Angel menjatuhkan diri di atas tempat tidur. Kepalanya masih sedikit terasa berat setelah pergi clubbing semalam. Minuman yang ditenggaknya terlalu banyak dan dia pun kurang istirahat. Namun semuanya sia-sia, dia bahkan tak bisa sedikitpun melepas Wira dari bayangannya.
“Sialan! Rinai sialan!” Angel memekik, mengacak rambut dan menjambak-jambaknya sendiri. Lalu dia bangkit dan berjalan gontai.
“Aku benci kalian!” teriaknya sambil menyapu peralatan make up yang masih terhampar di meja kecil dekat tempat tidur. Semua jatuh berserakan. Ya, di dalam tasnya memang tak pernah luput dari perlengkapan make up. Karenya meski dalam keadaan minggat, dia bahkan masih bisa berdandan lengkap.
“Kamu brengsek, Wira!” Angel melempar gawainya pada kaca televisi yang menggantung di dinding kamar hotel. Suara berderak seir
Harum yang melihat kejadian tak mengenakkan itu berdiri. Dia segera menghalau Elissa dan menatap tajam pada perempuan itu.“Elissa! Tolong, jangan sakiti putriku! Menyakitinya sama saja kembali mengajak berurusan denganku. Aku tak akan segan-segan membongkar masa lalu itu di sini!” Kilatan sorot mata Harum seolah hendak mengancam Elissa. Dia tak segan untuk membocorkan tentang rahasia besar siapa Rinai sebenarnya. Harum tahu, Elissa memang tak ingin publik mengetahuinya.Kedua tangan Elissa mengepal. Napasnya turun naik menahan kesal. Air mata berjatuhan dari sudut matanya. Dia berbalik pada Mami dan tak lagi menyerang Rinai yang baru saja bangun dan membersihkan makanan yang melekat pada pakaiannya.“Ni! Awalnya aku sudah bahagia waktu kam
Angel baru saja merebahkan tubuhnya di sebuah kamar berukuran empat kali lima meter itu. Homestay milik Abian rupanya lumayan nyaman untuknya tinggal. Meskipun fasilitasnya tak selengkap hotel berbintang, akan tetapi cukup lengkap. Ada kamar mandi di dalam, lemari pakaian, tempat memanaskan air dan full wifi.Angel sudah selesai mandi dan masih mengenakan handuk. Namun menatap seonggok pakaiannya yang tampak lusuh bekas pakai membuatnya sadar kalau dirinya tak membawa pakaian ganti. Ada beberapa potong pun ketinggalan di dalam mobil.“God!” Angel memijit pelipisnya. Bingung harus minta tolong dengan siapa.Dalam keadaan bingung, pintu kamarnya diketuk. Angel bingung, akhirnya dia menarik selimut lebar itu dan menutup tubuhnya. Dibukanya pintu itu sedikit dan memeriksa
Nyonya Marta baru saja tiba di rumah dengan mobil online. Dia turun di depan gerbang lalu membuka gerbang sendiri. Sengaja dia tak memijit bell, hanya ingin tahu sedang apa ART barunya jika ditinggalkan.Daun pintu didorongnya, tidak dikunci. Karena baru saja Tuan Abe meninggalkan rumah. Suasana ruangan tengah sepi. Masih tertata rapi seperti ketika dia berangkat tadi. Namun pintu kamar tamu yang dekat tangga sedikit terbuka. Langkah kaki Nyonya Marta mengayun perlahan ke sana. Mungkin Tasya sedang ada di dalam dan bersih-bersih.Didorongnya daun pintu itu perlahan. Benar saja, Tasya tampak tengah mengganti seprai dengan yang baru lagi.“Sya, bukannya baru kemarin seprainya diganti?” Pertanyaan Nyonya Marta sontak membuat Tasy
Wira menggandeng tangan Rinai. Keduanya baru saja selesai menata perabotan yang dibelinya. Wira sudah membeli satu buah rumah baru untuk mereka. Rumah yang akan ditempatinya setelah resepsi nanti.Gandengan tangan mereka terlepas ketika tiba di teras. Rinai beralih fokusnya untuk menata beberapa tanaman bunga yang baru saja dikirim dari florist. Anggrek bulan yang tengah mekar dan sangat cantik dengan bunga warna putih, ungu dan kuning itu ditata pada sebuah undakan yang dibuat di tepi tembok yang dihiasi dengan batu alam.Bunga-bunga itu tampak asri berselang dengan tanaman pothos yang menjuntai dan membuat nuansa salah satu sudut terasnya seperti di alam bebas. Ada kolam ikan kecil juga yang airnya terus berputar. Terdengar cipratan-cipratan dari ikan warna-warni yang tergerak karena merasa terganggu oleh kedatangan Rinai.
