Share

MENIKAHI PRIA BURUK RUPA
MENIKAHI PRIA BURUK RUPA
Author: Siti Aisyah

Bab 1. Kepergok

Author: Siti Aisyah
last update Last Updated: 2022-09-16 12:51:28

DIA MILIKKU

"Kamu itu nggak pantas bersanding dengan Arka. Lihat, kamu dengannya itu jomplang banget!" seru Kak Sitha sambil menunjuk mukaku dengan muka merah padam.

"Mas Arka sendiri yang bilang kalau ia mencintaiku, Kak," ucapku membela diri.

Aku menatap wanita yang usianya hanya terpaut tiga tahun denganku itu. Ia balik menatapku sinis.

"Cinta?" Kak Sitha tertawa lebar.

Aku memutar bola mata malas melihat kakak perempuanku yang sombong dan terlalu percaya diri itu.

"Dengar, ya, Ndah. Arka itu lebih pantas denganku karena aku sarjana, sedangkan kamu hanya tamatan SMA." Kak Sitha berkacak pinggang. Sorot matanya tajam dan penuh kebencian.

"Aku memang hanya tamatan SMA, tetapi aku bisa cari uang dan tidak pernah merepotkan siapa pun," ujarku.

Kak Sitha mendengkus, lalu berjalan mendekatiku. "Kamu menyindirku, hah?"

Aku memegang tangannya dan tersenyum. "Aku tidak bermaksud menyindir, tetapi memang kenyataannya seperti itu,"

"Menyebalkan!"

Setiap hari aku datang ke kantin sekolah untuk menitipkan gorengan yang kubuat. Di sanalah aku bertemu dengan lelaki tampan yang berprofesi sebagai guru dan dia anak dari Pak Lurah. Tak kusangka, lelaki yang banyak diincar wanita, malah menyukaiku yang berpenampilan sederhana.

"Mas Arka nggak malu dekat dengan denganku?" tanyaku waktu itu. saat Arka mengungkapkan isi hatinya.

"Buat apa malu? Untuk membuktikan keseriusanku, aku akan bilang pada orangtuaku untuk melamarmu secepatnya."

Ucapan Mas Arka bagai oase di padang pasir yang mampu menyejukkan hati. Aku terharu dicintai lelaki tampan sepertinya.

***

"Es teh satu, ya, Mbak," ucap Wiji sambil mengacungkan tangan.

"Baik. Makannya?"

"Mie rebus, tetapi sayurnya sedikit saja, ya."

Selain menitipkan gorengan di kantin-kantin sekolah, orangtuaku memiliki warung kecil-kecilan yang menjual aneka makanan berupa mie rebus, nasi goreng, dan aneka gorengan serta minuman. Ya, rumah kami terletak di dekat kawasan wisata alam yang selalu ramai dengan pengunjung, bahkan dari luar daerah apalagi saat akhir pekan seperti ini.

Aku yang bertugas mengelola warung ini sedangkan Kak Sitha tidak pernah mau membantu meski hanya sekadar mencuci gelas dan piring kotor.

Hari ini pengunjung lumayan rame sehingga membuatku kewalahan melayaninya seorang diri. Ditambah lagi dengan cucian piring dan gelas yang menumpuk.

"Aku bantu nyuci piringnya, ya?" tanya Wiji sambil beranjak dari tempat duduknya setelah selesai memakan pesanannya.

"Enggak usah, kamu, kan, pembeli?"

"Enggak apa-apa. Tuh lihat, piringnya saja sampai setinggi gunung." Wiji mulai mengambil spons yang sudah dimasukin ke dalam cairan sabun dan mengusapnya ke piring kotor tanpa bisa kucegah lagi. Saat ini aku memang tengah melayani pembeli lain sambil sesekali menggoreng tahu isi.

"Terima kasih, ya, kamu sudah membantu meringankan pekerjaanku hari ini. Terima ini." Aku mengulurkan satu lembar uang berwarna hijau padanya setelah ia selesai mencuci piring.

