Dariel sungguh tak percaya dengan apa yang dia lihat saat ini, Lucia menembaknya dan mendukung Swartwolf.Meskipun wanita itu mengenakan masker, dia sangat tahu dan hafal suara serta postur tubuhnya.“Aku muak denganmu, Dariel.” Ucap Lucia dengan sorot mata yang sangat tajam.“Apa? Apa kau masih ingin mendukungnya setelah dia menjebakmu dan hampir diperkosa Ernest, Lucia?!” Tanya Dariel dengan tatapan tak percaya dan terluka.Meskipun keadaan sekitar mereka kacau, tapi seolah yang terdengar hanyalah suara mereka saja. Bahkan suara tembakan dan ledakan tidak mereka hiraukan saat ini.Dariel merasa patah hati dan marah saat melihat Lucia berada di pihak Swartwolf. Perasaannya bercampur aduk, dan dia merasa sangat terkhianati oleh wanita yang telah dia selamatkan dari Ernest. "Lucia, apa yang sedang kau lakukan?" ucap Dariel dengan penuh kebingungan dan kecewa.Lucia memandang Dariel dengan sorot mata dingin. "Apa bedanya denganmu? Kau memanfaatkan kondisi lemah ku untuk kepentingan prib
Setiap jalan yang dilalui oleh Dariel memberikan bekas tetesan darah dari tubuh Lucia yang terus menerus mengeluarkan darah tanpa henti. Wanita itu juga sudah tak sadarkan diri saat ini yang membuat Dariel sangat ketakutan terjadi sesuatu yang buruk pada wanita itu.Dariel sudah berusaha menutupi aliran darah itu, namun tetap saja darah mengalir dengan deras.Dia berlari menuju ke ruang UGD untuk mendapatkan pertolongan bagi wanita yang sangat dia cintai tersebut.“DOKTER!! DOKTER!” Teriak Dariel saat dia sudah berada di dalam UGD yang menciptakan suasana kepanikan sendiri bagi orang lain.Dengan wanita yang begitu berharga dalam bahaya, Dariel merasa putus asa dan panik saat dia memanggil dokter di UGD untuk memberikan pertolongan pada Lucia. Tim medis segera bergerak cepat, dan wanita itu segera dilarikan ke ruang operasi dalam keadaan darurat.“Segera bawa ke ruang operasi!” Dokter segera menginstruksikan perawat lainnya setelah melihat kondisi Lucia yang sangat parah.Dalam situa
Operasi yang berjalan selama lima jam tersebut akhirnya selesai, dokter yang menangani Lucia keluar dari ruang operasi tersebut dan menghampiri tuan Kaizer dan Dariel yang menunggu sedari tadi.Dariel segera berdiri dan mendekati dokter tersebut, “Bagaimana keadaannya? Apakah baik-baik saja?” Tanya Dariel segera dengan wajah penuh dengan kecemasan.Dokter tersebut menggelengkan kepalanya dan mendesah pelan, “Kita hanya bisa berdoa saja, kemungkinan nona Lucia sadar sangat kecil karena peluru hampir mengenai jantungnya.” Ucap dokter tersebut menjelaskan kondisi buruk tersebut.Kondisi Lucia yang sangat serius membuat Dariel terdiam, dan ekspresinya penuh dengan kekhawatiran. Tuan Kaizer juga merasa sangat cemas atas keadaan putrinya. Mereka harus berjuang bersama-sama untuk membantu Lucia pulih dari kondisi yang sangat kritis ini.“Anda bisa melihat nona Lucia setelah dipindahkan ke kamar rawat nya, namun harap anda tenang agar pasien bisa segera pulih.” Ucap dokter tersebut dengan ten
Sudah hampir satu bulan ini Dariel selalu setia menunggu Lucia untuk sadar dari tidurnya yang sangat panjang.Dia bahkan rela memindahkan pekerjaannya yang tidak bisa dia tinggal ke rumah sakit ini. Berkas-berkas menumpuk di meja di ruang rawat Lucia.Namun sebisa mungkin Dariel menjaga kenyamanan Lucia meskipun wanita itu belum sadarkan diri sampai sekarang.Dariel telah menunjukkan kesetiaan dan dedikasinya yang luar biasa terhadap Lucia selama hampir satu bulan ini. Ia telah menjadikan rumah sakit sebagai tempat tinggalnya, siap memberikan perawatan dan dukungan kepada wanita yang ia cintai.Keadaan seperti ini menunjukkan betapa kuatnya perasaan Dariel terhadap Lucia. Ia bersedia melakukan apa pun untuk melihatnya sadar dan pulih sepenuhnya. Semua harapannya terletak pada kesembuhan Lucia, dan dia bersiap untuk terus berjuang bersama dengan wanita yang dicintainya ini.“Kapan kau bangun sayang? aku sangat merindukanmu. Meskipun mata itu terbuka hanya untuk menatap benci ke arahku,
