Arisha tidak mengerti dengan kondisinya saat ini. Mulai pagi hingga siang, perutnya terasa mual, bahkan Arisha bertambah mual ketika mencoba mengisi perutnya. Kepalanya terasa berat dan berputar-putar membuat wanita itu duduk dan merebahkan kepalanya di meja makan.
“Sepertinya aku harus ke klinik, semoga perut dan kepalaku bisa diajak kerja sama,” gumam Arisha.Anin datang menghampiri Arisha dan melempar beberapa test pack di meja makan. “Cepat tes!”Arisha terkesiap dan mengambil tiga benda berbungkus tipis itu. Baru membaca saja, Arisha sudah paham bahwa itu adalah alat tes kehamilan. Arisha benar-benar takut jika hasil menunjukkan bahwa dirinya tengah hamil.“Ibu curiga sama Ari?”“Iya, ibu curiga sama kamu! Akhir-akhir ini kamu mulai membangkang, Ari! Kamu selalu pulang malam dan ibu tidak tahu kamu pergi sama siapa? Mungkin dengan lelaki yang sama atau lelaki yang berbeda!” ujar Anin dengan raut wajah menahan kemarahan.Anin memang memendam kemarahannya, pikirannya sudah terlalu buruk melihat putrinya muntah-muntah. Karena Arisha tidak mau diajak untuk periksa, Anin terpaksa membelikan alat tes kehamilan untuk Arisha. Setidaknya Anin bisa meyakinkan dirinya bahwa putrinya tidak hamil.“Ibu kenapa bisa berpikir kalau aku pergi dengan lelaki yang berbeda?” tanya Arisha.“Jadi kamu keberatan kalau ibu bilang seperti itu? Apa itu artinya kamu pergi bersama seorang lelaki yang sama? Kamu juga datang ke hotel dengan lelaki itu?” tanya Anin dengan sangat yakin.Arisha bergeming, bagaimana Arisha bisa mengelak, sedangkan apa yang dikatakan ibunya adalah benar. Anin tentu saja dapat membaca kegelisahan di wajah putrinya dan membuatnya semakin curiga. Arisha mengambil test pack tersebut, mau tidak mau ia menuruti apa kata Anin dan berharap bisa mengelabui sang ibu.“Ari ke kamar mandi dulu dan akan membawa hasil yang di hadapan Ibu,” ucap Arish.“Ibu ikut masuk ke dalam kamar mandi, ibu mau memastikan kalau kamu tidak berbohong lagi,” kata Anin.Anin menarik Arisha masuk ke kamar mandi yang berada di dekat dapur. “Ayo cepat!”Arisha menatap alat tes kehamilan itu dengan ragu-ragu. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi dengan test pack di tangannya. Arisha menghela napas dan terdiam cukup lama, kemudian menampung urine-nya.“Kamu ingat ‘kan dengan apa yang ibu ucapkan tadi pagi? Ibu tidak main-main!” ujar Anin.“I–iya, Bu.”Kini kedua wanita berbeda usia, sedang menunggu test pack menampakan hasilnya. Wajah Arisha semakin pucat, sedangkan Anin menatap ke arahnya dan bergantian memperhatikan test pack. Arisha benar-benar sudah pasrah.Setelah waktu cukup untuk melihat hasil, Anin mendekat pada test pack tersebut dan mengangkatnya. “Awas saja kalau hasilnya—”Anin menghentikan ucapannya saat melihat garis dua pada ketiga test pack, yang menandakan bahwa Arisha hamil. Wanita paruh baya itu melempar test pack ke wastafel, kemudian mencuci tangan. Wajahnya berubah penuh kemarahan, tanpa basa-basi ia keluar dari kamar mandi.“Bu,” panggil Arisha setelah melihat hasil test pack positif.“Kamu benar-benar membuat ibu kecewa. Kamu mengkhianati kepercayaan ibu. Salah apa ibu sama kamu?” Anin menatap nyalang pada putrinya.“Hasilnya bisa saja salah.” Arisha mencoba mengelak.Anin memutar tubuhnya dan menatap tajam pada Arisha. “Maksud kamu test pack yang ibu beli, semuanya bermasalah?”Arisha berusaha meraih tangan Anin “Maafkan Ari.”“Ibu kecewa sama kamu Ari.” Anin menahan air matanya yang hampir tidak bisa dibendung. Hatinya terluka mendapati anak gadisnya hamil di luar pernikahan.Anin menyentak lengan atas Arisha. “Siapa laki-laki yang sudah menghamili kamu, Ari? Bilang sama ibu!”Bukan menjawab, Arisha justru menangis dan menundukkan wajahnya. Hal itu semakin membuat Anin geram. Anin pun mencengkeram rahang Arisha kuat-kuat sehingga Arisha menatap Anin.