merusak reputasi keluarganya karena orang desa masih menganggap perceraian sebagai sebuah aib.Ketika Gina nyaris putus asa, tiba-tiba Raya menangis.“Raya, maafkan Mama, Nak. Kamu pasti kepanasan, ya?” ucap Gina pada anaknya.Gina bergegas mencari tempat berteduh agar tidak terpapar matahari. Akhirnya, ia berhenti di teras toko lama yang terbengkalai. Dengan penuh kasih sayang, Gina mulai menyusui Raya, sambil terus mengibaskan tangannya pelan, memberi angin untuk Raya.Beruntung ASI Gina sangat banyak sehi
"Maaf, Tuan. Jangan pecat saya, saya hanya ingin merawat, Tuan. Saya tahu, Tuan punya harga diri yang sangat tinggi, jadi saya berinisiatif sendiri untuk melakukan hal ini, tujuan saya hanya satu, saya ingin merawat Tuan karena Tuan tidak ada yang merawat dengan baik."Meskipun Bara sudah memecatnya, Santi tetap berusaha memperjuangkan apa yang sudah ia niatkan untuk Bara.Santi melakukan hal itu karena mengingat tempo hari, Bara tidak memecatnya ketika ia berbuat kesalahan, itu sebabnya ia berpikir Bara menaruh hati padanya lantaran tidak biasanya sang bos bersikap seperti itu pada orang yang sedang melakukan kesalahan.Imajinasi Santi sudah sampai ke mana-mana hingga perempuan itu sangat percaya diri bahwa Bara menganggapnya spesial sampai ia yakin Bara sebenarnya tidak memecatnya meskipun pria itu sudah mengatakan hal itu padanya.'Ini pasti karena ada Bi Narsih, Pak Bara jadi gengsi melakukan hal seperti waktu itu, bersikap lunak dan manis padaku, aku tidak boleh terpengaruh denga
Arin tertawa mendengar apa yang diucapkan oleh Santi. Kedua matanya sampai berair hingga Santi kesal bukan main ditertawakan sedemikian rupa oleh Arin."Santi! Jangan mimpi kamu! Mana mungkin kamu bisa jadi nyonya di rumah ini! Bu Karina yang cantik dan punya body oke aja diceraikan, apalagi kamu, udahlah! Kerja itu enggak usah yang aneh-aneh, nanti malah jatuh ke bawah, sakitnya minta ampun!"Setelah bicara seperti itu pada Santi, Arin berlalu sambil berusaha menghentikan tawanya. Membuat Santi benar-benar kesal karena Arin meremehkannya seperti itu. "Awas kamu, Arin dan Gina! Kalian perempuan perempuan satu kampung akan aku pecat paling pertama kalau aku sudah menjadi istri Pak Bara!" geramnya lalu ia beranjak pula untuk masuk ke dalam khawatir ada yang curiga jika ia kelamaan di luar.Satu jam berlalu, Gina sudah selesai dengan masakannya, dan ia langsung membawa makanan itu ke kamar Bara agar ia bisa membuat Bara makan supaya bosnya itu bisa minum obat.Melihat Gina benar-benar m
"Apa? Saya masak untuk, Tuan?" Gina mencoba untuk memperjelas semuanya, karena lagi-lagi, ia tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Bara. "Kenapa? Tidak mau? Ya, sudah. Tidak perlu melakukan apapun, duduk saja kau di situ!"Setelah menanggapi pertanyaan Gina, Bara langsung memperbaiki posisinya untuk kembali memejamkan mata, namun, Gina mencegah hingga Bara urung untuk kembali tidur. "Tapi, bagaimana dengan makanan yang dibuat Bi Narsih, Tuan? Saya tidak nyaman dengan beliau."Khawatir dianggap menyerobot tugas Bi Narsih yang menyiapkan makanan untuk Bara, Gina langsung membahas itu pada Bara hingga Bara mengarahkan sejenak makanan di atas nampan itu lalu kembali menatap ke arah Gina."Bi Narsih tidak akan berpikir kau menyerobot tugasnya, jika kau ingin aku makan, kau harus masak, jika tidak, aku akan tidur dan kau duduk saja di situ menemani ku."Gina mati kutu. Di satu sisi ia tidak nyaman dengan Bi Narsih karena khawatir perempuan paruh baya itu merasa ia menyerobot tugas
