“Sudah aku bilang, urus semuanya dan cari salinan dokumen lain. Aku ingin kontrak itu hangus.” Ucap Leonidas dengan dingin.Dia sekarang sedang berdiri di depan jendela saat matahari baru menampakkan cahaya.Saat ini dia sedang mengatur strategi agar kontrak jatuh ke tangannya, dan Claire tak akan bisa menggugatnya.Leonidas menatap keluar jendela dengan mata tajam, pikirannya berputar dengan berbagai rencana. Cahaya matahari yang baru terbit menyinari wajahnya yang penuh determinasi. "Aku tidak akan membiarkan Claire memiliki jalan keluar," pikirnya dalam hati.Di tangannya, telepon masih tergenggam erat. "Pastikan semua dokumen yang berhubungan dengan kontrak itu dikumpulkan dan dihancurkan. Tidak boleh ada salinan yang tersisa, dan aku ingin kalian mengawasi setiap pergerakan Claire dan keluarganya. Jika dia mencoba mendekati pengacara atau siapa pun yang mungkin membantunya, segera laporkan padaku," lanjut Leonidas dengan nada dingin dan tegas."Dimengerti, Tuan," jawab suara di t
Kapal pesiar mewah yang Leonidas pesan untuk liburan weekend mereka berdu terlihat ramai oleh para konglomerat lainnya yang juga ingin merasakan liburan di tengah laut.Claire dengan topi besar dan kaca mata hitamnya tampil cukup modis, liburan di kapal pesiar bukanlah pertama kali baginya sehingga tak terlalu berkesan dengan hal ini.Tapi melihat Leonidas tampak menikmatinya dia juga ikut tersenyum, suasana hati pasien adalah prioritas utama dokter untuk proses pemulihan yang lebih baik.“Ayo kita masuk, sebentar lagi kapal akan berlayar.” Ucap Leonidas sambil melihat keatas menatap Claire di belakangnya yang saat ini mendorong kursi rodanya.Claire mengangguk sambil mendorong kursi roda Leonidas dengan tenang. Saat mereka memasuki bagian dalam kapal, suasana menjadi lebih tenang, dengan dekorasi mewah yang menambah kesan elegan. Claire merasa lega bisa sedikit menghindari keramaian di dek atas."Kau terlihat lebih santai sekarang," komentar Leonidas sambil tersenyum. "Mungkin libura
“Tuan, kami tidak menemukan salinan dokumen itu dimana pun. Apakah nyonya muda selalu membawanya, mengingat dokumen kontrak itu sangat penting?” Tanya Kendrick yang ditugaskan Leonidas untuk mencari kontrak perjanjian pernikahan itu dalam telepon.Leonidas menghela napas panjang, menatap ke luar jendela dengan tatapan tajam. Dia telah memikirkan berbagai kemungkinan, tapi tidak menemukan dokumen itu membuat situasinya lebih rumit.“Kemungkinan besar, Claire memang selalu membawanya. Dia cukup cerdas untuk tahu bahwa kontrak itu adalah satu-satunya alat yang bisa dia gunakan melawan aku,” ucap Leonidas dengan suara rendah namun tegas. “Apa yang harus kita lakukan sekarang, Tuan?” tanya Kendrick hati-hati.Leonidas memejamkan matanya sejenak lalu menjawab, “Aku akan mencarinya saat dia tidur nanti. Tugasmu mencari dokumen lain di keluarga Filbert.” Titahnya.Kendrick segera menjawab dan mematikan sambungan telepon tersebut.“Leonidas? Kau masih kerja?” Tanya Claire yang tiba-tiba muncu