“Jawab Ari!” bentak Anin.Arisha menggeleng. “Ari tidak tahu, Bu.”Jawaban Arisha sontak membuat emosi Anin naik. Wanita paruh baya itu menarik lengan Arisha ke kamar, rasanya Anin sudah hilang kesabaran menghadapi Arisha. Sepuluh tahun Anin mengurusnya, kini Arisha seolah membuang kotoran di wajahnya.Anin mengeluarkan pakaian Arisha dari lemari dan memasukkannya ke dalam koper kecil, ia juga melempar tas dan ponsel Arisha. “Pergi dari rumah ini dan jangan kembali! Ibu benci anak seperti kamu yang tidak tahu berterima kasih!”“Bu, tolong jangan usir Ari. Ari minta maaf.” Arisha bersujud di kaki Anin dan menangis terisak.Napas Anin naik turun, kakinya mendorong Arisha hingga pegangan pada kakinya terlepas. “Apa yang ada di dalam otak kamu, sampai orang yang menghamili kamu saja, kamu tidak tahu? Apa kamu menggratiskan tubuh kamu untuk banyak laki-laki?”“Pergi sekarang juga!” Sekali lagi, Anin membentak Arisha.Arisha tidak bisa mengatakan pada siapa pun, ia tidak memiliki hak untuk membongkarnya pada orang lain. Dengan berat hati Arisha berdiri meraih ponsel dan tas, kemudian kopernya. Arisha mengulurkan tangannya untuk menyalami dan berpamitan pada Anin. Akan tetapi, Anin justru membuang pandangannya dan tidak ingin menanggapi Arisha.Arisha menarik tangannya. “Ari pamit, Bu. Maafkan Ari.”Sampai di luar pagar, Arisha bertemu dengan Asyila yang baru saja turun dari mobil Bayu. Entah Asyila datang karena sudah mengetahui permasalahannya dengan sang ibu, ataukah memang datang tanpa kesengajaan. Arisha hanya menunduk karena air matanya terus mengalir membasahi pipinya.“Wah mau ke mana kamu?” tanya Asyila.Tak sabar karena Arisha terus menunduk. Pada akhirnya, Asyila mengangkat wajah Arisha. “Kalau ditanya itu dijawab! Tidak punya mulut?”“Ari mau pergi, Kak.” Arisha menjauhkan tangan Asyila dari wajahnya. “Maaf kalau Ari banyak salah.”Asyila menaikan satu alisnya, sejujurnya ia tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Namun, jika melihat dari wajah dan koper yang dibawa Arisha, Asyila menduga jika sudah terjadi keributan antara ibunya dan adik angkatnya tersebut. Namun, Asyila tidak peduli dengan kepergian Arisha.“Seharusnya dari lama kamu sudah pergi, Ari,” gumam Asyila.***Arisha sudah berada di dalam taksi, ia tidak memiliki tujuan, untuk mencari rumah kos pun Arisha merasa tidak sanggup karena merasa kondisi tubuhnya sangat lemas. Arisha melihat uang tabungannya melalui ponsel, beruntung Biantara selalu mengirim uang padanya dan Arisha bisa menggunakan saat genting seperti saat ini. Arisha meminta sopir taksi mengantarnya ke hotel.“Aku akan memberi tahu kehamilan ini pada Mas Bian,” gumam Arisha.Beberapa menit kemudian, Arisha sudah berada di dalam kamar hotel. Ia merebahkan tubuhnya di ranjang, ia terlalu pusing sampai tidak melepaskan sepatunya, bahkan tidak mengunci pintu kamar. Ia mencoba mengirim pesan pada Biantara.‘Mas Bian, Ari diusir sama Ibu’Sepuluh menit berlalu, Arisha tidak mendapatkan balasan dari nomor Biantara, padahal chat-nya sudah terbaca.“Apa Mas Bian berubah pikiran dan tidak mengharapkan kehamilanku? Apa Mas Bian juga akan membuangku?”‘Diusir kenapa? Sekarang kamu di mana?’‘Ari.’‘Arisha!’Beberapa pesan dari nomor Biantara terabaikan oleh Arisha karena wanita itu tertidur. Sejak pesannya tidak dibalas oleh Biantara, Arisha lupa untuk me-non-aktifkan mode senyap di ponselnya. Sampai satu jam lamanya Arisha tertidur.Arisha membuka matanya dan merasakan tubuhnya yang sudah lebih membaik. Ia meraih ponselnya untuk memeriksa pesan yang sebelumnya ia kirim untuk Biantara. Arisha juga berharap Anin menghubungi dan menarik kembali ucapannya.