Harum yang melihat kejadian tak mengenakkan itu berdiri. Dia segera menghalau Elissa dan menatap tajam pada perempuan itu.
“Elissa! Tolong, jangan sakiti putriku! Menyakitinya sama saja kembali mengajak berurusan denganku. Aku tak akan segan-segan membongkar masa lalu itu di sini!” Kilatan sorot mata Harum seolah hendak mengancam Elissa. Dia tak segan untuk membocorkan tentang rahasia besar siapa Rinai sebenarnya. Harum tahu, Elissa memang tak ingin publik mengetahuinya.
Kedua tangan Elissa mengepal. Napasnya turun naik menahan kesal. Air mata berjatuhan dari sudut matanya. Dia berbalik pada Mami dan tak lagi menyerang Rinai yang baru saja bangun dan membersihkan makanan yang melekat pada pakaiannya.
“Ni! Awalnya aku sudah bahagia waktu kam
Angel baru saja merebahkan tubuhnya di sebuah kamar berukuran empat kali lima meter itu. Homestay milik Abian rupanya lumayan nyaman untuknya tinggal. Meskipun fasilitasnya tak selengkap hotel berbintang, akan tetapi cukup lengkap. Ada kamar mandi di dalam, lemari pakaian, tempat memanaskan air dan full wifi.Angel sudah selesai mandi dan masih mengenakan handuk. Namun menatap seonggok pakaiannya yang tampak lusuh bekas pakai membuatnya sadar kalau dirinya tak membawa pakaian ganti. Ada beberapa potong pun ketinggalan di dalam mobil.“God!” Angel memijit pelipisnya. Bingung harus minta tolong dengan siapa.Dalam keadaan bingung, pintu kamarnya diketuk. Angel bingung, akhirnya dia menarik selimut lebar itu dan menutup tubuhnya. Dibukanya pintu itu sedikit dan memeriksa
Nyonya Marta baru saja tiba di rumah dengan mobil online. Dia turun di depan gerbang lalu membuka gerbang sendiri. Sengaja dia tak memijit bell, hanya ingin tahu sedang apa ART barunya jika ditinggalkan.Daun pintu didorongnya, tidak dikunci. Karena baru saja Tuan Abe meninggalkan rumah. Suasana ruangan tengah sepi. Masih tertata rapi seperti ketika dia berangkat tadi. Namun pintu kamar tamu yang dekat tangga sedikit terbuka. Langkah kaki Nyonya Marta mengayun perlahan ke sana. Mungkin Tasya sedang ada di dalam dan bersih-bersih.Didorongnya daun pintu itu perlahan. Benar saja, Tasya tampak tengah mengganti seprai dengan yang baru lagi.“Sya, bukannya baru kemarin seprainya diganti?” Pertanyaan Nyonya Marta sontak membuat Tasy
Wira menggandeng tangan Rinai. Keduanya baru saja selesai menata perabotan yang dibelinya. Wira sudah membeli satu buah rumah baru untuk mereka. Rumah yang akan ditempatinya setelah resepsi nanti.Gandengan tangan mereka terlepas ketika tiba di teras. Rinai beralih fokusnya untuk menata beberapa tanaman bunga yang baru saja dikirim dari florist. Anggrek bulan yang tengah mekar dan sangat cantik dengan bunga warna putih, ungu dan kuning itu ditata pada sebuah undakan yang dibuat di tepi tembok yang dihiasi dengan batu alam.Bunga-bunga itu tampak asri berselang dengan tanaman pothos yang menjuntai dan membuat nuansa salah satu sudut terasnya seperti di alam bebas. Ada kolam ikan kecil juga yang airnya terus berputar. Terdengar cipratan-cipratan dari ikan warna-warni yang tergerak karena merasa terganggu oleh kedatangan Rinai.