“Kau cari disana, aku cari disini.” Bisik Kendrick pada rekannya.“Baik.”Mereka berdua saat ini sedang menyusup di kediaman Filbert, mencari salinan dokumen kontrak perjanjian pernikahan tuannya dengan nyonya mereka.Malam ini mereka harus mendapatkannya, dan tempat pertama kali yang mereka periksa adalah ruang kerja Dariel Filbert. Ayah dari Claire yang memiliki kemungkinan besar membawa salinan tersebut.Kendrick dan rekannya bergerak dengan hati-hati di dalam rumah keluarga Filbert. Suasana sunyi malam hanya dipecahkan oleh suara langkah mereka yang nyaris tak terdengar. Ruang kerja Dariel Filbert adalah tempat pertama yang mereka targetkan, karena mereka tahu bahwa Dariel adalah seseorang yang teliti dan mungkin menyimpan salinan dokumen penting itu di sana.Kendrick menyalakan senter kecilnya dan mulai memeriksa laci meja, lemari, dan rak buku yang penuh dengan dokumen. "Kau periksa sisi kanan, aku akan memeriksa lemari arsip di sini," bisik Kendrick sambil menunjuk lemari besar
“Kenapa kantung matamu menghitam? Bukankah kemarin kau tidur lebih cepat?” Tanya Claire saat mereka sarapan dengan pemandangan tengah laut di kapal pesiar.Leonidas hanya tersenyum, meski pikirannya dan moodnya buruk. Semalaman dia mencari tas Claire namun dia tak menemukannya bahkan sampai pagi.“Aku tidak apa-apa, mungkin memang lelah. Jangan pedulikan itu. Sarapan ini menunya cukup enak, mana saja yang kau suka?” Tanya Leonidas mengalihkan pembicaraan mereka.Claire menatap Leonidas dengan cermat, tidak sepenuhnya yakin dengan jawabannya. Dia bisa merasakan ada sesuatu yang mengganggu pikirannya, tetapi dia memutuskan untuk tidak mendesak lebih jauh. Toh, dia sendiri juga punya hal-hal yang tidak ingin dibicarakan.Dia lalu melihat ke arah meja yang penuh dengan berbagai hidangan lezat. "Aku suka yang manis, mungkin croissant dan buah-buahan segar ini."“Pilihan bagus, aku akan menyuruh koki memasakkannya saat nanti.” Ucap Leonidas dengan lembut.“Tidak perlu berlebihan, kita bisa
“A-aku akan kesana sekarang. Tolong tunggu aku.” Suara Claire berubah menjadi gemetar saat mendengar kabar dari kakaknya.Leonidas yang berada di sampingnya penasaran, apalagi Claire menangis bahkan menahan sesaknya.“Claire, are you okay?”Claire berusaha menahan air matanya yang terus mengalir, namun isakannya tak bisa disembunyikan. Dia mengangguk lemah, mencoba memberi tahu Leonidas bahwa dia baik-baik saja, tetapi jelas terlihat sebaliknya.Leonidas dengan cepat mendekat, meletakkan tangannya di telapak tangan Claire, memberi dukungan dengan cara yang dia bisa. "Claire, apa yang terjadi? Siapa yang meneleponmu?"Claire mengusap air matanya dengan punggung tangannya, berusaha keras untuk berbicara meskipun suaranya terdengar serak. "Kakek buyutku... dia meninggal, Leonidas. Aku harus pergi sekarang... keluargaku membutuhkan aku."Mendengar itu, Leonidas merasa simpati. Kematian seorang anggota keluarga, apalagi yang sangat dekat, selalu meninggalkan luka yang mendalam. Tanpa ragu,
Pemakaman tuan Abert telah selesai dilaksanakan, langit sore yang mulai mendung membuat semua orang meninggalkan pemakaman elite tersebut.Claire yang berjalan di samping Leonidas yang di dorong oleh supirnya hanya diam tak banyak bicara.“Apa kau ingin tinggal bersama keluargamu lebih dulu? Aku tak masalah jika kau ingin seperti itu.” Ucap Leonidas yang berusaha menyenangkan hati Claire.Claire yang mendengar itu langsung melihat Leonidas terkejut, “Kau tak masalah?” Tanyanya.Leonidas menggeleng, “Tapi sebagai suami mu aku akan ikut tinggal di sana, aku juga ingin lebih dekat dengan mertua ku.” Ucap Leonidas dengan senyumnya yang lembut.Claire tersenyum samar mendengar jawaban Leonidas. Dia tidak menyangka Leonidas akan setuju, apalagi bahkan menawarkan untuk tinggal bersama keluarganya. "Aku pikir kau tidak akan nyaman di sana," ucap Claire dengan nada lembut, sambil berjalan perlahan di sampingnya.Leonidas menggeleng dengan santai. "Aku tidak keberatan, Claire. Lagipula, aku ing