“Mas Bian.” Arisha menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang dengan bantal sebagai alas punggungnya.‘Ari di hotel yang biasa kita datang, Mas.’ Arisha membalas pesan Biantara.“Terbaca, tapi tidak dibalas lagi,” gumam Arisha.“Lapar sekali. Sepertinya aku harus mandi dulu, setelah itu pesan makan.” Arisha beranjak dari ranjang.Arisha masih berharap jika apa yang terjadi saat ini hanyalah mimpi. Hatinya hancur ketika mengingat Anin membencinya. Arisha akui ini adalah kesalahannya, en
Belum sempat kebingungan Arisha terjawab. Nomor Asyila sudah tertera menghubunginya di layar ponsel. Dengan segera, Arisha menjawab panggilan itu, atas permintaan Biantara.“Arisha, dasar kurang ajar kamu! Gara-gara kelakuan kamu sekarang Ibu masuk ke rumah sakit! Benar-benar anak tidak tahu diri! Gatal, bisa-bisanya Kamu hamil di luar nikah dan tidak tahu siapa orang yang sudah menghamilimu! Bodoh!” hardik Asyila di sambungan telepon.Biantara merampas ponsel Arisha dan memutuskan sambungan telepon itu. Ia tidak ingin Arisha berubah pikiran dan merasa takut.Setelahnya, Biantara mengembalikan ponsel Arisha.“Mas, Ibu masuk ke rumah sakit karena Ari,” ucap Arisha.“Kamu tenang saja, Ibu tidak akan kenapa-kenapa. Ibu pasti hanya shock saja,” ujar Biantara. “Aku akan menjenguk Ibu nanti dan mengabarkan padamu.”Baiklah, Arisha hanya bisa menurut. Biantara terlihat secara tidak langsung melarangnya menjenguk atau bertemu ibunya. Entah menuruti Biantara hal yang salah ataukah benar, sejauh
Asyila terkejut bukan main saat melihat Arisha berada di dalam mobil sang suami. Emosinya seketika memuncak, Asyila menarik lengan Arisha untuk keluar dari mobil. Namun, Arisha menahan dirinya karena takut dengan kemarahan Asyila.Melihat itu, Biantara pun segera menghampiri Asyila. “Stop Syila!”“Kenapa Mas Bian bawa dia ke rumah kita? Mas tahu kan, kondisi Ibu drop gara-gara anak angkat yang tidak tahu diri ini!” Asyila menjauh saat Biantara berdiri di antara dirinya dan Arisha.“Bisa kan kamu tidak kasar seperti ini?” Pandangan Biantara beralih pada Arisha.“Ayo keluar dan langsung masuk ke kamar tamu!” pinta Biantara.Mata Asyila membeliak. “Jadi, kamar itu disiapkan untuk Ari? Aku nggak sudi ya, Mas!”“Ari tunggu! Jangan menginjakkan kakimu di rumahku bersama janin harammu itu!” teriak Asyila.“Sudahlah, Syila. Apa kamu tidak kasihan melihat dia yang sedang hamil tinggal di jalanan? Dia juga keluargamu, kalau Ibu tidak mau menampungnya di rumah, aku tidak masalah kalau harus mena
“Sayang, ayo kita pulang ke rumahmu! Aku akan tanggung jawab dengan janin yang kamu kandung, seharusnya kamu tidak menyembunyikan kehamilanmu dariku. Aku ayah dari janinmu,” ucap Bayu sembari menggenggam tangan Arisha.Arisha berusaha melepaskan tangan Bayu. “Mas lepas! Mas Bayu ini bicara apa?”“Ada apa ini?” Biantara menarik Arisha dari Bayu.“Mas?” Asyila sempat terkejut dengan apa yang Biantara lakukan, tetapi setelahnya ia melanjutkan apa yang sudah Bayu rencanakan. “Mas Bian lepaskan Arisha, dia harus pulang ke rumah.”Biantara menatap Asyila dan Bayu bergantian. “Untuk apa kamu datang ke sini?”“Sebelumnya maaf kalau kehadiran saya mengejutkan Bapak, saya datang ke karena ingin bertanggung jawab pada apa yang sudah saya lakukan. Saya dan Arisha memiliki hubungan,” kata Bayu. Lelaki itu terpaksa beralasan akan bertanggung jawab karena tidak memiliki alasan lain dan tidak ingin terbongkar hubungannya dengan Asyila.Asyila mengangguk meskipun ia kesal dengan alasan gila dari Bayu.