"Apa ini? Kamu memberiku upah?" Dahinya berkerut saat melihat uang yang kusodorkan.

"Bukan upah. Kalau upah ini terlalu sedikit. Terimalah." Aku menyisipkan yang di telapak tangan pemuda yang mukanya rusak itu. Ya, dia adalah salah satu pelanggan di warungku ini. Ia bilang belum lama ini mengalami kecelakaan sehingga wajahnya rusak.

"Kamu nggak takut denganku, Mbak?"

Aku tertawa, awalnya aku takut juga dengan lelaki ini, tetapi setelah sering bertemu, rasa takut itu memudar karena sudah terbiasa.

"Semenjak kecelakaan, semua teman menjauhiku karena takut dengan wajah ini." Wiji mengusap wajahnya yang terdapat bekas luka dan mengelupas itu.

"Sabar, suatu saat pasti akan sembuh lagi."

"Hanya kamu yang nggak takut denganku."

"Sebenarnya aku takut juga, tetapi aku lebih takut dengan orang yang jajan di warungku, tetapi tidak mau bayar alias utang." Aku tertawa.

Wiji ikut tertawa. "Terima kasih kamu sudah membuatku bisa tertawa lagi."

Aku hanya mengangguk. Sebenarnya badan Wiji bagus, tetapi sayang mukanya rusak.

***

"Mukamu pucat, Mbak. Kamu sakit?" tanya Wiji usai makan dan berniat membereskan piring bekas makannya seperti yang biasa ia lakukan.

"Sedikit pusing." Aku meraba kening dan nyengir.

"Istirahatlah, piring ini biar aku yang mencucinya sampai selesai."

"Jangan! Biar aku saja yang mencucinya." Aku berdiri dan meraih tangan Wiji, tetapi naas, aku tersandung kakiku sendiri sehingga tubuh ini oleng dan hampir jatuh. Wiji yang tepat berada di depanku, dengan sigap menahan tubuh dan tanganku.

"Lain kali hati-hati, Mbak!" Wiji menahan tubuhku sehingga kami berhadapan dengan jarak wajah yang cukup dekat, bahkan aku dapat mendengar napasnya yang memburu.

"Apa yang kalian lakukan?" Tiba-tiba Kak Sitha datang dan melihat Wiji yang seolah memelukku.

"Kak Sitha." Spontan aku melepas tangan Wiji dari tanganku.

"Tolong! Tolong!" Kak Sitha berlari keluar sambil berteriak sehingga tidak lama kemudian, beberapa warga berdatangan termasuk bapak dan ibu.

"Ada apa, Mbak?"

"Mereka berdua ini telah melakukan perbuatan yang tidak pantas di warung ini. Mes*m." Kak Sitha menunjuk wajahku dan Wiji bergantian.

"Enggak, Pak. Ini salah paham!" Lututku gemetar, keringat dingin mulai membasahi sekujur tubuhku.

"Endah. Bikin malu kamu, ya?" teriak bapak dengan muka merah padam.

"Nikahkan mereka sekarang juga," seru Mbak Sitha.

"Nikah?" Aku dan Wiji berteriak bebarengan.

"Iya."

"Ayo kita bawa ke rumah Pak RT." Seorang bapak-bapak menyeret tanganku.

"Tunggu! Kalau aku harus menikah hari ini, Biarkan aku memberi tahu orangtuaku dulu." Wiji mengeluarkan ponsel dari saku celananya.

"Ini akibatnya kalau kamu ngeyel ingin mendapatkan Arka. Kalau kamu menikah dengan lelaki jelek itu, otomatis Arka menjadi milikku." Kak Sitha berbisik di telingaku.

Duniaku seakan runtuh seketika mendengar ucapan Kak Sitha. Ia benar, kalau seperti ini, aku bisa kehilangan lelaki yang selama ini kucintai.