Sepulang dari majlis yang berisi kajian itu, Angel lebih banyak diam. Perjalanan pulang kali ini berbeda dengan ketika dia berangkat tadi pagi. Begitu banyak hal baru yang terasa mencubit hatinya. Meskipun gamis dan kerudung itu dilepasnya, tapi dia masih memeluknya erat dalam dekapan seolah mendapatkan sesuatu yang berharga.“Mau ke daerah mana lagi? Hutan pinus, dusun bambu, lembah dewata?” Abian menyebutkan beberapa tempat wisata lagi seraya tetap fokus mengemudikan sepeda motornya.“No!” Angel memangkas cepat ucapan Abian.Entah kenapa dirinya mendadak ingin berdiam. Jiwanya seolah bara yang meletup-letup, melampiaskan semua emosi yang memuncak karena patah hati. Serangkaian kegilaannya terbayang di kepala. Mulai dari clubbing, bahkan dirinya sampai ke
Nyonya Marta terus fokus pada jalanan yang sedikit merayap. Dia abaikan dering panggilan yang masuk. Fokusnya ingin cepat-cepat tiba di rumah dan memergoki kedua pasangan selingkuh yang sudah begitu tega menyakitinya. Ketika jalanan sedikit tersendat, dia mengambil gawai dan mengirimkan pesan, meminta para ibu-ibu cluster yang simpatik padanya itu menunggu agak jauh dari rumahnya. Dia tak ingin jika suaminya maupun Tasya curiga dan menyudahi aksi gila sebelum mereka tiba.[Tolong tunggu saya datang! Kalian tak bisa masuk juga karena rumah dikunci! Sebentar lagi saya sampai!] tulis Nyonya Marta.Setelah itu dia pun tak melihat lagi gawainya yang ramai dengan notifikasi. Diinjaknya gas dengan cepat karena dirinya pun ingin segera sampai.Akhirnya dia memasuki gerbang. Mobilnya melaju memasuki kawasan rumahnya dan t
Tasya digiring ke mobil polisi yang terpakir di depan. Harum yang memang jarang berbaur dengan tetangga sejak tadi hanya mengintip dari balik jendela. Ya, dirinya masih sangat kaku dalam bergaul, terlebih merasakan kalau latar belakang dirinya berbeda. Sampai saat ini pun, dia belum mengenal baik Nyonya Marta. Hanya sesekali bertemu ketika dirinya mengantarkan makanan atau oleh-oleh yang didapatnya dari Rinai. Selebihnya, Harum hanya menghabiskan waktu sendirian dengan berkebun di halaman belakang.“Astaghfirulloh! Itu ‘kan Tasya?” gumam Harum dalam dada. Entah dorongan dari mana, tiba-tiba dia mengambil gawai dan menangkap foto Tasya.Mobil polisi itu menjauh. Tak berapa lama kerumunan para perempuan di rumah Bu Marta perlahan membubarkan diri. Harum mengetikkan nomor Harsuadi pada gawainya. Nomor yang tak pernah lelaki itu ganti sehingga dirinya masih men
Perempuan dengan gamis panjang itu mengulas senyum ketika netranya bersitatap dengan Rinai. Wajahnya yang tertutup cadar tak membuat dia menjadi asing. Sepasang mata dengan bulu mata lentik itu masih sama dengan seseorang yang beberapa waktu menghilang.“Angel, Bang? Apa benar dia Angel?” bisik Rinai pada Wira yang tengah sibuk menerima ucapan selamat dari para kolega yang beriring.Wira masih terdiam. Ya, dia pun mengenali perempuan bercadar itu mirip sekali dengan Angel. Namun, benarkah? Apakah Angel sudah berubah?Seorang lelaki mengiringinya dari belakang. Wajahnya tak terlalu tampan, kulitnya bersih meskipun hitam, kedua alisnya tebal dan memiliki wajah yang tampak lembut dan penyayang. Mereka berjalan bersisian.
Angel memejamkan mata mencoba menerima semua penjelasan itu dengan hati lapang. Benar, semua masih seperti mimpi, kini berarti dirinya dan Wira---lelaki yang masih dicintainya terikat dalam hubungan sebagai saudara ipar. Angel belum menanggapi apapun ketika pintu terbuka. Muncullah Abian dengan kedua orang tuanya. Mereka mengangguk. Steven mempersilakannya masuk.Kedua belah pihak keluarga saling berbincang. Keluarga Abian rupanya bukan orang miskin seperti yang awalnya Angel perkirakan. Latar belakang keluarganya mapan dan terpandang. Ayahnya Abian---Hasyim---merupakan seorang pelopor property syariah di kota Bandung. Istrinya Ibu Azizah---merupakan seorang yang taat beragama. Abian memiliki kakak laki-laki bernama Abizar Al Hasyim dan adik bernama Nahda Azizi Hasyim hanya saja karena suatu hal Abian lebih memilih hidup terpisah dan tak ikut mengurus bisnis keluarga. Abian bersama Fatima---almarhum istrinya membangun ho