“Mas Bian.” Asyila segera menyembunyikan semua pakaian yang berserakan di lantai.“Tidak perlu ditutupi, aku sudah mengetahui sejak lama. Kamu bener-bener memiliki sandiwara yang bagus. Selama ini aku tertipu dengan sikap kamu yang seolah sangat mencintaiku, ternyata yang kamu inginkan hanyalah hartaku,” kata Biantara.“Aku minta maaf, Mas. Aku khilaf, semua ini aku lakukan juga untuk mencukupi kebutuhan ibuku dan Ari,” kata Asyila.Biantara tersenyum tipis. Asyila masih saja mencari alasan untuk menutupi kebusukannya. Biantara berlalu ke kamar mandi, ia merasa jijik melihat kamarnya sendiri.Asyila menggeram kesal, ia memasukan semua pakaian kotor ke keranjang, setelahnya keluar dari kamar dan menuju kamar Arisha. Ia masih belum bisa menerima jika dipoligami dengan adik angkatnya sendiri. Menurutnya, Arisha benar-benar tidak tahu berterima kasih, sudah dibiayakan kehidupannya, kini justru menikung Asyila.“Buka Ari!” Asyila menggedor pintu dengan sangat kuat.Arisha pun membukanya. “
Biantara gegas mengangkat tubuh Asyila dan segera membawanya ke mobil. Arisha mengikut pada Biantara, ia khawatir dengan keadaan Asyila. Akan tetapi, ada yang membuat hatinya seolah teriris, Biantara terlihat begitu khawatir dengan Asyila.Arisha duduk di kursi penumpang belakang. Memperhatikan jelas bagaimana wajah khawatir dan gelisah milik Biantara. Terlebih Asyila terus merintih.“Biarkan aku mati, Mas. Aku tidak mau dimadu, Mas,” kata Asyila.Biantara masih terdiam, lelaki itu enggan merespon ucapan Asyila. Ia melajukan mobil dengan kecepatan tinggi agar cepat sampai di rumah sakit. Ia juga memperhatikan Arisha dari spion tengah.“Ari, kamu tidak perlu ikut cemas. Aku tidak suka,” ucap Biantara.“Mas, ceraikan Ari,” ujar Asyila.Setelah beberapa menit perjalanan, mereka semua tiba di rumah sakit. Asyila segera dibawa ke IGD untuk ditangani. Sementara itu, Biantara dan Arisha menunggu di luar.“Seharusnya kamu istirahat di rumah,” kata Biantara.“Mas Bian terlihat khawatir sekali
“Untuk apa kamu melakukan hal bodoh seperti ini, Asyila. Apa sekarang kamu menyesal karena Biantara lebih memilih wanita lain?” Anin tentu saja sangat menyayangkan perilaku Asyila yang seolah menyepelekan Biantara, lelaki yang selama ini sudah mendukung penuh biaya kehidupan mereka.“Kalau Mas Bian berselingkuh dengan wanita lain, aku tidak akan sesakit ini. Mas Bian menikahi Ari, bocah ingusan yang dulu Ibu tampung karena orang tuanya meninggal! Ari benar-benar menusuk kita!” ucap Asyila, wajahnya sudah memerah mengingat Biantara dan Arisha sudah menikah di belakangnya.Anin memejamkan matanya. “Ibu tidak menyangka Ari akan seperti ini, ibu tidak berharap dia balas budi, tapi kenapa dia tidak bisa menghargai keluarga ini?”“Itu karena Ibu terlalu memanjakan dia dan mengagung-agungkan dia. Sekarang dia jadi besar kepala dan tidak tahu diri, tapi aku tidak tinggal diam. Aku sudah berbuat sesuatu dan aku jamin Ari akan tertekan dan akan pergi dari kehidupan Mas Bian!” tutur Asyila.Ani
