Setelah pertemuan tak terduga dengan Bintang dan Aera, Agatha merasa gelisah sepanjang malam, pikirannya terus melayang memikirkan Gio. Keesokan paginya, Detektif Arif tiba di apartemen mereka membawa kabar penting."Agatha, Niko," sapanya sambil memasuki ruangan dengan ekspresi serius. "Kita perlu melakukan sesuatu agar kalian bisa bergerak lebih leluasa dan aman. Aku sudah menyiapkan identitas baru untuk kalian."Agatha dan Niko duduk di meja makan, memperhatikan Detektif Arif yang membuka tasnya dan mengeluarkan dua amplop bersegel. "Niko, ini untukmu," kata Arif sambil menyerahkan amplop pertama. "Mulai sekarang, namamu adalah Dongmin. Kamu seorang konsultan IT yang bekerja secara freelance dari luar negeri."Niko membuka amplop itu dan menemukan KTP, SIM, dan beberapa kartu lainnya dengan nama baru tersebut. Dia mengangguk, menerima kenyataan bahwa ini adalah langkah yang perlu mereka ambil."Dan Agatha," lanjut Arif, menyerahkan amplop kedua. "Namamu tetap menjadi Rina. Kamu se
Di kantor polisi, suasana terasa tegang. Agatha, Niko, Detektif Arif, dan Rocky berkumpul di ruang interogasi yang sepi. Agatha duduk di salah satu kursi, menatap kosong ke depan, sementara Niko berdiri di sampingnya, mencoba memberikan dukungan. Rocky berdiri di sudut ruangan, dengan wajah penuh kekhawatiran dan amarah yang tertahan. Detektif Arif, dengan raut wajah serius, berjalan mondar-mandir sambil memegang berkas-berkas."Kita harus bergerak cepat," kata Detektif Arif, sambil menyerahkan dokumen-dokumen kepada mereka. "Kita tidak bisa membiarkan Aera terus meneror hidup kalian."Niko mengangguk, mengambil dokumen-dokumen tersebut. "Apa rencanamu selanjutnya, Arif?"Arif menjelaskan, "Kita akan menjebak Aera dengan bukti-bukti yang kita kumpulkan. Kita punya cukup bukti untuk mengaitkannya dengan berbagai kejahatan, termasuk penculikan dan percobaan pembunuhan."Agatha merasa sedikit lega mendengar rencana itu. "Jadi, apa yang harus kami lakukan?""Kalian harus tetap bersembunyi
Malam itu di rumah, Bintang merasakan kekosongan yang mendalam. Suara angin malam yang berhembus lembut di luar rumah terasa seperti simfoni kesedihan yang mendalam. Di kamar, Airin, putrinya, sedang terbaring dengan wajah memerah karena demam tinggi.Bintang mondar-mandir dengan cemas di samping tempat tidur Airin, sementara anak kecil itu gelisah dan rewel, terus-menerus memanggil nama Aera. "Mama... Mama..." rengek Airin dengan suara serak.Bintang duduk di tepi tempat tidur dan membelai rambut Airin yang basah karena keringat. "Airin, Mama sedang pergi sebentar. Ayah di sini, Ayah akan menjagamu," kata Bintang dengan suara lembut, meskipun hatinya penuh dengan kegelisahan.Airin terus menangis dan memanggil ibunya. "Mama... Mama..."Bintang mencoba segala cara untuk menenangkan Airin, dari mengompres keningnya dengan handuk basah hingga memeluknya erat. Namun, rasa kehilangan Aera membuat Airin semakin gelisah.Setiap kali Airin memanggil ibunya, Bintang merasakan luka yang mendal