Sepulang dari majlis yang berisi kajian itu, Angel lebih banyak diam. Perjalanan pulang kali ini berbeda dengan ketika dia berangkat tadi pagi. Begitu banyak hal baru yang terasa mencubit hatinya. Meskipun gamis dan kerudung itu dilepasnya, tapi dia masih memeluknya erat dalam dekapan seolah mendapatkan sesuatu yang berharga.“Mau ke daerah mana lagi? Hutan pinus, dusun bambu, lembah dewata?” Abian menyebutkan beberapa tempat wisata lagi seraya tetap fokus mengemudikan sepeda motornya.“No!” Angel memangkas cepat ucapan Abian.Entah kenapa dirinya mendadak ingin berdiam. Jiwanya seolah bara yang meletup-letup, melampiaskan semua emosi yang memuncak karena patah hati. Serangkaian kegilaannya terbayang di kepala. Mulai dari clubbing, bahkan dirinya sampai ke
Nyonya Marta terus fokus pada jalanan yang sedikit merayap. Dia abaikan dering panggilan yang masuk. Fokusnya ingin cepat-cepat tiba di rumah dan memergoki kedua pasangan selingkuh yang sudah begitu tega menyakitinya. Ketika jalanan sedikit tersendat, dia mengambil gawai dan mengirimkan pesan, meminta para ibu-ibu cluster yang simpatik padanya itu menunggu agak jauh dari rumahnya. Dia tak ingin jika suaminya maupun Tasya curiga dan menyudahi aksi gila sebelum mereka tiba.[Tolong tunggu saya datang! Kalian tak bisa masuk juga karena rumah dikunci! Sebentar lagi saya sampai!] tulis Nyonya Marta.Setelah itu dia pun tak melihat lagi gawainya yang ramai dengan notifikasi. Diinjaknya gas dengan cepat karena dirinya pun ingin segera sampai.Akhirnya dia memasuki gerbang. Mobilnya melaju memasuki kawasan rumahnya dan t
Tasya digiring ke mobil polisi yang terpakir di depan. Harum yang memang jarang berbaur dengan tetangga sejak tadi hanya mengintip dari balik jendela. Ya, dirinya masih sangat kaku dalam bergaul, terlebih merasakan kalau latar belakang dirinya berbeda. Sampai saat ini pun, dia belum mengenal baik Nyonya Marta. Hanya sesekali bertemu ketika dirinya mengantarkan makanan atau oleh-oleh yang didapatnya dari Rinai. Selebihnya, Harum hanya menghabiskan waktu sendirian dengan berkebun di halaman belakang.“Astaghfirulloh! Itu ‘kan Tasya?” gumam Harum dalam dada. Entah dorongan dari mana, tiba-tiba dia mengambil gawai dan menangkap foto Tasya.Mobil polisi itu menjauh. Tak berapa lama kerumunan para perempuan di rumah Bu Marta perlahan membubarkan diri. Harum mengetikkan nomor Harsuadi pada gawainya. Nomor yang tak pernah lelaki itu ganti sehingga dirinya masih men
Perempuan dengan gamis panjang itu mengulas senyum ketika netranya bersitatap dengan Rinai. Wajahnya yang tertutup cadar tak membuat dia menjadi asing. Sepasang mata dengan bulu mata lentik itu masih sama dengan seseorang yang beberapa waktu menghilang.“Angel, Bang? Apa benar dia Angel?” bisik Rinai pada Wira yang tengah sibuk menerima ucapan selamat dari para kolega yang beriring.Wira masih terdiam. Ya, dia pun mengenali perempuan bercadar itu mirip sekali dengan Angel. Namun, benarkah? Apakah Angel sudah berubah?Seorang lelaki mengiringinya dari belakang. Wajahnya tak terlalu tampan, kulitnya bersih meskipun hitam, kedua alisnya tebal dan memiliki wajah yang tampak lembut dan penyayang. Mereka berjalan bersisian.