Biantara memutuskan sambungan telepon saat tidak ada jawaban dari Arisha. Wajahnya memerah, ia tidak ingin apa yang pernah dilakukan Asyila kembali diulang oleh Arisha. Biantara tidak ingin dikecewakan oleh kakak beradik itu.“Siapa Brian itu?” Di perjalanan, Biantara tidak tenang memikirkan hal itu. Ia sampai harus mengurungkan niatnya saat seharusnya ia masuk ke dalam restoran.“Aku tidak akan membiarkanmu menjalin hubungan dengan lelaki lain. Kamu hanya harus patuh terhadapku, Ari!” Biantara mencengkram kuat setirnya.Setelah beberapa menit, ia sudah sampai di apartemen dan segera masuk ke dalamnya. Ia melihat Arisha sudah berganti pakaian, tidak seperti sebelumnya saat ia berangkat ke restoran. Biantara mendekat pada Arisha.“Mas Bian?” Arisha terkejut melihat kedatangan Biantara.“Mau ke mana kamu? Mau bertemu Brian?” tanya Biantara tempat di hadapan Arisha.Biantara menggeleng. “Ari tidak mungkin melakukan itu, terpikirkan saja tidak.”“Lalu siapa Brian itu? Kenapa kamu mengatak
"Bu, kita makan sama-sama ya," kata Arisha.Anin hanya mengurung diri di kamar setelah Asyila tak lagi di rumah. Arisha semakin tak enak hati, ia merasa bersalah ketika melihat Anin hanya murung tanpa gairah hidup. Posisinya selalu saja serba salah."Kamu saja duluan, Ibu belum lapar," ucap Anin.Arisha duduk di sisi ranjang, di mana Anin tengah berbaring. "Jangan seperti itu, Bu. Ini sudah malam, Ibu harus mengisi perut sebelum tidur nanti.""Ari tahu Ibu sangat mengkhawatirkan Kak Asyila, tetapi Ibu harus memikirkan kesehatan Ibu," ujar Arisha."Maafkan kakakmu ya, Ibu tidak menyangka kalau Asyila akan nekat. Bian benar, andai dia tak cepat-cepat datang mungkin keadaannya sudah berbeda. Ibu sudah ikhlas dengan keadaan kakakmu, semoga kamu dan Bian bisa menjalani rumah tangga sebagaimana mestinya," kata Anin.Arisha terdiam sejenak, ia menggenggam tangan Anin dan menciumnya. "Terima kasih ya, Bu. Ari minta maaf karena sudah menjadi anak yang tidak tahu diuntung, Ari menjadi anak yang
"Mas tolong Kak Asyila juga. Dia sedang hamil, Ari takut terjadi sesuatu dengan kandungannya," ujar Arisha sesaat setelah Biantara membawanya masuk ke dalam mobil.Biantara bergeming, rasa sakit semakin dalam, ketika mengingat Asyila tak menginginkan kehamilan saat bersama dengannya."Aku tidak peduli," ujar Biantara.Arisha menggenggam tangan Biantara. "Mas, kasihan Kak Asyila. Mas Bayu tidak mau bertanggung jawab, Kak Asyila akan merasa sedih jika kehilangan calon bayinya, aku juga sedang hamil ... aku bisa merasakannya."Dengan perasaan berat, Biantara menuruti permintaan Arisha, ia melangkah kembali masuk ke dalam rumah. Beruntung ia tidak pernah percaya pada ucapan Asyila jika wanita itu hamil dengannya."Sekarang kamu dicampakkan orang yang kamu perjuangkan, sama sepertiku," gumam Biantara.Biantara baru saja masuk ke dalam kamar dan melihat Anin yang sedang berusaha menolong Asyila. Biantara pun segera mengangkat tubuh mantan istrinya tersebut."Bian tolong Asyila!" kata Anin.