Setelah kepergian Aera, Bintang berusaha mengisi kekosongan di hatinya dan di rumah mereka dengan harapan baru. Suasana rumah yang semula tegang dan penuh konflik kini mulai berubah. Pagi itu, sinar matahari menembus jendela, membawa kehangatan ke dalam rumah.Agatha, yang sebelumnya tinggal terpisah karena situasi yang rumit, akhirnya kembali ke rumah yang dulu mereka tempati bersama. Bintang, dengan penuh harap dan cinta, menyambutnya di depan pintu. Di sampingnya, Gio berdiri dengan buket bunga di tangannya, senyumnya lebar meskipun masih terlihat sedikit pucat setelah sakit beberapa hari lalu."Selamat datang kembali, Agatha," kata Bintang dengan suara lembut, matanya bersinar penuh rasa cinta dan kebahagiaan.Agatha tersenyum, matanya berkaca-kaca melihat Gio yang berlari kecil mendekatinya. "Mama, ini bunga untuk Mama!" seru Gio sambil menyerahkan buket bunga itu dengan bangga.Agatha berlutut, menerima bunga dari Gio dengan perasaan haru. Dia memeluk putranya erat-erat, mencium
Saat malam mulai menyelimuti kota, Agatha duduk di sofa kamarnya. Lampu-lampu kota berkilauan dari jendela, menambah suasana hangat di sekitarnya. Di hadapannya, terdapat foto-foto dan dokumen yang menjadi bukti identitas palsunya dengan Niko. Dia mulai mengingat kembali masa-masa sulitnya bersama Niko saat pertama kali tiba di kota ini, berusaha menyembunyikan diri dan membangun kehidupan baru sebagai pasangan suami istri palsu, Rani dan Dongmin.Ketika pertama kali tiba di kota, Agatha dan Niko harus beradaptasi dengan kehidupan baru mereka. Mereka menyewa apartemen kecil di pinggiran kota, jauh dari kemewahan yang biasa mereka nikmati. Namun, demi keselamatan mereka, keduanya rela mengorbankan segala sesuatu.Di balik identitas palsunya sebagai Rani, Agatha mencoba menulis lagi. Dia menemukan ketenangan dalam kata-kata dan cerita yang ia ciptakan. Dia menulis tentang perjuangan, cinta, dan harapan, mengungkapkan semua emosi yang ia rasakan melalui tokoh-tokoh fiksi. Tanpa disadari
Malam itu bulan bersinar terang, dan rumah Bintang bersinar dengan lampu-lampu hias yang menghiasi setiap sudut. Suasana pesta yang semarak memenuhi udara. Musik lembut mengalun di latar belakang, menciptakan atmosfer yang hangat dan menyenangkan. Bintang dan Agatha menyambut para tamu yang berdatangan satu per satu, senyum bahagia tak pernah lepas dari wajah mereka.Di ruang tamu, sebuah meja panjang penuh dengan berbagai hidangan lezat tersaji. Agatha, dengan gaun anggunnya, terlihat sibuk memastikan semuanya berjalan lancar. Bintang, dengan jas rapi, berdiri di sampingnya, selalu siap membantu. Gio berlari-lari di antara para tamu, tawa ceria bocah kecil itu membuat suasana semakin hidup.Para tamu mulai berkumpul, mengisi ruang tamu dan taman belakang rumah. Niko dan Dessy terlihat berbincang dengan beberapa tamu lain, tertawa dan menikmati suasana. Moona, yang datang bersama keluarganya, berdiri di sudut ruangan, memperhatikan semua orang dengan senyum lembut."Selamat atas kesuk
Malam itu, setelah api berhasil dipadamkan dan kepanikan mereda, Agatha mengajak semua orang untuk sementara tinggal di rumahnya. Rumah Agatha yang besar dan mewah, namun sudah lama tidak ditempati sejak Pak Jinwoo kabur dan Bu Shinta dipenjara, menjadi tempat perlindungan sementara."Semua bisa tinggal di sini malam ini," kata Agatha, mencoba menenangkan para tamu yang masih terkejut. "Kita akan mencari solusi besok."Bintang membawa Gio yang masih gemetar ke dalam rumah. "Terima kasih, Agatha. Ini sangat berarti bagi kami," katanya, suaranya penuh rasa syukur.Agatha memanggil para pembantunya dan segera memerintahkan mereka untuk menyiapkan kamar dan segala kebutuhan para tamu. "Pastikan semua nyaman dan mendapatkan yang mereka butuhkan," tambahnya dengan tegas namun lembut.Niko, yang sudah memastikan bahwa api benar-benar padam, mengangguk setuju. "Mereka butuh tempat aman untuk beristirahat malam ini. Terima kasih, Agatha."Di dalam rumah Agatha yang megah, suasana mulai tenang