“Oh dia koma.” Ucap tuan Stephen dengan tenang seolah dia tak peduli dengan keadaan mantan putrinya tersebut.Tuan Stephen tampak acuh tak acuh terhadap berita tentang kondisi Lucia yang dalam koma. Sikapnya yang dingin dan tak terpengaruh oleh berita tentang mantan putrinya itu menciptakan suasana yang tegang dalam percakapan."Baguslah, mati saja jika perlu," lanjutnya dengan santai, seolah-olah dia tidak memiliki perasaan atau kepedulian sama sekali terhadap nasib Lucia.Bela merasa terkejut dan terganggu oleh reaksi ayahnya yang begitu dingin. Dia berjuang untuk mengatasi perasaan campur aduk di dalam dirinya dan mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk menanggapi ayahnya yang tampak begitu tak peduli."Ayah, aku mengerti bahwa hubungan kita sudah lama tegang, tetapi dia adalah mantan saudara perempuan ku. Ini bukan saat yang tepat untuk bicara seperti itu," ucap Bela dengan nada yang penuh dengan kebingungan dan ketidaksetujuan terhadap ayahnya.Bela mencoba mempertahankan sika
Pagi hari ini adalah jadwal Lucia untuk membersihkan diri dengan handuk basah, hal itu rutin dilakukan oleh perawat setiap hari agar tubuh Lucia tetap bersih setiap hari.“Permisi tuan, saya izin untuk membersihkan tubuh nyonya terlebih dahulu.” Ucap perawat tersebut pada Dariel.Dariel yang mendengar itu mengangguk dan berdiri lalu keluar dari ruangan tersebut agar perawat tersebut leluasa melakukannya.Dia yang merasa jenuh langsung membuka Ipadnya untuk melihat email masuk dari perusahaannya dan membalasnya satu persatu sambil menunggu Lucia selesai membersihkan diri dengan perawat.Ketika perawat selesai merawat Lucia dan meninggalkan ruangan, Dariel segera kembali ke sisinya. Dia duduk di samping ranjang Lucia, menatap wajah wanita itu dengan penuh kasih sayang."Kau wangi, sayang. Apa rasanya nyaman setelah dimandikan perawat?" tanya Dariel dengan lembut, tersenyum padanya meskipun dia tahu bahwa Lucia masih setia menutup mata.Hanya suara dari peralatan medis yang terdengar di
Kecepatan mobil diatas rata-rata membuat pengemudi lain mengalah dan sedikit minggir dibandingkan kena hantaman mobil yang melaju dengan kecepatan penuh tersebut.Umpatan-umpata dari pengendara lain seolah tak diharauikan, bagi Dariel dia harus segera menemui Lucia yang telah sadar di rumah sakit.Dia tak ingin terlalu membuang waktu di jalan, hingga akhirnya dia sampai di rumah sakit.Dia langsung berlari menuju tangga ke lantai tiga di mana ruang perawatan Lucia berada.Dariel masuk ke ruang perawatan Lucia dengan nafas terengah-engah setelah berlari menuju lantai tiga rumah sakit. Dia segera melihat Lucia, yang duduk di samping ranjang dengan tuan Kaizer. Wajah Lucia tampak lelah dan pucat, tetapi itu adalah pemandangan yang paling diinginkannya."Ayah," ujar Dariel dengan nada haru dan lega. "Lucia, kau sadar?"Lucia mengangguk perlahan dan tersenyum lemah, "Ya, aku sudah sadar, Dariel."Dariel segera berjongkok di samping ranjang dan menggenggam tangan Lucia dengan penuh kasih sa
“Doakan saja yang terbaik.”Terkedip-kedip, Dariel mencoba untuk meresapi kata-kata Lucia. Ada harapan di situ, dan dia merasa hatinya berdebar dengan harapan baru. Namun, dia juga tahu bahwa perjalanan mereka menuju pemulihan hubungan mereka tidak akan mudah. Banyak yang perlu diperbaiki dan diatasi.Fedrick mencoba untuk mencairkan suasana dengan mengatakan, "Yang penting adalah kalian berdua memiliki kesempatan untuk memperbaiki hubungan kalian. Ini adalah awal yang baik."Bela menambahkan, "Kami akan selalu mendukung kebahagiaan kalian berdua, apa pun yang kalian pilih untuk masa depan kalian."Lucia tersenyum lembut, merasa bersyukur memiliki teman-teman yang peduli di sampingnya. Dan dalam hatinya, dia pun memikirkan masa depan yang mungkin mereka akan bangun bersama.“Lalu kapan kalian menikah?” Tanya Lucia kembali pada Fedrick dan Bela.Bela sangat terkejut dengan pertanyaan dari Lucia tersebut. “Siapa? Kami?” Tanya Bela sambil tertawa.“Kita hanya sahabat, tidak mungkin kita