"Gina! Apa kau tidak menemukan apa yang kau cari? Kenapa lama sekali?" tanya Bara karena ia melihat Gina berdiri mematung di depan lemari pakaiannya yang terbuka."Ah, ketemu, Tuan!" sahut Gina tergagap lalu ia memutuskan untuk tidak mengambil underwear milik Bara karena ia merasa sungkan untuk meminta Bara juga mengganti bagian itu. Hanya saja, apa yang ditemukan Gina di lemari pakaian Bara cukup mengganggu pikiran Gina sekarang ini. Baru saja perasaannya kembali berbunga ketika Bara kukuh menyingkirkan Karina dan menggantikan Karina dengannya, tapi melihat Bara masih menyimpan bra milik Karina, rasanya ada yang menyayat hati Gina sekarang ini dan entah kenapa rasanya Gina jadi sangat kecewa.'Bara itu paling suka bagian dadaku, Gina! Itu sebabnya aku tidak mau menyusui Gavin, karena aku khawatir dadaku ini rusak!'Kata-kata Karina terngiang di telinga Gina hingga perasaan Gina semakin berkecamuk sekarang.Namun, meskipun Gina sekarang merasa kesulitan untuk mengatasi perasaannya, w
"Saya mau ke dapur dulu, Mbak. Masih banyak pekerjaan saya yang belum saya selesaikan," kata Bi Narsih tanpa peduli dengan Bara yang masih memegang salah satu tangan Gina seolah bos-nya itu tidak ingin ditinggalkan oleh ibu susu anaknya tersebut.Ini sudah menegaskan pada Bi Narsih bahwa, Bara memang menginginkan Gina mengurusnya itu sebabnya sang bos mengigau nama Gina ketika sedang tertidur."Terus, Pak Bara gimana?"Bara mengarahkan pandangannya pada Bi Narsih seolah-olah pria itu memberikan isyarat pada Bi Narsih agar perempuan itu meminta Gina untuk bertahan di kamarnya saja.Bi Narsih paham dengan arti tatapan Bara, hingga ia menatap ke arah Gina yang benar-benar tidak tahu apa yang akan ia lakukan ketika Bara bersikap demikian padanya."Mbak Gina tolong urus Pak Bara dulu, ya. Mbak Gina melihat sendiri, Pak Bara tidak mau diurus oleh Ibu Karina, dan Mbak Gina juga tahu sendiri keadaan Pak Bara sangat tidak baik, jadi Mbak Gina yang urus Pak Bara, ya?" bujuk Bi Narsih yang memb
"Ya, Allah, Pak. Badan Bapak panas sekali. Demamnya sangat tinggi," kata Gina ketika pelukan yang dilakukan oleh Bara justru membuat ia merasakan hawa tubuh atasannya itu yang sangat panas. "Temani aku, Gina," ucap Bara dengan suara yang lirih sambil terus memeluk tubuh Gina hingga Gina setengah mati menetralisir perasaannya bahwa bukan saatnya ia sekarang merasa tidak karuan, karena Bara melakukan hal itu hanya karena ia sedang sakit.Gina akhirnya berusaha untuk membujuk Bara untuk berbaring di atas tempat tidur, sementara itu Karina yang melihat hal itu luar biasa murka sekaligus cemburu. Bagaimana mungkin Bara menolaknya untuk mengurus pria itu tapi justru ketika Gina mendekati sang mantan suami langsung memeluk ibu susu anaknya tersebut. "Gina! Jauhkan tanganmu dari tubuh Bara! Kamu tidak berhak menyentuh dia!" teriak Karina melihat Gina yang membantu Bara untuk berbaring kembali di atas tempat tidur.Perempuan itu ingin mendekati Gina agar ia bisa menarik Gina menjauh dari Ba