Niko dan Rocky berdiri di bandara, menatap papan keberangkatan yang penuh dengan penerbangan internasional. Mereka merasa tegang namun bertekad. Dengan paspor baru dan identitas yang telah disiapkan oleh Detektif Arif, mereka siap berangkat ke New York untuk mencari Pak Jinwoo.Perjalanan ke New York berlangsung tanpa hambatan. Ketika mereka tiba, udara dingin Manhattan menyambut mereka. Gedung-gedung tinggi dan keramaian kota tidak mengurangi rasa waspada mereka. Mereka segera menuju ke apartemen yang disebutkan Agatha sebagai tempat yang sering dikunjungi keluarganya dulu.Di apartemen, mereka bertemu dengan manajer gedung yang memberi mereka informasi terbatas. “Kami tidak bisa memberikan detail penghuni kami begitu saja,” kata manajer dengan nada tegas.Niko mencoba pendekatan berbeda. “Kami mencari seorang pria bernama Jinwoo. Dia mungkin menggunakan nama lain sekarang. Kami hanya ingin memastikan dia aman.”Manajer tampak ragu, tetapi akhirnya mengalah. “Ada seorang pria Asia ya
"Mas, kamu serius?" tanya Aera gemetar.Sejenak, waktu terasa berhenti. Suara detak jarum jam di ruangan terasa semakin jelas di telinganya, seolah menegaskan betapa tidak terhindarkannya kenyataan yang ada di hadapannya."Aku tidak bisa terus seperti ini, Aera," kata Bintang dengan suara pelan tapi tegas. Matanya berkaca-kaca, namun ia tetap tegar. "Maafkan aku, tapi ini satu-satunya jalan. Semua yang terjadi di antara kita... sudah terlalu jauh. Aku harus melakukan ini demi Agatha dan diriku sendiri."Aera meremas surat itu di tangannya, suaranya tercekat di tenggorokan. "Mas, aku... aku tahu aku telah membuat kesalahan besar. Tapi, tolong... tolong jangan lakukan ini. Jangan tinggalkan aku," suaranya bergetar, penuh dengan rasa putus asa.Bintang menunduk, menghela napas panjang. "Aera, aku sudah memikirkan ini lama. Aku tidak mengambil keputusan ini dengan mudah. Tapi aku tidak bisa terus hidup dalam kebohongan dan luka. Aku butuh waktu untuk menyembuhkan diriku sendiri... dan aku
Aera tak mampu berkata-kata, dadanya terasa sesak melihat putrinya berdiri di depan pintu. Semua rencana, kebohongan, dan manipulasi yang ia lakukan selama ini tiba-tiba terasa sia-sia saat ia menatap wajah lugu Airin. Mata anak kecil itu mencari-cari jawaban di wajah ibunya, tak paham dengan kekacauan yang sedang terjadi.“Aera, kau harus memutuskan sekarang,” suara Niko terdengar lebih lembut, tapi tetap penuh penekanan. “Apakah kau akan terus menyangkal dan membiarkan anakmu terjebak dalam kekacauan ini, ataukah kau akan mengakui semuanya dan memberi dia kesempatan untuk hidup tanpa beban dosa-dosamu?”Aera menundukkan kepala, rasa bersalah dan penyesalan mulai menguasainya. Airin adalah segalanya bagi Aera. Selama ini, dia berusaha keras untuk membenarkan tindakannya demi kelangsungan hidup mereka berdua. Namun, melihat putrinya di sini, di tempat di mana Aera seharusnya melindungi dan bukan sebaliknya, membuat dinding pertahanannya perlahan runtuh.Airin melangkah maju, mendekati