Sebuah mobil mewah yang berlogo kuda, berhenti tepat di depan warung. Seorang lelaki setengah baya dan juga wanita yang berpenampilan modis, keluar dari dalam. Semua orang yang ada di sekitarku terkejut, mulut mereka membulat membentuk huruf O.

"Ada apa, Ji?" Lelaki setengah baya itu mendekati Wiji. "Kenapa kamu me minta papa datang ke sini?" imbuhnya.

Aku melihat Kak Shita membelalakkan matanya, seakan tidak percaya dengan yang dia lihat.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
effy
eh aku mau nikahnya begitu...x pakai lama...x pakai duit ......nikah xpress gtu...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • MENIKAHI PRIA BURUK RUPA   Bab 2. Salah Paham

    "Sebenarnya ini ada apa? Kenapa kamu bilang akan menikah sekarang juga?" tanya lelaki yang tadi dipanggil 'Pa' oleh Wiji. Tidak kusangka, lelaki itu sangat tampan di usianya yang sudah tidak muda lagi. Kalau sudah tua saja gagah dan berwibawa, bagaimana saat masih muda, ya? Mungkin Wiji juga tampan andai wajahnya tidak rusak. "Sebenarnya ini hanya salah paham, Pa. Wanita itu memergoki aku yang sedang membantu Mbak Endah karena ia hampir jatuh, tetapi ia malah memanggil orang-orang dan bilang kalau aku sudah berbuat mes*m dengannya, padahal kenyataannya tidak seperti itu." Wiji menunduk. Lelaki itu menatap Wiji dengan sorot mata tajam. Lalu berpandangan dengan wanita yang ada di sampingnya. "Maling mana ada yang mau ngaku? Untung tadi aku melihatnya, kalau tidak, mungkin keperawanan adikku ini sudah hilang," ujar Kak Sitha ketus. "Cukup, Kak! Aku tidak seperti itu. Sudah kubilang kalau ini hanya salah paham!" Aku berteriak. Tanganku mengepal dan dadaku bergemuruh mendengar ucapan

    Last Updated : 2022-09-16
  • MENIKAHI PRIA BURUK RUPA   Bab 3. Pasrah

    Arka mendekatiku yang duduk berdekatan dengan Wiji. Mata elangnya menampakkan keberatan dengan hadirnya laki-laki yang wajahnya rusak itu. "Arka, aku akan menikah malam ini," ucapku tersendat.Aku menghela napas. Akhirnya keluar juga kata-kata itu dari mulutku meski dengan mulut yang bergetar. Mataku memanas dan bulir bening yang sejak tadi kutahan akhirnya luruh juga membasahi pipi. "Hei, kenapa kamu malah menangis? Iya, kita memang akan menikah, tapi tidak malam ini karena sekarang baru lamaran. Kamu sudah nggak tahan untuk menjadi istriku, ya?" Arka tersenyum. Aku memejamkan mata. Senyum itu lah yang selalu kurindukan selama ini. Namun, setelah ini tidak akan ada lagi. "Begini, Sayang. Malam ini aku lamar kamu dulu dan setelah itu kita baru akan menentukan tanggal pernikahannya kapan," ucap Arka. "Iya, Nak. Kami sebagai orang tua juga sudah setuju dengan pilihan Arka. Bagi kami, kamu adalah wanita yang baik sehingga cocok dengannya," sahut Bu Lurah--ibunya Arka dengan mengulas