Makan malam pertama di kediaman Filbert, perasaan Claire menjadi canggung meskipun berada di rumah orang tuanya sendiri.Karena, semua orang fokus pada Leonidas. Mereka terus menerus menatap tajam Leonidas seolah dia adalah parasit yang tidak seharusnya disini.“Ayo kita makan, kenapa pada diam?” Tanya Lucia dengan lembut penuh keibuan, bahkan tak sedikitpun dia memandang Leonidas sebagai orang lain karena melihat putrinya sepertinya diperlakukan baik oleh suaminya.Mereka semua mengangguk dan Lucia menatap putrinya yang masih diam saja. “Tolong ambilkan Leonidas makanan yang biasa dia makan, Claire. Atau jika tidak ada makanan yang sesuai dengan seleranya aku akan meminta koki kita untuk segera membuatnya.” Ucap Lucia dengan penuh perhatian.Leonidas tersenyum melihat ibu mertuanya yang tampak lebih rasional dari pada anggota lainnya, “Terima kasih atas kemurahan hati anda, ibu.” Ucap Leoidas dengan lembut.“Claire terkadang suka memasakkan saya makanan yang biasa keluarga ini makan,
Di tengah aula pernikahan yang megah, dihiasi dengan bunga mawar putih dan biru yang melambangkan kesucian dan ketulusan, suasana terasa syahdu. Lampu kristal menggantung indah, memantulkan cahaya lembut ke seluruh ruangan, sementara musik orkestra mengalun pelan, menambah kesakralan momen.Leonidas berdiri tegap di depan altar, mengenakan setelan hitam elegan dengan dasi putih yang sempurna. Matanya tak pernah lepas dari Claire yang berjalan mendekatinya dengan langkah anggun. Claire tampak bagaikan dewi dalam balutan gaun putih panjang, dihiasi renda dan kristal yang berkilau lembut setiap kali terkena cahaya. Senyum di wajahnya memancarkan kebahagiaan yang tak terbendung.Pendeta membuka upacara dengan suara tenang namun penuh wibawa. “Hari ini, kita berkumpul untuk menyaksikan penyatuan dua jiwa dalam cinta yang suci. Leonidas dan Claire telah memilih untuk mengikat janji, berkomitmen untuk saling mencintai, mendukung, dan menghormati sepanjang hidup mereka.”Suasana menjadi henin
“Leonidas, bagaimana menurutmu gaun pengantin ini?” Kata Claire sambil memutar tubuhnya memperlihatkan gaun putih yang sangat cantik di hadapan Leonidas.Leonidas, yang tengah duduk di sofa dengan sikap santai, menatap Claire dari ujung kepala hingga ujung kaki. Mata tajamnya melunak, dan bibirnya melengkung dalam senyuman tipis yang penuh kekaguman. "Kau terlihat luar biasa, Claire. Seperti seorang malaikat," katanya dengan nada serius, namun penuh kehangatan.Claire mengangkat alisnya, mencoba membaca ekspresi pria itu. "Hanya luar biasa? Tidak ada komentar lain?" tanyanya, berpura-pura cemberut.Leonidas berdiri dan berjalan mendekatinya, matanya tak pernah lepas dari sosok wanita yang kini menjadi pusat dunianya. Dia berhenti tepat di depan Claire, tangannya dengan lembut menyentuh pinggangnya. "Luar biasa mungkin tidak cukup untuk menggambarkanmu. Tapi kata-kata sulit menjelaskan apa yang kulihat sekarang," bisiknya dengan senyum menggoda.Claire memutar bola matanya, meskipun ro