Dua minggu sudah berlalu, Abian berangkat ke rumah sakit ditemani Steven untuk mengambil hasil test DNA. Hatinya harap-harap cemas, Almeera yang cantik itu adalah darah dagingnya. Jika bukan, Abian hanya mengkhawatirkan nasib Almeera di masa depannya. Bagaimanapun seorang perempuan jika hamil di luar nikah, maka anaknya bernasab pada ibunya. Satu lembar amplop putih itu sudah diterima Abian. Dia melirik Steven yang turut menyaksikan isinya. Berulang kali, Steven meminta maaf karena dia baru tahu apa yang sebetulnya terjadi. Selama ini, Angel hanya bercerita pada Elissa---maminya. Sementara itu, Steven menganggap semuanya baik-baik saja. Bahkan ketika Angel memutuskan untuk tinggal di rumah mereka pun alasannya karena Abian sering pulang malam dan jadi kesepian. Dia percaya begitu saja. Keduanya duduk di lorong rumah sak
Abian yakin, Milalah yang mengompori Azizah untuk menikahkannya lagi. Abian sadar jika Mila iri pada Angel karena langsung hamil dan Azizah mengistimewakannya. Karena itu, dia kini ingin melihat reaksi perempuan itu, jika suaminya yang harus menikah.Seketika wajah Mila memucat. Dia lupa karena terlalu sibuk mengurusi ibu mertuanya agar membenci Angel, dia pun sama memiliki kekurangan. Usia pernikahannya dengan Abizar sudah cukup lama, tetapi cucu yang dinantikan keluarga belum juga ada. Dia lupa setiap ujian pernikahan itu berbeda, jika Abian diuji dengan kehamilan Angel yang terlalu cepat, maka dirinya pun sama yaitu diuji dengan menunggu buah hati yang tak kunjung datang.“Abian! Kamu gak pantas bicara seperti itu pada kakak iparmu, di depan tamu pula!” Azizah merasa tak enak. Dia melirik pada keluarga calon besannya yang kini tampak tak nyaman.&ld
“Nanti kamu paham!” bisik Satrio sambil menarik tubuh istrinya untuk berbaring di tempat tidur yang sama.Wajah Maila semakin memanas. Tubuhnya serasa melayang ketika Satrio mulai menyentuhnya. Dia memejamkan mata karena malu. Perasaan bercampur baur menjadi satu. Awalnya keduanya pun masih canggung melakukannya. Namun naluri akhirnya menuntunnya, tubuh Maila yang awalnya tegang karena gugup pun sudah semakin rilex. Perlahan penyatuan itu terjadi, meski sakit dan perih pada awalnya, tetapi perlahan membawanya membumbung menuju puncak surga dunia.Udara yang dingin karena AC tak lagi terasa, keringat membanjiri tubuh Satrio, begitupun Maila. Ada tetes air mata terjatuh pada sudut netra Maila ketika mereka usai melakukannya. Satrio mengecup pucuk kepala gadis yang sudah menyerahkan hidupnya padanya.“Kenapa nangis, May?”
“Saya hanya gak percaya diri, Pak! Saya hanya gadis yatim piatu yang miskin, tak berani bermimpi jadi istri Bapak!” tukas Maila lirih.Satrio mendekat. Tangannya mengambil dagu itu agar wajah Maila terangkat. Ditatapnya manik hitam yang selah terhipnotis itu dengan lekat. Entah magnet apa yang membuat wajahnya semakin mendekat, mendekat dan hampir tak menyisakkan jarak bersama gelayar hangat yang menjalar di dadanya.Satrio kembali menjauhkan wajahnya dari Maila setelah mereguk manis bibir yang gemetar itu. Wajah Maila merona dan memanas. Seluruh dunia rasanya berhenti ketika mereka melakukannya. Bahkan kaki Maila saja masih gemetar, ini sentuhan pertama yang di dapatnya dari seorang lelaki.“Aku tak pernah mempermasalahkan status sosial. Hanya saja aku mempermasalahkan ketidak konsistenan kamu