    Last Updated : 2022-09-16
  • MENIKAHI PRIA BURUK RUPA   Bab 4. Jadi Nikah

    Aku mengusap air mata yang terus mengalir dengan jari tangan. Aku pasrah dengan takdir ini. Sekali lagi kupandang Kak Sitha yang terus menempel di tubuh Arka. Melihat Arka yang menggenggam erat tangan Kak Sitha, membuatku semakin yakin untuk menerima Wiji. Dengan begini, aku jadi tahu kalau ternyata Arka adalah orang yang tidak teguh pendirian. "Bagaimana kalau pernikahan kalian kita adakan barengan saja." Bapak yang dari tadi diam saja akhirnya angkat bicara. "Enggak mau, biarkan Endah menikah lebih dulu sekarang juga agar ia bisa pergi secepatnya dari sini dan aku bisa memiliki Arka seutuhnya. Sudah muak melihatnya setiap hari." Kak Sitha masih menggelayut manja di lengan Arka. Tanganku mengepal ke bawah mendengar ucapan Kak Sitha barusan. Bisa-bisanya ia bilang muak melihatku setiap hari. Kalau boleh jujur seharusnya aku yang muak punya kakak kandung perempuan seperti dia yang layak disebut benalu bagiku. Tidak sadarkah ia kalau selama ini akulah yang sudah membuatnya bisa ma

    Last Updated : 2022-09-16
  • MENIKAHI PRIA BURUK RUPA   Bab 5. Sah

    Aku berdiri dan mengambil paksa gelang itu dari tangan Kak Sitha yang masih saja mencerocos menanyakan gelang itu asli atau tidak. "Sepertinya Ibu tidak perlu memberikan jaminan." Kuletakkan gelang itu di tangan ibu mertua. "Kenapa?" tanya Kak Sitha. "Uangnya aku kembalikan saja." Kuambil uang dari Wiji yang ia pinjam dari Arka. "Enggak bisa begitu, Ndah. Uang mahar ini sudah menjadi hakmu karena seorang suami wajib memberikan mahar pada istrinya meskipun jika tidak mampu pernikahan ini tetap sah. Karena ini uang kamu, sekarang uang ini menjadi milik Bapak. Lumayan, bisa beli rokok dan nongkrong bersama teman-teman," kata bapak. Aku menggeleng saat melihat bapak mengambil uang sejuta yang tadi kuulurkan pada Kak Sitha dan menggunakan lembaran itu untuk mengipasi wajahnya. Aku hanya bisa mengelus dada melihat tingkah bapak. Dari dulu tidak pernah berubah, suka menghamburkan uang hanya untuk membeli benda yang hanya dapat ia nikmati sendiri itu. Bahkan, lebih baik tidak makan dari

    Last Updated : 2022-09-16
  • MENIKAHI PRIA BURUK RUPA   Bab 6. Nyaman

    "Kenapa?" "Kalau aku pulang dengan mobil ini, lalu bagaimana dengan motor kesayanganku." Mas Wiji hendak membuka pintu untuk keluar mobil, tetapi ayahnya malah tertawa. "Kalau hanya masalah itu gampang, Papa bisa telepon Pak Juned." Aku terkesiap saat melihat ayah mertua mengeluarkan ponsel dari saku bajunya. Sebuah benda ajaib yang menjadi impian semua orang dan hanya bisa kulihat di televisi. Jangankan menyentuh atau memilikinya, melihat secara langsung saja ini adalah untuk pertama kalinya. Ayah mertua yang kuketahui bernama Pak Aditya kembali masuk ke dalam mobil setelah menelepon yang entah siapa untuk mengambil motor Mas Wiji. "Kamu nggak usah khawatir, motor kamu aman. Heran aku sama, Ji, punya mobil, tetapi malah lebih suka bawa motor, mending kalau motornya bagus mengkilap. Lah ini motornya aja jelek," ucap Pak Aditya dengan tangan tetap fokus mengemudi. "Ini bukan masalah bagus atau jelek, Pa. Yang paling penting itu kenangannya. Dan yang membuatku nyaman, dengan motor