Saat Aera menyusun barang-barangnya dengan panik, pikirannya melayang pada setiap langkah yang telah dia ambil selama ini. Dia teringat akan semua rencana jahatnya, dan bagaimana dia telah dengan licik mengatur semua orang untuk kepentingannya sendiri. Terlalu banyak yang dipertaruhkan dan terlalu banyak yang bisa hilang.Namun, pelariannya tidak semudah yang dia bayangkan. Saat dia keluar dari apartemennya, dia melihat beberapa mobil polisi berpatroli di sekitar area tersebut, tanda bahwa pihak berwenang mulai melakukan pencarian intensif. Dengan cepat, dia merubah arah dan menyusuri gang-gang sempit, mencoba menghindari perhatian. Di tengah kekacauan, Bintang dan Agatha, yang baru saja selesai menonton siaran pers, merasa terombang-ambing oleh berita tersebut. Keduanya duduk dalam keheningan, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. “Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Agatha, suaranya penuh kebingungan dan kekhawatiran.“Yang penting sekarang adalah memastikan bahwa
Setelah penangkapan Pak Jinwoo, sesi interogasi diatur untuk mendapatkan pengakuan resmi darinya. Niko dan tim penyidik melakukan interogasi yang intensif untuk mengungkap seluruh keterlibatan Pak Jinwoo dalam berbagai kejahatan. Dalam keadaan tertekan dan merasa tidak ada lagi jalan keluar, Pak Jinwoo akhirnya mengakui semua kesalahannya.Dalam sebuah konferensi pers yang disiarkan secara langsung, Pak Jinwoo memberikan pengakuannya di depan publik. Dengan ekspresi penuh penyesalan, dia mengungkapkan rincian dari semua rencananya.“Saya mengakui semua kesalahan saya,” kata Pak Jinwoo dengan suara gemetar. “Aera adalah otak di balik semua ini. Dia tidak bisa menerima kenyataan bahwa Bintang bersama Agatha dan berusaha menghancurkan kehidupan mereka.”Pak Jinwoo melanjutkan, “Saya juga yang menjebak Pak Johan, ayah Bintang. Semua tuduhan penggelapan yang dikenakan padanya adalah rencana saya untuk menutupi jejak-jejak saya dan mengalihkan perhatian dari aktivitas ilegal saya.”Pengakua
Di sebuah sudut kota yang sepi, mobil yang mencurigakan di rekaman CCTV ditemukan oleh tim investigasi. Detektif Arif berhasil melacak nomor plat mobil tersebut dan menemukan bahwa itu adalah kendaraan yang pernah dipakai oleh seseorang dengan hubungan langsung dengan Bu Shinta. Arif dan Niko segera menindaklanjuti petunjuk ini dengan memeriksa alamat yang terdaftar. Ketika mereka sampai di rumah kecil di pinggiran kota yang dikelilingi taman, mereka melihat tanda-tanda kehidupan. Tanpa membuang waktu, mereka memasuki rumah tersebut dengan hati-hati."Ini rumah yang sama," kata Niko, memeriksa sekeliling dengan seksama. "Kita harus sangat hati-hati."Di dalam rumah, Gio terlihat bermain dengan mainan di ruang tamu. Bu Shinta, meski terlihat cemas, mencoba tetap tenang di samping cucunya. Ketika mendengar suara pintu terbuka, wajah Bu Shinta memucat dan dia tahu bahwa waktu untuk melarikan diri semakin singkat."Jangan takut, Gio," kata Bu Shinta dengan lembut, sambil mengajak Gio ber
Saat sore hari yang tenang, Gio dan Airin bermain di halaman depan rumah Agatha. Tawa mereka menggema di udara, sementara sinar matahari sore memberikan cahaya hangat. Agatha berada di dapur, dengan hati-hati menyiapkan susu untuk anak-anaknya. Sesekali, ia melirik keluar jendela, memastikan mereka masih bermain dengan aman.Di halaman, pengasuh yang biasanya mengawasi Gio dan Airin pergi ke kamar mandi sebentar. Agatha merasa tenang karena yakin bahwa anak-anaknya berada di tempat yang aman. Namun, ketika ia keluar dari dapur dengan dua botol susu hangat di tangannya, ia merasakan ada yang tidak beres.Agatha melihat Airin berdiri sendirian di dekat gerbang dengan wajah bingung. Hatinya berdegup kencang saat ia bergegas mendekati putrinya. "Airin, ada apa? Di mana Gio?"Airin menatap Agatha dengan mata penuh kebingungan dan sedikit ketakutan. "Gio dibawa pergi seseorang, Tante."Jantung Agatha seakan berhenti mendengar jawaban itu. Cangkir susu di tangannya hampir terjatuh. "Apa maks