Satrio melirik ke arah Maila yang masih bengong. Dia berdiri lalu menarik tangan Maila menuju kamarnya. Maila setengah menolak, tetapi tak kuasa. Bingung juga harus berbuat apa, tiba-tiba dirinya kini tengah berduaan dengan atasan yang mendadak menjadi suaminya.Keduanya memasuki kamar yang cukup luas itu. Satrio menggiring Maila untuk duduk di tepi tempat tidur. Hati Maila berdentum, terlebih ketika Satrio memegang dagunya dan membuat wajahnya terangkat.“Ya Tuhaaan? Apakah hari ini kami akan melewati malam pertama?” batin Maila seraya debaran dalam dadanya bertalu tak karuan.Maila sudah memejamkan mata, akan tetapi Satrio melepas tangannya. Dia menjauh dan mengambil kotak P3K. Satrio kembali dan duduk di tepi ranjang berhadapan dengan Maila. Dia mengeluarkan alkohol dan kapas, lalu tangannya kembali mendekat ke wajah Maila yang masih terpejam.&nbs
“Mas, andai kamu gak ridho … maka ceraikan saja aku! Aku ikhlas, aku tak ingin membuat kamu dan keluargamu kecewa pada akhirnya! Aku akan menerimanya dengan lapang dada, Mas!” tukas Angel dengan suara parau karena tangisan.Menatap kedua netra Angel yang mengembun, sontak membuat Abian terkesiap. Dia sadar ada sosok rapuh di depannya yang butuh dikuatkan, tetapi pernyataan Angel yang diluar dugaan membuatnya shock. Bahkan kebahagiaan yang belakangan ini hadir karena dirinya akan mejadi ayah, gelar baru yang diidam-idamkannya.Abian hanya bergumam, tak terdengar jelas. Namun tangannya merengkuh Angel dan disandarkan pada dadanya. Dikecupnya pucuk kepala Angel. Ada hembusan napas berat terdengar.“Jangan bicara seperti itu, Sayang! Aku tak akan menceraikanmu! Sab
“Bos!”Satrio berdiri sambil mengusap keringat dingin di dahi. Wira menepuk bahunya lalu menoleh pada ketua wilayah tersebut. Wira memberikan kartu namanya dan memperkenalkan diri.“Saya Sultan Prawira Eka Dharma---pemilik Dharma Grup! Ini Bapak Satrio, tangan kanan saya! Jadi saya pastikan dia itu terdidik dan tak mungkin berbuat asusila! Mungkin dia hanya dijebak!” tukas Wira dengan tenang.“Saya Badri, Tuan! Koordinator wilayah di sini! Wah berkesan sekali bertemu langsung dengan Tuan Sultan! Namun, semua bukti sudah jelas, Tuan! Mereka ditemukan hampir tak berpakaian dan saksinya banyak! Tak mungkin kami melepaskan mereka begitu saja! Hukum di wilayah kami, jika menemukan pasangan yang seperti itu jika keduanya lajang maka akan ka
Keesokan harinya, Satrio terjaga karena sorot matahari sudah menembus celah gorden apartemennya. Dia terperanjat karena waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi.“Ah, sial!” umpatnya dalam dada.Berantakan sudah rencananya untuk mengetahui siapa sebetulnya gadis itu. Apakah benar Maila atau orang yang hanya mirip saja dengannya.Satrio akhirnya harus rela menunda rasa penasarannya. Dia bergegas membersihkan diri lalu memakai pakaian kantor dan berangkat. Dia mengendarai mobilnya sambil merutuki diri sendiri, kenapa begitu kepo pada asal usul gadis yang tiba-tiba mencuri perhatiannya itu.“Kenapa gue ngurusin dia, ya?” batin Satrio sambil melajukan mobilnya. Dia mencoba mencari jawaban atas pertanyaannya, akan tetapi tak kunjung ditemukan. Dia tak memiliki alasan kenapa harus sekepo itu pada kehidupan Maila
“Ya, silakan mau pesan apa, Nyonya, Tuan?” Seorang gadis dengan pakaian press bodi muncul. Wajahnya penuh dengan polesan make up lengkap. Satrio menatap wajah yang rasanya taka sing itu. Kenapa gadis itu sangat mirip dengan Maila, tetapi bedanya gadis ini full make up dan tak memakai kerudung.“Maila?”Satrio bergumam dalam dada. Rasanya wajah itu bukan hanya mirip, akan tetapi benar memang wajah itu milik Maila. Dia kembali memindai wajah itu dengan seksama.Gadis tersebut tampak terkejut. Atau mungkin pikiran Satrio saja yang menebaknya seperti itu. Satrio yakin, tak mungkin dia akan menimbulkan ekspresi seperti itu jika memang dirinya tak mengenal Satrio.Sekretaris Mr Lee menyebutkan pesanannya. Gadis itu menunduk sambil mencatat. Dari raut wajahnya tampak ada kilat tak nyaman. Satrio diam, entah kenapa dia yakin jika gadis