    Last Updated : 2022-09-16
  • MENIKAHI PRIA BURUK RUPA   Rumah mewah

    Aku masih mematung di depan pintu, kagum melihat rumah yang begitu besar dan mewah ini. Rumah ini sangat besar, satu ruangan di rumah ini lebih besar dari rumahku di desa secara keseluruhan. "Ayo, masuk!" Pinta Mas Wiji sedikit menyeret tanganku. Tampak papa dan mama mertua sudah duduk di sofa berwana biru dengan aneka makanan dan minuman di sana. "Kalian sudah bangun? Maaf, tadi sengaja tidak kami bangunkan karena kelihatannya kalian nyaman banget pelukan di dalam mobil. Duduk sini!" Mama mertua menepuk sofa kosong di sampingnya. Pipiku menghangat dan sudah pasti terlihat merah. Aku malu dibilang nyaman dalam pelukan lelaki yang sebelumnya asing bagiku. Tadi aku benar-benar pusing. Ya, aku memang wong ndeso yang jarang naik mobil, bahkan tidak pernah. Masih untung tadi hanya pusing dan kliyengan serta keluar keringat dingin dan tidak sampai muntah akibat mabuk kendaraan. "Maaf, Ma, sepertinya kita langsung ke kamar aja. Endah capek." Mas Wiji menuntunku yang masih memegangi kepal

    Last Updated : 2023-01-07
  • MENIKAHI PRIA BURUK RUPA   Rencana

    "Kenapa foto ini bisa ada di sini? Ini aku, kan?" Kuambil fotoku yang sedang melayani pelanggan di warung itu dan mengangkatnya ke udara. "Iya, maaf. Aku sudah mengambil gambar kamu tanpa izin. Ia menggaruk tengkuknya." Kamu marah?" tanya lelaki yang sudah resmi menjadi suamiku itu. "Marah, tetapi sedikit, toh, aku juga tidak rugi." Kuamati dengan seksama wajah dalam foto yang terlihat lelah itu. "Terima kasih, ya, berkat foto itu aku jadi bersemangat. Aku merasa seolah-olah kamu menemaniku." "Seharusnya kamu bilang kalau mau ambil foto sehingga aku bisa dandan dulu dan tersenyum saat difoto, bukan seperti itu. Tuh lihat, mukanya aja kusam dan terlihat berminyak karena berkutat dengan wajan penggorengan dan berhadapan dengan minyak panas seharian. Rambut juga diikat asal serta hanya memakai kaus oblong longgar. Kalau kamu bilang mau ambil gambarku, aku bisa mandi dulu kalau perlu memakai baju paling bagus yang kupunya." Kuletakkan kembali foto itu ke tempat semula. Mas Wiji ters

    Last Updated : 2023-01-07
  • MENIKAHI PRIA BURUK RUPA   Pergi

    Aku terdiam dan meremas jari tanganku sendiri. Tidak mungkin aku memaksa lelaki yang ternyata anak orang kaya bukan kaleng-kaleng ini menikahiku secara resmi. Aku sadar siapa diri ini saat sudah berada di sini. Ternyata aku dan Mas Wiji bak langit dan bumi. Benar kata papa mertua, nikah siri memang diperbolehkan, tetapi biasanya merugikan pihak istri karena tidak ada bukti tertulis sehingga tidak punya kekuatan hukum. Si istri tidak bisa menuntut apa pun jika terjadi sesuatu di kemudian hari. Ah, aku jadi teringat dengan bapak dan ibu di desa yang selalu bilang kalau seorang gadis tamatan SMA sepertiku jodohnya adalah orang miskin. Beda dengan Kak Sitha yang sarjana sehingga jodohnya pasti orang kaya yang bisa membanggakan keluarga. Rasa perih kembali menjalar di ulu hati jika ingat diri ini yang selalu dibandingkan dengan kakak sendiri. "Jadi, sudah jelas, ya, kalau kita tidak akan menikah secara resmi dulu. Kita masuk kamar, yuk. Kamu pasti capek." Mas Wiji menggenggam tanganku