"Apa dia memaksamu?" tanya Biantara sekali lagi saat di kamar."Tidak, Mas. Aku sudah pikirkan, aku mengkhawatirkan Ibu. Aku takut tidak ada yang menjaga Ibu, sedangkan Mas Bian terus menginginkan Kak Asyila di sini," kata Arisha.Biantara menghentikan tangan Arisha yang sedang mem*uka kancing kemejanya. "Apa kamu cemburu?""Tidak," jawab Arisha kembali fokus dengan aktivitasnya.Biantara mengangkat dagu Arisha. "Sungguh? Lalu apa alasanmu tidak mengizinkan?""Aku hanya takut kesehatan Ibu semakin drop jika melihat aku dan Mas Bian bersama," jawab Arisha."Tadi Ibu sudah melihatnya. Tidak ada masalah, bukan?" Biantara lantas menc*um bibir Arisha.Untuk sesaat tatapan mereka terpaut."Kamu tidak ingin memelukku?" tanya Biantara."Mas Bian harus mandi," ujar Arisha."Baiklah, aku akan segera mandi," ucap Biantara. "Setelah itu kamu harus memelukku, Sayang."Arisha terkekeh. "Mas Bian ada-ada saja."Tangan Biantara berada di sisi kiri dan kanan pipi Arisha. "Aku serius, atau kamu mau k
Asyila berlari mengejar Biantara ketika lelaki itu hendak masuk ke dalam mobil. Arisha memperhatikan sang kakak dari teras."Mas Bian, tunggu!" Asyila menahan pintu mobil dan menutupnya.Biantara menatap nyalang. "Kamu bisa lebih sopan sedikit tidak?""Maaf, Mas. Siang ini Ibu keluar dari rumah sakit, aku minta tolong agar Ibu bisa tinggal di sini," ujar Asyila.Biantara menoleh ke belakang karena ia yakin Arisha masih berada di sana. "Aku tidak bisa memutuskannya sendiri, aku akan bicarakan pada istriku."Biantara lantas memanggil Arisha."Aku yakin Ari pasti izinkan karena itu juga ibunya Ari," kata Asyila.Asyila tersenyum, ia ingin membawa sang ibu ke rumah Biantara, bukan hanya karena tidak memiliki tempat tinggal. Akan tetapi, ia juga butuh dukungan untuk merebut kembali Biantara dari Arisha."Ada apa, Mas?" tanya Arisha."Bicaralah! Aku tidak akan mengizinkan jika istriku tidak mengizinkan, begitu pun sebaliknya," ujar Biantara pada Asyila."Arisha, hari ini Ibu sudah diperbole
Suasana makan malam berjalan sangat romantis, di mana Biantara mem-booking rooftop restoran khusus untuk mereka. Musik mengalun dengan indahnya di telinga, kelopak bunga menghampar di sekitar mereka, cahaya lilin menambah kehangatan hubungan kedua insan."Mas Bian menyiapkan ini semua untuk Ari?" Arisha tak kuasa menyembunyikan raut wajah bahagia."Ya, apa kamu senang?" tanya Biantara memastikan.Arisha mengangguk. "Tentu. Terima kasih, Mas.""Aku akan selalu membuatmu merasa senang bersamaku," ujar Biantara.Senyum Arisha perlahan memudar, ia sangat bahagia dengan kata-kata sang suami. Namun, hatinya semakin yakin jika Biantara benar-benar hanya ingin permainkan perasaannya. Pada kenyataan, Arisha berharap lebih pada Biantara, berharap tak hanya menjadikannya alat balas dendam."Ayo makan! Kamu harus makan banyak dan bergizi, aku tidak ingin calon bayiku kelaparan," ujar Biantara."Mas Bian tenang saja, Ari akan jaga calon anak kita," imbuh Arisha.Mereka memulai makan malam. Biantar
"Mas Bian, aku mohon bantu biaya Ibu di rumah sakit. Ibu harus segera ditangani, aku tidak tahu harus meminta tolong pada siapa jika bukan dengan, Mas Bian." Asyila memohon di kaki Biantara. Walaupun ia bukan anak yang baik, tetapi melihat Anin sakitnya dalam keadaan tak memiliki uang, tentu saja Asyila khawatir.Usai membawa Anin ke rumah sakit, Asyila kembali ke rumah Biantara. Ia tidak peduli dengan rasa malunya, yang terpenting baginya sang ibu bisa selamat. Biantara hanya datar menatap Asyila tanpa rasa kasihan."Kenapa tidak meminta bantuan pada kekasihmu? Apa di dalam otakmu, aku hanya mesin uangmu? Aku tidak akan memberikan sepeser uang pun pada orang yang sudah mengkhianatiku," ujar Biantara.Rasa sakit ketika Asyila mendua dengan masa lalunya, masih teramat membekas di hati Biantara. Harga dirinya teramat jatuh ketika melihat istrinya di hotel bersama lelaki lain. Terlebih Asyila rela masukkan obat tidur demi memu*kan ranjang lelaki lain."Mas Bayu tidak setia, dia membuangk