"Mungkin perlu proses, Bi. Dokter baru saja memeriksanya, kan?" kata Gina berusaha untuk mengatasi perasaannya yang bergejolak mendengar kali kedua Bi Narsih mengatakan bahwa Bara kembali menyebut namanya saat mengigau."Iya, saya tahu, Mbak. Masalahnya, Pak Bara itu tidak mau makan, bagaimana bisa minum obat jika tidak makan, kan?"Gina bungkam mendengar ucapan Bi Narsih. Kebingungan meraja di hatinya. Jika ia tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Bi Narsih perihal Bara yang mengigau menyebut namanya, rasanya ia juga tidak bisa melakukannya karena Bi Narsih orang yang jujur. Tidak mungkin Bi Narsih akan berbohong mengenai hal itu dan untuk apa juga Bi Narsih berbohong sementara wanita tersebut memiliki banyak pekerjaan yang harus diurusnya di rumah majikan mereka. Lagipula, dari raut wajah Bi Narsih juga, Gina bisa memastikan perempuan paruh baya itu tidak sedang berbohong tapi mengapa Bara mengigau menyebut namanya?"Ya, sudah. Sekarang Mbak istirahat saja dahulu, tapi tolo
Melihat wajah Gavin yang terlihat menggemaskan, Gina tidak tahan untuk tidak mencium bayi laki-laki tersebut hingga dengan sangat lembut dan penuh kasih, Gina mencium kening Gavin setelah itu melakukan hal yang sama pada kening Raya anaknya."Kalian seperti saudara kalau tidur bersisian seperti ini. Semoga kelak, kalian berbakti pada orang tua setelah besar meskipun kalian korban perceraian orang tua kalian, ya?" bisik Gina sambil menatap dua bayi itu satu persatu."Eh, apa aku bilang tadi, seperti saudara? Ya, Allah apa yang aku pikirkan? Kenapa aku berpikir mereka akan jadi saudara? Sadar, Gina! Kamu bukan siapa-siapa! Kamu itu hanya kerja di sini, ngapain kamu berpikir Raya dan Gavin seperti bersaudara!"Gina menepuk kepalanya perlahan sambil mengucapkan kalimat tersebut berulang kali, sebab pikirannya tadi seolah membuat ia berharap suatu saat bisa menikah dengan Bara hingga Raya dan Gavin menjadi saudara.Perempuan itu merasa sangat malu saat tersadar dengan pikirannya, karena it
Perempuan paruh baya itu mengurungkan niatnya untuk keluar kamar mencari bantuan. Ia ingin memastikan lagi pendengarannya benar atau salah tentang Bara yang menyebut nama Gina seperti tadi."Tuan," panggil Bi Narsih dengan suara yang perlahan, khawatir Bara terkejut karena kelihatannya bos-nya itu belum terbangun dari tidurnya."Gina, tolong jangan pergi."Telapak tangan Bi Narsih menekap mulut ketika kali ini ia benar-benar mendengar Bara menyebut nama Gina, dan sekarang Bi Narsih mendengarnya dengan jelas!"Pak Bara memang mengigau menyebut nama Gina. Baiklah. Kalau begitu, aku panggil Gina saja untuk bisa merawat Pak Bara!"Setelah mengucapkan kalimat tersebut seraya memperbaiki selimut yang menutupi bagian tubuh Bara. Bi Narsih buru-buru keluar dari kamar dan segera mencapai kamar Gavin untuk menemui Gina. "Mbak, Gina!" panggil Bi Narsih ketika ia sudah membuka pintu kamar Gavin dan bergegas masuk. Gina yang sedang membenarkan posisi Gavin yang tertidur terkejut karena melihat B