    Last Updated : 2023-01-09

Latest chapter

  • MENIKAHI PRIA BURUK RUPA   ending

    Sintya sudah tidak pernah datang lagi mengganggu kami. Yang paling menbuatku lega adalah hari ini ia akan melangsungkan pernikahan dengan Irgi. Setelah orang tuanya meninggal, memang hanya Irgi yang selalu datang ke rumahnya. Awalnya hanya karena kasihan, tetapi lama-lama tumbuh benih-benih cinta di antara keduanya. Ya, cinta terkadang datang dengan orang yang tidak pernah kita duga sebelumnya, seperti Irgi yang pada akhirnya berhasil mendapatkan cinta Sintya. "Selamat menempuh hidup baru, Sin. Semoga bahagia selalu," ucapku sambil menjabat tangan Sintya yang mengenakan gaun pengantin berwarna putih itu. Wanita itu terlihat sangat cantik. Sintya dan Irgi baru saja melangsungkan pernikahan yang diadakan secara sederhana. Tamu undangan yang datang juga tidak banyak karena hanya keluarga inti saja. "Aku janji tidak akan pernah mengganggu kalian berdua lagi," ucap Sintya dengan tangan menggelayut manja di lengan lelaki yang baru saja dah menjadi suaminya. Mas Wiji tertawa," Kenapa? S

  • MENIKAHI PRIA BURUK RUPA   Do'a Sintya terkabul

    "Mas kamu punya utang padaku," ucapku saat kami baru saja selesai makan malam bersama. "Utang apa?" "Utang penjelasan dari mana saja tadi? Apalagi ditelepon juga susah. Memangnya ke mana dan sedang apa sehingga harus ponselnya dimatikan segala? Kamu nggak ada niat untuk mengkhianati aku, kan, Mas?" tanyaku lirih. Mas Wiji tersenyum, "Enggak usah curiga, aku nggak mungkin akan mengkhianatimu. Tadi aku ke rumah Sintya dan mengenai ponselku yang mati, tadi kehabisan baterai, belum sempat untuk charge.""Apa? Ke rumah Sintya?" Aku tersedak mendengar ucapannya kali ini. Entah apa lagi yang sudah direncanakan dan dilakukan Sintya sehingga dia berhasil membuat suamiku datang ke rumahnya apalagi sampai harus mematikan ponselnya. Bukan hanya aku yang kaget, mama juga." Buat apa lagi kamu ke rumah penipu itu, Ji. Mama sudah peringatkan berulang kali agar tidak berhubungan lagi dengan wanita itu kalau tidak mau terjerat rayuannya. Kamu harus fokus dengan kesehatan Endah yang sedang hamil,"

  • MENIKAHI PRIA BURUK RUPA   Wiji Pergi

    Aku baru saja bangun dan kulihat ini sudah siang. Tadi sehabis salat Subuh tidur lagi meskipun aku tahu itu tidak baik bagi kesehatan, tetapi badanku terasa sakit semua. Benar kata mama, meskipun tidak meninggalkan bekas luka, tetapi setelah insiden belajar mengendarai mobil dan menabrak orang itu membuat badanku sakit semua. Ah, seharusnya aku menurut kata mama, badan pegal seperti ini harus dibawa ke tukang urut. Mas Wiji sudah rapi dengan kemeja berwarna krem. Hari ini ia akan ke kampus untuk bertemu dosen pembimbing terkait skripsi yang sedang ia tulis. "Belajar naik mobilnya nanti setelah aku pulang dari kampus, ya." Mas Eiji membungkuk dan mencium keningku. Aku masih berselimut dan enggan untuk bangun. Aku menggeleng, "Aku nggak mau belajar menyetir lagi, Mas. Takut nabrak orang lagi." "Dengar, ya, Sintya itu bukan tertabrak, tetapi memang sengaja menabrakkan diri. Jadi, itu bukan salahmu maupun salahku yang sudah mengajarimu." Mas Wiji menowel hidungku perlahan. "Aku teta

