“Awsss.” Ringis Leonidas saat Claire membersihkan pecahan kaca dari lengannya.Pecahan itu menusuk kulit Leonidas yang membuat darah terus mengalir.“Akan sedikit sakit, tapi jika tidak segera dibersihkan maka akan infeksi. Untungnya lukanya tidak lebar jadi tidak perlu dijahit.” Ucap Claire dengan serius.Leonidas menahan rasa sakitnya sambil terus memperhatikan Claire yang dengan hati-hati membersihkan luka-lukanya. Meski setiap kali Claire mengeluarkan pecahan kaca terasa seperti tusukan, perhatian dan ketelitiannya memberikan sedikit kenyamanan di tengah rasa sakit itu. Leonidas bahkan menemukan dirinya tersenyum tipis saat melihat ekspresi serius Claire yang sedang fokus pada tugasnya.“Terima kasih, Claire,” ucap Leonidas lembut, suaranya sedikit serak. “Kau selalu tahu cara merawatku, bahkan di saat-saat seperti ini.”Claire berhenti sejenak, lalu menatap Leonidas. “Itu sudah tugasku, Leonidas. Aku tidak bisa membiarkanmu terluka lebih parah.” Meskipun Claire menjawab dengan n
Sejak momen Akward tadi siang, Claire tampak menjadi pendiam bahkan saat mereka makan malam.“Aku sungguh tak bermaksud, apakah kau masih marah?” Tanya Leonidas pada Claire.Claire tak menjawab, bahkan hanya fokus pada makanannya hingga Leonidas mengambil tindakan.Dengan sekuat tenaga dia mengepalkan tangannya yang terluka hingga kemeja abu-abunya yang dibperban kini berubah warna menjadi darah.Melihat darah yang merembes di perban Leonidas, Claire langsung terkejut dan panik. "Leonidas! Apa yang kau lakukan?!" serunya dengan cemas, meletakkan sendoknya dan langsung menghampiri Leonidas.Leonidas menatapnya dengan tatapan tenang, meskipun ada rasa sakit yang jelas di wajahnya. "Aku hanya ingin memastikan kau tidak marah padaku, Claire. Jika kau marah, itu akan menyakitiku lebih dari ini."Claire terdiam, merasa bingung antara marah dan khawatir. "Aku tidak marah... Aku hanya... aku hanya butuh waktu untuk berpikir. Tapi melihatmu menyakiti dirimu sendiri seperti ini... Leonidas, kau
“Sudah aku bilang, urus semuanya dan cari salinan dokumen lain. Aku ingin kontrak itu hangus.” Ucap Leonidas dengan dingin.Dia sekarang sedang berdiri di depan jendela saat matahari baru menampakkan cahaya.Saat ini dia sedang mengatur strategi agar kontrak jatuh ke tangannya, dan Claire tak akan bisa menggugatnya.Leonidas menatap keluar jendela dengan mata tajam, pikirannya berputar dengan berbagai rencana. Cahaya matahari yang baru terbit menyinari wajahnya yang penuh determinasi. "Aku tidak akan membiarkan Claire memiliki jalan keluar," pikirnya dalam hati.Di tangannya, telepon masih tergenggam erat. "Pastikan semua dokumen yang berhubungan dengan kontrak itu dikumpulkan dan dihancurkan. Tidak boleh ada salinan yang tersisa, dan aku ingin kalian mengawasi setiap pergerakan Claire dan keluarganya. Jika dia mencoba mendekati pengacara atau siapa pun yang mungkin membantunya, segera laporkan padaku," lanjut Leonidas dengan nada dingin dan tegas."Dimengerti, Tuan," jawab suara di t
Kapal pesiar mewah yang Leonidas pesan untuk liburan weekend mereka berdu terlihat ramai oleh para konglomerat lainnya yang juga ingin merasakan liburan di tengah laut.Claire dengan topi besar dan kaca mata hitamnya tampil cukup modis, liburan di kapal pesiar bukanlah pertama kali baginya sehingga tak terlalu berkesan dengan hal ini.Tapi melihat Leonidas tampak menikmatinya dia juga ikut tersenyum, suasana hati pasien adalah prioritas utama dokter untuk proses pemulihan yang lebih baik.“Ayo kita masuk, sebentar lagi kapal akan berlayar.” Ucap Leonidas sambil melihat keatas menatap Claire di belakangnya yang saat ini mendorong kursi rodanya.Claire mengangguk sambil mendorong kursi roda Leonidas dengan tenang. Saat mereka memasuki bagian dalam kapal, suasana menjadi lebih tenang, dengan dekorasi mewah yang menambah kesan elegan. Claire merasa lega bisa sedikit menghindari keramaian di dek atas."Kau terlihat lebih santai sekarang," komentar Leonidas sambil tersenyum. "Mungkin libura