Langkah kaki yang tampak buru-buru menggema di lorong hotel, seolah pria itu tengah dikejar waktu.Saat sampai di kamar hotelnya, dia langsung membuka pintunya dengan cepat.“Honey, aku sudah membawa dokternya.” Kata pria itu, yang tak lain adalah Ethan.Ethan kemudian menatap ke arah dokter wanita itu, “Tolong tangani istri saya, sejak tadi dia mengeluh kesakitan dari area bawah.” Kata Ethan dengan serius.Dokter itu mengangguk dan Ethan kembali menutup pintu menunggu diluar, perasaannya sangat cemas dan khawatir terlebih ini adalah bulan madu mereka.Di dalam kamar, dokter itu segera mendekati Ashilla, yang terlihat meringis kesakitan sambil memegangi perut bagian bawahnya. "Nyonya Ashilla, bisakah Anda menjelaskan rasa sakitnya? Apakah terasa seperti kram atau lebih tajam?" tanya dokter itu dengan lembut, mulai memeriksa Ashilla. Ashilla mengangguk lemah. "Rasanya tajam, terutama di sisi kiri. Saya juga merasa mual sejak pagi tadi." Dokter itu mengangguk, memasang stetoskopnya
“Apakah tuan tidur, nona?” Tanya Kendrick begitu melihat Claire keluar dari kamar.Claire mengangguk, “Terimakasih, ken. Jika kau tak memberiku kabar kemarin mungkin aku akan terlambat mengobati Leonidas.” Kata Claire dengan tulus.Kendrick mengangguk, “Iya nona, saya juga melihat kondisi tuan semakin parah meskipun telah di obati oleh dokter profesional. Sepertinya memang hanya anda yang bisa menyembuhkan tuan Leonidas.”Claire tersenyum tipis, “Bisakah aku meminta bantuan untuk membelikan beberapa herbal ini? Aku ingin membuat obat untuk Leonidas ketika dia sudah sadar nanti.” Kata Claire sambil menyerahkan kertas berisi beberapa herbal disana.Kendrick menerima kertas itu dengan anggukan hormat, membaca daftar herbal yang dituliskan oleh Claire. "Tentu, nona. Saya akan segera mencarinya. Ada toko herbal yang cukup lengkap di dekat sini, saya akan memastikannya tersedia." Claire tersenyum lelah. "Terima kasih, Ken. Aku hanya ingin memastikan dia mendapatkan perawatan terbaik. Aku t
“Tuan, minum obatnya.” Kata Kendrick dengan penuh perhatian merawat Leonidas.Racun yang berada di tubuh Leonidas tak sepenuhnya hilang, obat hanya berusaha untuk mengurangi rasa sakitnya.“Apa tidak sebaiknya kita beritahu nona Claire, tuan? Saya yakin nona Claire juga khawatir karena anda tak pernah menghubunginya.” Saran Kendrick.Leonidas setelah minum obat merebahkan tubuhnya kembali, mendengar ucapan Kendrick dia hanya bisa menatap langit-langit kamarnya.“Jika aku menelponnya, dia pasti tahu aku sedang dalam kondisi buruk hanya dengar suaraku. Aku tak ingin dia langsung terbang kesini dengan perasaan buruk.” Kata Leonidas dengan pelan.Kendrick menghela nafasnya kemudian bangkit, “Saya akan membuatkan bubur untuk anda, tolong tetap istirahat di kamar.” Kata Kendrick dengan pelan.Leonidas mengangguk kemudian memejamkan matanya, kamarnya kembali sunyi hingga dering ponselnya membuat suasana hening langsung pecah.Dia dengan perlahan meraih ponselnya, disana nama Claire muncul.D
Sudah satu minggu dari yang dijanjikan, Leonidas tak ada kabar.Claire merasa hidupnya sangat hampa terlebih saat pria itu mengingkari janjinya.“Apanya yang tiga hari, sampai sekarang dia bahkan tak mengirimiku pesan.” Gumamnya dengan kesal.Di rumah sangat sepi kali ini, kakaknya sudah menikah dan bulan madu di maladewa sedangkan kedua orang tuanya sedang dinas di luar negeri. Dia benar-benar ditinggal sendiri oleh semua orang.Helaan nafas panjang terdengar di kamar wanita itu, jika dulu dia masih mepunyai James yang menemaninya. Tapi semenjak dia menolaknya, ia merasa bersalah dan tak eak jika datang hanya ketika dia kesepian.Tapi melihat postingan James beberapa hari lalu, sepertinya dia sudah melamar seorang gadis lain.“Aku penasaran, siapa yang berhasil menyembuhkan James.” Gumam Claire dengan tersenyum tipis.Dia juga berharap James mendapatkan gadis yang jauh lebih baik darinya.Hingga akhirnya dia tertidur di sofa, televisi yang masih menyala membuat ruangan itu tetap tera