  • MENIKAHI PRIA BURUK RUPA   Dia Sintya

    Mas Wiji segera membawa masuk wanita yang sudah tak sadarkan diri setelah beberapa saat itu. Beberapa orang datang membantu kami dan meminta kami untuk membawa korban ke rumah sakit. "Biarkan aku yang menyetir, Ndah," ucap Mas Wiji buru-buru. Aku mengangguk dan menuruti permintaan Mas Wiji agar aku duduk di belakang bersama sang korban yang merupakan mantan kekasih Mas Wiji. Ya, orang yang sudah kutabrak itu adalah Sintya. Entah sedang apa dia berada di sini dan kenapa harus menyeberang saat aku tengah belajar mengemudi. Ini hanyalah kebetulan kah? Mas Wiji mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang menuju rumah sakit terdekat. Untunglah Sintya tidak mengalami luka yang cukup serius karena aku mengemudi dengan cukup pelan. Ia hanya terluka pada bagian pelipis dan tangan serta kaki yang lecet akibat terkena aspal jalanan. Mata Sintya perlahan terbuka, aku segera mendekatinya, "Maafkan aku, Sin." Aku menggengam jari tangannya yang tidak terdapat jarum infus. "Seharusnya aku yang m

  • MENIKAHI PRIA BURUK RUPA   Hadiah

    Sintya pulang dengan menghentakkan kaki ke lantai cukup keras. Rasa kesal begitu terlihat dari raut wajahnya. Mas Wiji hanya menggeleng melihat wanita yang pernah ada di hatinya itu. "Kamu kenapa, Ndah? Kenapa mukanya pucat gitu? Jangan bilang kalau takut dengan ucapan Sintya tadi. Hayoo ngaku?" Mas Wiji mengusap kedua pundakku saat kami berdiri berhadapan. Ia cengengesan. "Ucapan yang mana?" "Tentang dia yang akan meminta bantuan dukun agar aku mau kembali padanya. Iya, kan?" Aku mengangguk samar. Tidak munafik jika apa yang dibilang Mas Wiji itu benar. Bukannya aku mau percaya dengan yang begituan di zaman modern seperti sekarang, tetapi kasus meminta bantuan jin agar pikiran seseorang menjadi condong pada target seperti itu memang ada. Mas Wiji tersenyum, lalu mengusap kedua pipiku, "Kamu nggak usah khawatir, sekuat apa pun Sintya mencoba membuatku kembali padanya, cintaku padamu tidak akan pernah goyah. Lagi pula, ia adalah wanita modern yang tidak akan melakukan hal konyol i

  • MENIKAHI PRIA BURUK RUPA   Cemburu

    Mas Wiji menghela napas perlahan lalu mengamati wanita itu dari ujung kepala dari ujung kaki. Cantik, pasti pujian itu yang pantas diucapkan untuknya. Jantungku berdebar tidak karuan menanti kata-kata yang akan keluar dari mulut suamiku. Apakah aku harus pasrah saat cinta pertamanya datang lagi sekarang dan membiarkan cinta lama itu bersemi kembali? Tidak, aku tidak pernah merasa memisahkan mereka karena Mas Wiji datang saat ia sudah tidak punya ikatan lagi dengan wanita itu, bahkan ia bilang semua orang menjauhinya waktu itu. "Endah, dulu, aku sangat mencintai Sintya." Akhirnya kata-kata yang kutakutkan itu keluar juga dari mulut Mas Wiji. "Tentu saja dan aku juga sangat mencintai Wiji. Kami adalah pasangan yang paling serasi waktu itu. Wiji tampan dan aku cantik. Namun, sayang dia harus mengalami kecelakaan sehingga wajahnya rusak. Bukan salahku, kan, kalau aku harus meninggalkannya? Mana ada wanita yang mau punya pasangan jelek," ucap Sintya dengan percaya diri. Aku melirik ma