“Tuan, kami tidak menemukan salinan dokumen itu dimana pun. Apakah nyonya muda selalu membawanya, mengingat dokumen kontrak itu sangat penting?” Tanya Kendrick yang ditugaskan Leonidas untuk mencari kontrak perjanjian pernikahan itu dalam telepon.Leonidas menghela napas panjang, menatap ke luar jendela dengan tatapan tajam. Dia telah memikirkan berbagai kemungkinan, tapi tidak menemukan dokumen itu membuat situasinya lebih rumit.“Kemungkinan besar, Claire memang selalu membawanya. Dia cukup cerdas untuk tahu bahwa kontrak itu adalah satu-satunya alat yang bisa dia gunakan melawan aku,” ucap Leonidas dengan suara rendah namun tegas. “Apa yang harus kita lakukan sekarang, Tuan?” tanya Kendrick hati-hati.Leonidas memejamkan matanya sejenak lalu menjawab, “Aku akan mencarinya saat dia tidur nanti. Tugasmu mencari dokumen lain di keluarga Filbert.” Titahnya.Kendrick segera menjawab dan mematikan sambungan telepon tersebut.“Leonidas? Kau masih kerja?” Tanya Claire yang tiba-tiba muncu
“Kau cari disana, aku cari disini.” Bisik Kendrick pada rekannya.“Baik.”Mereka berdua saat ini sedang menyusup di kediaman Filbert, mencari salinan dokumen kontrak perjanjian pernikahan tuannya dengan nyonya mereka.Malam ini mereka harus mendapatkannya, dan tempat pertama kali yang mereka periksa adalah ruang kerja Dariel Filbert. Ayah dari Claire yang memiliki kemungkinan besar membawa salinan tersebut.Kendrick dan rekannya bergerak dengan hati-hati di dalam rumah keluarga Filbert. Suasana sunyi malam hanya dipecahkan oleh suara langkah mereka yang nyaris tak terdengar. Ruang kerja Dariel Filbert adalah tempat pertama yang mereka targetkan, karena mereka tahu bahwa Dariel adalah seseorang yang teliti dan mungkin menyimpan salinan dokumen penting itu di sana.Kendrick menyalakan senter kecilnya dan mulai memeriksa laci meja, lemari, dan rak buku yang penuh dengan dokumen. "Kau periksa sisi kanan, aku akan memeriksa lemari arsip di sini," bisik Kendrick sambil menunjuk lemari besar
“Kenapa kantung matamu menghitam? Bukankah kemarin kau tidur lebih cepat?” Tanya Claire saat mereka sarapan dengan pemandangan tengah laut di kapal pesiar.Leonidas hanya tersenyum, meski pikirannya dan moodnya buruk. Semalaman dia mencari tas Claire namun dia tak menemukannya bahkan sampai pagi.“Aku tidak apa-apa, mungkin memang lelah. Jangan pedulikan itu. Sarapan ini menunya cukup enak, mana saja yang kau suka?” Tanya Leonidas mengalihkan pembicaraan mereka.Claire menatap Leonidas dengan cermat, tidak sepenuhnya yakin dengan jawabannya. Dia bisa merasakan ada sesuatu yang mengganggu pikirannya, tetapi dia memutuskan untuk tidak mendesak lebih jauh. Toh, dia sendiri juga punya hal-hal yang tidak ingin dibicarakan.Dia lalu melihat ke arah meja yang penuh dengan berbagai hidangan lezat. "Aku suka yang manis, mungkin croissant dan buah-buahan segar ini."“Pilihan bagus, aku akan menyuruh koki memasakkannya saat nanti.” Ucap Leonidas dengan lembut.“Tidak perlu berlebihan, kita bisa
“A-aku akan kesana sekarang. Tolong tunggu aku.” Suara Claire berubah menjadi gemetar saat mendengar kabar dari kakaknya.Leonidas yang berada di sampingnya penasaran, apalagi Claire menangis bahkan menahan sesaknya.“Claire, are you okay?”Claire berusaha menahan air matanya yang terus mengalir, namun isakannya tak bisa disembunyikan. Dia mengangguk lemah, mencoba memberi tahu Leonidas bahwa dia baik-baik saja, tetapi jelas terlihat sebaliknya.Leonidas dengan cepat mendekat, meletakkan tangannya di telapak tangan Claire, memberi dukungan dengan cara yang dia bisa. "Claire, apa yang terjadi? Siapa yang meneleponmu?"Claire mengusap air matanya dengan punggung tangannya, berusaha keras untuk berbicara meskipun suaranya terdengar serak. "Kakek buyutku... dia meninggal, Leonidas. Aku harus pergi sekarang... keluargaku membutuhkan aku."Mendengar itu, Leonidas merasa simpati. Kematian seorang anggota keluarga, apalagi yang sangat dekat, selalu meninggalkan luka yang mendalam. Tanpa ragu,