Asyila terkejut ketika mendapati Bayu sedang bersama seorang wanita di dalam kamar apartemen Bayu. Setelah beberapa Minggu tak rutin mendapat kabar dari sang kekasih, Asyila nekat mendatangi Bayu di apartemen. Namun, Asyila harus menelan pil pahit karena Bayu justru bermesraan bersama wanita lain."Mas, siapa wanita ini? Apa yang kalian lakukan?" Asyila menatap tidak percaya pada Bayu. Bagaimana bisa, Bayu berada di dalam kamar bersama seorang wanita. Satu lagi, mereka berada di bawah selimut dengan tubuh bagian atas yang polos tanpa penutup.Bayu menyugar rambutnya, ia tampak kesal melihat Asyila berada di sana. Bagaimana tidak, Bayu hampir saja mencapai puncak. Namun, harus tertunda karena kedatangan Asyila."Untuk apa kamu datang ke sini, Syila. Sudah aku katakan, aku yang akan datang menemuimu!" ujar Bayu.Kedua orang itu sama-sama sibuk mengenakan pakaian mereka kembali, sementara Asyila hanya menangis. Sakit sekali melihat orang yang ia cintai tidur bersama wanita lain. Kini Asy
Arisha terkejut ketika melihat makanan tersedia di atas meja makan. Biantara sudah berangkat pagi-pagi sekali, pamitnya untuk mencari pekerjaan. Kini hanya menyisakan Arisha yang kebingungan."Apa Mas Bian masih punya uang? Kenapa membelikanku makanan yang kelihatannya mahal? Apa ini semua demi anaknya saja?" Arisha duduk, kemudian mengetikkan pesan di nomor Biantara.'Mas Bian sudah sarapan?'Rasanya Arisha tidak bisa makan dengan tenang sebelum tahu kabar Biantara pagi ini. Mungkin terlalu berlebihan, tetapi yang Arisha tahu, Biantara tidak memiliki uang. Pagi ini pun ia tidak tahu Biantara mencari pekerjaan ke mana.Arisha segan untuk bertanya mengenai kondisi Biantara, entah mengapa secara tiba-tiba kondisi keuangan Biantara drop, bahkan semua aset disita bank.'Aku sudah makan. Tolong habiskan makanan yang aku siapkan dan jangan membiarkan calon bayiku tersiksa. Tetaplah di rumah sampai aku pulang nanti.'Entah benar atau tidak yang dikatakan Biantara. Namun, Arisha bisa sedikit
"Mas Bian, kenapa kusut sekali?" tanya Arisha saat melihat Biantara pulang dari restoran tanpa semangat.Arisha mencium punggung tangan Biantara. "Maaf kalau Ari salah bicara.""Tidak apa-apa. Aku mau kasih tahu sesuatu, tapi kamu tidak boleh terkejut," ujar Biantara."Bagaimana kalau kita ngobrol di dapur saja, sekalian Ari buatkan minuman," ucap Arisha.Biantara setuju, mereka segera ke dapur. Entah apa yang akan Biantara katakan, tetapi melihat wajah Biantara seperti saat ini, rasanya Arisha tidak tega. Arisha khawatir ini akan ada hubungannya lagi dengan sang kakak."Aku terlilit hutang, restoranku terancam disita bank," ucap Biantara.Walaupun sudah dilarang untuk terkejut, nyatanya Arisha tetap terkejut. Ia menarik satu kursi meja bar dan duduk di samping Biantara. Arisha juga mendekatkan teh hangat yang ia buat untuk Biantara."Emm, Mas Bian minum dulu ya. Maaf kalau Ari terkejut," kata Arisha."Kamu boleh pergi dariku kalau tidak sanggup. Kamu tidak menolak mati-matian menikah