Aera menutup pintu rumahnya dengan keras, membiarkan suara gemuruh menggema di seluruh rumah. Dia merasa seolah-olah dunia telah menamparnya keras-keras. Di ruang tamu, dia melempar tasnya ke sofa, lalu duduk dengan mata terpejam, mencoba meredakan badai emosi yang berputar di dalam dirinya.Dalam keheningan yang menyelimuti ruangan, kenangan-kenangan bersama Rocky mulai berkelebat di benaknya. Mereka dulunya adalah sahabat baik. Mereka berbagi segala hal—dari rahasia terdalam hingga mimpi-mimpi terbesar. Namun, segalanya berubah ketika Aera mengenal Bintang di kampusnya. Persahabatan mereka terasa semakin jauh seiring dengan berkembangnya perasaan Aera terhadap Bintang.Aera mengingat saat-saat bahagia di masa lalu ketika mereka pertama kali bertemu. Senyuman hangat Rocky, sentuhan lembutnya, dan canda tawa yang mereka bagi. Semua itu terasa seperti mimpi yang jauh, hilang di balik awan kelabu masalah yang kini mereka hadapi.Dia mengingat saat mereka berjalan di taman, tangan mereka
Gio tahu bahwa ibunya tidak benar-benar fokus saat bermain dengannya. Meskipun dia masih kecil, dia bisa merasakan kesedihan yang terselubung di balik senyum ibunya. Dengan cepat, dia mencari cara untuk membuat Agatha tertawa."Mama, lihat ini!" serunya dengan antusias.Gio berlari ke kamarnya dan kembali dengan memakai topi besar dan kacamata hitam yang terlalu besar untuk wajahnya. Dia mulai berakting seperti detektif, berkeliling ruang main dengan gaya lucu sambil berbicara dengan suara dalam, "Hmm, sepertinya ada kasus besar di sini! Siapa yang mencuri senyuman Mama?"Agatha tidak bisa menahan tawa melihat aksi Gio yang menggemaskan. Gelak tawanya akhirnya pecah, membebaskan sebagian beban di hatinya.Dia meraih Gio dan memeluknya erat. "Kamu memang detektif yang hebat, Gio. Terima kasih sudah membuat Mama tertawa."Gio tersenyum lebar, senang melihat ibunya bahagia. "Apa pun buat Mama. Aku cinta Mama."Agatha mencium pipi Gio dan berkata dengan lembut, "Mama juga cinta kamu, saya
Niko dan Rocky kembali ke Indonesia dengan perasaan kecewa dan tangan kosong. Setelah berminggu-minggu mencari di Amerika, mereka tidak berhasil menemukan jejak Pak Jinwoo. Setibanya di rumah, wajah mereka tampak lelah dan penuh kekhawatiran.Di ruang tamu rumah besar Agatha, Bintang, Agatha, dan Detektif Arif sudah menunggu mereka. Melihat wajah Niko dan Rocky, mereka tahu bahwa misi itu tidak berhasil."Bintang, Agatha, kami sudah mencari di berbagai tempat di Amerika, termasuk Kanada dan Paris. Tapi Pak Jinwoo sepertinya menggunakan identitas palsu dan berhasil mengelabui kami," kata Niko, menundukkan kepalanya.Rocky menghela napas panjang. "Kami tidak menemukan apa-apa, hanya jejak yang hilang."Agatha yang duduk di sebelah Bintang mencoba tetap tenang. "Yang penting kalian sudah berusaha keras. Kita harus mencari cara lain untuk menemukannya."Bintang menggenggam tangan Agatha erat, memberikan kekuatan pada istrinya. "Kita akan terus mencari, tidak akan berhenti sampai kita mene