  • MENIKAHI PRIA BURUK RUPA   Dia Datang dari Masa Lalu

    Mas Wiji masih tertawa, bahkan air matanya sampai berderai. Aku dan sang dokter hanya saling berpandangan. "Dokter, tolong lakukan sesuatu pada Mas Wiji." Aku memegang tangan dokter cantik itu lalu beralih mengusap pipi suamiku, "Maafkan aku, Mas, kalau sudah membuatku kecewa. Aku memang bukan wanita sempurna,"Aku menunduk dan mataku memanas hingga bulir bening meleleh membasahi pipi ini tanpa bisa kutahan lagi. Mas Wiji berhenti tertawa dan mengusap pundakku dengan lembut. Aku menghela napas perlahan dan mengembuskannya, lega, akhirnya suamiku berhenti tertawa. "Kamu ini bicara apa, to, Ndah? Kenapa bilang kalau kamu tidak sempurna?" tanya mama yang tiba-tiba sudah berada di antara kami. ia mengusap air mata yang terus membasahi pipi ini. "Aku nggak hamil, Ma. Itu artinya aku wanita yang nggak sempurna, kan?" tanyaku terisak. "Sstt, nggak boleh bilang seperti itu. Bagi kami, kamu adalah wanita sempurna yang dikirimkan Allah untuk keluarga kami." Mama menempelkan jari tangannya

  • MENIKAHI PRIA BURUK RUPA   Endah Sakit

    Aku memejamkan mata saat melihat bapak dan ibu akhirnya pergi dari rumah ini meski harus dipaksa. Maafkan aku, Pak, Bu. Aku hanya hanya ingin hidup tenang bersama suamiku. Azan subuh berkumandang bersahutan sebagai panggilan dari Sang Maha Pencipta untuk para umatnya manusia agar bangun dari mimpi indah dan gegas melaksanakan kewajiban untuk menyembah-Nya. Aku sudah membuka mata, tetapi suamiku masih tertidur pulas. Sepertinya ia tidak mendengar azan subuh. Tidak heran jika ia harus membunyikan jam weker di sampingnya yang bertugas membangunkannya di waktu sesuai yang ia harapkan. Jam weker berbunyi nyaring dan Mas Wiji belum bangun juga, bahkan ia seperti tidak terganggu dengan bunyi yang menurutku berisik itu. Tanganku terulur melewati atas tubuh Mas Wiji karena jam weker terletak di sampingnya. Saat aku hendak mematikan jam itu, tangan Mas Wiji meraih tanganku dan mendekapnya erat. "Aku mohon jangan pergi, Ndah. Aku sangat mencintaimu," ucap Mas Wiji lirih dan aku baru sadar k

  • MENIKAHI PRIA BURUK RUPA   Maafkan aku, Pak

    Dahiku mengernyit melihat bapak dan ibu masih memakai baju yang sama dengan yang kemarin, pun dengan Kak Sitha padahal resepsi pernikahan sudah terjadi dua hari yang lalu. "Kamu dan suamimu ke mana aja, Ndah? Dan itu kenapa kepala dibalut perban segala? Jangan bilang kalau setelah pulang dari acara resepsi itu kalian langsung ke hotel dan melakukan malam pertama di sana. Apakah itu bekas ciuman? Ya Tuhan, betapa garangnya suamimu itu, mencium istrinya aja sampai harus diperban seperti itu. Tetapi kenapa tangannya juga digendong? Jangan dijawab dulu, biar ku tebak, kamu berontak saat suamimu ingin meminta haknya sehingga dia terjatuh hingga tanganya terluka? Begitu, Ndah? Oh my God, itu adalah malam pertama yang horor bagiku." Kak Sitha tepuk jidat sambil menggelengkan kepala. "Aku dan Mas Wiji kemarin kecelakan dan harus dirawat di rumah sakit selama dua hari," ucapku dengan dada yang bergemuruh hebat mendengar ucapan Kak Sitha barusan. Apa yang ada di pikirannya sehingga bisa bila

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status