“Huhhh!!! Akhirnya acaranya selesai juga walaupun agakberantakan karena wanita itu.” Kata Claire sambil merebahkan dirinya di kasur besar miliknya.Leonidas tersenyum membantu wanita itu melepaskan high heels miliknya yang masih di pakai, “Mandilah lalu tidur.”“Kau akan menginap kan?” Tanya Claire pada tunangannya itu sambil duduk kembali.Leonidas menggeleng, “Aku akan terbang ke Jerman malam ini, tiga hari kedepan jangan membuat ulah.” Katanya sambil merapikan poni Claire dengan lembut.Claire yang mendengar itu mengernyitkan dahinya, “Kenapa mendadak?”Leonidas menarik napas panjang, memandang Claire dengan mata yang serius namun tetap lembut. “Ada urusan mendesak yang harus aku tangani di sana,” katanya sambil terus merapikan rambut Claire. “Proyek penting perusahaan membutuhkan pengawasan langsung, dan aku tidak bisa mempercayakannya pada orang lain.” Claire melipat tangannya di dada, tampak tidak puas. “Kau selalu seperti ini. Setiap kali aku merasa kita bisa punya waktu lebi
Hari itu, cuaca sangat cerah, seolah alam ikut merayakan kebahagiaan Ethan dan Ashilla. Sepanjang jalan menuju venue pernikahan, karangan bunga dengan berbagai desain menawan menghiasi kiri dan kanan, menampilkan ucapan selamat dari keluarga, teman, hingga kolega mereka.Venue pernikahan, sebuah taman indah dengan nuansa klasik, dipenuhi bunga mawar putih dan merah muda yang melambangkan cinta dan kemurnian. Para tamu berdatangan mengenakan pakaian formal, membawa senyum bahagia untuk menyaksikan momen bersejarah dalam hidup kedua mempelai.Ashilla, mengenakan gaun pengantin putih panjang dengan detail renda yang elegan, berjalan anggun di altar ditemani oleh ayahnya. Di ujung sana, Ethan berdiri gagah dengan setelan jas hitam yang sempurna, matanya berbinar penuh cinta saat melihat Ashilla mendekat.Musik lembut mengalun, menambah suasana haru dan romantis. Saat Ashilla tiba di depan altar, Ethan mengulurkan tangannya, menyambutnya dengan senyum hangat. “Kau tampak luar biasa hari in
“Ashillaa!” Suara Lucia, ibu Ethan yang terdengar dari dalam membuat Ashilla yang akan masuk ke dalam mansion tersenyum.Pelukan hangat Lucia langsung menyambutnya, seolah wanita itu telah menunggunya lama.“Ibu khawatir kau tak akan kembali karena kebodohan Ethan.” Ucap Lucia dengan tulus.Ashilla terkekeh, “Maaf aku membuat khawatir ibu dan ayah mertua.” Kata Ashilla sambil mencium kedua pipi ibu mertuanya dengan lembut.Lucia tersenyum lembut, matanya berkaca-kaca karena lega melihat Ashilla kembali. “Kau seperti putriku sendiri, Ashilla. Aku tak ingin kehilanganmu. Ethan itu memang keras kepala, tapi aku tahu dia mencintaimu lebih dari apa pun.”Ashilla mengangguk pelan, senyumnya menenangkan. “Aku tahu, Bu. Meskipun aku marah padanya, aku tak bisa benar-benar meninggalkannya. Dia membuatku kesal, tapi dia juga membuatku merasa dicintai.”“Dia memang seperti itu, selalu membuat kekacauan sebelum akhirnya memperbaikinya,” ujar Lucia sambil menggelengkan kepala. “Tapi aku tahu, den